Waktu dan Tempat Efisiensi Pengeringan

17 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2012 di Laboratorium TPPHP Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Balittro Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah serta Laboratorium PAU Pusat Antar Universitas. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Laboratorium TPPHP meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, analisis warna, dan persiapan sebelum dilakukan uji organoleptik tingkat kepedasan. Ekstraksi oleoresin bubuk cabai merah dilakukan di Laboratorium Balittro, sedangkan uji organoleptik tingkat kepedasan dilakukan di Laboratorium PAU. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan yang digunakan adalah cabai merah besar Capsicum annuum L. yang telah berwarna merah diseluruh kulit buah yang berasal dari Pasar Ciluar, Bogor Utara. Waktu pengambilan cabai merah ini pada bulan Maret 2012. Technical-grade natrium bisulfit Na 2 S 2 O 5 0.2 untuk proses blanching, technical-grade ethanol C 2 H 5 OH 96 untuk proses ekstraksi oleoresin, dan technical- grade ethanol 95 serta analytical-grade sukrosa C 12 H 22 O 11 Merck, Jerman untuk uji kepedasan bubuk cabai merah.

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi : a. Sunbeam Food Dehydrator Tipe DT5600 Sunbeam Corporation, China Alat ini merupakan alat pengering tipe rak berskala rumah tangga dengan dehumidifier menggunakan tenaga listrik Gambar 6. Spesifikasi alat pengering ini tertera pada Tabel 4 sedangkan gambar alat secara lebih terperinci ada pada Lampiran 1 – 3. Tabel 4. Spesifikasi alat pengering Spesifikasi Keterangan Merk Sunbeam Model Food dryer DT5600 Dimensi p x l x t, cm 218 x 338 x 339 Bobot, kg 2.4 Jumlah rak 5 Luas rak total, cm 2 707 Daya yang dibutuhkan, watt 250 Thermostat Ada 18 Gambar 6. Alat pengering Sunbeam DT5600 b. Alat-alat yang digunakan untuk persiapan bahan yang akan dikeringkan alat-alat produksi Alat-alat produksi digunakan untuk mempersiapkan bahan yang akan dikeringkan serta untuk mempersiapkan larutan yang akan digunakan untuk blanching cabai merah. Alat-alat yang digunakan meliputi : Tabel 5. Alat-alat produksi Nama alat MerkProdusen Keterangan Pisau - Alat untuk membelah cabai Talenan kayu - Alas untuk membelah cabai Tray - Wadah untuk meniriskan cabai setelah direndam Hot water blancher Blender Vonavex, Hamburg Miyako, Indonesia Alat untuk blanching cabai merah Untuk menggiling bubuk cabai c. Peralatan ukur yang digunakan untuk mengetahui karakteristik pengeringan cabai merah Alat-alat ini digunakan untuk mengukur parameter-parameter yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik pengeringan cabai merah. Alat-alat yang digunakan meliputi : Tabel 6. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui karakteristik pengeringan Nama alat MerkProdusen Keterangan Termokopel Anemometer - Intel Instrumen AR836, India mengukur suhu mengukur kecepatan angin Termometer - mengukur suhu Stopwatch - mengukur waktu Hybrid recorder Yokogawa MV1000, Jepang merekan data dari termokopel Timbangan digital Adam PW 184, UK mengukur berat Drying oven Desikator Cawan aluminum Isuzu 2-2120, Jepang - - mengeringkan bahan meletakkan cawan dari sebelum ditimbang meletakkan bahan pada oven Gelas ukur - mengukur volume larutan Chromameter Konica Minolta CR-400, Jepang mengukur warna bahan d. Alat-alat lain Peralatan lain yang digunakan untuk analisis data pengukuran dan pengamatan selama penelitian meliputi kalkulator, alat tulis, personal computer PC, dan kamera digital. 19

