22
Analisis populasi dan komunitas makrozoobentos Kepadatan
Kepadatan makrozoobentos menurut Brower et al. 1990 didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobentos per satuan luas m
2
. Sampel makrozoobentos yang telah diidentifikasi kemudian dihitung kepadatannya
dengan menggunakan rumus:
�
�
=
10000 �
�
…………………………………………4 Keterangan :
K = Kelimpahan makrozoobentos individum
2
a = Jumlah makrozoobentos individu
b = Luas bukaan van veen grab cm
2
10000 = Konversi dari cm
2
ke m
2
Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman Shannon H’ adalah angka yang menunjukkan
keanekaragaman suatu organisme dalam suatu ekosistem dan hubungannya dengan ekologi ekosistem tersebut.
�
′
= −
�
� 2
�
�
= − �
2
�
�=1 �=1
…………………5 Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener p
i
=
�
�
= Komposisi organisme jenis ke-i n
i
= Jumlah individu pada spesies ke-i N = Jumlah individu total
Bengen 2000
Dominansi
Indeks dominansi adalah angka yang menunjukkan ada atau tidaknya dominansi spesies tertentu terhadap spesies-spesies lainnya yang berada dalam
satu ekosistem yang sama, berkaitan erat dengan kestabilan kondisi lingkungan dan tekanan ekologi dalam ekosistem tersebut.
=
�
� 2
=
� 2
�=1 �=1
……………………………7 Keterangan:
C = Indeks dominansi n
i
= Jumlah individu pada spesies ke-i N = Jumlah total individu dari semua spesies
p
i
= Perbandingan jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah total individu yang telah ditemukan.
Krebs 2009
23
3.3.7 Analisis Kompenen Utama AKU
Analisis komponen utama AKU adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi data secara linier
sehingga berbentuk sistem koordinat baru dengan varians maksimum Miranda et al. 2008. Dalam penerapannya, analisis komponen utama justru dibatasi oleh
asumsi-asumsinya, yaitu asumsi kelinearan model regresi, asumsi keorthogonalan komponen utama dan asumsi varians yang besar memiliki struktur yang penting
Johnson dan Wichern 2007.
Siswadi dan Suharjo 1997 menyatakan analisis komponen utama AKU bertujuan untuk menerangkan struktur variansi-kovariansi melalui kombinasi
linear dari variabel-variabel asal. AKU biasanya digunakan untuk: 1
Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda. 2
Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel dan saling berkorelasi.
3 Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi
yang relatif kecil. Variabel baru yang dimaksud di sini disebut dengan komponen utama, yang berciri merupakan kombinasi linear variabel-variabel
asal, jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linear bernilai 1, tidak saling berkorelasi, dan ragamnya terurut dari yang terbesar ke yang terkecil.
Keeratan hubungan antara peubah asal dengan komponen utama dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara peubah asal dengan komponen utama Isyriyah
dan Poerbaningtyas 2011. Pada penelitian ini AKU digunakan untuk melihat hubungan antara komposisi partikel tipe substrat dan nilai backscattering volume
dasar perairan serta hubungannya dengan komunitas makrozoobentos.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Substrat Dasar Perairan
Pengambilan contoh substrat pada penelitian ini diambil dari masing-masing stasiun yang kemudian dilakukan analisis untuk menentukan tekstur substratnya.
Penentuan tekstur substrat dasar perairan didasarkan pada komposisi dan persentase fraksi substrat yang menyusunnya. Pada umumnya tekstur substrat
disusun atas kombinasi antara fraksi pasir sand, lanau silt, dan liat clay di mana pemisahannya digunakan teknik pengayakan. Persentase ketiga fraksi
tersebut akan dikalkulasikan kemudian ditentukan jenis substratnya dengan mencocokkannya pada segitiga Shepard Tabel 7.
Tabel 7 Persentase fraksi substrat di lokasi penelitian
Stasiun Posisi
Fraksi Tipe Substrat
Lintang Bujur
Pasir sand
Lanau silt
Liat clay
1
o
40’ 35.3” 117
o
22’ 53.7” 23.1 52.8
24.1 Lumpur berpasir
2
o
44’ 42.6” 117
o
24’ 17.3” 85.7
6.8 7.5
Pasir 3
o
47’ 53.9” 117
o
28’ 39.7” 19.2 47.6
33.2 Lumpur
4
o
43’ 59.0” 117
o
33’ 46.2” 0.3
57 42.7
Lumpur 5
o
43’ 47.5” 117
o
32’ 55.6” 72.1 3.5
24.4 Pasir berlumpur
6
o
42’ 01.4” 117
o
34’ 41.7” 6.8
75.6 17.6
Lumpur 7
o
35’ 52.1” 117
o
30’ 47.9” 38.8 38
23.2 Lumpur berpasir
8
o
35’ 44.4” 117
o
34’ 13.0” 1.2
83.6 15.2
Lumpur 9
o
29’ 48.4” 117
o
34’ 49.5” 7.3
61.8 30.9
Lumpur
Hasil analisis seluruh stasiun pengamatan menunjukkan tipe substrat didominasi oleh fraksi lanau yaitu rata-rata persentase sebesar 47.18 dengan fraksi
Hasil analisis seluruh stasiun pengamatan menunjukkan tipe substrat didominasi oleh fraksi debu yaitu rata-rata persentase sebesar 47.41 dengan
fraksi pasir sebesar 28.27, dan liat sebesar 24.31 Tabel 7. Komposisi debu dan liat ditemui di semua stasiun kecuali pada stasiun 2. Stasiun 2 pasir memiliki
komposisi fraksi pasir sebesar 85.7 dan kedalaman 2.72 m. Fraksi debu tertinggi tercatat pada lokasi stasiun 8 dengan persentase sebesar 83.6 pada kedalaman
4.59 m. Persentase fraksi liat tertinggi tercatat pada lokasi stasiun 4 dengan persentase sebesar 42.7 pada kedalaman 3.44 m.
Lumpur berpasir ditemui pada stasiun 1 dan 7. Substrat tipe pasir hanya ditemui pada stasiun 2. Substrat tipe pasir berlumpur hanya ditemui pada stasiun
5 dan substrat tipe lumpur ditemui pada stasiun 3, 4, 6, 8, dan 9 Gambar 11 dan 12. Ukuran fraksi yang tidak diketahui secara rinci menyebabkan sulitnya
pembuatan klasifikasi tipe substrat berdasarkan ukuran butir.
Sumber: Hasil analisis laboratorium fisika tanah, Balai Penelitian Tanah, Kementrian Pertanian 2012.