VII. PELUANG NELAYAN PENGGUNA ALAT TANGKAP ILLEGAL
TETAP DAN BERGANTIAN SERTA PENGGUNA ALAT TANGKAP LEGAL TETAP DI KABUPATEN INDRAMAYU
Bagian ini menampilkan hasil pendugaan model ekonometrika ordered logit
yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi peluang nelayan untuk menjadi pengguna ATI secara tetap, bergantian, dan pengguna ATL secara tetap
di Kabupaten Indramayu. Penjelasannya diawali dengan menampilkan validitas hasil pendugaan model tersebut. Interpretasi mengenai bagaimana pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap peluang nelayan untuk menggunakan ATI dan ATL disajikan pada bagian kedua yang dibantu oleh besaran odds ratio dan efek
marjinal. Bagian terakhir menampilkan hasil simulasi yang diarahkan untuk menggali alternatif kebijakan agar dapat meredam peluang nelayan untuk
menggunakan alat tangkap illegal, baik secara tetap maupun bergantian. Hasil pendugaan dan simulasi model selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
7.1. Validitas Hasil Pendugaan Model
Ringkasan hasil pendugaan model ekonometrika ordered logit pada Lampiran 5.1 ditampilkan pada Tabel 30. Hasil pendugaan diperoleh setelah
melakukan respesifikasi model secara berulang untuk memperoleh hasil pendugaan yang memenuhi kriteria logika ekonomi, dan statistik. Awalnya telah
diduga banyak faktor yang mencerminkan aspek ekonomi dan non ekonomi, dan hasil akhirnya terdapat lima variabel yang berarti dan bermakna terhadap
perubahan peluang penggunaan ATI dan ATL. Bagian ini menampilkan hasil pengujian statistik, sedangkan kriteria logika ekonominya disajikan bersamaan
dengan penjelasan odds ratio dari hasil pendugaan model yang disajikan pada Sub Bab 7.2.
Tabel 30. Hasil Pendugaan Model Ekonometrika Ordered Logit Variabel
Koefisien Standar
Eror z stat
P|z| Selang
Kepercayaan 95 PROFIT
-0.2180 0.0757
-2.8800 0.0040
-0.3665 -0.0695 TPI
1.8985 0.5014
3.7900 0.0000
0.9157 2.8812
REOFFISH -0.1851
0.1304 -1.4200
0.1560 -0.4408
0.0705 EDUCATE
0.1679 0.1014
1.6600 0.0980
-0.0309 0.3667
LEI -1.1619
0.4201 -2.7700
0.0060 -1.9853 -0.3386
µ -3.8372
1
1.3626 -6.5079 -1.1666
µ -1.1860
2
1.2945 -3.7232
1.3513 Log likelihood = -69.18; LR chi
2
= 39.97; Prob chi
2
= 0.0000 McFaddens R
2
Cragg-UhlerNagelkerke R = 0.2240
2
McKelvey Zavoinas R = 0.4140
2
= 0.4370 Sumber : Hasil pendugaan model dengan STATASE 10.0
Hasil respesifikasi model secara berulang akhirnya sampai pada ditemukannya lima faktor yang mempengaruhi peluang nelayan untuk
menggunakan alat tangkap illegal ATI secara tetap dan bergantian serta peluang pengguna alat tangkap legal ATL secara tetap. Seperti ditampilkan pada Tabel
30, faktor-faktor tersebut adalah keuntungan ATI PROFIT, jenis pasar yang diakses nelayan TPI, pendapatan di luar perikanan REOFFISH, tingkat
pendidikan nelayan EDUCATE, dan tingkat ketegasan penegakan peraturan perikanan LEI. Secara keseluruhan, faktor tersebut mencakup faktor ekonomi
dan non ekonomi. Tiga variabel penjelas pertama dapat dikategorikan sebagai faktor ekonomi, sementara variabel EDUCATE dan LEI dapat dikategorikan
sebagai faktor non ekonomi. Hasil pendugaan model diperoleh pada iterasi ke-4. Pada iterasi tersebut
diperoleh nilai log likelihood yang hampir sama dengan iterasi ke-3. Seperti dalam model multinomial lainnya, model regresi ordered logit menggunakan teknik
pendugaan maksimum likelihood sehingga melibatkan prosedur iteratif. Iterasi
pertama iteration 0 menampilkan log likelihood model null tanpa prediktor atau variabel penjelas. Prediktor masuk ke dalam model pada iterasi berikutnya. Pada
setiap iterasi, log likelihood meningkat, karena tujuannya adalah memaksimisasi log likelihood
. Bila perbedaan antar iterasi semakin mengecil, maka model telah mencapai tahap konvergensi, dan proses iterasi akan berhenti.