3.3 Metode Penelitian

Secara ringkas, diagram alir penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Persiapan Perlakuan Blanching 90 o C dengan kontrol natrium bisulfit 0.2 s elama 3, 5, 7 dan 9 menit blanching 0 menit atau tanpa blanching Karakteristik pengeringan Pengeringan Uji performa alat pengering 1. Kadar air 1. Suhu tanpa beban 2. Laju pengeringan Penggilingan 2. Suhu dengan beban 3. Lama pengeringan 3. Karakteristik udara pengering 4. Rendemen pengeringan Bubuk cabai merah 4. Efisiensi pengeringan Analisis warna Kontrol Uji kestabilan warna Perlakuan 1. pengaruh suhu penyimpanan 2. pengaruh kondisi penyimpanan 3. pengaruh sinar matahari 4. pengaruh sinar lampu Ekstraksi oleoresin Kontrol Tanpa kontrol sebelum ekstraksi Analisis warna Analisis tingkat kepedasan Perlakuan Perlakuan setelah ekstraksi oleoresin setelah ekstraksi oleo resin Gambar 7. Diagram alir penelitian Karakteristik Pengeringan Cabai Merah Capsicum annuum L. sebagai Pewarna Alami Kosmetik 20

3.3.1 Persiapan Pengeringan

Pada tahap persiapan pengeringan, cabai merah disortasi, dibuang tangkainya, lalu ditimbang. Cabai merah dicuci bersih, dibelah dua dan dihilangkan biji serta urat putih cabai, ditimbang kembali kemudian di-blanching pada suhu 90 o C selama 3, 5, 7 dan 9 menit dan ditiriskan. Iswari, Aswardi, dan Artati 2004 telah melakukan penelitian pengaruh beberapa larutan yang digunakan untuk blanching cabai merah terhadap warna pada produk hasil pengeringan. Hasil pengeringan cabai merah yang telah di-blanching dengan menggunakan beberapa larutan tersebut kemudian diuji menggunakan uji organoleptik untuk mendapatkan larutan terbaik yang dapat memberikan warna yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Uji organoleptik bubuk cabai pada perlakuan blanching yang berbeda Iswari et al. 2004 Perlakuan Warna Aroma Kecerahan Natrium bisulfit 0.1 4.20 4.02 4.36 Natrium bisulfit 0.2 5.80 5.87 6.00 Natrium bisulfit 0.3 5.32 4.56 5.45 Garam dapur 0.5 3.80 4.88 3.56 Garam dapur 1 4.87 5.84 5.31 Garam dapur 1.5 5.43 5.66 5.89 Asam sitrat 0.1 4.67 5.65 6.00 Asam sitrat 0.2 4.73 5.78 6.00 Asam sitrat 0.3 4.00 4.01 4.00 Tanpa blanching kontrol 2.35 3.24 2.14 Keterangan : Warna Aroma Kecerahan 1 = sangat tidak suka 1 = sangat tidak suka 1 = sangat tidak cerah 2 = tidak suka 2 = tidak suka 2 = tidak cerah 3 = agak suka 3 = agak suka 3 = agak cerah 4 = hampir suka 4 = hampir suka 4 = hampir cerah 5 = suka 5 = suka 5 = cerah 6 = sangat suka 6 = sangat suka 6 = sangat cerah Hasil penelitian yang dilakukan Iswari et al. 2004 menunjukkan bahwa natrium bisulfit 0.2 dapat mempertahankan warna dengan baik selama pengeringan. Iswari et al 2004 menyatakan bahwa penambahan natrium bisulfit 0.2 pada saaat blanching dapat mempertahankan warna merah pada bubuk cabai selama penyimpanan 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa natrium bisulfit mampu memberikan lingkungan yang cukup alkalis untuk mempertahankan warna, aroma dan kecerahan. Menurut Desrosier 1988, lingkungan alkalis saat blanching sayuran sebelum dikeringkan dapat mempertahankan pigmen sayuran. Oleh karena itu, penambahan natrium bisulfit 0.2 pada media blanching untuk mempertahankan warna produk selama pengeringan dilakukan dalam penelitian ini. Setelah dilakukan blanching dengan natrium bisulfit 0.2, bahan diletakkan di atas rak untuk dikeringkan. Penggunaan natrium bisulfit bertujuan untuk memepertahankan warna produk selama pengeringan. 21 3.3.2 Pengeringan 3.3.2.1 Uji performansi alat pengering Pada tahap awal dilakukan uji performansi dari alat pengering. Pengujian ini meliputi pengukuran suhu pengeringan tanpa beban, suhu pengeringan dengan beban, karakteristik udara pengeringan dan perhitungan efisiensi pengeringan. Suhu pengeringan tanpa beban dilakukan dengan meletakkan termokopel pada masing- masing rak sebanyak 2 buah dan pada tempat dimana keluar hembusan udara panas dari fan suhu plenum seperti yang ditunjukkan oleh titik-titik pada Gambar 8. Keterangan lebih lengkap dari Gambar 8 bisa dilihat dalam Lampiran 1 – 3. Pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering pada udara yang keluar pengering dan udara di lingkungan sekitar pengering dilakukan menggunakan termometer alkohol. Pengukuran suhu tanpa beban ini dilakukan setiap 5 menit sekali. Setting alat pengering pada saat pengujian tanpa beban adalah 35 o C set I, 55 o C set II dan 75 o C set III. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui sebaran suhu pada rak-rak pengering, suhu udara keluar pengering dan suhu di lingkungan sekitar pengering sebagai dasar untuk melakukan setting suhu alat yang direkomendasikan oleh literatur. Keterangan : : termokopel Gambar 8. Penempatan termokopel pada alat pengering. Pada saat pengeringan berlangsung, setting alat pengering yang digunakan adalah 75 o C set III berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengujian alat pengering tanpa beban. Selama pengeringan dilakukan juga pengukuran suhu dalam pengering, suhu udara keluar pengering dan suhu di lingkungan sekitar pengering seperti pada pengukuran tanpa beban. Pengukuran ini dilakukan setiap 30 menit sekali. Setelah suhu bola basah dan suhu bola kering terukur, data suhu diplotkan dalam psychrometric chart untuk mengetahui karakteristik udara pengering. Hal ini bertujuan untuk menghitung efisiensi pengeringan yang meliputi efisiensi penggunaan panas Eg Persamaan 7 , efisiensi pemanasan Ep Persamaan 8 dan efisiensi pengeringan total Ek Persamaan 9. 22

