Analisa Aktivitas Enzim ALP Kit komersial AMS.

hamil dan menyusui untuk diambil darahnya oleh karena itu pendekatan yang digunakan dengan menggunakan responden ibu usia produktif yang tidak dalam kondisi hamil maupun menyusui. Responden yang dianalisa darah memiliki usia 29-44 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit berat dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga Lampiran 8. Sebelum diambil darah reponden harus dicek kesehatannya oleh dokter pada PUSKESMAS, setelah dinyatakan sehat responden diminta untuk membaca dan menandatangani surat persetujuan informed consent disajikan pada Lampiran 3. Menurut CIOMS 2002 semua penelitian biomedis yang melibatkan manusia sebagai subyek harus mendapatkan persetujuan sukarela informed consent dari calon subyek. Responden yang dianalisa darah merupakan bagian dari responden yang diamati sikapnya terhadap MSMn, dimana 22 orang responden ini juga mengkonsumsi MSMn bersama keluarganya. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn, pada penelitian ini tidak diberikan plasebo. Menurut NEAC 2009 pada ethical clearance pemberian plasebo tidak dianjurkan jika produk yang diujikan memberikan manfaat yang positif bagi kesehatan. Pengambilan darah dilakukan di PUSKESMAS Desa Dramaga oleh seorang perawat pada pagi hari. Setelah diberi informed consent, darah diambil dari 22 responden wanita dewasa secara aseptis dengan venojek sekali pakai. sampel darah ditempatkan dalam vacuntainer steril yang berisi antikoagulan EDTA. Darah tersebut kemduian di sentrifugasi untuk dipisahkan plasma darah, buffy coat dan sel darah merah. Plasma darah kemudian disimpan pada lemari pembeku pada suhu -20°C untuk meminimalisir aktivitas enzim dan siap untuk digunakan sebagai sampel pada analisa kadar retinol dan aktivitas enzim AST, Alt serta ALP.