Beberapa nilai statistik menunjukkan bahwa hasil pendugaan model yang ditampilkan pada Tabel 30 telah memenuhi kriteria statistik. Nilai statistik yang
digunakannya adalah log likelihood, pseudo R
2
, dan z. Hasil pendugaan menampilkan nilai statistik log likelihood sebesar -69.18. Nilai statistik tersebut
digunakan dalam untuk pengujian rasio likelihood Chi-Square dalam menguji apakah koefisien variabel penjelas dalam model secara simultan sama dengan nol.
Nilai rasio likelihood Chi-Square LR chi
2
sebesar 39.97. Nilai statistik tersebut lebih besar dari nilai tabel Chi-square, dan cenderung signifikan dengan tingkat
kesalahan sebesar kurang dari 0.05 Prob chi2 = 0.0000. Hasil pengujian ini menyimpulkan bahwa koefisien dalam model tidak sama dengan nol.
Hasil pendugaan juga menampilkan beragam pseudo R
2
atau koefisien determinasi yang mirip pseudo dengan koefisien determinasi pada teknik
pendugaan OLS. Terdapat tiga jenis nilai statistik pseudo R
2
yang dapat diinterpretasikan, yaitu R
2
McFadden , R
2
McKelvey Zavoina , dan R
2
Cragg- Uhler
. Nilai statistik R
2
Cragg-Uhler lebih besar dari nilai statistik R
2
McKelvey Zavoina
, dan R
2
McKelvey Zavoina lebih besar dari nilai statistik R
2
McFadden . Besarnya ketiga nilai statistik tersebut menunjukkan bahwa full model
jauh lebih baik dari intercept model dalam menjelaskan peluang kategori tingkat kepatuhan nelayan terhadap peraturan alat tangkap.
Nilai statistik z dan P|z| secara berurutan menampilkan nilai statistik dan p-value
untuk menguji hipotesa null yang menyatakan bahwa setiap koefisien variabel penjelas sama dengan nol. Nilai uji statistik z adalah rasio koefisien
terhadap standar error setiap variabel penjelas. Sementara itu, p-value z menampilkan peluang nilai z statistik untuk diterima dalam wilayah kritis
pengujian. Hasil pendugaan menampilkan nilai z statistik variabel penjelas
keuntungan ATL PROFIT sebesar -2.88 dengan p-value sebesar 0.004. Nilai p- value
memberikan simpulan bahwa koefisien keuntungan ATL dalam model tersebut berbeda nyata dengan nol pada kecenderungan tingkat kesalahan
pendugaan sebesar 0.004, lebih rendah dari 0.05. Simpulan serupa ditunjukkan juga oleh nilai uji statistik z variabel dummy jenis pasar TPI, tingkat ketegasan
penegakan aturan perikanan LEI. Sementara itu, koefisien variabel pendapatan nelayan diluar perikanan REOFFISH, dan pendidikan nelayan EDUCATE
secara berurutan berbeda nyata dengan nol pada kecenderungan tingkat kesasalahan sebesar 0.1560 dan 0.0980.