3.3.2.2 Karakteristik pengeringan

Cabai yang telah di-blanching pada tahap persiapan, kemudian ditimbang dan diletakkan pada masing-masing tray, lalu proses pengeringan dimulai. Berat bahan dimonitor selama pengeringan. Pengukuran berat dilakukan pada saat awal, selama proses dan pada saat akhir pengeringan. Berat bahan diukur setiap 15 menit sekali pada dua jam pertama, setiap 30 menit sekali untuk tiga jam hingga tujuh jam pengeringan dan 60 menit sekali hingga berat bahan konstan. Dari perubahan data berat bahan dapat dihitung karakteristik pengeringan bahan yang meliputi kadar air, laju pengeringan, lama pengeringan dan rendemen pengeringan.

3.3.2.2.1 Kadar Air

Pengukuran kadar air awal bahan dilakukan dengan menggunakan metode oven. Cabai di ambil sebanyak 15 buah kemudian masing-masing buah ditimbang sebagai berat awal bahan. Sampel cabai ini dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 o C. Berat bahan sampel dimonitor selama pengeringan dengan frekuensi seperti yang sudah dijelaskan di 3.3.2.2. Sampel di keluarkan dari oven, diletakkan di dalam desikator untuk pendinginan selama kurang lebih 30 menit, lalu ditimbang dengan timbangan digital. Setelah ditimbang, sampel dikeringkan kembali di dalam oven sampai berat bahan konstan kurang lebih selama 36 jam. Kadar air dihitung menggunakan Persamaan 1.

3.3.2.2.2 Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air satuan berat yang diuapkan per satuan tertentu. Dari berat bahan yang dimonitor secara berkala, berat air yang diuapkan dapat diketahui beserta waktu yang dibutuhkan untuk penguapan. Laju pengeringan pada penelitian ini dihitung dengan rumus

3.3.2.2.3 Rendemen

Rendemen adalah persentase hasil atau berat akhir suatu produk dan dibandingkan dengan berat awal bahan tersebut. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada persamaan berikut :

3.3.3 Penggilingan

Penggilingan cabai merah kering dilakukan dengan blender yang biasa digunakan untuk menghaluskan bumbu. Hasilnya diayak menggunakan ayakan Tyler berukuran 30 mesh. Bagian yang 23 masih kasar dan tertahan pada ayakan digiling kembali hingga berukuran 30 mesh. Hasil ayakan ini menghasilkan bubuk cabe dengan ukuran diameter sekitar 0.6 mm. Pengayakan dilakukan agar bubuk cabai merah berukuran seragam sehingga memudahkan pada saat analisis warna dan ekstraksi oleoresin. Proses penggilingan ini dilakukan satu kali untuk setiap sampel.

