28 pada lereng yang miring, maka longsor tidak mungkin terjadi. Dengan kata
lain semakin besar kemiringan lereng, maka semakin besar potensinya untuk melahirkan longsor, disebabkan kestabilan lereng yang semakin kecil.
- Kedalaman tanah Faktor kedalaman tanah merupakan faktor yang berpengaruh langsung
terhadap terjadinya longsor. Hal ini berkaitan dengan jumlah massa atau bahan yang dilongsorkan. Semakin tebal kedalaman tanah pada suatu
bidanglahan yang miring, maka semakin besar potensi lahan untuk mengalami longsor, karena beban tanah dan tarikan gravitasi menjadi lebih
tinggi. Faktor kedalaman tanah digunakan sebagai parameter kedua yang menyebabkan terjadinya bahaya longsor, karena kedalaman tanah di DAS
Ciliwung Hulu tergolong dalam, sehingga potensi terjadinya longsor menjadi tinggi.
- Jenis batuan permukaan, Jenis batuan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu merupakan batuan
vulkanik. Dalam perhitungan longsor, batuan vulkanik sering diberi skor tertinggi dibandingkan dengan jenis batuan lainya. Jenis batuan yang
digunakan dalam analisis bahaya longsor didekati dengan jenis batuan permukaan karena batuan pada bagian ini yang menyediakan material untuk
dilongsorkan. Jenis batuan permukaan di DAS Ciliwung Hulu dibedakan menjadi dua yaitu: jenis batuan piroklastik dan lava. Jenis batuan piroklastik
memiliki potensi longsor lebih besar daripada lava, karena jenis batuan ini bersifat klastis sehingga lebih rentan untuk bergerak apabila menerima
pemicu seperti getaran atau curah hujan. Selain itu daya ikat kohesi tanahbatuan juga relatif lemah pada tipe batuan piroklastik, dimana butiran-
butiran tanahbatuan mudah terlepas dari ikatannya dan dapat bergerak ke lereng bawah dengan menyeret butiranbatuan yang lainnya sehingga
membentuk massa yang lebih besar. - Curah Hujan,
Pengaruh curah hujan dalam memicu longsor melalui tiga cara, yaitu melalui penambahan beban lereng shear stress, peningkatan nilai tekanan air pori
tanah, dan memperkecil daya tahan tanah shear strength terhadap lapisan kedap bidang luncur yang terletak di bawahnya. Dengan demikian semakin
tinggi curah hujan, maka akan semakin tinggi tingkat bahaya longsor. - Penggunaan lahan
Perubahan penggunaan lahan yang berkaitan dengan aktivitas manusia, terbukti berdampak terhadap kejadian bahaya longsor, seperti: pembukaan
hutan secara sembarangan, penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam yang terlalu rapat, penambangan yang tidak berwawasan
lingkungan, dan pemotongan tebinglereng untuk jalan dan pemukiman. Dengan demikian, semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang
terjadi di DAS Ciliwung Hulu, akan meningkatkan potensi penurunan kestabilan lereng.
Penggunaan skor pada setiap parameter, mengacu pada skor parameter bahaya berdasarkan hasil PUSLITANAK 2004 yang dimodifikasi. Tabel skor
parameter bahaya longsor untuk model pendugaan hasil rumusan peneliti disajikan pada Tabel 5.
29
Tabel 5 Skor parameter bahaya longsor untuk model pendugaan hasil
rumusan peneliti penulis
No Parameter
Skor
1 Kemiringan Lereng
Terjal 45
5 Sangat curam
30-45 4
Curam 15-30
3 Agak curam
8-15 2
Landai 1-8
1 2
Kedalaman Tanah 120cm
5 90 – 120cm
4 60 – 90cm
3 30 – 60cm
2 30cm
1 3
Jenis Batuan Permukaan Batuan piroklastik
2 Lava
1 4
Curah Hujan Sangat lebat
20 mmjam; atau 100 mmhari 4
Lebat 10 –20 mmjam; atau 50 –100 mmhari
3 Sedang
5 –10 mmjam; atau 20 ‐ 50 mmhari 2
Ringan 1 – 5 mmjam; atau 5 ‐ 20 mmhari
1 6
Penggunaan lahan Tegalan, sawah
5 Semak belukar
4 Hutan, perkebunan
3 Permukiman
2 Perairan
1
Keterangan : 1, 2, 3, 4 dan 5 adalah skor parameter yang mencerminkan besarnya sumbangan
terhadap proses longsor berturut-turut dari kecil ke besar
Pemberian bobot terhadap masing-masing parameter pemicu bahaya longsor dihitung melalui persamaan yang digunakan oleh Savitri 2007 dan Ikqra
2012 sebagai berikut:
1
1 rj
n rj
n wj
Dimana : wj = nilai yang dinormalkan
n = jumlah kriteria k=1,2,3,……n
rj = posisi urutan kriteria
Sebelum menggunakan persamaan tersebut, terlebih dahulu parameter penyebab longsor diurutkan berdasarkan parameter yang paling berpengaruh
terhadap kejadian longsor. Dari persamaan tersebut di atas, selanjutnya dapat diperoleh nilai pembobotan bagi masing-masing parameter, seperti tersaji pada
Tabel 6.
