69 telah terbentuknya Tim Tagana Tanggap Darurat Bencana. Hasil pemetaan
kapasitas masyarakat dan pemerintah terhadap bahaya longsor disajikan pada Gambar 36.
Gambar 36 Peta kapasitas wilayah DAS Ciliwung Hulu
Risiko Longsor
Hasil analisis risiko diperoleh melalui operasi tumpang tindih overlay antara peta bahaya longsor, peta kerentanan, dan peta kapasitas. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa DAS Ciliwung Hulu memiliki kelas risiko longsor sangat rendah, sampai dengan sangat tinggi dengan persentase luas yang hampir
menyebar secara merata di kelas sangat rendah, rendah, dan sedang. Kelas risiko longsor yang memiliki luasan terbesar pada saat ini berada pada kelas risiko
longsor sangat rendah, yaitu seluas ±4 176.07 ha atau 32.02 dari luas keseluruhan daerah penelitian, sedangkan kelas risiko longsor yang memiliki
luasan terkecil pada saat ini berada pada kelas risiko longsor sangat tinggi, yaitu seluas ±1.58 ha atau 0.01 dari luas keseluruhan daerah penelitian Tabel 27 dan
Gambar 37. Tabel 27 Luas dan persentase kelas risiko longsor
Kelas Risiko Luas
ha
Sangat rendah 4 176.07
32.02
Rendah 5 184.12
39.75
Sedang 3 542.83
27.16
Tinggi 137.86
1.06 Sangat Tinggi
1.58 0.01
70
Dari Gambar 37 di bawah, terlihat bahwa persebaran kelas risiko rendah, sedang, dan tinggi banyak menempati wilayah tengah dari DAS Ciliwung Hulu
yang banyak digunakan sebagai lahan permukiman dan tegalan budidaya, sedangkan kelas bahaya longsor sangat rendah menempati wilayah bagian utara
DAS dan sisi barat DAS yang penggunaan lahannya berupa hutan.
Gambar 37 Peta risiko longsor DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan hasil analisis risiko longsor di atas, tampak bahwa faktor
bahaya merupakan faktor yang banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah topografi, tanah, geologi, curah hujan dan aktivitas manusia penggunaan lahan,
sedangkan faktor kerentanan dan kapasitas banyak ditentukan oleh keadaan atau kondisi dari masyarakat. Dengan demikian tampak bahwa perubahan persentase
tertinggi kelas risiko untuk daerah penelitian di masa yang akan datang diperkirakan sangat rentan untuk berubah, di mana hal ini tergantung pada
dinamika perubahan nilai parametternya yang akan terjadi di waktu mendatang. Dalam hal ini perubahan dari kelas risiko sangat rendah menjadi tinggi atau sangat
tinggi menjadi sangat mungkin, jika terjadi peningkatan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan, terutama jika banyak yang berubah menjadi
kawasan permukiman. Untuk luas wilayah risiko longsor ha yang dikaitkan dengan masing-
masing desakelurahan dapat dilihat pada Tabel 28. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa desa-desa yang memiliki kelas risiko longsor sangat rendah dan terluas
adalah Desa Megamendung, yaitu ±2 192.21 ha; untuk kelas risiko longsor rendah berada pada Desa Tugu Selatan ±1 060.81 ha; untuk kelas risiko longsor sedang
berada pada Desa Tugu Selatan ±1 271.89 ha; untuk kelas risiko longsor tinggi
71 berada pada Desa Batu Layang ±45.58
ha; dan untuk kelas risiko longsor sangat tinggi hanya berada pada Desa Cilember ±1.58 ha.
Tabel 28 Luas wilayah risiko longsor pada masing-masing desa
KecamatanDesa Kelas Kerentanan ha
Sangat Rendah
Rendah Sedang
Tinggi Sangat
Tinggi
Ciawi Bojong Murni
920.51 Pandansari
0.15 3.70
0.82 Cisarua
Batu Layang 56.26
170.54 45.58
Cibeureum 52.23
528.34 537.77
0.12 Cilember
8.29 56.66
195.08 34.61
1.58
Cisarua 13.71
174.98 36.87
14.99 Citeko
4.86 470.71
103.27 5.18
Jogjogan 5.40
113.33 118.05
Kopo 38.22
334.34 280.28
Leuwimalang 7.25
88.44 38.22
2.03 Tugu Selatan
96.22 1 060.81 1 271.89 0.98
Tugu Utara 41.37
731.91 363.41
7.19 Megamendung
Cipayung Datar 111.31
466.93 91.09
Cipayung Girang 13.83
151.58 26.70
Gadog 6.69
99.89 47.35
Kuta 427.37
105.14 16.03
Megamendung 2 192.21
157.09 Sukagalih
8.26 260.62
123.80 16.27
Sukakarya 226.48
173.50 30.72
Sukamaju 57.14
16.78 Sukamanah
1.14 17.31
19.52 Sukaresmi
0.58 75.43
54.64 10.90
Jumlah 4 176.07 5 184.12 3 542.83
137.86 1.58
Persentase 32.02
39.75 27.16
1.06 0.01
Dari uraian di atas dan Tabel 28, terlihat bahwa Kecamatan Cisarua memerlukan perhatian dan kewaspadaan terhadap bencana longsor dibandingkan
dengan kecamatan-kecamatan yang lain, yaitu Ciawi dan Megamendung.
