4.2.4. Proses Pengerjaan Proyek 4.2.4.1. Persiapan
Persiapan adalah tahap awal dari proses pekerjaan perancangan. Pada tahap ini dilakukan pengaturan terhadap semua pihak yang terkait dan
menyiapkan anggota tim untuk melaksanakan proses pengerjaan proyek. Tahap awal yang dilakukan oleh PT. Idea Consultant adalah membentuk suatu tim
proyek yang terdiri dari project leader, main designer, dan tim teknis. Pada proyek Kajian terapan desain tapak Pulau Peucang ini mahasiswa magang
bertindak sebagai tim teknis
4.2.4.2. Inventarisasi dan Analisis
1 Inventarisasi Sebelum
dilakukan inventarisasi, terlebih dahulu dibuat rencana awal untuk fasilitas yang akan dikembangkan pada tapak. Fasilitas utama yang
akan dikembangkan pada tapak adalah darmaga dan chalets penginapan. Inventarisasi dilakukan dengan cara survei langsung untuk mendapatkan data-
data pada tapak dengan menggunakan GPS Global Positioning System dan kamera. GPS dan kamera digunakan untuk menentukan titik-titik lokasi yang
sesuai untuk darmaga dan chalets tersebut. 2 Analisis
Analisis yang
dilakukan perusahaan pada tapak menitikberatkan kepada
perlindungan kawasan sehingga mengacu pada hal-hal sebagai berikut, yaitu filosofi pengembangan kawasan, prinsip panduan pengembangan kawasan,
peraturan dan pedoman pengembangan kawasan, serta studi arsitektur lokal. a. Filosofi Pengembangan Kawasan
Berdasarkan konsep arahan pengembangan, rencana tapak harus dibuat sebagai arahan untuk pembangunan fasilitassarana dan prasarana.
Rencana tapak tersebut harus didasarkan pada kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dalam pengembangan, yaitu penerapan etika eco-
design yang telah ditetapkan perusahaan. Perusahaan telah menetapkan
etika eco-design yang akan diterapkan dalam konsep pengembangan
sarana dan prasarana wisata alam di Pulau Peucang, yaitu:
i Pengembangan sarana dan prasarana harus proporsional dengan
luas area pengembangan dan tidak mendominasi sumber daya alam kawasan. Konsep pengembangan teknis tidak terlepas dari
ketentuan yang mengatur pengembangan pariwisata alam di Taman Nasional, yaitu luas area yang diizinkan untuk pengembangan
wisata tidak melebihi dari 10 luas seluruh Zona pemanfaatan. Dari luas area pengembangan tersebut, maksimum luas area
pembangunan sarana dan prasarana dibatasi sampai dengan 10. ii Pengembangan sarana dan prasarana menghindari sejauh mungkin
daerah-daerah perlindungan setempat seperti: sempadan pantai dan sungai, tumbuhan dan atau koral endemik, jelajah satwa.
iii Pengembangan sarana dan prasarana harus seminimal mungkin melakukan perubahan terhadap lanskap yang ada, namun
memberikan kepuasan kepada pengunjung semaksimal mungkin. iv Kepedulian terhadap lingkungan harus dicerminkan dengan
pengembangan pusat interpretasi, yang bertujuan untuk memperkaya pengalaman pengunjung melalui pelayanan yang
menyenangkan dan penyampaian informasi yang akurat tentang sumber daya alam dan budaya di dalam dan di sekitar kawasan.
Fungsi pusat interpretasi yaitu: a menjelaskan sumber-sumber daya alam dan budaya kawasan; b memberikan dan merangsang
pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjung; c memberikan sarana pendidikan lingkungan; d menambah daya tarik wisata.
v Penurunan kualitas sumber daya kawasan harus dikurangi atau dihindari dengan memberikan alternatif atau mengembangkan
desain sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan kebersihan, kesehatan, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
vi Pengembangan sarana dan prasarana kegiatan harus merupakan kesatuan sistem dengan mempertimbangkan, misalnya: waktu dan
jarak yang digunakan pengunjung untuk mencapai masing-masing sarana dan prasarana, koordinasi antar sarana prasarana,
kemudahan mendapatkan informasi tentang sarana prasarana.
vii Pengembangan sarana dan prasarana harus sesuai dengan kegunaan dan kebutuhan.