4.4. Retinol Plasma

Analisa kadar retinol pada plasma darah dilakukan untuk mengetahui status kecukupan vitamin A dari masing-masing responden sebelum dan sesudah mengikuti program. Dari hasil analisa retinol plasma, terjadi peningkatan rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn 1,68 umoll dibandingkan sebelum konsumsi MSMn 1,56 umoll. Pada Gambar 8 disajikan data kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi dengan MSMn selama 2 bulan. Gambar 8 Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi Berdasarkan WHO 2009 batas bawah kadar retinol plasma wanita dewasa 15- 49 tahun dalam kondisi tidak hamil dan tidak menyusui adalah 0,70 umoll. Dari 22 orang responden, terdapat 6 orang responden yang memiliki kadar retinol dibawah 0,70 umoll. Setelah mengkonsumsi MSMn selama 2 bulan 4 dari 6 responden tersebut mengalami peningkatan kadar retinol plasma melebihi batas 0,70 umoll. Menurut Parvin dan Sivakumar 2000, konversi β-karoten menjadi retinol lebih tinggi jika tikus dalam keadaan defisiensi vitamin A. Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn Parameter statistik Sebelum μmoll Sesudah μmoll Rata-rata 1,561 1,680 Standar deviasi 1,060 1,129 Maksimum 3,930 4,347 Minimum 0,283 0,338 Uji Berpasangan Tidak signifikan Jumlah responden yang turun 5 Rata-rata penurunan 0,251 Jumlah responden yang naik 16 Rata-rata Peningkatan 0,553 Jumlah responden yang tetap 1 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Kadar Retinol μ moll Kode Responden Sebelum sesudah Batas normal = 0,7 μmoll Jumlah β-karoten yang terkandung dalam MSMn yang dikonsumsi setiap responden setiap hari sebesar 2169,606 μg selama dua bulan mampu meningkatkan kadar retinol plasma 16 orang responden dengan rata-rata peningkatan kadar retinol 0,553 μmoll diperkirakan akibat dari konsumsi MSMn. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nestel dan Nalubola 2003 bahwa minyak sawit mentah yang dikonsumsi oleh responden dapat memperbaiki status vitamin A pada pengkonsumsinya. Minyak sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak Silvan et al. 2001, Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963 dan wanita Canfield et al. 2001. Pernyataan tersebut menunjang pernyataan Pervaiz et al. 1999, bahwa keberadaan retinol dalam darah merupakan penentu bagi status vitamin A individu. Retinol dapat diukur dalam plasma dan retinol plasma berguna untuk menilai status kecukupan vitamin A. Namun juga terdapat responden yang mengalami penurunan kadar retinol plasma sebanyak 5 orang dengan rata-rata penurunan kadar retinol plasma 0,251 μmoll. Penurunan kadar karoten dan retinol pada 5 orang responden nomer 2, 4, 14, 15 dan 21. Dari kelima responden yang mengalani penurunan retinol plasma, empat diantaranya kadar retinol plasma masih diatas batas normal. Turunnya kadar retinol plasma mungkin disebabkan oleh adanya kebutuhan akan antioksidan atau retinol pada sel darah atau sel tubuh lain, misalnya pada sel eritrosit, sel limfosit dan sel hati. Retinol juga berfungsi dalam proses regenerasi seluruh sel tubuh. Hanya satu responden yaitu nomer 14 mengalami penurunan kadar retinol plasma hingga kadarnya dibawah batas normal. Perubahan metabolisme vitamin A dapat terjadi akibat suatu penyakit seperti inflamasi. Menurut Kanda et al. 1990 Protein Retinol Binding RBP adalah protein fase akut negatif, dan karena itu, sintesis protein pada hati secara dramatis berkurang selama respon kekebalan tubuh. Konsekuensi utama berkurangnya sintesis RBP adalah bahwa vitamin A hati tidak dapat diangkut ke jaringan diluar hati dan akibatnya tingkat vitamin A plasma turun secara signifikan. Dugaan ini diperkuat dengan data hasil penelitian Nursalim 2012 yang menggunakan responden penelitian yang sama yang menyatakan bahwa responden nomer 14 mengalami peningkatan protein penanda inflamasi CRP. Saluran pencernaan manusia memiliki kemampuan mengkonversi karotenoid menjadi vitamin A dan dapat menyerap berbagai jenis karoten yang tidak dikonversi disamping vitamin A Parker 1989. β-karoten dan karotenoid lainnya yang terserap ditransportasikan dalam plasma darah secara khusus oleh lipoprotein bersama-sama dengan lemak diet lainnya. Keberadaan β-karoten dalam plasma secara tidak langsung menunjukkan kecukupan vitamin A, karena secara umum, asupan karoten dari diet akan dikonversi menjadi retinol akan tetapi jika kecukupan retinol telah terpenuhi maka sisa karoten dari diet akan diserap sebagai β-karoten. Kelebihan karoten ini berhubungan erat dengan peningkatan kapasitas antioksidan tubuh Cobb 2001. Meningkatnya kadar retinol dalam plasma juga dapat dipengaruhi tingginya kandungan antioksidan pada MSMn yang diduga dapat meningkatnya aktivitas enzim β- karoten dioksidase dan retinaldehida reduktase yang berperan dalam menkonversi β- karoten menjadi retinol. Menurut Rimbach dan Pascual 2005 zat gizi antioksidan akan berinteraksi dengan sel reseptor dan memodulasi enzim sehingga mempengaruhi proses transkripsi dan sequensing DNA. Antioksidan dapat secara langsung berinteraksi dengan enzim sehingga mampu merubah aktivitas enzim. Menurut Deming dan Erdman 1999 makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II CRBP II pada mukosa instestinal tikus. Minyak sawit mentah mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu oleat dalam jumlah sebesar 37,3-40,8 dan linoleat 9,1-11,0 Basiron 2005. Sehingga dengan konsumsi MSMn yang mengandung asam lemak jenuh dan karotenoid yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas enzim yang berperan dalam konversi karotenoid menjadi retinol. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan merupakan tahap awal yang sangat penting untuk proses penyerapan. Karotenoid diserap oleh enterosit usus halus melalui difusi pasif Yeum Russel 2002. Setelah proses penyerapan, karotenoid dalam jumlah yang besar akan bergabung dengan sel mukosa usus membentuk kilomikron yang kemudian akan dilepaskan pada limpa. Selanjutnya kilomikron diserap dengan sangat cepat oleh lipoprotein lipase dalam sistim sirkulasi. Very low density lipoprotein VLDL kemudian bertindak sebagai pembawa utama karotenoid dan dilanjutkan oleh low density lipoprotein LDL yang merupakan bagian plasma dengan konsentrasi karotenoid tertinggi. Karotenoid juga terdapat pada high density lipoprotein HDL Olson 1994. Menurut Blomhoff 1999, retinol yang diserap pada usus halus ditranspor menuju sel stellate hati untuk disimpan dalam bentuk retinil ester dan penyimpanannya melalui sel parenchymal. Jumlah total sel parenchymal dan sel stellate masing-masing 65 dan 7 dari total jumlah sel hati. Pada tikus rasio sel stellate dan parenchymal adalah 1:9. Bila setiap sel parenchymal memproduksi retinol binding protein RBP dan melepaskan komplek retinol-RBP, satu sel stellate yang bergabung dengan komplek retinol-RBP akan dilepaskan dari 7-9 sel parenchymal. RBP dan transthyretin TTR selanjutnya mengangkut retinol ke bagian mata, sel epitel dan sel-sel tubuh lainnya.

