809.97 Analysis of landslide hazard and risk in the upstream of Ciliwung Watershed and its relationship with spatial planning

64 belukar 17.36, sedangkan kelas bahaya longsor tinggi dengan luasan terbesar terjadi pada wilayah yang memiliki jenis penggunaan lahan hutan 75.13. Untuk kelas bahaya longsor sedang dengan luasan terbesar terjadi pada wilayah yang memiliki jenis penggunaan lahan kebun 32.01, adapun kelas bahaya longsor rendah dengan luasan terbesar terjadi pada wilayah yang memiliki jenis penggunaan lahan permukiman 63.44. Tabel 24 Luas wilayah bahaya longsor berdasarkan penggunaan lahan Penggunaan Lahan Kelas Bahaya Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Luas ha Luas ha Luas ha Luas ha Hutan 29.42 2.21 1 777.27 24.53 3 448.63 75.13 Kebun 227.84

17.13 2 319.29 32.01

239.78 5.22 LadangTegalan 169.59 12.75 1 858.52 25.65 635.91 13.85

28.92 82.64

Permukiman 843.82

63.44 636.08

8.78 Sawah 42.81 3.22 592.09 8.17 116.09 2.53 SemakBelukar 62.18 0.86 149.65 3.26 6.08 17.36 Tubuh Air 16.73 1.26 Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa untuk penggunaan lahan ladangtegalan dan semak belukar serta hutan, perlu mendapat perhatian utama untuk kewaspadaan longsor, meskipun tidak melupakan penggunaan lahan yang lain seperti di daerah permukiman. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor BPBD 2012, hasil-hasil penelitian sebelumnya, dan hasil survei lapangan yang dilakukan dalam penelitian, menunjukkan bahwa jumlah kejadian longsor di DAS Ciliwung Hulu tertinggi terjadi pada penggunaan lahan permukiman, kemudian disusul pada penggunaan lahan ladangtegalan, dan yang terakhir pada penggunaan lahan kebun. Hal ini memperlihatkan bahwa intervensi manusia berupa konversi lahan, terutama yang terkait dengan pemotongan lereng seperti yang sering terjadi pada lahan permukiman dan tegalan, perlu mendapat perhatian.

3. Hubungan bentuklahan landform dan bahaya longsor

Hubungan antara bentuklahan dengan bahaya longsor yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 25. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa bahaya longsor rendah banyak terdapat di kawasan lereng vulkanik bawah Gunung Pangrango 36.70, kelas bahaya sedang dan kelas tinggi banyak terdapat di kawasan pegunungan vulkano-denudasional Gunung Kencana berturut-turut 33.90 dan 35.27, sedangkan kelas bahaya sangat tinggi banyak terdapat di lembah vulkanik lereng tengah Gunung Pangrango 60.94. 65 Tabel 25 Persentase sebaran bahaya longsor berdasarkan Bentuklahan landform Landform Kelas Bahaya Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kawah denudasional Gunung Geger Bentan 1.39 5.44 Kerucut vulkano denudasional Gunung Geger Bentan, tertoreh lemah 1.83 9.30 Lembah lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango 4.83 5.03 3.67 Lembah lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango 0.64 12.16 60.94 Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 2.34 17.36 Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang 1.51 2.86 Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 6.33 4.79 0.40 Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang 1.36 3.50 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat 4.19 5.76 1.40 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 6.66 5.15 2.75 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang

36.70 10.94

1.65 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat 8.14 1.74 9.26 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang 16.12 9.55 2.35 7.87 Pegunungan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh kuat 9.80

33.90 35.27

21.94 Perbukitan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh sedang 15.39 7.65 0.15 Berdasarkan uraian di atas dan Tabel 25, maka terlihat bahwa longsor banyak terjadi pada relief perbukitan dan pegunungan terutama pada lereng-lereng tengah dan atas dan yang telah mengalami proses denudasi yang kuat, seperti yang ditunjukan oleh tingkat torehannya. Berdasarkan semua gambaran di atas, yaitu hubungan antara bahaya longsor dengan parameter penyebab longsor dan bentuklahan, maka dapat diketahui bahwa kelas bahaya longsor mengikuti pola kemiringan lereng, kedalaman tanah, jenis batuan permukaan dan penggunaan lahan. Dimana semakin tinggi kemiringan lereng maka bahaya longsor yang terjadi akan semakin tinggi, dan semakin dalam ketebalan tanah maka semakin besar pula bahaya longsornya, apalagi didukung oleh jenis batuan permukaan piroklastik yang dominan di daerah penelitian maupun aktivitas manusia yang banyak memicu terjadinya longsor seperti pemotongan lereng atau lainnya. Selain hal tersebut, tingkat perbedaan proses denudasi yang terjadi pada suatu bentanglahan dapat juga menjadi indikator untuk tingkat bahaya longsor seperti yang ditunjukkan oleh tingkat torehan. Kerentanan Masyarakat Kelas kerentanan masyarakat pada tingkat desa dianalisis dengan menggunakan data BPS 2011a, 2011b, 2011c, 2011d, hasil wawancara dengan penduduk setempat, serta peta administrasi DAS Ciliwung Hulu yang bersumber dari BPDAS Citarum-Ciliwung Kementrerian Kehutanan. Kerentanan masyarakat pada tingkat wilayah diperoleh dengan melakukan operasi tumpang tindih