Nilai Backscattering Strength BS Dasar Perairan

27 Tabel 8 Nilai backscattering strength BS dasar perairan Stasiun Kedalaman c a SV dB SS Tipe Substrat m ms E1 E2 dB 1 2.77 1509.13 -18.55 -49.72 -17.14 Lumpur berpasir 2 2.72 1504.37 -13.48 -46.22 -12.97 Pasir 3 6.09 1504.37 -20.53 -54.59 -19.25 Lumpur 4 3.44 1506.78 -28.65 -75.69 -30.87 Lumpur 5 3.00 1506.78 -15.25 -47.92 -13.96 Pasir berlumpur 6 2.00 1504.37 -23.47 -56.13 -22.31 Lumpur 7 2.85 1504.37 -18.62 -50.78 -15.64 Lumpur berpasir 8 4.59 1504.37 -24.96 -57.59 -24.19 Lumpur 9 2.82 1504.13 -22.27 -52.53 -20.67 Lumpur a c: kecepatan suara di kolom perairan. Tabel 9 Nilai standar deviasi dan standar error parameter akustik Stasiun Standar Deviasi Standar Error E1 E2 SS E1 E2 SS 1 4.234E-03 1.960E-06 5.977E-03 4.675E-04 2.165E-07 1.336E-03 2 2.692E-02 2.312E-05 2.610E-02 2.937E-03 2.523E-06 6.525E-03 3 3.553E-03 2.861E-06 9.700E-03 3.809E-04 3.067E-07 2.925E-03 4 7.865E-04 2.298E-08 5.616E-04 7.945E-05 2.321E-09 1.288E-04 5 3.274E-02 2.851E-04 2.253E-02 3.432E-03 2.989E-05 6.022E-03 6 8.124E-03 6.398E-06 5.029E-03 9.852E-04 7.759E-07 1.125E-03 7 6.046E-03 6.978E-06 2.408E-02 6.718E-04 7.753E-07 6.435E-03 8 5.303E-03 4.703E-06 2.279E-03 5.529E-04 4.903E-07 4.974E-04 9 8.548E-04 2.731E-06 8.945E-03 1.022E-04 3.265E-07 2.000E-03 Tabel 10 Urutan Scattering Volume SV Stasiun Kedalaman c a SV dB SS Tipe Substrat m ms E1 E2 dB 4 3.44 1506.78 -28.65 -75.69 -30.87 Lumpur 8 4.59 1504.37 -24.96 -57.59 -24.19 Lumpur 6 2 1504.37 -23.47 -56.13 -22.31 Lumpur 9 2.82 1504.13 -22.27 -52.53 -20.67 Lumpur 3 6.09 1504.37 -20.53 -54.59 -19.25 Lumpur 7 2.85 1504.37 -18.62 -50.78 -15.64 Lumpur berpasir 1 2.77 1509.13 -18.55 -49.72 -17.14 Lumpur berpasir 5 3 1506.78 -15.25 -47.92 -13.96 Pasir berlumpur 2 2.72 1504.37 -13.48 -46.22 -12.97 Pasir a c: kecepatan suara di kolom perairan. 28 Nilai E1 lebih besar daripada E2 Tabel 8, hal ini disebabkan oleh energi yang hilang karena faktor jarak, penyerapan energi oleh medium air, dan penyebaran energi. E1 terbentuk dari satu kali pantulan dengan dasar perairan sedangkan E2 terbentuk dari satu kali pantulan dengan permukaan perairan dan dua kali dengan dasar perairan yang menyebabkan E2 kehilangan energi lebih banyak daripada E1. Berdasarkan tipe substratnya, tipe substrat pasir pada stasiun 2 terdeteksi pada nilai E1 sebesar -13.48 dB dan E2 sebesar -46.22 dB. Tipe pasir berlumpur pada stasiun 5 terdeteksi pada nilai E1 sebesar -15.25 dB dan E2 sebesar -47.92 dB. Nilai E1 tipe lumpur pada stasiun 3, 4, 6, 8, dan 9 terdeteksi antara -28.65 dB sampai -20.53 dB dan nilai E2 antara -75.69 dB sampai -54.59 dB. Nilai E1 tipe lumpur berpasir pada stasiun 1 dan 7 sebesar -18.55 dB dan - 18.62 dB serta nilai E2 sebesar -49.72 dB dan -50.78 dB. Artinya perbedaan nilai gema yang terdeteksi mengindikasikan bahwa masing-masing gema membawa informasi berbeda yang dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik substrat yang mengenainya. Brekhovskikh dan Lysanov 1982 menyatakan E1 diproduksi oleh hamburan dan dengan demikian memberikan informasi mengenai kekasaran. E2 diproduksi oleh refleksi dan menyediakan informasi mengenai kekasaran dasar perairan. Pasir memiliki nilai hambur balik lebih besar daripada lumpur Tabel 10, hal ini dikarenakan ukuran butir pasir lebih besar dan porositasnya rendah daripada lumpur. Pasir memiliki pori-pori makro yang sebagian besar diisi gelembung udara yang bersifat memantulkan energi sehingga energi yang diterima oleh pasir lebih kuat. Energi yang cukup kuat dapat menimbulkan dua kali pantulan E2 atau lebih. Lumpur cenderung bertekstur halus memiliki ukuran butir kecil dan porositasnya tinggi. Porositas tinggi berarti memiliki ruang pori total lebih banyak yang tersusun atas pori-pori kecil yang sebagian besar diisi oleh air yang sifatnya menyerap energi. Oleh karena itu energi yang mengenai