7.2. Faktor yang Mempengaruhi Peluang Nelayan Pengguna Alat Tangkap Illegal Tetap dan Bergantian serta Pengguna Alat Tangkap Legal
Tetap:
Odds Ratio dan Efek Marjinal
Tabel 31 menampilkan odds ratio yang dikembangkan dari koefisien pada Tabel 30. Odds ratio pada tabel tersebut menjelaskan peluang pengguna tetap
ATI, bergantian, dan pengguna ATL dalam merespon perubahan pada nilai tertentu pada masing-masing variabel penjelas. Besaran odds ratio pada tabel
tersebut mengekstrak odds ratio yang sajikan pada Lampiran 5.2.A hingga 5.2.C. Terdapat empat kolom odds ratio yang diinterpretasikan, yaitu kolom [2], [4], [5]
dan [6]. Perbedaannya, bersaran pada kolom [2] menampilkan informasi mengenai berapa besar peluang pengguna tetap ATL dibandingkan peluang
pengguna ATI secara tetap dan bergantian dalam merespon perubahan pada satu satuan besaran setiap variabel penjelas, dengan asumsi tidak terdapat perubahan
pada variabel penjelas lainnya. Besaran pada kolom [4] memiliki pengertian yang serupa dengan bentuk penjelasan kolom [2], perbedaannya terletak pada satuan
besaran variabel penjelas. Satuan yang digunakan pada kolom [4] adalah standar deviasi yang disajikan pada kolom [3]. Sementara itu, kolom [5] perbandingan
peluangnya diukur dengan persentase. Terakhir, kolom [6] menampilkan bentuk penjelasan yang terbalik dari kolom [2], yaitu menampilkan besarnya peluang
pengguna tetap ATI dibandingkan peluang pengguna ATI secara bergantian dan peluang pengguna ATL dalam merespon perubahan pada satu satuan besaran
setiap variabel penjelas. Tabel 31. Odds Ratio Model Ekonometrika Ordered Logit
Variabel Penjelas
ProbLEVIOL = 3 ProbLEVIOL = 1
eb St. Dev
eb StdX eb
[1] [2]
[3] [4]
[5] [6]
PROFIT 0.8041
3.1726 0.5007
-19.60 1.2436
TPI 6.6756
0.4976 2.5720
567.60 0.1498
REOFFISH 0.8310
1.7151 0.7279
-16.90 1.2034
EDUCATE 1.1829
2.3118 1.4744
18.30 0.8454
LEI 0.3129
0.6375 0.4768
-68.70 3.1960
Sumber : Hasil pendugaan model dengan STATASE 10.0 Secara keseluruhan, dapat dikemukakan bahwa variabel penjelas yang
pengaruhnya sangat besar terhadap peluang pengguna tetap ATL dibanding peluang penguna tetap ATI adalah jenis pasar yang diakses nelayan dan tingkat
pendidikannya. Variabel tingkat pendidikan nelayan dalam model ditempatkan sebagai proksi dari pertimbangan moral nelayan. Sebaliknya, tiga variabel
sisanya, yaitu keuntungan ATI, pendapatan di luar perikanan dan tingkat ketegasan penegakan peraturan perikanan pengaruhnya sangat besar terhadap
peluang pengguna tetap ATI dibanding peluang pengguna tetap ATL. Kemudian, sepanjang proses menginterpretasikan odds ratio terdapat kecenderungan dimana
manfaat ekonomi dan pertimbangan moral lebih peka dibandingkan upaya penegakan hukum.
Keuntungan dari penggunaan ATI PROFIT sangat signifikan memberikan insentif bagi nelayan untuk menggunakan alat tangkap illegal. Pada
kolom [2], muncul informasi bahwa kenaikan keuntungan ATI sebesar 100 ribu rupiah berpotensi untuk menciptakan peluang nelayan pengguna tetap ATL
0.8041 kali lebih rendah dari nelayan pengguna tetap ATI dan bergantian. Sebaliknya, pada kolom [6], kenaikan PROFIT dengan besaran yang sama dapat
meningkatkan peluang nelayan pengguna tetap ATL 1.2436 kali lebih besar dari peluang pengguna ATI secara bergantian dan peluang pengguna ATL. Melalui
kalimat yang lebih sederhana, kenaikan keuntungan ATI dapat memperbesar peluang nelayan untuk menggunakan alat tangkap illegal, baik secara tetap
maupun bergantian. Dalam ukuran persentase, peluang nelayan untuk tidak menggunakan ATL secara tetap adalah 19.6 persen lebih rendah dari peluang
nelayan pengguna tetap ATI dan bergantian. Standar deviasi keuntungan ATI sebesar 317 ribu rupiah, dan kenaikan satu standar deviasinya berpotensi
menciptakan peluang penggunaan ATL yang 0.5258 kali lebih rendah dari peluang nelayan untuk mengunakan ATI secara tetap dan bergantian. Keuntungan
ATI adalah bentuk manfaat illegal yang dapat diperoleh nelayan, dan dapat
menimbulkan daya tarik bagi nelayan untuk meningkatkan pendapatan mereka melalui penggunaan ATI.