viii Penggunaan bahan untuk sarana dan prasarana harus sesuai dengan kondisi iklim kawasan dan menerapkan konsep arsitektur
tradisional setempat. b. Prinsip Panduan Pengembangan Kawasan
Dalam penyusunan kajian ini, pemanfaatan lingkungan bertujuan untuk membangun hubungan simbiosis antara wisata dengan lingkungan
yang dilandaskan pada prinsip-prinsip, antara lain : i Pemanfaatan untuk perlindungan.
ii Penggalian serta penyajian produk wisata yang diselaraskan dengan potensi dan karakter lingkungan setempat dan bermuatan
pendidikan dan pembelajaran. iii Pemanfaatan yang memberikan nilai tambah terhadap
penyelenggaraan program konservasi. iv Keindahan lingkungan ternikmati dan terapresiasi oleh pengunjung,
penyelenggara kegiatan dan masyarakat. c. Peraturan dan Pedoman Pengembangan Kawasan
Untuk memastikan bahwa pengembangan tidak melebihi daya dukung dan secara bersamaan berwawasan pariwisata dan konservasi,
diperlukan panduan atau pedoman penataan ruang secara menyeluruh di TNUK serta panduan pengembangan fasilitas atau sarana dan prasarana
pendukung program kegiatan wisata alam di Pulau Peucang. Peraturan dan pedoman yang digunakan dalam pengerjaan proyek ini antara lain
Peraturan Direktur Jendral No. P.3IY-SET2011 tanggal 9 Maret 2011 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 mengenai Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Peraturan Direktur Jendral No. P.3IY-SET2011 tanggal 9 Maret 2011 mengenai Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, menetapkan bahwa untuk perlindungan
kawasan atau tapak yang akan dimanfaatkan diberlakukan hal-hal sebagai berikut, untuk daerah mangrove diberlakukan garis sempadan
400 m dari batas terluar mangrove dan pada daerah pantai garis sempadan adalah 100 m dari pasang tertinggi. Pengecualian
pembangunan fisik dalam kawasan diberlakukan untuk pembangunan dermaga atau jeti dan bangunan dengan konstruksi tidak permanen untuk
keperluan tempat berteduh shelter serta fasilitas penunjang kegiatan rekreasi. Sedangkan untuk batas sempadan sungai adalah 50 m dari batas
kanan dan kiri sungai. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 mengenai Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, menetapkan jika zona pemanfaatan akan
diusahakan oleh pihak ketiga, areal tapak peruntukan pengembangan sarana dan prasarana maksimal 10 dari luas areal tapak yang akan
dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan. Koefisien Dasar Bangunan KDB pada proyek ini adalah sebesar 10, yang diperhitungkan dari
luas tapak peruntukan. Angka koefisien ini mencakup konstruksi sarana dan prasarana yang akan dibangun pada tapak. Untuk jumlah lantai dan
bangunan aturan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1 jumlah lantai bangunan maksimal dua lantai dengan tinggi maksimal bangunan
sepuluh meter, 2 pengecualian diberlakukan untuk menara pengamatan yang menuntut ketinggian lebih.
Arahan perancangan arsitektur yang digunakan pada proyek pengembangan wisata alam ini antara lain, yaitu dermaga dirancang
dengan ketinggian minimal 50 cm lebih tinggi dari ketinggian air pasang pada umumnya. Tanggapijakan untuk naik ke dermaga harus dirancang
seaman mungkin. Material yang dipilih untuk pijakan tidak boleh licin dalam keadaan basah.
Arahan yang
digunakan untuk
arsitektur bangunan antara lain : i
Bangunan mengambil bentuk panggung, lantai tidak melekat langsung di permukaan tanah. Ketinggian lantai dasar minimal 50
cm lebih tinggi dari ketinggian air pasang.
ii Arsitektur bangunan mencerminkan cirikarakter arsitektur lokal, minimal berupa adaptasi bentukankemiringan atap.
iii Bahan atap tidak menggunakan bahan dari metal dan aluminium. Dianjurkan menggunakan atap kayusirap atau genting berwarna
natural atau gelap. iv Bahan bangunan menggunakan bahan-bahan asal setempat tetapi
tidak diperkenankan mengambilmemanfaatkan bahan dari kawasan pelestarian alam.
v Pemilihan bahan dan warna bahan bangunan diserasikan dengan lingkungan alam sekitar untuk memberikan kesan harmonis. Jika
pengecatan dibutuhkan, dianjurkan menggunakan warna yang netral.
