207.31 Analysis of landslide hazard and risk in the upstream of Ciliwung Watershed and its relationship with spatial planning

80 jenis kontruksi bangunan harus sesuai dengan kemiringan lereng dan harus memberikan beberapa tindakan yang sifatnya sebagai pelindung untuk memperkuat kestabilan lereng agar tidak terjadi longsor. Selain itu luas bangunan harus sesuai dengan peraturan perizinan pemerintah daerah setempat, dan lain-lainnya. 3. Peruntukan ruang pada tingkat bahaya rendah dapat digunakan sebagai kawasan hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Namun demikian kegiatan budidaya seperti, perkebunan, pertanian, dan pembangunan permukiman diperbolehkan dengan tetap memenuhi persyaratan tertentu yang sesuai dengan tipologi daerahnya. Keterkaitan Penataan Ruang dengan Inkonsistensi Penggunaan Lahan Keterkaitan ini dapat digambarkan dengan melihat tingkat inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan RTRW. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukkan lahan masih tergolong tinggi yaitu 30.78. Hasil survey lapangan, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor BPBD 2012, dan hasil penelitian sebelumnya Rezainy 2011, diketahui bahwa kejadian longsor banyak terjadi disekitar permukiman, ladangtegalan dan kebun, hal ini berhubungan erat dengan tingginya tingkat inkonsistensi penggunaan lahan tersebut pada beberapa peruntukan ruang. Dengan mencermati kondisi tersebut, tersirat bahwa penggunaan lahan pemanfaatan ruang saat ini sebagian masih belum mewujudkan pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Untuk menekan besarnya inkonsistensi ini, maka perlu disusun dan dilaksanakan beberapa program beserta pembiayaan dan pedanaannya sebagai upaya untuk mewujudkan pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang, diantaranya adalah: 1. Menyusun database yang lengkap dan rinci mengenai penggunaan lahan, yang disertai dengan kemiringan lereng, sebaran kelas bahaya longsor dan sebaran kelas risiko longsor. 2. Memberikan infomasi kepada masyarakat melalui sosialisasi atau penyuluhan di tingkat desa maupun kecamatan mengenai pemanfaatan ruang seperti hutan, kebun, pertanian, ladangtegalan, dan permukiman yang mempertimbangkan dan mengacu pada ketersediaan dan kesesuaian lahan serta daya dukung lingkungan. 3. Memberikan infomasi melalui sosialisasi atau penyuluhan di tingkat desa maupun kecamatan, kepada masyarakat yang berada pada kelas bahaya longsor sedang dan tinggi mengenai jenis konstruksi yang aman terhadap longsor, jalur evakuasi yang dapat di lalui, tempat penampungan evaluasi sementara, dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. 4. Mengalokasikan danapembiayaan khusus untuk penanganan pertama apabila terjadi bencana longsor pada daerah-daerah yang penggunaan lahannya terutama permukiman berpotensi terhadap bahaya longsor. Dana yang disiapkan antara lain adalah: a dana untuk pembangunan bronjong tebing sebagai penahan tanah yang sifatnya sederhana, b dana untuk membuat jembatan sederhana jembatan kayubatang kelapa apabila 81 longsor sampai merusak infrastruktur jembatan yang ada, c dana untuk pertolongan pertama pada kejadian longsor. Keterkaitan Penataan Ruang dengan Sebaran Daerah Risiko Longsor Keterkaitan ini dapat digambarkan dari hasil operasi tumpang tindih SIG antara peta risiko longsor dengan peta rencana pola ruang RTRW. Berdasarkan hasil tumpang tindih tersebut dapat diketahui bahwa peruntukkan lahan yang dialokasikan dalam peta pola ruang RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 berada dalam kelas risiko longsor sangat rendah sampai dengan sangat tinggi Tabel 33. Kondisi demikian sama halnya dengan bahaya longsor dapat menunjukkan bahwa pola ruang RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 pun sepertinya belum banyak mempertimbangkan sebaran daerah risiko longsor. Hal ini dapat dilihat pada kawasan permukiman yang berada di kelas risiko sedang ±709.18 ha dan tinggi ±47.06 ha, kawasan pertanian lahan kering yang berada pada kelas risiko tinggi ±36.15 ha dan sangat tinggi ±0.87 ha, dan kawasan tanaman tahunan yang berada pada kelas risiko tinggi ±6.46 ha dan sangat tinggi ±0.14 ha. Tabel 33 Luas desakelurahan pada Peruntukkan lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 berdasarkan kelas risiko longsor Peruntukkan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005- 2025Desa Kelas Risiko ha Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kawasan Hutan Konservasi 1 091.00 556.62 736.17 10.61 Bojong Murni 909.05 Cibeureum 99.06 297.76 0.12 Citeko 172.49 10.44 Kuta 174.47 51.41 Sukagalih 6.90 100.83 38.64 10.30 Sukaresmi 0.58 38.12 22.75 0.19 Tugu Selatan 94.71 331.36 Tugu Utara 35.20 Kawasan Hutan Lindung 2 181.06 1 274.89 1 332.97

37.26 0.57

Batu Layang 11.22 68.98 21.15 Cibeureum 61.99 135.54 Cilember 4.23 32.41 8.25 0.57 Cipayung Girang 44.35 15.39 Jogjogan 21.05 17.35 Megamendung 2 135.20 147.36 Tugu Selatan 5.03 423.78 810.93 0.98 Tugu Utara 40.82 560.91 252.37 6.88 Kawasan Hutan Produksi 29.60 0.24 Megamendung 29.60 0.24 Kawasan Tanaman Tahunan 18.57