Efek keuntungan ATI untuk memperbesar peluang penggunaannya dapat diredam oleh jenis pasar yang diakses nelayan. Jenis pasar yang diakses nelayan
berpengaruh signifikan terhadap peluang penggunaan ATL dan ATI. Keberadaan dan aksesibilitas nelayan terhadap TPI dapat mengurangi secara berarti
penggunaan ATI. Pada kolom [2] ditunjukkan bahwa ketika nelayan mengakses TPI, peluangnya untuk menggunakan ATL adalah 6.6756 kali lebih tinggi dari
nelayan yang tidak mengakses TPI. Sebaliknya, pada kolom [6], ketika nelayan mengakses TPI, peluang mereka untuk menggunakan ATI secara tetap adalah
0.1498 lebih rendah dari peluang pengguna ATI secara bergantian dan peluang pengguna ATL. Dalam ukuran persentase, peluang nelayan yang mengakses TPI
untuk tetap menggunakan ATL adalah 567.6 lebih tinggi dari dari peluang nelayan untuk menjadi pengguna tetap ATI dan bergantian.
Interpretasi demikian menunjukkan bahwa TPI berperan penting sekali di dalam meredam penggunaan ATI. TPI, sebagaimana diatur oleh Perda Provinsi
Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005, dirancang sebagai fasilitas yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi nelayan, dan untuk mengaksesnya terdapat
constraint terhadap jenis alat tangkap. Dalam kasus perbandingan keuntungan
ATL dan ATI, tampak bahwa harga ikan di TPI relatif lebih tinggi dari harga ikan di luar TPI. Menurut Schmidt 2005, sebagaimana telah dipahami pada studi
literatur, apabila terdapat harga ikan dari hasil tangkapan legal lebih tinggi dari hasil tangkapan illegal, maka nelayan akan cenderung menggunakan tindakan
legal . Nelayan akan tertarik dengan harga ikan di TPI, terlebih TPI menempatkan
posisi tawar nelayan dalam transaksi pasar ikan. Namun, nelayan tidak akan secara bebas mengakses fasilitas TPI, karena di setiap TPI telah ditempatkan
pihak pengawas perikanan yang diberikan tugas untuk mengawasi nelayan setiap hari, sehingga nelayan pengguna ATI akan mengindari tindakan pengawasan, dan
karenanya berpotensi untuk menyesuaikan diri dengan menggunakan ATL. Secara simultan, ketika pihak pengawas perikanan memeriksa surat laik operasi SLO,
mereka dapat mengidentifikasi alat tangkap legal dan illegal. Oleh karena itu, nelayan yang mengejar manfaat ekonomi dari TPI akan memperhatikan constraint
tersebut. Begitupun halnya, tingkat pendidikan nelayan dapat meredam penggunaan
ATI. Tingkat pendidikan, sebagai proksi dari pertimbangan moral nelayan, berpotensi untuk menambah kebijaksanaan nelayan dalam memperlakukan
sumber daya kelautan dan perikanan dari implikasi penggunaan setiap jenis alat tangkap. Secara statistik, seperti ditunjukkan pada Tabel 31 kolom [2], apabila
terdapat kenaikan tingkat pendidikan sebesar 1 tahun, maka peluang penggunaan ATL secara tetap akan 1.1829 kali lebih tinggi dari peluang nelayan untuk
menggunakan ATI secara tetap dan bergantian. Sebaliknya, pada kolom [6], tingginya pendidikan dapat menciptakan peluang penggunaan ATI secara tetap
0.8454 lebih rendah dari peluang penggunaan ATI secara bergantian dan peluang penggunaan ATL secara tetap. Melalui kalimat lain, semakin tinggi pertimbangan
moral nelayan akan menambah peluang bagi mereka untuk tidak menggunakan ATL. Dalam ukuran persentase, peluang nelayan untuk tidak menggunakan ATT
adalah 21.2 persen lebih besar dari peluang nelayan untuk menjadi pengguna ATI secara tetap dan bergantian. Standar deviasi variabel pendidikan nelayan tercatat
sebesar 2.3118 atau dibulatkan menjadi 2 tahun, dan kenaikan dua tahun pada pendidikan nelayan akan meningkatkan peluang nelayan untuk menggunakan
ATL secara tetap yang 1.4744 kali lebih besar dari peluang nelayan untuk menggunakan ATI secara tetap dan bergantian.
