35 Bogor No. 75 Tahun 2008 Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor 2008a mengenai
Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bogor. Data mengenai kondisi bangunan di daerah penelitian berasal dari data BPS
2011b, 2011c, 2011d, dengan menghitung jumlah kondisi bangunan permanen, semi permanen, dan tidak permanen. Pengaruh indikator kondisi bangunan dalam
perhitungan kerentanan fisik dilihat dari rasio jumlah bangunan tidak permanen terhadap jumlah bangunan keseluruhan.
Kerentanan Lingkungan Indikator yang digunakan untuk kerentanan lingkungan adalah kejadian
longsor yang pernah terjadi dalam satu desa. Data yang digunakan untuk mengetahui kejadian longsor diperoleh dari data PODES tahun 2011, data BPBD
Kabupaten Bogor tahun 2011, dan hasil wawancara dengan penduduk setempat, pemerintah desa, dan pemerintah kecamatan.
Dalam pembuatan peta kerentanan yang memberikan informasi pada tingkat desa, setiap indikator kerentanan diberi skor dan bobot sesuai dengan
pengaruhnya terhadap kerentanan. Semakin tinggi skor dan bobot, maka pengaruhnya akan semakin tinggi terhadap kondisi kerentanan, begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor dan bobot yang diberikan untuk tiap indikator, maka pengaruhnya akan semakin rendah terhadap kondisi kerentanan. Skor dan
bobot untuk tiap indikator kerentanan Tabel 12 mengacu pada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 02 Tahun 2012 BNBP 2012
tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yang dimodifikasi sesuai kondisi daerah penelitian.
Besarnya nilai a pada kolom 6 Tabel 12 dihitung berdasarkan skor pada kolom 4 dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Savitri 2007 dan
Ikqra 2012, sebagai berikut:
1
1 rj
n rj
n wj
Dimana : wj = nilai yang dinormalkan
n = jumlah kriteria k=1,2,3,……n
rj = posisi urutan kriteria
Adapun besarnya nilai b pada kolom 7 Tabel 12 diperoleh dengan mengalikan kolom 2, kolom 5 dan kolom 6
B. Pembuatan Peta Kerentanan Masyarakat Tingkat Wilayah
Peta kerentanan masyarakat tingkat wilayah digunakan untuk melakukan analisis dan pemetaan risiko longsor. Pemetaan kerentanan diperoleh dengan
melakukan operasi tumpang tindih overlay antara kerentanan tingkat desa secara administratif dengan peta penggunaan lahan. Hal ini dilakukan karena
36 penggunaan lahan pada suatu wilayah berpengaruh terhadap nilai kerentanan dan
tidak dapat digeneralisasi dalam nilai yang sama pada satu wilayah administratif. Dalam penelitian ini penggunaan lahan permukiman memiliki nilai kerentanan
yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya karena berhubungan dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan baik berupa kerugian
fisik, materil, maupun jiwa. Adapun untuk penggunaan lahan, tubuh airperairan memiliki nilai kerentanan yang paling rendah. Pemberian nilai kerentanan ini
diberikan berdasarkan pertimbangan logis. Dalam hal ini, semakin tinggi skor, menunjukkan pengaruhnya semakin besar terhadap kerentanan, dan semakin
rendah skor, maka pengaruhnya semakin rendah terhadap kerentanan. Skor dan nilai kerentanan untuk penggunaan lahan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 12 Pembobotan dan skoring untuk masing-masing indikator kerentanan pada tingkat desa
Faktor Bobot
a Kategori
Skor Bobot b
Nilai a
Nilai b
1 2
3 4
5 6
7
Sosial 40 Kepadatan
penduduk 500 JiwaKm
2
1 60
0.170 0.041
500 - 1000 JiwaKm
2
2 0.330
0.079 1000 JiwaKm
2
3 0.500
0.120 Jenis kelamin 20
1 10
0.170 0.007
20 - 40 2
0.330 0.013
40 3
0.500 0.020
Cacat 20
1 10
0.170 0.007
20 - 40 2
0.330 0.013
40 3
0.500 0.020
Usia 20
1 10
0.170 0.007
20 - 40 2
0.330 0.013
40 3
0.500 0.020
Pendidikan 20
1 10
0.170 0.007
20 - 40 2
0.330 0.013
40 3
0.500 0.020
Ekonomi 25 Sumber
penghasilan utama
Pertanian 7
50 0.250
0.031 Pertambangan dan
penggalian 3
0.110 0.014
industri pengolahan 4
0.140 0.018
pedagang besarecaran dan rumah makan
6 0.210
0.026 anggkutan , pergudangan
Komunikasi 5
0.180 0.023
jasa 2
0.070 0.009
lainnya 1
0.040 0.005
Penghasilan Rp. 2.500.000
1 50
0.170 0.021
Rp. 1.000.000 - Rp. 2.500.000
2 0.330
0.041 Rp. 1.000.000
3 0.500
0.063 Fisik
25 Kepadatan bangunan
5 1
50 0.170
0.021 5 - 20
2 0.330
0.041 20
3 0.500
0.063 Kondisi
bangunan 10
1 50
0.170 0.021
10 - 25 2
0.330 0.041
25 3
0.500 0.063
Lingkungan 10 Kejadian
longsor Tidak pernah
1 100
0.330 0.033
Pernah 2
0.670 0.067
37 Besarnya nilai kerentanan untuk penggunaan lahan dihitung dengan
menggunakan persamaan Savitri 2007 dan Ikqra 2012 sebagai berikut:
1
1 rj
n rj
n wj
Dimana : wj = nilai yang dinormalkan
n = jumlah kriteria k=1,2,3,……n
rj = posisi urutan kriteria
Tabel 13 Skor dan nilai kerentanan untuk penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Skor
Nilai Kerentanan
Perairan 1
0.070 Hutan
2 0.130
Kebun, Ladangtegalan, semak belukar 3
0.200 Sawah
4 0.270
Permukiman 5
0.330
C. Penentuan Kelas Kerentanan
Dalam menentukan kelas kerentanan, nilai kerentanan dihitung terlebih dahulu, kemudian digunakan untuk menentukan nilai interval kelas berdasarkan
jumlah kelas yang ditentukan dengan menggunakan persamaan Dibyosaputro 1999:
Nilai interval kelas kerentanan = nilai tertinggi – nilai terendah jumlah kelas
Dalam penelitian ini, peta kerentanan dikelompokkan ke dalam 5 lima kelas kerentanan, yaitu: i sangat rendah zona kelas kerentanan sangat rendah;
ii rendah zona kelas kerentanan rendah; iii sedang zona kelas kerentanan menengah; iv tinggi zona kelas kerentanan tinggi; dan v sangat tinggi zona
tingkat kerentanan sangat tinggi. Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas, maka perhitungan nilai interval kelas kerentanan adalah sebagai berikut:
Nilai interval kelas kerentanan = 0.816 – 0.240 = 0.115 5
Klasifikasi kelas kerentanan berdasarkan nilai interval kelas, disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Klasifikasi kelas kerentanan
Kelas Kerentanan Nilai
Keterangan
1 0.355
Kerentanan sangat rendah 2
0.355 – 0.470 Kerentanan rendah
3 0.470 – 0.585
Kerentanan sedang 4
0.585 – 0.701 Kerentanan tinggi
5 0.816
Kerentanan sangat tinggi
Tahapan pembuatan peta kerentanan dapat dilihat pada diagram alir tahapan penelitian Gambar 8 terdahulu.