3.3.4 Analisis Warna

Analisis warna dilakukan menggunakan chromameter. Bahan yang telah digiling dan berukuran seragam diletakkan pada cawan petri dan ditembak dengan menggunakan chromameter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L , a dan b. Pengukuran ini dilakukan sekali untuk setiap sampel.

3.3.5 Uji Stabilitas Warna

Warna bubuk cabai merah diuji stabilitasnya dalam beberapa kondisi. Bubuk cabai merah diletakkan dalam cawan petri dan stabilitasnya karena hal-hal sebagai berikut diuji Samsudin dan Khoirudin 2008 : a. Pengaruh sinar matahari Bubuk dijemur di bawah sinar matahari mulai pukul 8 pagi hingga pukul 2 siang. Pengukuran warna menggunakan chromameter dilakukan dengan interval 3 jam sekali. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan warna kosmetik pada saat digunakan oleh konsumen yang berada diluar ruangan. b. Pengaruh sinar lampu Bubuk disinari lampu TL dengan kekuatan 20 watt 560 lumen selama 48 jam dan pengukuran warna dilakukan setiap 12 jam sekali. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan warna kosmetik ketika digunakan oleh konsumen yang berada di dalam kotak hitam berukuran 50 x 50 cm yang diberi lampu sebagai sumber cahaya. c. Pengaruh kondisi penyimpanan Bubuk disimpan dalam suhu kamar 25 – 27 o C dan pada suhu dingin 8 – 10 o C. Setelah 2 hari, warnanya diukur menggunakan chromameter. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan perilaku sebagian konsumen yang menyimpan produk kosmetiknya dalam lemari pendingin. d. Pengaruh oksidasi Bubuk dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat dan warnanya diukur setelah 2 hari penyimpanan. Sementara, bubuk lainnya dibiarkan dalam wadah terbuka.

3.3.6 Ekstraksi Oleoresin

Ekstraksi oleoresin bertujuan untuk menghilangkan zat pedas kapsaisin dari bubuk cabai agar aman untuk diaplikasikan pada kulit. Ekstraksi oleoresin dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Bubuk cabai merah bahan ditimbang. 2. Bahan dimasukkan kedalam wadah berbahan stainless steel. 3. Bahan kemudian ditambah pelarut ethanol 96 dengan perbandingan 1 bagian bahan dengan 5 bagian pelarut. 4. Bahan dan pelarut kemudian dicampur dengan menggunakan pengaduk dengan kecepatan putar 200 rpm selama kurang lebih 3 jam. 24 5. Bahan diendapkan semalam. 6. Bahan kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan hasil ekstraksi dengan menggunakan kertas saring. 7. Hasil ekstraksi yang masih mengandung pelarut diuapkan pada suhu 50 o C selama 1 – 5 jam. 8. Hasil ekstraksi ditimbang untuk mengetahui rendemen oleoresin. Ekstraksi ini dilakukan sekali untuk setiap sampel.

3.3.7 Analisis Warna setelah ekstraksi oleoresin

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstraksi oleoresin terhadap warna dari bubuk cabai. Setelah bubuk cabai diekstraksi oleoresinnya, pengukuran warna dilakukan kembali untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada saat ekstraksi. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L , a dan b. Warna bubuk cabai sebelum diekstraksi digunakan sebagai kontrol. Analisis warna ini dilakukan satu kali untuk setiap sampel.