lumpur sebagian akan diserap oleh air yang terkandung di dalam lumpur sehingga energi yang kembali akan lebih sedikit. Jumlah energi yang berkurang menyebabkan nilai hambur balik lumpur menjadi kecil dan kemungkinan pembentukan E2 menjadi lebih kecil. Selain faktor-faktor tersebut, hal lain yang mempengaruhi hamburan dan pantulan adalah impedansi akustik antara air dan dasar perairan. Namun karakteristik dari dasar perairan yang berbeda akan menghasilkan nilai akustik E1 dan E2 yang berbeda pula karena dasar perairan memiliki sifat-sifat fisik yang kompleks dan hubungan lainnya yang belum diketahui. Boulton dan Wyness 2001 menyatakan permukaan dasar perairan yang keras akan menghasilkan pantulan yang kuat, sementara itu permukaan yang lunak akan menghasilkan sinyal yang lemah. Permukaan yang kasar akan menyebabkan gema meluruh secara perlahan, sementara permukaan yang rata akan menyebabkan gema meluruh secara cepat. Surface backscattering strength merupakan model yang dikembangkan untuk mengetahui nilai hambur balik dari permukaan dasar perairan. Nilai SS diperoleh dengan menggunakan persamaan logaritma yang menghubungkan antara maximum backscattering volume SVmax dasar perairan, cepat rambat suara c, dan besar pulsa τ Manik 2012. Nilai SS berbanding lurus dengan nilai SV E1 dan E2 Tabel 10. Nilai SS untuk pasir pada stasiun 2 adalah -12.97 dB dan pasir berlumpur pada stasiun 5 adalah -13.96 dB. Nilai SS untuk lumpur pada stasiun 3, 4, 6, 8, dan 9 adalah antara -30.87 dB sampai -19.25 dB. Nilai 29 lumpur berpasir pada stasiun 1 dan 7 adalah -17.14 dB dan -15.64 dB. Secara akustik semakin besar ukuran butiran substrat semakin tinggi nilai SS yang terdeteksi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat fisik lain dari substrat atau adanya organisme bentik yang mendiami daerah tersebut. Jika diamati nilai standar deviasi untuk E1, E2, dan SS lebih kecil daripada nilai rata-ratanya. Semakin kecil nilai standar deviasi terhadap rata-rata berarti variasi nilai data semakin sama karena data tersebut merupakan data stasioner. Hal ini membuktikan nilai rata-rata dapat digunakan untuk representasi dari keseluruhan data stasioner Tabel 9. Secara akutik telah dapat dibedakan beberapa tipe substrat berdasarkan kekasaran dan kekerasannya Tabel 10. Tipe substrat dibedakan menjadi empat yaitu lumpur yang memiliki nilai pantulan paling rendah, lumpur berpasir, pasir berlumpur, pasir yang memiliki pantulan paling tinggi. Namun belum dapat dibedakan secara rinci berdasarkan ukuran butir substrat karena hasil analisis fraksi tanah tidak diketahui ukuran masing-masing tipe substrat. Perbedaan tipe substrat yang terdeteksi akan terlihat secara jelas pada echogram yang ditunjukkan melalui perbedaan warna. Semakin merah menuju coklat warnanya maka tipe substrat yang dideteksi semakin keras dan kasar Gambar 13, 14, 15, dan 16. Gambar 13 Contoh echogram tipe substrat pasir 30 Gambar 14 Contoh echogram tipe substrat pasir berlumpur Gambar 15 Contoh echogram tipe substrat lumpur berpasir 31 Gambar 16 Contoh echogram tipe substrat lumpur Pasir dengan ukuran butiran lebih besar akan memberikan pantulan yang lebih kuat ditunjukkan dengan warna merah Gambar 13. Echogram tipe pasir berlumpur digambarkan dengan warna merah bercampur kuning dan jingga menunjukkan pantulan yang sedikit melemah karena persentase pasir semakin berkurang Gambar 14. Tipe lumpur berpasir digambarkan dengan warna echogram lebih dominan hijau gelap bercampur kuning menunjukkan pantulan dari lumpur yang lemah lebih dominan karena persentase lumpur lebih banyak dibandingkan pasir Gambar 15. Tipe substrat lumpur digambarkan dengan warna echogram hijau dan biru gelap menunjukkan pantulan dari lumpur sangat lemah karena jumlah pantulan yang sedikit sehingga energinya melemah Gambar 16. Semakin halus dan kecil ukuran butiran substrat maka pantulannya