30 Tabel 6 Pembobotan parameter penyebab bahaya longsor hasil rumusan
peneliti penulis
Parameter Urutan Langsung
Urutan Bobot Bobot
Normalisasi
Lereng 1
5 0.33
Kedalaman tanah 2
4 0.27
Tipe batuan permukaan 3
3 0.20
Curah hujan 4
2 0.13
Penggunaan lahan 5
1 0.07
Berdasarkan hasil perhitungan bobot, diperoleh persamaan untuk membuat peta bahaya longsor dengan model pendugaan hasil rumusan peneliti penulis
sebagai berikut: Bahaya Longsor
= 33 x faktor lereng + 27 x faktor kedalaman tanah + 20 x faktor jenis batuan permukaan + 13 x faktor
curah hujan + 7 x faktor penggunaan lahan
B. Penentuan Kelas Bahaya Longsor
Untuk menentukan kelas bahaya longsor, dilakukan perhitungan terlebih dahulu besarnya nilai bahaya melalui perkalian skor dan bobot dari masing-
masing model pendugaan. Kemudian nilai tersebut digunakan untuk menentukan nilai interval kelas yang didasarkan pada jumlah kelas yang ditentukan, dengan
menggunakan persamaan Dibyosaputro 1999 sebagai berikut: Nilai interval kelas bahaya = nilai tertinggi – nilai terendah
jumlah kelas Dalam penelitian ini, peta bahaya longsor dikelompokkan ke dalam 5 lima
kelas bahaya longsor yaitu: i sangat rendah zona kelas bahaya longsor sangat rendah; ii rendah zona kelas bahaya longsor rendah; iii sedang zona kelas
bahaya longsor menengah; iv tinggi zona kelas bahaya longsor tinggi; dan v sangat tinggi zona kelas bahaya longsor sangat tinggi. Dengan demikian,
berdasarkan persamaan tersebut di atas maka perhitungan nilai interval kelas untuk masing-masing model pendugaan adalah sebagai berikut:
Nilai interval kelas bahaya Tim Sebelas
= 4.40 – 1.00 = 0.68 5
Nilai interval kelas bahaya DVMBG
= 4.30 – 1.00 = 0.66 5
Nilai interval kelas bahaya Rumusan Peneliti
= 4.27 – 1.00 = 0.65 5
Klasifikasi kelas bahaya longsor untuk masing-masing model pendugaan berdasarkan nilai interval kelas disajikan pada Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.
31 Tabel 7 Klasifikasi kelas bahaya longsor berdasarkan model pendugaan Tim
Sebelas
Kelas Bahaya Nilai
Keterangan
1 1.68
Bahaya longsor sangat rendah 2
1.68 – 2.36 Bahaya longsor rendah
3 2.36 – 3.04
Bahaya longsor sedang 4
3.04 – 3.72 Bahaya longsor tinggi
5 3.72
Bahaya longsor sangat tinggi
Tabel 8 Klasifikasi kelas bahaya longsor berdasarkan model pendugaan DVMBG
Kelas Bahaya Nilai
Keterangan
1 1.66
Bahaya longsor sangat rendah 2
1.66 – 2.32 Bahaya longsor rendah
3 2.32 – 2.98
Bahaya longsor sedang 4
2.98 – 3.64 Bahaya longsor tinggi
5 3.64
Bahaya longsor sangat tinggi
Tabel 9 Klasifikasi kelas bahaya longsor berdasarkan model pendugaan hasil rumusan peneliti
Kelas Bahaya Nilai
Keterangan
1 1.65
Bahaya longsor sangat rendah 2
1.65 – 2.31 Bahaya longsor rendah
3 2.31 – 2.96
Bahaya longsor sedang 4
2.96 – 3.62 Bahaya longsor tinggi
5 3.62
Bahaya longsor sangat tinggi
C. Cek Lapangan
Pengecekan lapangan bertujuan untuk menentukan peta bahaya longsor yang paling baik di antara ketiga model pendugaan untuk DAS Ciliwung Hulu.
