sesuai dengan peraturan. Sedangkan dalam aspek output adalah nelayan yang menangkap ikan melebihi kuota yang dimiliki setiap nelayan.
Keputusan nelayan untuk memilih penggunaan alat tangkap legal dan illegal
merupakan bagian dari lapangan studi ekonomi kegiatan illegal. Dalam bidang perikanan dikenal dengan teori ekonomi illegal fishing, yang dapat
menjelaskan sebab-sebab dilakukannya kegiatan penangkapan ikan yang melanggar aturan atau illegal. Teori tersebut juga menjelaskan pendekatan
ekonomi untuk mencegah deterrence penangkapan ikan secara tidak sah illegal, sehingga dikenal juga dengan model pencegahan detterence models.
Teori ini disajikan pada bagian awal bab ini. Penelitian mengenai respon nelayan terhadap aturan perikanan dengan
menggunakan pendekatan ekonomi bukan suatu pekerjaan yang baru. Berdasarkan hasil penelusuran literatur terhadap hasil penelitian sebelumnya, sekurang-
kurangnya terdapat lima belas artikel terpilih yang membahas illegal fishing. Tiga belas diantaranya memberikan kontribusi untuk menjelaskan insentif nelayan
untuk melakukan illegal fishing di beberapa perairan, dan dua sisanya menggali keterangan dampak kegiatan illegal fishing di Sulawesi Tenggara. Dari hasil
penelusuran tersebut dapat dipetik pengalaman para ahli ekonomi di dalam mengaplikasikan pendekatan ekonomi, dan dapat dibangun sebuah diskusi insentif
dibalik tindakan illegal fishing. Hasil penelusuran literatur ini disajikan pada bagian dua.
2.1. Faktor Ekonomi dan Non Ekonomi dibalik Illegal Fishing
Teori yang menjelaskan nelayan untuk memilih tindakan dengan mempertimbangkan regulasi perikanan tertentu dapat dipelajari dari Nikijuluw
2008, Kuperan dan Sutinen 1998 dan Bekcer 1968. Pilihan tindakan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, pelaksanaan penegakan hukum,
obligasi moral dan tekanan sosial. Hubungan tersebut dikerangka pada Gambar 1.
Sumber : diadaptasi dari Nikijuluw 2008 Gambar 1. Determinan Kepatuhan Nelayan terhadap Aturan Perikanan
Pilihan tindakan nelayan yang sesuai dengan regulasi perikanan disebut dengan kepatuhan atau tindakannya legal. Sebaliknya, apabila pilihan tindakannya
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka disebut dengan tindakan illegal. Ragam tingkat kepatuhan nelayan terhadap aturan perikanan, sekurang-kurangnya
dibingkai oleh tiga faktor, yaitu unsur penegakan hukum, keuntungan ekonomi dari kegiatan perikanan legal dan illegal, dan kewajiban moral serta tekanan
sosial. Kepatuhan Nelayan Terhadap
Aturan Perikanan Penegakan Hukum
Keuntungan Tindakan LegalIllegal
Obligasi Moral dan Tekanan Sosial
Deteksi
Sanksi Legitimasi
Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai
Individu
Sanksi Hasil
Keadilan Keadilan
Efisiensi Keefektifan
Bujukan Moral
Menurut Hess 2008, penegakan hukum atau law enforcement secara umum mengacu pada suatu sistem dimana anggota masyarakat bertindak secara
terorganisir untuk mematuhi hukum dengan menemukan dan menghukum orang yang melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Istilah penegakan
hukum mencakup kesatuan antara pengawasan, penyelidikan hingga penahanan pelanggar hukum. Reiff 2005, yang mengacu
pada pemikiran
John Stuart Mill 1859, memandang bahwa penegakan hukum muncul dari ide pengendalian terhadap tindakan manusia. Pengendalian bagaimana yang
seharusnya diberikan dan bagaimana pengendalikan tersebut ditegakan atau dikuatkan enforce ? Pertanyaan tersebut membuka diskusi yang kemudian
mendorong Reiff 2005 untuk memperjelas konsep penegakan hukum. Menurut Reiff 2005 kata penegakkan mengacu pada kemampuan untuk membebankan
sejumlah penghukuman atau memberikan kompensasi terkait pelanggaran terhadap hak, norma, konvensi, ekspektasi, atau kebutuhan. Ia membagi enam
kategori instrumen penegakan hukum untuk melakukan pengendalian, yaitu : 1 ancaman atau menggunakan kekuatan fisik, 2 sanksi, 3 sarana
penegakan hukum atau legal remedies, 4 kekuatan stratejik, 5 penghukuman condemnation dan penyesalan moral, dan 6 kritik sosial dan manfaat kerjasama
sosial. Ketiga poin pertama memiliki implikasi finansial, sedangkan ketiga poin
sisanya adalah bentuk instrumen yang bersifal horisontal dalam masyarakat. Ancaman atau penggunaan kekuatan fisik merupakan instrumen langsung untuk
menegakan pengendalian, dan menjadi metode penting untuk menegakan hukum serta dapat mencegah pelanggaran. Sanksi adalah penalti yang digunakan sebagai
insentif untuk mematuhi hukum. Sarana penegakan hukum mengacu pada institusi yang ditugaskan negara untuk menyelidiki hingga membebankan sanksi bagi
pelanggar. Insentif ekonomi muncul dari harapan keuntungan expected profit yang
dapat diperoleh dari tindakan melanggar regulasi perikanan. Harapan keuntungan tersebut merupakan selisih antara harapan penerimaan expected revenue dengan
harapan biaya expected costs. Nelayan akan cenderung melakukan tindakan illegal
bila harapan keuntungannya positif, yaitu dalam kondisi dimana harapan penerimaannya lebih besar dari harapan biaya. Sebaliknya, nelayan akan
cenderung mematuhi regulasi perikanan tertentu bila harapan keuntungannya negatif, yaitu bila harapan penerimaannya lebih rendah dari harapan biaya.