Konsistensi Penggunaan Lahan
Analisis konsistensi penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui keserasian atau kesesuaian antara penggunaan lahan dengan peruntukkan lahan
pola ruang RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025. Analisis dilakukan dengan operasi tumpang tindih SIG antara peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor
tahun 2010 dengan peta pola ruang RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025. Pada peta penggunaan lahan dari Bappeda Kabupaten Bogor, jenis penggunaan
lahan yang ada di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari hutan, kebun, ladangtegalan,
72 permukiman, sawah, semak belukar, dan tubuh air, sedangkan dalam Peta Pola
Ruang RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, peruntukan lahan di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari: kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung,
kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan, kawasan pertanian lahan kering, perkebunan, kawasan tanaman tahunan, kawasan permukiman perkotaan hunian
rendah, kawasan permukiman perkotaan hunian sedang, kawasan permukiman perdesaan hunian rendah, dan kawasan permukiman perdesaan hunian jarang.
Dengan demikian klasifikasi jenis penggunaan lahan yang ada akan disesuaikan dengan peruntukannya sesuai dengan pola ruang di RTRW.
Berdasarkan hasil analisis konsistensi penggunaan lahan, didapatkan bahwa secara umum penggunaan lahan yang konsisten dengan peruntukkan lahan
RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 adalah seluas ±8 992.03 ha atau 69.22
dari persentase luas keseluruhan daerah penelitian, sedangkan yang tidak konsisten hanya seluas ±3 999.24
ha atau sekitar 30.78 dari persentase luas
keseluruhan daerah penelitian. Jenis penggunaan lahan yang paling tinggi tingkat konsistensinya terdapat pada peruntukkan lahan kawasan permukiman perdesaan
100, sedangkan jenis penggunaan lahan yang paling rendah tingkat konsistensinya atau inkonsisten adalah pada peruntukkan lahan kawasan hutan
produksi 41.32. Gambaran inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dapat dilihat pada
Tabel 29. Tabel 29 Inkonsistensi penggunaan lahan saat ini dengan peruntukkan lahan
RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
No Peruntukkan Lahan
Menurut RTRW Kabupaten Bogor 2005-
2025 Penggunaan Lahan
Saat Ini Penggunaan Lahan
Saat Ini Konsisten RTRW
Tidak Konsisten RTRW ha
ha
1 Kawasan Hutan Konservasi
1 794.80 75.38
586.23 24.62
2 Kawasan Hutan Lindung
2 938.70 60.89
1 887.54 39.11
3 Kawasan Hutan Produksi
12.33 41.32
17.50 58.68
4 Kawasan Perkebunan
1 211.93 79.86
305.57 20.14
5 Kawasan Permukiman
Perdesaan Hunian Jarang
335.54 100.00
6 Kawasan Permukiman
Perdesaan Hunian Rendah 305.96
100.00
7 Kawasan Permukiman
Perkotaan Hunian Rendah 459.45
46.60 526.50
53.40 8
Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Sedang
293.11 48.98
305.26 51.02
9 Kawasan Pertanian Lahan
Kering 1 524.67
82.58 321.73
17.42 10 Kawasan Tanaman Tahunan
115.54 70.26
48.91 29.74
Jumlah 8 992.03
3 999.24
Persentase 69.22
30.78
Inkonsistensi pada peruntukkan lahan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi banyak terjadi disebabkan oleh tipe penggunaan
lahan yang mengisinya berupa kebun. Peruntukkan lahan kawasan pertanian lahan kering terisi oleh permukiman. Peruntukkan lahan kawasan perkebunan berupa
semak belukar. Peruntukkan lahan permukiman perkotaan masih banyak yang
73 berupa ladangtegalan belum berubah dari sebelumnya, dan peruntukkan lahan
kawasan tanaman tahunan masih banyak yang berupa sawah belum berubah dari sebelumnya. Inkonsistensi ini diduga bisa disebabkan oleh ketidak-patuhan
masyarakat terhadap pola ruang yang telah ditetapkan, seperti kawasan hutan menjadi kebun, atau belum berubahnya kondisi semula sebelum Perda
ditetapkan terhadap keadaan aktual, seperti kawasan perkebunan yang saat ini masih berupa semak belukar, kawasan permukiman masih berupa ladangtegalan,
atau tanaman tahunan masih berupa sawah. Untuk alasan yang kedua ini, maka perbedaan penggunaan lahan terhadap pola ruang tidak dianggap inkonsisten,
karena belum mengalami perubahan dan RTRW berlaku hingga tahun 2025. Adapun kemungkinan adanya kesalahan pemerintah dalam memberikan ijin
penggunaan lahan tidak terliput dalam penelitian ini. Tabel 30 menyajikan secara rinci konsisten dan inkonsistensi penggunaan
lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sedangkan Gambar 38 menyajikan persebaran spasialnya.
Gambar 38 Peta konsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukan lahan RTRW DAS Ciliwung Hulu
Dari hasil overlay peta inkonsistensi terhadap peta administrasi, terlihat bahwa desa yang memiliki konsistensi tertinggi adalah Desa Sukamanah dengan
persentase sekitar 99.89 terhadap luas total desa tersebut, diikuti oleh Desa Bojongmurni dengan persentase sekitar 98.89, dan kemudian Desa Pandansari
dengan persentase sekitar 94.61 Gambar 38. Tingginya konsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-
2025 pada Desa Sukamanah dan Desa Pandansari, lebih disebabkan oleh penggunaan lahan di desa tersebut banyak berupa permukiman yang sesuai