53.25 5.26 Analysis of landslide hazard and risk in the upstream of Ciliwung Watershed and its relationship with spatial planning

69 telah terbentuknya Tim Tagana Tanggap Darurat Bencana. Hasil pemetaan kapasitas masyarakat dan pemerintah terhadap bahaya longsor disajikan pada Gambar 36. Gambar 36 Peta kapasitas wilayah DAS Ciliwung Hulu Risiko Longsor Hasil analisis risiko diperoleh melalui operasi tumpang tindih overlay antara peta bahaya longsor, peta kerentanan, dan peta kapasitas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa DAS Ciliwung Hulu memiliki kelas risiko longsor sangat rendah, sampai dengan sangat tinggi dengan persentase luas yang hampir menyebar secara merata di kelas sangat rendah, rendah, dan sedang. Kelas risiko longsor yang memiliki luasan terbesar pada saat ini berada pada kelas risiko longsor sangat rendah, yaitu seluas ±4 176.07 ha atau 32.02 dari luas keseluruhan daerah penelitian, sedangkan kelas risiko longsor yang memiliki luasan terkecil pada saat ini berada pada kelas risiko longsor sangat tinggi, yaitu seluas ±1.58 ha atau 0.01 dari luas keseluruhan daerah penelitian Tabel 27 dan Gambar 37. Tabel 27 Luas dan persentase kelas risiko longsor Kelas Risiko Luas ha Sangat rendah 4 176.07 32.02 Rendah 5 184.12 39.75 Sedang 3 542.83 27.16 Tinggi 137.86 1.06 Sangat Tinggi 1.58 0.01 70 Dari Gambar 37 di bawah, terlihat bahwa persebaran kelas risiko rendah, sedang, dan tinggi banyak menempati wilayah tengah dari DAS Ciliwung Hulu yang banyak digunakan sebagai lahan permukiman dan tegalan budidaya, sedangkan kelas bahaya longsor sangat rendah menempati wilayah bagian utara DAS dan sisi barat DAS yang penggunaan lahannya berupa hutan. Gambar 37 Peta risiko longsor DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan hasil analisis risiko longsor di atas, tampak bahwa faktor bahaya merupakan faktor yang banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah topografi, tanah, geologi, curah hujan dan aktivitas manusia penggunaan lahan, sedangkan faktor kerentanan dan kapasitas banyak ditentukan oleh keadaan atau kondisi dari masyarakat. Dengan demikian tampak bahwa perubahan persentase tertinggi kelas risiko untuk daerah penelitian di masa yang akan datang diperkirakan sangat rentan untuk berubah, di mana hal ini tergantung pada dinamika perubahan nilai parametternya yang akan terjadi di waktu mendatang. Dalam hal ini perubahan dari kelas risiko sangat rendah menjadi tinggi atau sangat tinggi menjadi sangat mungkin, jika terjadi peningkatan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan, terutama jika banyak yang berubah menjadi kawasan permukiman. Untuk luas wilayah risiko longsor ha yang dikaitkan dengan masing- masing desakelurahan dapat dilihat pada Tabel 28. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa desa-desa yang memiliki kelas risiko longsor sangat rendah dan terluas adalah Desa Megamendung, yaitu ±2 192.21 ha; untuk kelas risiko longsor rendah berada pada Desa Tugu Selatan ±1 060.81 ha; untuk kelas risiko longsor sedang berada pada Desa Tugu Selatan ±1 271.89 ha; untuk kelas risiko longsor tinggi 71 berada pada Desa Batu Layang ±45.58 ha; dan untuk kelas risiko longsor sangat tinggi hanya berada pada Desa Cilember ±1.58 ha. Tabel 28 Luas wilayah risiko longsor pada masing-masing desa KecamatanDesa Kelas Kerentanan ha Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Ciawi Bojong Murni 920.51 Pandansari 0.15 3.70 0.82 Cisarua Batu Layang 56.26 170.54 45.58 Cibeureum 52.23 528.34 537.77 0.12 Cilember 8.29 56.66 195.08 34.61 1.58 Cisarua 13.71 174.98 36.87 14.99 Citeko 4.86 470.71 103.27 5.18 Jogjogan 5.40 113.33 118.05 Kopo 38.22 334.34 280.28 Leuwimalang 7.25 88.44 38.22 2.03 Tugu Selatan

96.22 1 060.81 1 271.89 0.98

Tugu Utara 41.37 731.91 363.41 7.19 Megamendung Cipayung Datar 111.31 466.93 91.09 Cipayung Girang 13.83 151.58 26.70 Gadog 6.69 99.89 47.35 Kuta 427.37 105.14 16.03 Megamendung 2 192.21 157.09 Sukagalih 8.26 260.62 123.80 16.27 Sukakarya 226.48 173.50 30.72 Sukamaju 57.14 16.78 Sukamanah 1.14 17.31 19.52 Sukaresmi 0.58 75.43 54.64 10.90 Jumlah 4 176.07 5 184.12 3 542.83 137.86 1.58 Persentase 32.02