Besarnya harapan biaya tersebut dapat ditingkatkan dengan memberikan sanksi yang lebih besar bagi nelayan yang melanggar regulasi Nikijuluw, 2008.
Obligasi moral individu dan tekanan sosial yang diterima nelayan menentukan perilakunya terhadap aturan yang berlaku. Obligasi moral ditentukan
oleh pengembangan moral dan nilai-nilai individu yang dianut. Obligasi moral ini sangat subyektif sifatnya dan bervariasi antar individu. Pengetahuan, pengalaman,
pendidikan, ketaatan agama, keadilan, kejujuran, pementingan diri, pementingan kelompok, kebersamaan, nilai-nilai keberlanjutan lingkungan, dan keutamaan
pemerataan merupakan peubah yang menentukan kepatuhan seseorang terhadap hukum. Dalam kaitan itu, seorang nelayan akan memiliki pandangan tertentu jika
dia menghadapi sesama nelayan lain yang mematuhi atau melanggar hukum. Nelayan bisa melanggar atau mematuhi hukum sesuai lingkungannya. Namun, dia
pun bisa berbeda tindakan dengan masyarakatnya Nikijuluw, 2008.
Upaya untuk mengkuantifisir obligasi moral dan nilai sosial seseorang terhadap pelaksanaan hukum cukup sulit. Untuk kasus perikanan illegal di
Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Kuperan et al.1997 menggunakan peubah pendidikan, pengalaman, dan tekanan sosial untuk mewakili peubah obligasi
moral dan nilai sosial Nikijuluw, 2008. Menurut Nikijuluw 2008, jika seorang nelayan tinggal dan hidup di
antara masyarakat yang melanggar atau mematuhi hukum, dia akan menerima tekanan yang mungkin sama atau berbeda dengan obligasi sosialnya. Pada
umumnya, nelayan akan mengorbankan obligasi sosial karena tekanan lingkungan sosial. Namun, tidak dipungkiri bahwa di tengah lingkungan yang demikian,
masih ada nelayan yang memiliki nilai kebenaran dan patuh terhadap norma hukum sehingga berbeda dengan lingkungannya.
Kepatuhan terhadap hukum atau regulasi juga dipengaruhi oleh tanggapan individu terhadap legitimasi dan aparat penegak hukumnya. Legitimasi adalah
penilaian normatif individu mengenai kepantasan tindakan aparat penegak hukum untuk membatasi perilakunya. Kepatuhan akan tinggi bila individu menaruh
tingkat legitimasi yang tinggi terhadap aparat penegak hukum. Mengutip dari Tyler 1990, Kuperan dan Sutinen 1998 menekankan peubah hasil dan proses.
Peubah hasil adalah peubah yang terkait dengan hasil akhir sebuah regulasi yang memiliki dua kriteria : tidak terkait langsung dengan keadilan, dan
terkait langsung dengan keadilan distributif. Peubah proses juga memiliki dua kriteria : efisiensi atau efektifitas, dan keadilan prosedural. Sebagai contoh,
regulasi perikanan yang bertujuan untuk menciptakan konservasi dapat menghasilkan kenaikan stok biomassa ikan, yaitu sebuah hasil yang tidak terkait
dengan keadilan, sementara itu pihak yang memperoleh banyak ikan sebagai efek dari regulasi merupakan sebuah keluaran yang terkait dengan kriteria keadilan
distributif. Seberapa cepat dan sering para pelanggar terdeteksi, ditangkap dan dihukum adalah peubah proses yang terkait dengan efisiensi dan efektivitas.
Kemudian, bagaimana pelanggar diperlakukan, dan bagaimana hukum ditegakan secara konsisten adalah peubah proses yang terkait dengan keadilan prosedural
Kuperan dan Sutinen, 1998.
2.2. Studi Literatur Penelitian Terdahulu