65 Tabel 25 Persentase sebaran bahaya longsor berdasarkan Bentuklahan
landform
Landform Kelas Bahaya
Rendah Sedang
Tinggi Sangat
Tinggi
Kawah denudasional Gunung Geger Bentan 1.39
5.44 Kerucut vulkano denudasional Gunung Geger Bentan, tertoreh lemah
1.83 9.30
Lembah lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango 4.83
5.03 3.67
Lembah lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango 0.64
12.16 60.94
Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 2.34
17.36 Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
1.51 2.86
Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 6.33
4.79 0.40
Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang 1.36
3.50 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat
4.19 5.76
1.40 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah
6.66 5.15
2.75 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
36.70 10.94
1.65 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat
8.14 1.74
9.26 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
16.12 9.55
2.35 7.87
Pegunungan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh kuat 9.80
33.90 35.27
21.94 Perbukitan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh sedang
15.39 7.65
0.15
Berdasarkan uraian di atas dan Tabel 25, maka terlihat bahwa longsor banyak terjadi pada relief perbukitan dan pegunungan terutama pada lereng-lereng
tengah dan atas dan yang telah mengalami proses denudasi yang kuat, seperti yang ditunjukan oleh tingkat torehannya.
Berdasarkan semua gambaran di atas, yaitu hubungan antara bahaya longsor dengan parameter penyebab longsor dan bentuklahan, maka dapat diketahui
bahwa kelas bahaya longsor mengikuti pola kemiringan lereng, kedalaman tanah, jenis batuan permukaan dan penggunaan lahan. Dimana semakin tinggi
kemiringan lereng maka bahaya longsor yang terjadi akan semakin tinggi, dan semakin dalam ketebalan tanah maka semakin besar pula bahaya longsornya,
apalagi didukung oleh jenis batuan permukaan piroklastik yang dominan di daerah penelitian maupun aktivitas manusia yang banyak memicu terjadinya longsor
seperti pemotongan lereng atau lainnya. Selain hal tersebut, tingkat perbedaan proses denudasi yang terjadi pada suatu bentanglahan dapat juga menjadi
indikator untuk tingkat bahaya longsor seperti yang ditunjukkan oleh tingkat torehan.
Kerentanan Masyarakat
Kelas kerentanan masyarakat pada tingkat desa dianalisis dengan menggunakan data BPS 2011a, 2011b, 2011c, 2011d, hasil wawancara dengan
penduduk setempat, serta peta administrasi DAS Ciliwung Hulu yang bersumber dari BPDAS Citarum-Ciliwung Kementrerian Kehutanan. Kerentanan masyarakat
pada tingkat wilayah diperoleh dengan melakukan operasi tumpang tindih
66 overlay antara peta kerentanan tingkat desa dengan peta penggunaan lahan
Tahun 2010. Seperti telah dijelaskan pada BAB III, ruang lingkup dan batasan lokasi penelitian kerentanan masyarakat dibatasi pada DAS Ciliwung Hulu yang
hanya berada di Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung dengan luas total wilayahnya ±13 042 ha.
Dari hasil analisis Tabel 26 dapat diketahui bahwa kelas kerentanan di DAS Ciliwung Hulu sangat bervariasi, mulai dari kelas kerentanan sangat rendah
sampai dengan kelas sangat tinggi, dengan luasan tertinggi berada pada kelas kerentanan sedang.
- Kelas kerentanan sangat rendah di DAS Ciliwung Hulu mempunyai luas ±920.52 ha atau sekitar 7.06 dari luas keseluruhan daerah penelitian, dan
desa yang memiliki kelas kerentanan longsor sangat rendah adalah Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, dengan luas ±920.52 ha. Hal ini
disebabkan penggunaan lahan secara keseluruhan di Desa Bojong Murni masih berupa hutan.
- Kelas kerentanan rendah di DAS Ciliwung Hulu mempunyai luas ±1 662.09 Ha atau sekitar 12.74 dari luas keseluruhan daerah penelitian, dan desa
yang memiliki kelas kerentanan longsor rendah yang luasannya tertinggi adalah Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, dengan luas
±1 650.26 ha. Hal ini disebabkan penggunaan lahan di Desa Megamendung didominasi oleh hutan sebesar 70.23 dan penggunaan lahan lainya dimana
penggunaan lahan permukiman hanya menempati 2.05. - Kelas kerentanan sedang di DAS Ciliwung Hulu mempunyai luas
±6 945.19 ha atau sekitar 53.25 dari luas keseluruhan daerah penelitian, dan desa yang memiliki kelas kerentanan sedang yang luasannya tertinggi
adalah Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, dengan luas ±2 231.78 ha. Hal ini disebabkan penggunaan lahan di Desa Tugu Selatan masih
didominasi oleh hutan, tetapi penggunaan lahan lainnya seperti kebun, permukiman, sudah mulai meningkat.
- Kelas kerentanan tinggi di DAS Ciliwung Hulu mempunyai luas ±2 828.73 ha atau sekitar 21.69 dari luas keseluruhan daerah penelitian, dan kelas
kerentanan sangat tinggi di DAS Ciliwung Hulu mempunyai luas ±685.93 ha atau sekitar 5.26 dari luas keseluruhan daerah penelitian. Desa yang
memiliki luas tertinggi pada kelas kerentanan tinggi dan sangat tinggi adalah Desa Cipayung Datar, Kecamatan Megamendung, dengan luas
±483.52 ha. Hal ini disebabkan tingginya jumlah penduduk disertai dengan kepadatan bangunan yang tinggi dan dengan penggunaan lahan berupa
permukiman. Tingginya kelas kerentanan masyarakat dari segi kerentanan sosial lebih
disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi, pendidikan masyarakat yang rendah, tingginya persentase jumlah penduduk dengan usia 0-15 tahun dan di atas
50 tahun, serta jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki. Dari segi ekonomi, kerentanan lebih disebabkan
oleh sumber mata pencaharian utama sebagai petani dan rata-rata jumlah penghasilan yang rendah kurang dari Rp 1.000.000 atau dibawah upah minimum
Kabupaten Bogor yaitu Rp 2.002.000. Dari segi fisik, kerentanan banyak