39.75 27.16

1.06 0.01

Dari uraian di atas dan Tabel 28, terlihat bahwa Kecamatan Cisarua memerlukan perhatian dan kewaspadaan terhadap bencana longsor dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain, yaitu Ciawi dan Megamendung. Konsistensi Penggunaan Lahan Analisis konsistensi penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui keserasian atau kesesuaian antara penggunaan lahan dengan peruntukkan lahan pola ruang RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025. Analisis dilakukan dengan operasi tumpang tindih SIG antara peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2010 dengan peta pola ruang RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025. Pada peta penggunaan lahan dari Bappeda Kabupaten Bogor, jenis penggunaan lahan yang ada di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari hutan, kebun, ladangtegalan, 72 permukiman, sawah, semak belukar, dan tubuh air, sedangkan dalam Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, peruntukan lahan di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari: kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan, kawasan pertanian lahan kering, perkebunan, kawasan tanaman tahunan, kawasan permukiman perkotaan hunian rendah, kawasan permukiman perkotaan hunian sedang, kawasan permukiman perdesaan hunian rendah, dan kawasan permukiman perdesaan hunian jarang. Dengan demikian klasifikasi jenis penggunaan lahan yang ada akan disesuaikan dengan peruntukannya sesuai dengan pola ruang di RTRW. Berdasarkan hasil analisis konsistensi penggunaan lahan, didapatkan bahwa secara umum penggunaan lahan yang konsisten dengan peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 adalah seluas ±8 992.03 ha atau 69.22 dari persentase luas keseluruhan daerah penelitian, sedangkan yang tidak konsisten hanya seluas ±3 999.24 ha atau sekitar 30.78 dari persentase luas keseluruhan daerah penelitian. Jenis penggunaan lahan yang paling tinggi tingkat konsistensinya terdapat pada peruntukkan lahan kawasan permukiman perdesaan 100, sedangkan jenis penggunaan lahan yang paling rendah tingkat konsistensinya atau inkonsisten adalah pada peruntukkan lahan kawasan hutan produksi 41.32. Gambaran inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Inkonsistensi penggunaan lahan saat ini dengan peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 No Peruntukkan Lahan Menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005- 2025 Penggunaan Lahan Saat Ini Penggunaan Lahan Saat Ini Konsisten RTRW Tidak Konsisten RTRW ha ha 1 Kawasan Hutan Konservasi 1 794.80 75.38 586.23 24.62 2 Kawasan Hutan Lindung 2 938.70 60.89 1 887.54 39.11 3 Kawasan Hutan Produksi 12.33 41.32

17.50 58.68

4 Kawasan Perkebunan 1 211.93 79.86 305.57 20.14 5 Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Jarang 335.54 100.00 6 Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Rendah 305.96 100.00 7 Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Rendah 459.45 46.60 526.50 53.40 8 Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Sedang 293.11 48.98 305.26 51.02 9 Kawasan Pertanian Lahan Kering 1 524.67 82.58 321.73 17.42 10 Kawasan Tanaman Tahunan 115.54 70.26 48.91 29.74 Jumlah 8 992.03 3 999.24 Persentase 69.22 30.78 Inkonsistensi pada peruntukkan lahan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi banyak terjadi disebabkan oleh tipe penggunaan lahan yang mengisinya berupa kebun. Peruntukkan lahan kawasan pertanian lahan kering terisi oleh permukiman. Peruntukkan lahan kawasan perkebunan berupa semak belukar. Peruntukkan lahan permukiman perkotaan masih banyak yang 73 berupa ladangtegalan belum berubah dari sebelumnya, dan peruntukkan lahan kawasan tanaman tahunan masih banyak yang berupa sawah belum berubah dari sebelumnya. Inkonsistensi ini diduga bisa disebabkan oleh ketidak-patuhan masyarakat terhadap pola ruang yang telah ditetapkan, seperti kawasan hutan menjadi kebun, atau belum berubahnya kondisi semula sebelum Perda ditetapkan terhadap keadaan aktual, seperti kawasan perkebunan yang saat ini masih berupa semak belukar, kawasan permukiman masih berupa ladangtegalan, atau tanaman tahunan masih berupa sawah. Untuk alasan yang kedua ini, maka perbedaan penggunaan lahan terhadap pola ruang tidak dianggap inkonsisten, karena belum mengalami perubahan dan RTRW berlaku hingga tahun 2025. Adapun kemungkinan adanya kesalahan pemerintah dalam memberikan ijin penggunaan lahan tidak terliput dalam penelitian ini. Tabel 30 menyajikan secara rinci konsisten dan inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sedangkan Gambar 38 menyajikan persebaran spasialnya. Gambar 38 Peta konsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukan lahan RTRW DAS Ciliwung Hulu Dari hasil overlay peta inkonsistensi terhadap peta administrasi, terlihat bahwa desa yang memiliki konsistensi tertinggi adalah Desa Sukamanah dengan persentase sekitar 99.89 terhadap luas total desa tersebut, diikuti oleh Desa Bojongmurni dengan persentase sekitar 98.89, dan kemudian Desa Pandansari dengan persentase sekitar 94.61 Gambar 38. Tingginya konsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005- 2025 pada Desa Sukamanah dan Desa Pandansari, lebih disebabkan oleh penggunaan lahan di desa tersebut banyak berupa permukiman yang sesuai