64 belukar 17.36, sedangkan kelas bahaya longsor tinggi dengan luasan terbesar
terjadi pada wilayah yang memiliki jenis penggunaan lahan hutan 75.13. Untuk kelas bahaya longsor sedang dengan luasan terbesar terjadi pada wilayah
yang memiliki jenis penggunaan lahan kebun 32.01, adapun kelas bahaya longsor rendah dengan luasan terbesar terjadi pada wilayah yang memiliki jenis
penggunaan lahan permukiman 63.44. Tabel 24 Luas wilayah bahaya longsor berdasarkan penggunaan lahan
Penggunaan Lahan
Kelas Bahaya Rendah
Sedang Tinggi
Sangat Tinggi Luas
ha Luas
ha Luas
ha Luas
ha
Hutan 29.42
2.21 1 777.27 24.53 3 448.63
75.13
Kebun 227.84
17.13 2 319.29 32.01
239.78 5.22
LadangTegalan 169.59
12.75 1 858.52 25.65
635.91 13.85
28.92 82.64
Permukiman 843.82
63.44 636.08
8.78 Sawah
42.81 3.22
592.09 8.17
116.09 2.53
SemakBelukar 62.18
0.86 149.65
3.26 6.08
17.36 Tubuh Air
16.73 1.26
Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa untuk penggunaan lahan ladangtegalan dan semak belukar serta hutan, perlu mendapat perhatian utama
untuk kewaspadaan longsor, meskipun tidak melupakan penggunaan lahan yang lain seperti di daerah permukiman. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Bogor BPBD 2012, hasil-hasil penelitian sebelumnya, dan hasil survei lapangan yang dilakukan dalam penelitian,
menunjukkan bahwa jumlah kejadian longsor di DAS Ciliwung Hulu tertinggi terjadi pada penggunaan lahan permukiman, kemudian disusul pada penggunaan
lahan ladangtegalan, dan yang terakhir pada penggunaan lahan kebun. Hal ini memperlihatkan bahwa intervensi manusia berupa konversi lahan, terutama yang
terkait dengan pemotongan lereng seperti yang sering terjadi pada lahan permukiman dan tegalan, perlu mendapat perhatian.
3. Hubungan bentuklahan landform dan bahaya longsor
Hubungan antara bentuklahan dengan bahaya longsor yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 25. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa bahaya longsor rendah
banyak terdapat di kawasan lereng vulkanik bawah Gunung Pangrango 36.70, kelas bahaya sedang dan kelas tinggi banyak terdapat di kawasan pegunungan
vulkano-denudasional Gunung Kencana berturut-turut 33.90 dan 35.27, sedangkan kelas bahaya sangat tinggi banyak terdapat di lembah vulkanik lereng
tengah Gunung Pangrango 60.94.
65 Tabel 25 Persentase sebaran bahaya longsor berdasarkan Bentuklahan
landform
Landform Kelas Bahaya
Rendah Sedang
Tinggi Sangat
Tinggi
Kawah denudasional Gunung Geger Bentan 1.39
5.44 Kerucut vulkano denudasional Gunung Geger Bentan, tertoreh lemah
1.83 9.30
Lembah lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango 4.83
5.03 3.67
Lembah lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango 0.64
12.16 60.94
Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 2.34
17.36 Lereng puncak kerucut vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
1.51 2.86
Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah 6.33
4.79 0.40
Lereng atas vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang 1.36
3.50 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat
4.19 5.76
1.40 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh lemah
6.66 5.15
2.75 Lereng bawah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
36.70 10.94
1.65 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh kuat
8.14 1.74
9.26 Lereng tengah vulkanik Gunung Pangrango, tertoreh sedang
16.12 9.55
2.35 7.87
Pegunungan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh kuat 9.80
33.90 35.27
21.94 Perbukitan vulkano denudasional Gunung Kencana, tertoreh sedang
15.39 7.65
0.15
Berdasarkan uraian di atas dan Tabel 25, maka terlihat bahwa longsor banyak terjadi pada relief perbukitan dan pegunungan terutama pada lereng-lereng
tengah dan atas dan yang telah mengalami proses denudasi yang kuat, seperti yang ditunjukan oleh tingkat torehannya.
Berdasarkan semua gambaran di atas, yaitu hubungan antara bahaya longsor dengan parameter penyebab longsor dan bentuklahan, maka dapat diketahui
bahwa kelas bahaya longsor mengikuti pola kemiringan lereng, kedalaman tanah, jenis batuan permukaan dan penggunaan lahan. Dimana semakin tinggi
kemiringan lereng maka bahaya longsor yang terjadi akan semakin tinggi, dan semakin dalam ketebalan tanah maka semakin besar pula bahaya longsornya,
apalagi didukung oleh jenis batuan permukaan piroklastik yang dominan di daerah penelitian maupun aktivitas manusia yang banyak memicu terjadinya longsor
seperti pemotongan lereng atau lainnya. Selain hal tersebut, tingkat perbedaan proses denudasi yang terjadi pada suatu bentanglahan dapat juga menjadi
indikator untuk tingkat bahaya longsor seperti yang ditunjukkan oleh tingkat torehan.
Kerentanan Masyarakat
Kelas kerentanan masyarakat pada tingkat desa dianalisis dengan menggunakan data BPS 2011a, 2011b, 2011c, 2011d, hasil wawancara dengan
penduduk setempat, serta peta administrasi DAS Ciliwung Hulu yang bersumber dari BPDAS Citarum-Ciliwung Kementrerian Kehutanan. Kerentanan masyarakat
pada tingkat wilayah diperoleh dengan melakukan operasi tumpang tindih