Aturan-aturan yang digunakan untuk Signage adalah sebagai berikut :
i Tanda-tanda dan petunjuk arah, laranganperingatan dan rambu lalu lintas ditempatkan di lokasi-lokasi yang strategis dan terlihat
serta terbaca jelas. ii Papan informasi untuk keperluan indirect interpretation, denah
kawasan, dibuat dalam skala besaran yang memungkinkan untuk jelas terbaca dalam jarak yang wajar, dan ditempatkan di lokasi-
lokasi strategis. iii Tidak diperkenankan memajang papan reklameiklan komersial di
areal ruang terbuka. iv Pemajangan elemen estetik dalam tatanan lanskap diperbolehkan,
terbatas pada pencerminan budaya setempat atau alam lingkungan setempat.
d. Studi Arsitektur Lokal Pulau Peucang merupakan pulau yang terletak di Provinsi Banten.
Suku asli yang terdapat di Provinsi Banten ini adalah Suku Baduy. Oleh karena itu, ciri arsitektur bangunan yang digunakan dalam pengerjaan
proyek ini adalah filosofi arsitektur lokal Suku Baduy. Bangunan rumah tinggal Suku Baduy berbentuk rumah panggung. Konsep rancangannya
mengikuti kontur lahan, tiang penyangga masing-masing bangunan memiliki ketinggian berbeda-beda.
Pada bagian tanah yang datar atau tinggi, tiang penyangganya relatif rendah. Adapun pada bagian yang miring, tiangnya lebih tinggi.
Material atap yang digunakan adalah ijuk dengan alasan pemilihan ijuk sebagai material atap karena ijuk merupakan material yang dapat
menyerap panas dengan baik sehingga tidak menimbulkan suasana panas di dalam rumah. Arsitektur rumah tinggal dapat dilihat pada Gambar 15.
Sumber : www.iai-banten.org Gambar 15. Rumah tinggal Suku Baduy
3
Hasil Inventarisasi dan Analisis Hasil dari inventarisasi dan analisis melalui data primer dan sekunder
pada tapak meliputi faktor letak dan luas, hidrologi, topografi, aksesibilitas, tata guna lahan, aspek visual, vegetasi, dan satwa.
a. Letak dan luas Lokasi proyek ini terletak di Pulau Peucang, tepatnya di bagian
timur Pulau Peucang. Luas keseluruhan wilayah untuk proyek kawasan wisata alam ini adalah 50 ha. Namun luas wilayah yang akan di lakukan
kajian terapan desain tapak oleh PT. Idea Consultant mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 mengenai Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam adalah 10 dari luas wilayah yaitu 5 ha.
Berdasarkan pertimbangan hasil inventarisasi dan analisis yang telah dilakukan maka luas 5 ha dari tapak yang akan dilakukan kajian terapan
desain tapak dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 memperlihatkan letak dan luasan tapak proyek Kajian Terapan Desain Tapak Pulau
Peucang. Tapak dikeilingi oleh hutan kecuali pada bagian sebelah timur yang berbatasan langsung dengan Selat Panaitan.
b. Hidrologi Di Pulau Peucang tidak dijumpai adanya sungai, tetapi pada
bagian timur laut Pulau Peucang terdapat Salt lick yaitu daerah tergenangrawa yang termasuk di dalam kawasan tapak. Apabila di area
ini terjadi surut air laut, rawa tersebut akan berubah menjadi suatu danau kecil karena rawa tersebut terpisahkan oleh daratan pasir putih. Apabila
air pasang atau musim hujan, rawa tersebut akan menyatu dengan air laut. Gambar kondisi rawa dan daerah disekitar rawa saat air surut dapat
dilihat pada Gambar 16.
Sumber : Survei, Juni 2011 Gambar 16. Kondisi rawa pada tapak
47
Sumber : BTNUK, 2011 Gambar
17. Letak
dan Luasan
Tapak 47
9 8
1 6
3 4
5 2
7
c. Topografi Dilihat dari keadaan topografi berdasarkan hasil survei yang
dilakukan, lokasi tapak dikategorikan sebagai daerah yang relatif datar. Ketinggian tanahnya berkisar antara 0 m sampai 10 m diatas permukaan laut.
d. Tata Guna lahan Sebagian besar lahan yang terdapat di Pulau Peucang merupakan
kawasan hutan lebat. Terdapat banyak sekali jenis vegetasi di dalamnya, karena termasuk ke dalam hutan hujan tropis dataran rendah yang kaya akan
jenis vegetasi. Terdapat satu lokasi yang tergenangrawa. Lokasi ini merupakan tempat minum bagi satwa seperti rusa, monyet, dan babi. Keadaan
air laut yang masih jernih dan belum terjadi perusakan pada sekitar daerah pantai melengkapi keindahan kawasan ini. Gambar 18 merupakan kondisi
eksisting dan tata guna lahan pada tapak dan sekitarnya.