semakin lemah yang ditunjukkan dengan warna echogram yang semakin keabuan. Pujiyati et al. 2010 menyatakan bahwa kekasaran, kekerasan, dan ukuran butiran substrat sangat mempengaruhi nilai hambur balik dasar perairan. Semakin besar ukuran butiran umumnya akan semakin besar tingkat kekasaran dan kekerasan dari tipe substrat dasar perairan. Secara teori kedalaman perairan sebagai fungsi dari jarak mempengaruhi jumlah energi yang dipancarkan dan dipantulkan sebagai fungsi dari kecepatan suara. Jumlah energi berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Kehilangan energi akibat jarak ini akan berdampak pada hasil pengukuran akustik. Sistem echosounder modern memiliki solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Time varied gain adalah suatu sistem otomatis yang digunakan untuk menstabilkan energi suara karena pengaruh jarak agar hasil pengukuran dapat optimal. Namun pada penelitian ini faktor jarak atau kedalaman tidak memberikan pengaruh terhadap hasil pengukuran akustik karena jarak kedalaman tidak lebih dari 100 m. Menurut Brennan 2009 kecepatan suara akan bertambah sebesar 1.7 ms setiap penambahan kedalaman sebesar 100 m atau 10 atm. 32 Beberapa penelitian mengenai nilai hambur balik dasar perairan telah dilakukan di Indonesia dan luar negeri Tabel 11 dan 12. Tabel 11 Penelitian nilai backscattering strength BS dasar perairan di Indonesia Peneliti Tahun Nama alat Perangkat lunak Lokasi Nilai BS dB Manik et al. 2006 Quantitive Echosounder Multiple-beam Multifrequency Matlab Samudera Hindia Pasir: -18.30 Lumpur berpasir: -23.40 Lumpur: -29,00 Pujiyati 2008 SIMRAD EY500 Split-beam 38 kHzEP500 Perairan Bangka Belitung dan Laut Jawa Pasir: -20.00 Lumpur: -35.91 Purnawan 2009 SIMRAD EY60 Split-beam 120 kHzMatlab P. Pari, Kep. Seribu Pasir: -16.35 Zulham 2010 SIMRAD EM3000 Multibeam 300 kHzMatlab Perairan Aceh Pasir: -19.19 Pasir berlumpur: -19.54 Lumpur berpasir: -21.89 Lumpur: -26.96 Taruk Allo 2011 SIMRAD EY60 Split-beam 120 kHzEchoview dan Matlab P. Pramuka, P. Panggang, P. Karya, P. Semak Daun, Kep. Seribu Pasir: -13.23 Pasir berlumpur: -21.15 Penelitian ini 2012 SIMRAD EY60 Split-beam 120 kHzEchoview Delta Mahakam, Kalimantan Timur Pasir: -12.97 Pasir berlumpur: -13.96 Lumpur berpasir: -17.14 Lumpur: -30.87 33 Gambar 17 Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya Tabel 12 Penelitian nilai backscattering strength BS di luar negeri Peneliti Tahun Nama Alat Lokasi Nilai BS dB Kagesten 2008 SIMRAD EM3002 Dual head multibeam 300 kHz Teluk Bosnia Sand: -14.1 Silt: -17.4 Clay: -25 Herrmann dan Lamarche 2009 SIMRAD EM300 Multibeam 30 kHz Selat Cook, New Zealand Gravel: -13.57 Coarse sand: -17.17 Medium sand: -22.65 Fine sand: -24.92 Furusawa 2011 Quantitative Echosounder KFC-3000, Sonic Multifrekuensi Laut Jawa, Indonesia Sand: -14.8 Silt: -19.2 Silty clay: -27.5 Jika hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Gambar 17, maka dapat dilihat nilai BS yang dihasilkan dari tipe substrat yang sama nilai hambur baliknya berbeda. Perbedaan nilai BS dapat terjadi karena perbedaan karakteristik dari suatu perairan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi salinitas, kecepatan suara, tekanan, dan kedalaman. Frekuensi dan panjang gelombang dari echosounder yang digunakan pada saat pengambilan data juga sangat mempengaruhi. Frekuensi rendah dengan panjang gelombang yang panjang akan menghasilkan data yang relatif lebih baik. Selain itu perangkat lunak yang digunakan juga akan mempengaruhi hasil pengolahan data karena setiap perangkat lunak menggunakan algoritma yang berbeda. Namun 34 penggunaan echosounder harus tetap disesuaikan spesifikasinya dengan kondisi lokasi dan objek penelitian. Walaupun nilai hambur balik yang dihasilkan berbeda, polanya tetap sama. Semakin kecil dan halus ukuran butir substrat maka nilai hambur balik akustiknya akan semakin lemah.

