Tata Ruang Sirkulasi Konsep Lanskap untuk Pelestarian

V. PERENCANAAN LANSKAP

5.1 Konsep Lanskap untuk Pelestarian

Konsep lanskap kawasan secara keseluruhan bertujuan memperkuat karakteristik lanskap permukiman tipe kolonial dengan cara penataan elemen pembentuknya. Pelestarian lanskap permukiman tipe kolonial ini diharapkan agar dapat sejalan dengan pembangunan kota tanpa mengubah karakter kawasan. Konsep awal yang mendasari terbentuknya layout permukiman ini dapat dipertahankan atau dihadirkan kembali melalui konsep penataan ruang, sirkulasi, elemen tata hijau, aktivitas dan fasilitas, serta tata bangunan.

5.1.1 Tata Ruang

Konsep penataan ruang kawasan dibagi dalam bentuk zonasi. Dasar pembagian zonasi berdasarkan UU Cagar Budaya No 112010, dapat meliputi: zona inti, penyangga, pengembangan dan penunjang berdasarkan karakter dan tujuannya. Pelestarian kawasan berdasarkan hasil analisis dapat dibagi menjadi tiga zonasi Gambar 21, yaitu: 1. Zona Inti, seluas ±47 Ha 62, terdiri dari area yang masih memiliki elemen yang mewakili karakteristik kawasan dari zona I, II dan III, baik dari elemen lanskap maupun bangunan. Zona inti akan dikembangkan dengan konsep preservasi, maka elemen asli yang telah ada dipertahankan untuk mencegah hilangnya karakter kawasan. 2. Zona Penunjang, seluas ±17 Ha 22, kondisi eksisting merupakan area yang telah banyak berubah penggunaan lahannya seperti perdagangan dan jasa. Zona ini merupakan sub zona inti, dimana pada awalnya merupakan bagian dari permukiman. Pada zona ini terdiri dari bangunan lama dan baru yang tidak memiliki ciri kolonial dan sulit dikembalikan ke konsep kawasan. Maka, penataan fisik pada zona pengembangan diarahkan ada pengendalian terhadap bangunan baru. 3. Zona Penyangga, seluas ±13 Ha 16, zona ini merupakan batas fisik dan alami yang terdiri dari ruas jalan Gunung Gede, Jalak Harupat, lereng Ciremai, Sempur dan Sungai Ciliwung. Zona ini berfungsi mendukung bertahannya karakter zona inti. Zona penyangga terletak paling luar dari konsep zonasi, karena selain fungsinya, batas-batas ini merupakan konsep awal batas dari permukiman ini dengan kawasan di sekitarnya. Gambar 21. Konsep Tata Ruang

5.1.2 Sirkulasi

Sirkulasi dalam kawasan dibagi menjadi jalan utama dan jalan lokal. Jalan utama yaitu terdiri dari jalan arteri dan kolektor yang menghubungkan kawasan dengan daerah di sekitarnya. Jalan utama sebagai arteri adalah Jl. Jalak Harupat dan Pajajaran. Jalan kolektor adalah Jl. Sempur dan Jl. Salak, Ciremai dan Pangrango yang membentuk pola aksial. Selanjutnya, jalan kolektor ini terhubung dengan jalan-jalan lokal dalam kawasan. Sirkulasi pedestrian perlu dihadirkan terutama pada jalur yang cepat dan ramai, maka diletakan pada jalan utama dan Jl. Salak. Konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Konsep Sirkulasi

5.1.3 Tata Hijau