Pendapatan nelayan di luar perikanan atau off-fishing REOFFISH ternyata berpotensi untuk meningkatkan penggunaan ATI. Hasil pengamatan telah
menemukan bahwa pekerjaan di luar perikanan bersifat komplementer bagi nelayan pemilik. Mereka memanfaatkan sumber daya waktunya untuk
memperoleh pendapatan di luar perikanan ketika menghadapi musim paceklik, seperti memiliki kendaraan angkutan umum, memiliki becak untuk disewakan,
berdagang, dan membuat bubu serta jaring untuk dijual kepada nelayan. Suatu fenomena yang logis terkait dengan upaya mereka untuk memperoleh pendapatan
secara stabil dari waktu ke waktu. Hasil estimasi model menangkap bahwa pendapatan di luar perikanan, yang selama ini mereka peroleh, bersifat
komplementer terhadap kegiatan penangkapan ikan. Dengan kata lain, pendapatan off-fishing
menjadi salah satu sumber untuk kegiatan penangkapan ikan. Oleh karena itu, tampak logis bila kenaikan pada pendapatan off-fishing
tidak berpotensi untuk meredam peluang penggunaan ATI secara tetap dan bergantian. Pada kolom [2] Tabel 31, ditunjukkan bahwa kenaikan dalam
pendapatan off-fishing sebesar 100 ribu rupiah akan menciptakan besarnya peluang pengguna tetap ATL 0.8310 lebih rendah dari pengguna ATI secara tetap
dan bergantian. Sebaliknya, pada kolom [6], besaran kenaikan tersebut dapat memperbesar peluang penggunaan ATI secara tetap, yaitu 1.2034 lebih besar dari
peluang penggunaan ATI secara bergantian dan peluang penggunaan ATL secara
tetap. Dalam ukuran persentase, kenaikan tersebut hanya akan menciptakan peluang pengguna tetap ATL yang lebih rendah -16.9 persen dari peluang nelayan
pengguna ATL secara tetap dan bergantian. Standar deviasi pendapatan off-fishing sebesar 1.7151, dan seperti ditampilkan pada kolom [4], kenaikan pendapatan off-
fishing sebesar 171.5 ribu rupiah dapat menciptakan peluang pengguna tetap ATL
lebih rendah 0.7279 kali dari peluang pengguna ATL secara tetap dan bergantian. Penggunaan alat tangkap illegal dapat dicegah dengan penegakan aturan
perikanan. Hanya saja ditemukan bahwa peluang penggunaan ATL kurang begitu peka terhadap penegakan tersebut. Pada Tabel 31 kolom [2] ditemukan bahwa
kenaikan tingkat penegasan, hanya dapat menciptakan besarnya peluang penggunaan ATL secara tetap sebesar 0.3129 kali lebih rendah dari peluang
penggunaan ATI secara tetap dan bergantian. Sebaliknya, pada kolom [6], upaya tersebut bahkan dapat meningkatkan peluang penggunaan ATI secara tetap, yaitu
3.1960 kali lebih besar dari peluang penggunaan ATI secara bergantian dan peluang penggunaan ATL secara tetap. Dalam ukuran persentase, meningkatnya
ketegasan tersebut hanya dapat menciptakan peluang penggunaan ATL secara tetap 68.7 persen lebih rendah dari peluang penggunaan ATI secara tetap dan
bergantian. Hasil pendugaan odds ratio yang ditampilkan sebelumnya tidak
mempertimbangkan pengaruh serempak semua variabel penjelas, dan peluang pengguna ATL secara bergantian tidak muncul secara eksplisit. Kebutuhan
analisis demikian dapat dipenuhi oleh efek marjinal. Besaran efek marjinal ditampilkan pada Tabel 32 yang disusun
dari Lampiran 5.3. Pada tabel tersebut ditampilkan efek marjinal pada masing-masing kategori penggunaan alat tangkap.