4.3 Nilai Volume Backscattering Strength SV Kolom Perairan

Pada penelitian ini nilai kuantifikasi SV tidak hanya berasal dari dasar perairan tetapi juga berasal dari kolom perairan. Nilai diperoleh dari hasil integrasi kolom perairan sebesar 50 cm dari dasar perairan. Hal ini karena pada zona tersebut fraksi lanau paling banyak tersuspensi karena pengaruh arus sebelum mengendap Tabel 13. Tabel 13 Nilai SV pada kolom perairan Stasiun K1 K2 SV dB SE SD SV dB SE SD 1 -69.70 1.92890E-08 7.71561E-08 -79.53 8.40674E-10 3.36270E-09 2 -59.59 1.79515E-07 7.18059E-07 -69.30 1.50348E-08 6.01390E-08 3 -67.32 1.65774E-08 6.83503E-08 -82.96 8.64171E-10 3.56307E-09 4 -64.42 5.87847E-08 2.56236E-07 -83.48 2.81283E-10 1.22608E-09 5 -30.78 2.08773E-04 8.85749E-04 -31.85 1.53143E-04 6.31424E-04 6 -57.62 2.77584E-07 1.00084E-06 -60.11 2.45731E-07 8.85996E-07 7 -64.96 3.19212E-07 2.89996E-07 -69.82 1.46917E-08 5.87670E-08 8 -54.39 3.16619E-07 1.30546E-06 -69.02 5.42115E-08 2.23520E-07 9 -45.00 6.57518E-06 2.18074E-05 -63.03 3.50785E-08 1.16342E-07 Fraksi lanau digunakan sebagai parameter yang diukur karena secara umum jika dilihat dari semua stasiun fraksi lanau memiliki persentase yang tinggi atau dominan yang terkandung di perairan. Nilai threshold minimum untuk pemrosesan data adalah -100 dB untuk K1 dan -120 dB untuk K2, sedangkan untuk nilai threshold maksimum untuk K1 dan K2 adalah sama yaitu 0 dB. Nilai rata-rata untuk K1 sebesar -40.12 dB dan untuk K2 sebesar -41.38 dB. Nilai tertinggi K1 dapat ditemui pada stasiun 5 sebesar -30.78 dB dengan persentase lanau sebesar 3.5. Hal ini karena persentase lanau sangat sedikit sehingga energi yang dipantulkan sebagian besar berasal dari pasir yang memiliki persentase sebesar 72.1. Semakin tinggi nilai akustik maka ukuran objek yang dideteksi akan semakin besar. Nilai terendah K1 dapat ditemui pada stasiun 1 sebesar - 69.70 dB dengan persentase lanau sebesar 52.8 . Dilihat dari standar deviasinya, nilai SD untuk K1 atau K2 jauh lebih kecil daripada nilai SV untuk K1 atau K2, ini berarti variasi nilai sebaran K1 dan K2 semakin sama, sehingga nilai SV K1 dan K2 dapat digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan data. 35

4.4 Komposisi Makrozoobentos

Makroozoobentos yang dikumpulkan dari lokasi penelitian kemudian dilakukan observasi di laboratorium. Komposisi makrozoobentos yang ditemukan terdiri dari 9 kelas yaitu kelas Polychaeta 9 famili dan 5 spesies, Oligochaeta 2 spesies, Turbellaria 1 ordo, Insecta 1 famili, Ophiuroidea 1 spesies, Crustacea 1 spesies, Malacostraca 3 spesies, Bivalvia 3 spesies, dan Gastropoda 1 spesies. Supriharyono 2000 menyatakan beberapa spesies yang hidup di muara sungai berasal dari Polychaeta, Crustacea, Mollusca, kerang, anemon laut, kepiting, teritip, dan bintang laut Tabel 14 dan Gambar 18. Gambar 18 Persentase komposisi kepadatan makrozoobentos Polychaeta 52 Oligochaeta 13 Turbellaria 3 Insecta 2 Ophiuroidea 2 Crustace 5 Malacostraca 9 Bivalvia 12 Gastropoda 2