3.3.8 Analisis Tingkat Kepedasan

Analisis tingkat kepedasan dilakukan untuk memastikan apakah bubuk cabai merah masih mengandung zat pedas atau tidak. Tingkat kepedasan dinyatakan dalam Scoville Heat Unit SHU yang ditentukan dengan Metoda Official FCC Farrel, 1985. Prosedur untuk menguji tingkat kepedasan adalah sebagai berikut: A. Bubuk cabai ditimbang sebanyak 200 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Ethanol 95 ditambahkan sampai tanda tera, dihomogenisasi selama 12 jam untuk memastikan kapsaisin larut dalam alkohol. Larutan ini kemudian didiamkan hingga bagian padatan mengendap. B. Larutan sukrosa. Larutan sukrosa dibuat dengan melarutkan sukrosa bubuk sebanyak 100 gram ke dalam air sebanyak 1 liter sehingga konsentrasi larutan sukrosa adalah 10 bv. C. Larutan standar. Larutan standar dibuat dengan mencampur 140 ml larutan sukrosa yang dibuat pada langkah B dengan 0.15 ml filtrat dari larutan A. Larutan standar diencerkan dengan menggunakan larutan sukrosa 10. Tingkat pengencerannya yaitu 20 ml larutan standar masing-masing ditambah larutan sukrosa 0 ml, 20 ml dan seterusnya seperti terlihat pada Tabel 8. Larutan standar yang telah diencerkan dengan pengenceran tertentu tersebut diuji secara organoleptik oleh 5 panelis terlatih yang telah memiliki sertifikat uji organoleptik. Pengujian ini dilakukan dari tingkat pengenceran terendah. Pedas di sini dianalogikan dengan sensasi panans di mulut. Setiap panelis mendapatkan 5 ml larutan uji untuk dirasakan rasa panasnya. Jika 3 dari 5 panelis menyetujui adanya rasa panas, maka pada tingkat pengenceran tersebut dilihat nilai Scoville Heat Unit SHU pada Tabel 8. Jika tingkat kepedasan bahan kurang dari 240,000 SHU, maka penentuan tingkat kepedasan adalah sebagai berikut : 0.15 larutan filtrat yang diperoleh dari langkah 1 diencerkan dengan larutan sukrosa 10 berturut-turut 60 ml, 70 ml, 100 ml dan 120 ml. Prosedur yang dilakukan sama dengan penentuan sebelumnya. Penentuan tingkat kepedasan bahan dilakukan dengan menggunakan Tabel 9. 25 Tabel 8. Tingkat pengenceran dan nilai SHU pada uji kepedasan Larutan standar ml Larutan sukrosa ml Total volume larutan uji ml SHU 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 240,000 360,000 480,000 600,000 720,000 840,000 960.000 1,080,000 1,200,000 1,320,000 1,440,000 1,560,000 1,680,000 1,800,000 1,920,000 Tabel 9. Tingkat kepedasan dan nilai SHU pada uji kepedasan bahan di bawah 240,000 SHU Larutan filtrat ml Larutan sukrosa ml SHU 0.15 0.15 0.15 0.15 60 70 100 120 100,000 117,000 170,000 205,000