Hasil pemilihan tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis risiko. Salah satu kriteria untuk memilih yang terbaik adalah dengan melihat kondisi lapangan dan
identifikasi sebaran titik-titik koordinat lokasi kejadian longsor atau lokasi yang pernah mengalami longsor, kemudian dicocokkan dengan peta bahaya yang telah
dibuat. Pencarian data titik-titik koordinat lokasi kejadian longsor diperoleh melalui survei lapangan dicatat dengan alat Global Positioning System atau
GPS, hasil wawancara, dan dari hasil penelitian sebelumnya. Pekerjaan cek lapangan juga digunakan untuk mengumpulkan data primer berupa wawancara
dengan penduduk setempat untuk mendapatkan informasi mengenai penyebab kejadian longsor, persepsi, dan partisipasi masyarakat terhadap penataan ruang
serta kapasitas wilayah dalam menghadapi bencana longsor. Selain itu dilakukan juga pengecekan jenis batuan permukaan, kedalaman tanah, kemiringan lereng,
penggunaan lahan, serta pengambilan dokumentasi berupa foto. Tahapan pembuatan peta bahaya longsor dapat dilihat pada diagram alir tahapan penelitian
Gambar 8 terdahulu.
32
Pembuatan Peta Risiko Longsor
Pembuatan peta risiko longsor dalam penelitian ini, mengacu pada rumusan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun
2012 BNPB 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana sebagai berikut:
C HxV
R
dimana: R
: Disaster Risk: Risiko Bencana H
: Hazard: Bahaya V
: Vulnerability: Kerentanan C
: Capacity: Kapasitas Berdasarkan rumusan tersebut, peta risiko longsor dibuat berdasarkan
operasi tumpang tindih overlay antara peta bahaya longsor, peta kerentanan, dan peta kapasitas. Peta bahaya merupakan hasil tumpang tindih dari parameter-
parameter penyebab longsor, sedangkan peta kerentanan merupakan peta yang menunjukkan tingkat kerentanan masyarakat terhadap bahaya longsor. Adapun
peta kapasitas merupakan peta yang menunjukkan nilai kapasitas suatu wilayah dalam menghadapi bahaya longsor. Dengan demikian terlihat bahwa tingkat risiko
longsor amat bergantung pada: a tingkat bahaya, b tingkat kerentanan masyarakat yang terancam, dan c tingkat kapasitas wilayah yang terancam. Oleh
karena itu, dalam menganalisis risiko longsor, dilakukan pula analisis kerentanan masyarakat dan kapasitas wilayah terhadap bahaya longsor. Tahapan pembuatan
peta risiko dapat dilihat pada diagram alir tahapan penelitian Gambar 8 terdahulu.
Sebelum perhitungan risiko dengan menggunakan persamaan di atas dilakukan, terlebih dahulu ditentukan nilai masing-masing kelas dari ketiga peta
tersebut bahaya, kerentanan dan kapasitas. Nilai tersebut diperoleh dengan cara membagi nilai urutan kelas dengan nilai urutan kelas maksimum Tabel 10.
Setelah itu operasi tumpang tindih overlay untuk memperoleh poligon-poligon baru dilakukan.
Tabel 10 Nilai bahaya, kerentanan, dan kapasitas berdasarkan tingkat kelas
Kelas Bahaya
Nilai Bahaya
Kelas Kerentanan
Nilai Kerentanan
Kelas Kapasitas
Nilai Kapasitas
1 0.2
1 0.2
1 0.2
2 0.4
2 0.4
2 0.4
3 0.6
3 0.6
3 0.6
4 0.8
4 0.8
4 0.8
5 1
5 1
5 1
Dari hasil perhitungan risiko, selanjutnya ditentukan kelas risiko longsor. Dalam penelitian ini, kelas risiko longsor dikelompokkan ke dalam 5 lima kelas
tingkat risiko yaitu: i sangat rendah zona kelas risiko sangat rendah; ii rendah zona kelas risiko rendah; iii sedang zona kelas risiko menengah; iv tinggi
zona kelas risiko tinggi; dan v sangat tinggi zona kelas risiko sangat tinggi.