4.5 Bioavailabilitas Karotenoid Minyak Sawit Mentah MSMn

Definsi bioavailabilitas menurut FDA Food and Drug Administration adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat Shi dan Le Maguer 2000. Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat dalam pangan. Pada manusia, bioavailabilitas karotenoid dapat dihitung dengan peningkatan kadar retinol pada plasma. Menurut Ross 2006 cadangan vitamin A pada hati dapat diukur secara tidak langsung dengan cara mengukur kadar retinol plasma sebelum dan sesudah diberikan vitamin A, bila terjadi peningkatan retinol plasma sebanyak 20 maka menunjukkan kadar retinol dalam hati cukup. Dari 16 orang responden yang mengalami peningkatan kadar retinol plasma diketahui rata-rata peningkatan kadar retinol plasma sebesar 67,87 setelah konsumsi MSMn yang mengandung 2169,606 μg per hari selama 60 hari. Pada penelitian yang dilakukan Stuijvenberg et al. 2000 konsumsi minyak sawit merah yang mengandung β-karoten total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat meningkatkan kadar retinol plasma menjadi dua kali lipat dan meningkatkan retinol air susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Data kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah konsumsi MSMn disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Peningkatan kadar retinol plasma Kode Responden Retinol μmoll Peningkatan retinol Sebelum Sesudah 1 2,5171 3,5761 42,07 3 1,8221 1,9561 7,36 5 2,3299 3,4211 46,84 6 1,6071 1,9284 20,00 7 2,1047 2,5130 19,40 8 0,3965 0,8641 117,97 9 2,5143 3,4685 37,95 10 0,4741 1,7325 265,41 11 0,8339 0,8429 1,08 12 1,0796 1,5015 39,08 13 0,3432 1,2222 256,10 17 0,6126 1,4405 135,14 18 1,1495 1,2348 7,42 19 0,2831 0,3378 19,36 20 3,2140 4,3467 35,24 22 0,8313 1,1265 35,51 Rata-rata 1,3821 1,9695 67,87 Zakaria et al. 2000 menjelaskan bahwa bioavailabilitas dinyatakan dengan nilai faktor Bioavailabilitas karotenoid dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal seperti komposisi karotenoid pangan, lemak pangan dan serat, sifat matriks pangan, preparasi pangan sebelum dikonsumsi, ukuran partikel, dan interaksi karotenoid selama penyerapan, metabolisme dan proses transportasi Olson 1999; Parker et al. 1999; Hof et al. 2000, dan Yeum Russel 2002. Menurut Rao 2000 karotenoid pada minyak sawit merah lebih mudah diserap absorpsi 98 dibandingkan dengan karotenoid dari tanaman lain karena karotenoid pada minyak sawit merah berada pada media minyak. Faulks et al. 2005 melaporkan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi bioavaliabilitas karotenoid adalah pelepasan karotenoid dari matriks pangan yang terjadi pada saat sel tanaman dihancurkan selama proses pengolahan. Hal ini juga yang membuat bioavailabilitas karotenoid pada MSMn tinggi, karena tidak terikat dalam matriks pangan. Status nutrisi mempengaruhi bioavailabilitas karotenoid. Pada hewan percobaan, defisiensi nutrisi lainnya seperti protein dan zinc akan mempengaruhi sintesis retinol binding protein RBP sehingga mempengaruhi distribusi retinol. Faktor individu seperti sindrom mallabsorpsi lipid dan konsumsi alkohol juga sangat mempengaruhi penyerapan karotenoid yang berinteraksi dengan faktor-faktor lainnya Tanumihardjo 2002.

4.6 Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati AST, ALT dan ALP

Hati merupakan organ yang memilik banyak fungsi menurut Ganong 2001 fungsi hati diantaranya untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak, menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan detoksifikasi berbagai obat dan racun. Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin 50 mgL, enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah Lu 1995. Dilakukan analisa aktivitas enzim transaminase AST dan ALT untuk mendeteksi pengaruh konsumsi minyak MSMn terhadap fungsi hati. Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di dalam serum darah dapat memberikan informasi tentang tingkat kerusakan hati Lehninger 2005. Aktivitas enzim AST dan ALT sebelum sesudah mengkonsumsi MSMn disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.