Namun, perlu dilakukannya analisis secara spasial yang menghasilkan produk berupa gambar site analysis mengenai kondisi kawasan, daerah-daerah
yang merupakan danger signal, dan jalur lalu lintas satwa. Untuk melakukan site analysis tersebut dibutuhkan data tambahan mengenai karakter lanskap Pulau
Peucang yaitu segala sesuatu elemen lanskap pembentuk Pulau Peucang mulai dari iklim, jenis tanah, aspek visual, home range dari satwa-satwa pada Pulau
Peucang, dan vegetasi apa saja yang terdapat pada tapak dan dapat digunakan sebagai material dalam pembangunan proyek ini nantinya. Pihak balai TNUK
perlu membuat pemetaan mengenai kondisi home range dan jalur lalu lintas satwa pada Pulau Peucang untuk keperluan proyek ini jika nantinya pembangunan
proyek ini akan dilaksanakan. Home range satwa animal behavior penting dalam kajian ini terutama untuk pemilihan lokasi fasilitas. Hal ini dikarenakan
satwa memiliki kepekaan terhadap penciuman dan pendengaran, dan jika pada home range satwa-satwa tersebut dibuat sebuah fasilitas maka dampak negatif
terhadap kehidupan satwa liar tersebut.
5.2.2.3. Tahap Desain Konsep dan Rencana Tata Ruang
Setelah didapatkan sintesis, dilakukan pembuatan konsep serta pembuatan rencana tata ruang. Selain dilakukan analisis terhadap kondisi tapak, perusahaan
juga menelusuri sejarah TNUK sebagai World Heritage Site dan kawasan habitat asli badak jawa, sehingga menemukan desain konsep yang sesuai untuk proyek ini
yaitu konsep The Windows To The Last Home Of The Javan Rhinos. Tidak adanya master plan TNUK merupakan kendala bagi perusahaan, namun tidak mengurangi
kinerja perusahaan dalam pengerjaan pembuatan rencana tata ruang untuk proyek ini. Output dari pengerjaan proyek tahap ini adalah rencana tata ruang yang
berupa bubble diagram yang terdiri dari area penerimaan, area gedung multifungsi, area chalet dan ecotoilet, area multifungsi dan area danau. Untuk
tahap pembuatan rencana tata ruang ini, selain menggunakan hasil analisis terhadap kondisi tapak dan sekitarnya, perusahaan juga melakukan penyesuaian
terhadap desain konsep yang telah ditentukan. Mahasiswa magang sebelumnya juga membuat konsep untuk proyek ini, namun setelah melalui diskusi dengan
project leader telah disepakati bahwa konsep yang digunakan adalah konsep yang telah dibuat oleh perusahaan.
5.2.2.4. Tahap Pengembangan Desain
Pada tahap pengembangan desain proyek ini dilakukan pembuatan site plan untuk setiap area yang direncanakan serta sarana dan prasarana yang akan
dibangun pada setiap area tersebut. Dalam pengerjaan proyek ini tidak dibuat site plan secara keseluruhan. Hal ini perlu dievaluasi oleh perusahaan, karena
pembuatan site plan keseluruhan tapak sangat diperlukan untuk membantu klien dalam memahami hubungan antar ruang dari desain yang dibuat perusahaan.
Selain itu, untuk menghubungkan antara zona pemanfaatan yang telah dibangun sebelumnya dengan zona pemanfaatan yang akan dibangun perlu adanya jalur
sirkulasi penghubung sehingga terdapat kesinambungan antara zona yang akan dibuat dengan zona sebelumnya.
Hasil rencana tata ruang untuk proyek ini, merupakan arahan untuk mengembangkan aktifitas serta sarana dan prasarana yang akan direncanakan pada
setiap ruang. Peletakkan sarana dan prasarana telah sesuai dengan hasil analisis, rencana tata ruang dan desain konsep yang telah ditentukan. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan penentuan peletakkan sarana dan prasana yang sudah menyesuaikan dengan kondisi arus pasang surut dan persebaran terumbu karang yang telah
diketahui pada tahap inventarisasi tapak. Penentuan peletakkan signage juga ditempatkan pada lokasi yang strategis dan disesuaikan dengan lokasi sarana dan
prasarana. Selain itu pada lokasi-lokasi chalets juga diletakkan signage edukasi yang berfungsi untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi kawasan sekitar
tapak. Peletakan sarana mooring buoy dan jetty telah disesuaikan dengan kondisi
lingkungan sekitar agar tidak merusak terumbu karang yang ada disekitar tapak. Dengan empat sisi tambat kapal pada mooring buoy untuk delapan kapal berlabuh.