3.3.9 Metode Pengolahan Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak lengkap RAL dengan model linier aditif dengan rumus sebagai berikut : Dimana : i = 1,2, …, t dan j = 1,2, …, r Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum τ i = pengaruh perlakuan ke-i = µ i - µ ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j bentuk hipotesis H : τ 1 = … = τ 6 = 0 perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati 26 H 1 : paling sedikit ada satu i dimana τ i ≠ 0 atau H : µ 1 = … = µ 6 = µ semua perlakuan memberikan respon yang sama H 1 : paling sedikit ada sepasang perlakuan i, i’ dimana µ i ≠ µ i’ Tolak H0 jika p-value alpha 5, artinya perlakuan berpengaruh terhadap respon yang diamati. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama blanching cabai merah dengan menggunakan natrium bisulfit. Penamaan sampel sesuai dengan perlakuan pada proses blanching. Penamaan sampel adalah sebagai berikut : N0U1 = kontrol tidak di-blanching ulangan 1 N1U1 = di-blanching selama 3 menit ulangan 1 N2U1 = di-blanching selama 5 menit ulangan 1 N3U1 = di-blanching selama 7 menit ulangan 1 N4U1 = di-blanching selama 9 menit ulangan 1 N0U2 = kontrol tidak di-blanching ulangan 2 N1U2 = di-blanching selama 3 menit ulangan 2 N2U2 = di-blanching selama 5 menit ulangan 2 N3U2 = di-blanching selama 7 menit ulangan 2 N4U2 = di-blanching selama 9 menit ulangan 2 Analisis data dilakukan dengan analisis sidik ragam menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan bila hasilnya menyatakan ada pengaruh perlakuan terhadap respon intensitas warna bubuk cabai merah. Hasil analisa ragam yang akan dihasilkan oleh uji Duncan menggunakan software SPSS Statistical Product and Service Solutions terhadap intensitas warna dari bubuk cabai merah tersebut. 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performa Alat Pengering 4.1.1 Performa Alat Pengering Tanpa Beban Uji performa tanpa beban alat pengering ini dilakukan karena alat pengering ini merupakan alat yang baru digunakan untuk penelitian di Laboratorium TPPHP. Alat ini merupakan alat pengering berskala rumah tangga yang menggunakan tenaga listrik. Hasil pengujian alat pengering tanpa beban pada 35 °C set I, 55 °C set II, dan 75 °C set III berupa sebaran suhu di dalam ruang pengering. Ruang pengering dan gambar alat secara lengkap terdapat pada Lampiran 2. Grafik hasil pengujian tersebut disajikan pada Gambar 9, 10 dan 11, sedangkan data hasil pengujian tersaji dalam Lampiran 5 – 7. Gambar 9. Grafik hubungan waktu dan suhu pada pengujian tanpa beban 35 o C set I Gambar 10. Grafik hubungan waktu dan suhu pada pengujian tanpa beban 55 o C set II 28 Gambar 11. Grafik hubungan waktu dan suhu pada pengujian tanpa beban 75 o C set III Dari hasil pengukuran tersebut dapat terlihat bahwa pada pengujian tanpa beban suhu yang terukur tidak pernah mencapai suhu set pada alat pengering dan menunjukkan bahwa udara panas mengalir dari plenum kemudian dihembuskan hingga membentur dinding rak dasar menuju rak di atasnya yaitu rak 5 – rak 4 – rak 3 – rak 2 dan rak 1. Suhu dalam ruang pengering tidak seragam. Suhu pada rak 5 merupakan suhu paling tinggi dan suhu pada rak 1 merupakan suhu yang paling rendah karena udara pengering mengalami penurunan suhu selama melewati rak-rak pengering. Hal ini tentu berpengaruh terhadap produk hasil pengeringan. Produk yang diletakkan pada rak 5 akan lebih cepat kering dibandingkan pada rak 1. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan rotasi rak pada saat pengeringan dengan beban. Pada set suhu 75 o C terlihat bahwa sebaran suhu masing-masing rak cukup seragam dan cukup stabil mulai menit ke 140. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Soleh 2012 yang melakukan simulasi sebaran suhu menggunakan Computational Fluid Dynamics CFD untuk mengetahui sebaran suhu dalam alat pengering Sunbeam Food Dehidrator. Hasil simulasi tersaji pada Gambar 12. Gambar 12. Sebaran suhu pada irisan penampang alat pengering Soleh 2012 Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 12 diketahui bahwa sebaran suhu pada ruang pengering cukup beragam. Hal ini terlihat dari perbedaan suhu yang cukup besar antara suhu plenum, suhu pada rak pengering dan suhu udara keluar pengering. Mula-mula udara pengering yang 29 dihembuskan dari plenum memiliki suhu 70 – 75 o C, kemudian dihembuskan hingga membentur dinding rak dasar dan akhirnya menyebar menuju rak-rak pengering yang berada di atasnya. Udara pengering mengalami penurunan suhu selama melewati rak-rak pengering. Penurunan suhu ini disebabkan oleh adanya kehilangan panas melalui dinding serta material rak dari alat pengering. Namun pada rak-rak pengering memiliki suhu yang cukup seragam yaitu sekitar 60 – 65 o C. Menurut Purseglove et al. 1981, suhu optimum untuk pengeringan cabai pada pengeringan mekanis adalah 60 – 75 o C, dimana perubahan warna tidak terjadi selama pengeringan hingga 72 jam pada suhu ini. Dilihat dari keseragaman suhu dari grafik hubungan waktu dan suhu pada set III 75 o C dan hasil simulasi Soleh 2012 serta berdasarkan Purseglove et al. 1981, maka pengeringan cabai merah dalam penelitian ini menggunakan suhu 75 o C set III.