Besarnya peluang setiap kategori ditampilkan pada baris terakhir, yang besarannya telah mempertimbangkan pengaruh semua variabel penjelas. Tanda
dan besaran efek marjinal menampilkan informasi mengenai pengaruh besaran variabel penjelas terhadap setiap kategori peluang penggunaan alat tangkap.
Tabel 32. Efek Marjinal Model Ekonometrika Ordered Logit Variable
Penjelas Efek Marjinal
Rata-Rata Variabel
Penjelas
Pengguna Tetap ATI
Pengguna ATI Bergantian
Pengguna Tetap ATL
[1] [2]
[3] [4]
[5] PROFIT
0.0136 0.0409
-0.0545 1.1240
TPI -0.1151
-0.3254 0.4405
0.4286 REOFFISH
0.0115 0.0348
-0.0463 0.6451
EDUCATE -0.0104
-0.0315 0.0420
6.0110 LEI
0.0722 0.2182
-0.2905 2.2857
Peluang 0.0666
0.4362 0.4972
Sumber : Hasil pendugaan Secara keseluruhan, Tabel 32 menampilkan informasi mengenai besarnya
peluang nelayan pemilik di Kabupaten Indramayu untuk menjadi pengguna ATI secara tetap dan bergantian serta pengguna ATL secara tetap di bawah kondisi
rata-rata. Dimana, bagi nelayan pemilik yang memanfaatkan fasilitas TPI dengan pendidikan rata-rata setara lulusan sekolah dasar, dan berpotensi memperoleh
keuntungan ATI serta pendapatan off-fishing masing-masing sebesar 112.4 ribu rupiah dan 64.51 ribu rupiah, kemudian mereka menilai penegakan peraturan
perikanan kurang tegas, peluangnya untuk menjadi pengguna ATI secara tetap dan bergantian masing-masing diprediksi sebesar 6.7 persen dan 43.6 persen,
sedangkan peluangnya untuk menjadi pengguna ATL secara tetap adalah 49.7 persen.
Terdapat dua variabel yang dapat mengurangi peluang pengguna ATI secara tetap dan bergantian, yaitu TPI dan tingkat pendidikan. Artinya, peluang
mereka akan menurun apabila mereka dapat mengakses fasilitas TPI dan terdapat perubahan pada pertimbangan moral lingkungan yang diproksi oleh tingkat
pendidikan. Apabila mereka dapat mengakses fasilitas TPI, maka peluangnya untuk menggunakan ATI secara tetap dan bergantian masing-masing akan
menurun sebesar 0.1151 dan 0.3254, dan hasilnya dapat meningkatkan peluang penggunaan ATL secara tetap akan meningkat sebesar 0.4405. Selanjutnya,
peluang pengguna ATI secara tetap dan bergantian akan menurun masing-masing sebesar 0.0104 dan 0.0315 apabila terdapat kenaikan pendidikan selama 6 tahun,
sehingga peluang pengguna ATL secara tetap akan meningkat sebesar 0.0420. Sebaliknya, terdapat tiga variabel yang berpotensi meningkatkan peluang
penggunaan ATI, yaitu keuntungan ATI, pendapatan off-fishing dan tingkat ketegasan penegakan aturan perikanan. Naiknya keuntungan ATI sebesar 112.4
ribu rupiah dapat meningkatkan peluang pengguna ATI secara tetap dan bergantian masing-masing sebesar 0.0136 dan 0.0409, dan hasilnya dapat
menurunkan peluang pengguna ATL secara tetap sebesar 0.0545. Pendapatan off- fishing
seolah bersifat komplementer bagi portofolio pendapatan nelayan pemilik, dan kenaikannya sebesar 64.51 ribu rupiah dapat meningkatkan peluang
penggunaan ATI secara tetap dan bergantian masing-masing sebesar 0.0115 dan 0.0348, dan konsekuensinya dapat menurunkan peluang pengguna ATL secara
tetap sebesar 0.0463. Manfaat keuntungan ATI yang memicu peluang penggunaannya,
mempertegas hasil penelitian empiris yang telah dilansir sebelumnya. Secara umum, keuntungan dari setiap jenis alat tangkap merupakan manfaat ekonomi
yang dapat dipilih nelayan, dan dengan mengabaikan pertimbangan non ekonomi,
nelayan akan cenderung memilih jenis alat tangkap yang menghasilkan manfaat ekonomi tertinggi.