63.85 75.43

6.46 0.14

Cilember 5.03 18.97 3.01 0.14 Jogjogan 19.39 15.92 Megamendung 18.57 5.15 Sukagalih 33.48 33.33 2.65 Sukaresmi 0.80 7.21 0.81 82 Tabel 33 Lanjutan Peruntukkan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 Desa Kelas Risiko Ha Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Jarang 61.32 164.76 103.18 6.29 Batu Layang 4.93 29.66 6.28 Cibeureum 19.92 87.61 22.77 Cipayung Datar 1.88 0.34 Cisarua 0.24 0.19 0.01 Gadog 0.01 11.73 3.56 Jogjogan 0.05 Sukagalih 1.77 4.83 Sukakarya 38.06 11.34 6.43 Sukamaju 0.01 0.13 Sukamanah 1.14 17.27 19.52 Sukaresmi 20.30 14.24 Tugu Selatan 2.19 2.44 Tugu Utara 5.23 1.47 Kawasan Permukiman Perdesaan Hunian Rendah

17.97 113.56

154.36 20.07 Batu Layang 24.07 33.38 9.12 Cilember 1.92 23.04 71.42 10.95 Cipayung Datar 1.02 6.23 3.20 Cipayung Girang 4.88 20.61 5.03 Cisarua 0.57 Gadog 0.28 0.94 Jogjogan 1.14 11.95 32.74 Megamendung 8.74 4.34 Tugu Utara 22.38 8.03 Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Rendah

60.24 653.23

257.80 14.68 Batu Layang 9.80 7.78 3.68 Cibeureum 4.74 41.90 2.90 Cipayung Datar 2.02 11.23 4.32 Casarua 13.35 152.22 13.28 11.00 Citeko 0.01 67.15 39.97 Gadog 2.59 73.02 34.32 Jogjogan 0.58 0.14 Kopo 11.72 89.23 45.55 Leuwimalang 3.40 13.29 2.61 Sukakarya 11.15 8.00 1.49 Sukamaju 35.65 9.63 Sukamanah 0.04 Tugu Selatan 11.01 104.31 67.70 Tugu Utara 0.25 46.80 28.10 Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Sedang

12.79 385.72

193.84 6.02 Cilember 0.01 13.57 11.50 0.01 Cipayung Datar 5.87 139.09 46.89 Cipayung Girang 2.78 53.19 2.12 Cisarua 0.22 22.32 22.82 3.99 Gadog 0.23 1.51 Jogjogan 0.49 0.35 0.03 Kopo 1.15 67.12 64.95 Leuwimalang 1.98 75.14 35.60 2.03 Pandansari 3.65 0.82 Tugu Utara 0.30 11.04 7.60 83 Tabel 33 Lanjutan Peruntukkan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 Desa Kelas Risiko ha Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kawasan Perkebunan 357.61 839.63 320.13 0.31 Bojong Murni 10.33 Cibeureum 5.17 137.17 73.06 Citeko 102.76 17.90 Kopo 17.87 100.55 132.37 Kuta 187.61 17.32 7.18 Sukagalih 0.02 27.76 16.78 Sukakarya 82.40 53.37 3.44 Sukaresmi 4.04 Tugu Selatan 54.22 349.81 51.62 Tugu Utara 46.86 17.78 0.31 Kawasan Pertanian Lahan Kering 313.34 1 127.64 368.34 36.15 0.87 Batu Layang 6.23 30.73 5.35 Bojong Murni 0.01 Cibeureum 22.40 99.68 5.45 Cilember 3.11 9.10 60.76 12.40 0.87 Cipayung Datar 89.31 308.06 36.34 Cipayung Girang 2.76 33.73 4.16 Citeko 4.85 128.04 34.80 5.18 Gadog 0.00 13.64 7.97 Jogjogan 2.07 59.98 51.80 Kopo 5.60 77.39 37.41 Kuta 65.41 36.40 8.85 Sukagalih 1.33 96.80 30.22 3.32 Sukakarya 92.71 100.67 19.37 Sukamaju 21.48 7.02 Sukaresmi 12.15 10.43 9.90 Tugu Selatan 23.77 85.61 10.17 Tugu Utara 38.68 12.86 Keberadaan peruntukkan lahan di dalam daerah risiko sedang sampai dengan sangat tinggi dapat mendatangkan bencana dan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu pengendalian pemanfaatan ruang yang diarahkan dengan konsep penyesuaian lingkungan menyesuaiakan dengan kondisi alam merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko akibat bencana longsor. Pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat diusulkan meliputi: 1. Menetapkan peraturan zonasi yang mempertimbangkan sebaran risiko longsor berdasarkan kelasnya. 2. Menyusun peraturan dimana setiap individuperusahaanpemerintah diharuskan untuk membangun struktur kontruksi bangunan tebing penahan tanah atau sejenisnya pada kegiatanaktivitas mereka yang memotong lereng. 3. Melaksanakan kegiatan perizinan, pengawasan dan penertiban yang mengintegrasikan berbagai pihak yang terkait, baik pemerintah, maupun masyarakat. 4. Pemberian insentif dan desisentif terhadap aktivitas manusia. Contoh pemberian insentif yaitu kepada kegiatan-kegiatan perlindungan sistem hidrologi dengan melakukan penanaman kembali lereng yang gundul