Dua sisi tambat muoring buoy cukup memuat 4 unit kapal dengan ukuran 6x3 m, sedangkan dua sisi tambat cukup memuat 4 unit kapal kecil dengan ukuran 3x1,5
m. Jetty dibuat dengan dua sisi tambat kapal sehingga cukup memuat 4 unit kapal kecil dengan ukuran 3x1,5 m untuk berlabuh.
Menurut Harris 1998 standar kebutuhan ruang rata-rata untuk sebuah tenda adalah 200 m
2
. Untuk area multifungsi yaitu camping ground seluas 1 ha dapat memuat maksimal 50 tenda dimana satu tenda dapat memuat maksimal 5
orang sehingga kapasitas maksimum untuk area ini dapat memuat 250 orang. Adanya kapasitas maksimum tersebut diharapkan tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan. Oleh karena itu perlu dibuat aturan lebih lanjut untuk penggunaan area berkemah ini dalam bentuk pembatasan jumlah pengunjung. Pada area ini
juga direncanakan akan dilengkapi ecotoilet untuk kebutuhan toilet bagi wisatawan yang akan berkemah. Untuk standar minimal ukuran toilet adalah
1,5x1 m. Sedangkan standar minimal lebar pedestrian circulation untuk 1 orang pejalan kaki adalah 0,6 m. Namun pihak perusahaan tidak merencanakan lebih
lanjut mengenai kapasitas kebutuhan ecotoilet dan lebar jalur pejalan kaki pada area ini dikaitkan dengan kemungkinan jumlah pengunjung yang dapat ditampung
dengan kapasitas fasilitas akomodasi yang ada. Desain dan material sarana dan prasarana pada proyek ini sejalan dengan
prinsip “the law of the similar” menurut Simonds 1983. Prinsip “the law of the similar” menjelaskan bahwa desain dan material yang digunakan dalam
pengerjaan suatu proses perancangan lebih menyerupai dengan kondisi lingkungan alam sekitar. Terdapat dua prinsip similar yang terlihat dalam proses
pengerjaan proyek ini yaitu similar dalam material dan similar dalam tekstur. Similar dalam material dan tekstur terlihat dari penggunaan material kayu pada
sarana dan prasarana. Hal ini bertujuan agar warna bangunan sarana dan prasarana menyerupai warna batang-batang pepohonan pada tapak, karena tapak merupakan
kawasan yang memiliki kerapatan vegetasi cukup tinggi. Begitu juga dengan penggunaan material atap menggunakan ijuk. Hal ini dimaksudkan agar atap
menyerupai dedaunan. Namun pihak perusahaan tidak membahas lebih lanjut apakah material
yang direncanakan untuk pengerjaan proyek ini akan menggunakan material yang terdapat pada tapak. Untuk material kayu sendiri banyak terdapat pada tapak. Saat
survei lapang terlihat beberapa pohon besar tumbang. Menurut pihak balai kayu- kayu pohon tersebut dapat digunakan untuk pengerjaan proyek ini kedepannya.
Sedangkan untuk material ijuk tidak terdapat pada tapak sehingga perlu didatangkan dari luar pulau.
Pada pengerjaan proyek ini desain yang digunakan disesuaikan dengan kondisi sekitar tapak. Material yang digunakan juga menyesuaikan dengan
keberadaan satwa dan kondisi tapak sehingga desain dari sarana dan prasarana tersebut terlihat harmonis dengan lingkungan sekitar tapak. Dengan prinsip eco
yang diterapkan, perusahaan perlu mempertimbangakan bagaimana kondisi dan kebutuhan material yang akan digunakan untuk sarana dan prasarana jika proyek
ini nantinya akan dilaksanakan. Jika material yang diperlukan tidak ada pada tapak, perlu mendatangkan material tersebut dari luar pulau dengan konsekuensi
seperti mahalnya biaya pengiriman material sehingga membutuhkan penambahan biaya.
Untuk tahap pengembangan desain pada bangunan baik chalets, information centre, kantin dan gudang, perusahaan juga telah menyesuaikan
desain bangunan-bangunan tersebut dengan filosofi arsitektur lokal rumah Baduy. Terlihat dari bentuk bangunan yang berbentuk panggung, penggunaan material
kayu pada dinding, dan penggunaan material ijuk untuk atap bangunan. Selain itu desain kemiringan atap yang telah ditentukan serta penggunaan material kasa pada
jendela chalets juga telah disesuaikan dengan kondisi iklim setempat sehingga dapat memaksimalkan arus sirkulasi udara dan cahaya matahari. Dengan
memaksimalkan arus sirkulasi udara dan cahaya matahari ini, juga dapat menghemat energi sehingga tidak diperlukan pendingin udara dan energi listrik
pada siang hari. Pengembangan desain bangunan dan penginapan dalam hal ini berupa
chalets jika dibandingkan sesuai dengan prinsip ecolodges. Ecolodges merupakan akomodasi untuk penginapan wisatawan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1 merupakan bangunan kecil kurang dari 30 kamar, 2 menerapkan prinsip arsitektur tradisional dan penggunaan material dari lingkungan setempat, 3
terletak pada daerah alami dan mendukung konservasi alam lingkungan setempat, 4 meminimalkan penggunaan energi dan pengelolaan limbah
www.worldwideecolodges.com. Gambar 57 menampilakan beberapa contoh ecolodges yang terdapat di Laos yang merupakan ibukota negara Kamboja.