4.1.2 Performa Alat Pengering dengan Beban

Pengukuran sebaran suhu pada saat pengeringan cabai merah dilakukan pada setiap perlakuan bahan yang meliputi pengukuran suhu udara pengering, bahan tiap rak dan suhu plenum. Grafik hasil pengukuran sebaran suhu dapat dilihat pada Gambar 13 – 17 sedangkan data pengukuran tersaji pada Lampiran 8 – 12. Gambar 13. a Grafik hubungan waktu – suhu ruang pengering dan b Grafik hubungan waktu – suhu bahan pada perlakuan kontrol. 30 Gambar 14. a Grafik hubungan waktu – suhu ruang pengering dan b Grafik hubungan waktu – suhu bahan pada perlakuan blanching 3 menit. 31 Gambar 15. a Grafik hubungan waktu – suhu ruang pengering dan b Grafik hubungan waktu – suhu bahan pada perlakuan blanching 5 menit. 32 Gambar 16. a Grafik hubungan waktu – suhu ruang pengering dan b Grafik hubungan waktu – suhu bahan pada perlakuan blanching 7 menit. 33 Gambar 17. a Grafik hubungan waktu – suhu ruang pengering dan b Grafik hubungan waktu – suhu bahan pada perlakuan blanching 9 menit. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa suhu bahan relatif lebih rendah dibandingkan dengan suhu ruang pengering. Hal ini terjadi karena perambatan suhu dalam bahan relatif lebih lambat dibandingkan perambatan suhu udara dalam ruang pengering. Perkembangan suhu udara pengering dan suhu bahan selama proses pengeringan menunjukkan adanya fluktuasi. Hal ini disebabkan jarak antar rak dari sumber panas yang tidak sama, ketebalan bahan yang berbeda sehingga terjadi perbedaan laju penguapan air, serta adanya pembukaan penutup pengering untuk pengambilan sampel yang akan diukur kadar airnya. 34

4.2 Efisiensi Pengeringan

Selain pengukuran suhu dalam ruang pengering, dilakukan juga pengukuran suhu udara keluar alat pengering serta suhu lingkungan. Suhu yang diukur meliputi suhu bola basah dan suhu bola kering. Data kemudian diplotkan dalam psychrometric chart untuk mengetahui karakteristik udara pengeringan dan udara lingkungan. Data karakteristik udara ini digunakan untuk menghitung efisiensi pengeringan. Hasil perhitungan efisiensi pengeringan disajikan pada Tabel 10 sedangkan contoh perhitungan efisiensi ini yang meliputi efisiensi penggunaan panas Eg, efisiensi pemanasan Ep dan efisiensi pengeringan total Ek tersaji dalam Lampiran 13. Tabel 10. Efisiensi alat pengering pada pengeringan cabai merah Uraian Efisiensi Eg Ep Ek Kontrol 56.91 29.82 16.97 Blanching 3 menit 57.18 36.01 20.59 Blanching 5 menit 56.57 33.91 19.18 Blanching 7 menit 56.14 54.78 30.75 Blanching 9 menit 64.26 60.12 38.63 Efisiensi pemanasan relatif rendah jika dibandingkan dengan efisiensi penggunaan panas. Efisiensi pemanasan yang rendah menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil energi panas dari sumber pemanas dapat digunakan untuk memanaskan udara pengering. Hal ini disebabkan oleh konsep pindah panas yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya, terjadi kehilangan panas baik secara konduksi dan konveksi ke dinding plenum dan dinding pengering. Efisiensi penggunaan panas tertinggi pada perlakuan blanching selama 9 menit. Hal ini terjadi karena waktu pengeringan yang lebih singkat dan cabai merah mengering cukup seragam di setiap raknya, sehingga rak yang seluruh cabai merah telah kering diangkat. Hal ini menyebabkan tidak banyak ruang kosong setelah bahan mengalami penyusutan. Beberapa faktor yang disebutkan di atas, secara keseluruhan dapat mempengaruhi efisiensi pengeringan total. Efisiensi pengeringan total menunjukkan besarnya energi panas dari sumber pemanas yang dapat digunakan untuk menguapkan air pada bahan yang dikeringkan.

4.3 Karakteristik Pengeringan Cabe Merah