karoten dan -karoten mempunyai aktivitas biologis kira-kira setengah dari nilai β-
karoten. Karotenoid bersifat stabil di alam. Namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi dan degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace
element , dan asam Bauernfeind et al. 1981.
Karotenoid memiliki banyak ikatan rangkap sehingga mudah mengalami degradasi oksidasi. Oksidasi ini terbagi atas oksidasi kimia, autooksidasi, oksidasi
cahaya photooxidation dan oksidasi enzimatik. Proses oksidasi secara kimia terjadi karena berbagai oksidan seperti oksigen, ozone, alkalin permanganat, asam kromat dan
lain-lain. Hasil degradasi tergantung pada lokasi terjadinya kerusakan. Pada ozonolisis terjadi pemotongan ikatan-ikatan karbon sehingga membentuk asam karboksilat yang
akhirnya menentukan sifat akhir karotenoid. Autooksidasi merupakan reaksi oksidasi spontan antara suatu senyawa dengan oksigen dan atau sinar UV pada suhu kamar,
dimana akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Photooksidasi merupakan reaksi oksidasi yang diinduksi oleh cahaya. Reaksi yang dapat terjadi adalah: 1 kehilangan
satu atau lebih elektron dari suatu senyawa kimia sebagai hasil dari photoeksitasi senyawa tersebut dan 2 reaksi antara suatu senyawa dengan oksigen yang dipengaruhi
oleh adanya cahaya. Oksidasi enzimatik yang terjadi secara in vivo dikatalis oleh berbagai enzim. Lipoksigenase merupakan salah satu enzim oksidatif utama pada
tanaman. Enzim ini dikatalis oleh molekul oksigen asam lemak tidak jenuh yang mengandung cis,cis-1,4-pentadiene menjadi cis,trans-conjugated hydroperoxida. Enzim
ini mengubah pigmen pada jaringan sayuran seperti klorofil dan karotenoid Gross 1991.
Rantai poliene konjugasi yang terdapat pada senyawa karotenoid mempengaruhi karakteristik warna senyawa tersebut yang sangat bervariasi mulai dari kurang berwarna
phytoene, kuning 4.4’-diaponeurosporene, orange β-karoten, merah capsanthin,
merah muda bacterioruberin, dan akan berwarna biru dengan semakin meningkatnya jumlah ikatan rangkap konjugasi Krinsky et al. 2004.
2.7.2 Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Karotenoid
Karotenoid merupakan molekul yang larut dalam lemak sehingga proses penyerapannya mengikuti jalur penyerapan lemak pangan. Pada proses awal
pencernaan, karotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi asam
lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan tergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan
juga tergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung Deming dan Erdman 1999. Diet yang
mengandung karotenoid provitamin A sebagian dilepaskan dari protein matriks makanan oleh kerja enzim pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik dalam
saluran usus bagian atas. Selama proses dalam saluran pencernaan, karotenoid terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asam empedu. Sebagian karotenoid telah
mengalami esterifikasi dan sisanya masih dalam bentuk karotenoid bebas. Ester-ester karotenoid, karotenoid bebas dan vitamin A yang terdispersi dalam emulsi lipida
membentuk kilomikron dengan bantuan asam empedu, berdifusi ke dalam lapisan glikoprotein membran mikrofili sel-sel epitel usus Linder 1989. Proses penyerapan
terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran
dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel. Setelah penyerapan selesai,
β-karoten dan karotenoid provitamin A lainnya diubah menjadi vitamin A retinal oleh enzim
β-karoten-15,15’-dioxygenase βC- 15,15’-DIOX. Retinal kemudian direduksi menjadi retinol. Efisiensi penyerapan
karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak dan protein Shiau et al. 1990. Makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh
dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding
protein tipe II CRBP II pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan
tergantung pada status vitamin A dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh
karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa
Deming dan Erdman 1999. Menurut Rodriguez dan Kimura 2004, beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe
karotenoid dalam makanan bentuk kristal atau terlarut, lemak, vitamin E, serat, status protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit.
Karotenoid yang telah bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Kilomikron kemudian dicerna secara cepat