Sumber: www.ecotourismlaos.comeco_accommodation Gambar 56. Ecolodges di Laos
Tabel 8. Kesesuaian kriteria chalets dengan prinsip ecolodges
No. Ecolodges
Chalets
1. Merupakan bangunan kecil
kurang dari 30 kamar. Merupakan bangunan dengan 1 kamar.
2. Menerapkan prinsip
arsitektur tradisional dan penggunaan material dari
lingkungan setempat. Menerapkan prinsip arsitektur tradisional dan
penggunaan material dari lingkungan setempat yaitu penerapan filosofi dan penggunan
material arsitektur lokal rumah Baduy.
3. Terletak pada daerah alami
dan mendukung konservasi alam lingkungan setempat.
Terletak pada salah zona pemanfaatan TNUK yang merupakan daerah alami dan juga
merupakan kawasan konservasi sehingga mendukung konservasi lingkungan setempat.
4. Meminimalkan penggunaan
energi dan pengelolaan limbah.
Desain kemiringan atap 20
o
dan penggunaan material kasa dapat memaksimalkan arus
sirkulasi udara dan cahaya matahari sehingga dapat menghemat energi. Adanya
ecotoilet yang menggunakan sistem
biofil merupakan bentuk aplikasi penggunaan teknologi dalam
pengelolaan limbah.
Terlepas dari berbagai kekurangannya, pengerjaan proyek ini secara
keseluruhan sudah berjalan cukup baik, karena tidak adanya saran atau koreksi lebih lanjut dari klien saat perusahaan mempresentasikan produk output dari
proyek ini. Produk output yang dihasilkan dari pengerjaan proyek ini berupa arahan serta rekomendasi desain sarana dan prasarana yang sesuai untuk kegiatan
wisata alam di zona pemanfaatan pulau Peucang TNUK.
5.3. Posisi Mahasiswa Magang
Pada Proyek Kajian Terapan Desain Tapak Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon, mahasiswa magang berpartisipasi aktif dari awal tahap
persiapan proyek hingga tahap pengembangan desain. Mahasiswa magang juga berpartisipasi langsung pada kegiatan survei lapang ke lokasi proyek kajian
Terapan Desain Tapak yaitu Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon. Pada proyek Kajian Terapan Desain Tapak Pulau Peucang, mahasiswa magang berada
langsung dibawah arahan dan bimbingan dari project leader serta main designer dalam struktur tim proyek.
Dalam Proyek Kajian Terapan Desain Tapak Pulau Peucang ini, mahasiswa magang juga ikut serta dalam proses analisis serta pembuatan konsep
yang dilakukan oleh project leader dan main designer. Pada tahap pengembangan desain proyek ini, mahasiswa juga berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan
detail siteplan maupun gambar ilustrasi. Aplikasi yang digunakan mahasiswa dalam pengerjaan proyek ini antara lain AutoCAD 2004, Google Sketch Up 7,
Adobe Photoshop CS3, serta Google Earth. Dalam perusahaan mahasiswa magang berada pada divisi produksi yaitu
divisi yang mengerjakan proses perencanaan dan perancangan setiap proyek yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk proyek Sinar Mas Forestry, mahasiswa
magang berpartisipasi sebagai drafter dalam mengerjakan proyek tersebut yang saat itu sudah pada tahap pengembangan design. Sementara itu, untuk proyek
Rencana Pengelolaan Hutan Diklat Rumpin, mahasiswa berpartisipasi dimulai dari tahap analisis sampai dengan tahap pengembangan desain.
Pada saat proses magang, mahasiswa magang juga mendapat ilmu-ilmu baru yang tidak terdapat pada bangku perkuliahan. Pengerjaan proyek yang
mengutamakan kepada perlindungan kawasan dan mengusahan kondisi lanskap tetap alami seperti aslinya merupakan ilmu baru yang didapat mahasiswa saat
magang. Pengerjaan proyek dalam skala besar, serta lokasi proyek yang merupakan kawasan konservasi merupakan suatu tantangan baru bagi mahasiswa
magang untuk mempelajarinya. Proses survei lapang pada kawasan konservasi juga merupakan hal baru yang dialami mahasiswa magang.