200.20 Analysis of landslide hazard and risk in the upstream of Ciliwung Watershed and its relationship with spatial planning

79 Kondisi demikian menunjukkan bahwa peruntukkan ruang yang berada di dalam kelas bahaya longsor sedang sampai dengan sangat tinggi dapat menyebabkan tingginya tingkat risiko longsor yang dapat menimbulkan bencana karena memberikan kerugian baik kerugian fisik, harta benda, maupun jiwakematian. Untuk itu sebagai upaya menekan dampak kerugian akibat bencana longsor ini, maka arahan peruntukkan ruang pola ruang yang dapat diusulkan kepada Pemerintah Daerah setempat dengan memperhitungkan sebaran daerah bahaya longsor Tabel 32 adalah sebagai berikut: Tabel 32 Arahan peruntukkan ruang RTRW berdasarkan daerah bahaya longsor Peruntukkan Lahan sesuai RTRW Tingkat Bahaya Tinggi dan Sangat Tinggi Sedang Rendah A B C A B C A B C Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Konservasi Kawasan Hutan Produksi Kawasan Perkebunan Kawasan Pertanian Lahan Kering Kawasan Tanaman Tahunan Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Jarang Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Rendah Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Rendah Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Sedang Keterangan: Tipe A: daerah lereng bukitlereng perbukitan, lereng gununglereng pegunungantebing sungai kemiringan di atas 45. Tipe B: daerah kaki bukitkaki perbukitan, kaki gunung kaki pegunungan, tebing sungai kemiringan 15 s.d. 45. Tipe C: daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai kemiringan 0 s.d. 15. Tidak layak untuk dibangun penggalian dan pemotongan lereng harus dihindari Dapat dibangun dengan syarat Boleh dibangun 1. Peruntukan ruang pada tingkat bahaya tinggi sampai dengan sangat tinggi diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. Kegiatan budidaya yang memberikan dampak signifikan pada fungsi lindungnya seperti perkebunan, pertanian lahan kering, dan tanaman tahunan tidak diperbolehkan berada pada zona dengan kemiringan lereng 45, sedangkan pada zona dengan kemiringan lereng 45 dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan. Namun demikian kegiatan penggunaan lahan yang bersifat fisik permukiman yang merubahmemotong lereng sama sekali tidak diperbolehkan. 2. Peruntukan ruang pada tingkat bahaya sedang diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. Sama halnya dengan peruntukan ruang pada tingkat bahaya tinggi, kegiatan budidaya perkebunan, pertanian lahan kering dan tanaman tahunan pada tingkat bahaya sedang yang sifatnya juga memberikan dampak signifikan pada fungsi lindungnya tidak diperbolehkan berada pada zona dengan kemiringan lereng 45. sedangkan pada zona dengan kemiringan lereng 45 dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan. Peruntukkan ruang untuk kawasan permukiman perdesaan pada kemiringan lereng 15 dapat dilaksanakan dengan beberapa persyaratan tertentu seperti 80 jenis kontruksi bangunan harus sesuai dengan kemiringan lereng dan harus memberikan beberapa tindakan yang sifatnya sebagai pelindung untuk memperkuat kestabilan lereng agar tidak terjadi longsor. Selain itu luas bangunan harus sesuai dengan peraturan perizinan pemerintah daerah setempat, dan lain-lainnya. 3. Peruntukan ruang pada tingkat bahaya rendah dapat digunakan sebagai kawasan hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Namun demikian kegiatan budidaya seperti, perkebunan, pertanian, dan pembangunan permukiman diperbolehkan dengan tetap memenuhi persyaratan tertentu yang sesuai dengan tipologi daerahnya. Keterkaitan Penataan Ruang dengan Inkonsistensi Penggunaan Lahan Keterkaitan ini dapat digambarkan dengan melihat tingkat inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan masih tergolong tinggi yaitu 30.78. Hasil survey lapangan, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor BPBD 2012, dan hasil penelitian sebelumnya Rezainy 2011, diketahui bahwa kejadian longsor banyak terjadi disekitar permukiman, ladangtegalan dan kebun, hal ini berhubungan erat dengan tingginya tingkat inkonsistensi penggunaan lahan tersebut pada beberapa peruntukan ruang. Dengan mencermati kondisi tersebut, tersirat bahwa penggunaan lahan pemanfaatan ruang saat ini sebagian masih belum mewujudkan pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Untuk menekan besarnya inkonsistensi ini, maka perlu disusun dan dilaksanakan beberapa program beserta pembiayaan dan pedanaannya sebagai upaya untuk mewujudkan pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang, diantaranya adalah: 1. Menyusun database yang lengkap dan rinci mengenai penggunaan lahan, yang disertai dengan kemiringan lereng, sebaran kelas bahaya longsor dan sebaran kelas risiko longsor. 2. Memberikan infomasi kepada masyarakat melalui sosialisasi atau penyuluhan di tingkat desa maupun kecamatan mengenai pemanfaatan ruang seperti hutan, kebun, pertanian, ladangtegalan, dan permukiman yang mempertimbangkan dan mengacu pada ketersediaan dan kesesuaian lahan serta daya dukung lingkungan. 3. Memberikan infomasi melalui sosialisasi atau penyuluhan di tingkat desa maupun kecamatan, kepada masyarakat yang berada pada kelas bahaya longsor sedang dan tinggi mengenai jenis konstruksi yang aman terhadap longsor, jalur evakuasi yang dapat di lalui, tempat penampungan evaluasi sementara, dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. 4. Mengalokasikan danapembiayaan khusus untuk penanganan pertama apabila terjadi bencana longsor pada daerah-daerah yang penggunaan lahannya terutama permukiman berpotensi terhadap bahaya longsor. Dana yang disiapkan antara lain adalah: a dana untuk pembangunan bronjong tebing sebagai penahan tanah yang sifatnya sederhana, b dana untuk membuat jembatan sederhana jembatan kayubatang kelapa apabila