Sumber : BTNUK, 2010 Gambar 18. Tata Guna Lahan disekitar tapak
e. Aspek Visual Kondisi eksisting pada tapak merupakan lanskap yang masih alami.
Tapak merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah yang memiliki kerapatan vegetasi yang sangat tinggi. Daerah pesisir memiliki hamparan
Digambar oleh : Fika W. N.
pasir putih yang cukup luas dan indah, sehingga sangat potensial untuk dijadikan objek wisata. Berdasarkan kondisi eksisting tapak, beberapa view
yang terdapat pada tapak dapat dilihat pada Gambar 19.
Sumber: Google Earth
Sumber : Survei, Juni 2011 Gambar 19. Beberapa view yang terdapat pada tapak
a
f e
d c
b
g h
f. Vegetasi Secara umum vegetasi yang terdapat di Pulau Peucang adalah hutan
hujan dataran rendah. Terdapat berbagai jenis tumbuhan yang terdapat kawasan hutan Pulau Peucang antara lain
Pohon Ara Ficus carica, Pohon Salam Syzygium polyanthum, Pohon Bayur
Pterospermum javanicum dan
Pohon Putat Planchonia valida. Pohon Ara Ficus carica tumbuh dari biji
yang ditimbun di dalam lubang di pohon oleh burung, kelelawar, dan binatang-binatang kecil lainnya. Sekali bertumbuh, pohon ini menyatukan
selubung sulurnya ke tanah, yang kemudian membentuk kisi-kisi akar disekeliling batang pohon yang dirambati. Pohon Salam Syzygium
polyanthum, Pohon Bayur Pterospermum javanicum,
dan Pohon Putat Planchonia valida merupakan tumbuhan-tumbuhan yang terdapat di
kawasan hutan primer Pulau Peucang. Pohon Salam Syzygium polyanthum
merupakan salah satu jenis pohon tertinggi pada hutan primer ini. Ketinggian
pohon ini dapat mencapai 40 meter melebihi tinggi kanopi jenis-jenis lainnya BTNUK, 2010.
Selain vegetasi hutan terdapat pula vegetasi hutan pantai. Menurut Nasrullah 2009, berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu Formasi Pes-Caprae, Formasi Barringtonia dan Formasi Mangrove. Hutan formasi Pes Caprae didominasi oleh
tumbuhan merambat, hutan formasi Barringtonia didomonasi pepohonan, sedangkan hutan mangrove di dominasi oleh jenis bakau Gambar 20.
Sumber: Nasrullah, 2009 Gambar 20. Ekosistem Hutan Pantai
Formasi ekosistem hutan pantai yang terdapat pada tapak adalah Formasi Pes-Caprae dan Formasi Barringtonia. Formasi Pes-Caprae
didominasi oleh tanaman Daun Katang-Katang Ipomea pescaprae, sedangkan Formasi Barringtonia didominasi oleh Pohon Butun Barringtonia
asiatica, Pohon Nyamplung Calophyllum inophyllum dan Pohon Ketapang Terminalia catappa dan Daun Katang-Katang Ipomea pescaprae. Jenis
jenis vegetasi yang terdapat pada tapak dapat dilihat pada Gambar 21.
Sumber: BTNUK, 2010 Gambar 21. Jenis-jenis vegetasi yang terdapat pada tapak
g. Satwa Terdapat berbagai jenis satwa yang terdapat pada tapak antara lain
rusa Cervus timorensis, kera Macaca fasicularis, Biawak Varanus salvator dan Babi Hutan Sus verrucosos Gambar 22. Satwa ini
Pohon Nyamplung Ipomea pescaprae
Pohon Putat Pohon Salam
Pohon Ara Pohon Bayur
Pohon Butun
memperoleh sumber air minum yang berasal dari Salt lick lokasi tergenang airrawa pada tapak. Oleh karena itu, lokasi rawa tersebut direncanakan
sebagai salah satu area yang berpotensi untuk melakukan pengamatan satwa liar pada tapak.
Sumber: Survei, Juni 2011 Gambar 22. Jenis-jenis satwa yang terdapat pada tapak
4.2.4.3. Konsep dan Rencana Tata Ruang