Sementara itu, diluar perkiraan, meskipun telah diestimasi berulang kali dengan mempertimbangkan rekomendasi hasil penelitian serumpun sebelumnya,
tingkat ketegasan penegakan aturan perikanan di Kabupaten Indramayu justru dapat membuka peluang meningkatnya pengguna ATI. Pada baris terakhir Tabel
32 ditunjukkan bahwa apabila tingkat ketegasan penegakan aturan perikanan naik dua poin, misalnya dari tidak tegas menjadi tegas dan dari dari kurang tegas
menjadi sangat tegas, maka dapat meningkatkan peluang pengguna ATI secara tetap dan bergantian masing-masing sebesar 0.0722 dan 0.2182, sehingga
konsekuensinya dapat menurunkan peluang pengguna ATL sebesar 0.2905. Temuan ini menampilkan kesan bahwa akan muncul penentangan ketika
pengelola perikanan mempertegas penegakan aturan perikanan di Kabupaten Indramayu.
Respons perilaku demikian ditemukan juga oleh Kuperan dan Sutinen 1998 serta Eggert dan Lokina 2008, sebagaimana telah dilansir pada studi
literattur penelitian terdahulu. Eggert dan Lokina 2008 telah memahami isu tersebut dari Kuperan dan Sutinen 1998, kemudian mereka telah
mengembangkan kerangka berpikir dan metode pendugaan dari probit logit menjadi ordered probit dan logit untuk merespon rekomendasi dari Kuperan dan
Sutinen 1998. Hasil penelitian Eggert dan Lokina 2008 menemukan bahwa hukuman yang dikenakan kepada nelayan yang melanggar peraturan ukuran jaring
justru direspon oleh meningkatnya peluang untuk melanggar. Secara serupa, termuan tersebut telah diangkat menjadi isu oleh Kuperan dan Sutinen 1998,
sehinga Eggert dan Lokina 2008 mempertimbangkan serius isu tersebut. Kuperan dan Sutinen 1998 berpendapat bahwa tingginya pertimbangan moral
dan sosial, dan pada saat yang bersamaan penegakan peraturannya lemah, hasilnya dapat meningkatkan nilai marjinal pelanggaran. Pendapat Kuperan dan
Sutinen 1998 tersebut seolah muncul dari hasil simulasi, padahal isu ini tampil sebagai hubungan individual tingkat penegakan peraturan perikanan dengan
peluang penggunaan ATL dan ATI. Mill 1859
1
berpendapat bahwa semua yang membuat keberadaan bernilai bagi setiap orang, tergantung pada kuatnya pengendalian terhadap
tindakan orang lain.
2
Mengacu pada data primer dan sekunder yang telah dikemukakan pada sub bab 5.8, penulis telah menangkap indikasi lemahnya tingkat penegakan peraturan
perikanan di Kabupaten Indramayu, baik secara vertikal yang dilakukan pemerintah maupun secara horisontal yang dilakukan oleh masyarakat nelayan.
Temuan Pengawas SDKP terhadap nelayan yang menggunakan pukat garok salah satu jenis ATI dengan ukuran perahu di bawah 10 GT, tidak diperlakukan
Salah satu logika yang muncul dari pendapat Mill tersebut adalah apabila pengendalian terhadap suatu tindakan semakin kuat, maka tindakan
tersebut akan semakin bernilai keberadaannya. Ini adalah logika umum, dan apabila ditarik ke dalam masalah penelitian ini, dapat dikatakan bahwa semakin
ATI tersebut dikendalikan atau dibatasi, maka keberadaan ATI akan semakin bernilai bagi semua nelayan.
1
Penulis membaca bukunya yang dipublikasikan secara elektronik pada http:www.utilitarianism.comol.
2
Pendapat tersebut menginspirasi Reiff 2005 untuk menyusun buku ”Punishment, Compensation, and Law : A Theory of Enforceability” sebagaimana telah coba dipahami
penulis untuk memperbaiki konsep penegakan hukum law enforcement sebagai bagian dari variabel yang menjelaskan model ekonometrika ordered logit.
sebagai tindak pidana, mereka hanya diberikan pengarahan saja oleh pengawas SDKP. Mengacu pada logika Tyler 1990,
3
7.3. Hasil Simulasi Model