Retinol Vitamin A TINJAUAN PUSTAKA

Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi metabolik yang menggunakan O 2 , yang mengakibatkan terganggunya sistim oksidan-antioksidan sel. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi karena peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang Pratap et al. 2004. Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara apoptosis maupun nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel Forrest et al. 1994. Pengaruh radikal bebas yang diketahui paling awal adalah oksidasi lipid. Oleh sebab itu kerusakan oksidatif karena oksidasi lipid ini paling sering diteliti. Produk oksidasi lipid banyak ditemukan dalam cairan biologis, dapat diukur dengan berbagai cara yaitu :a aldehida dalam plasma seperti MDA, TBARs dan 4-hidroksinonenal, b penurunan PUFA dalam plasma, c diena terkonjugasi dalam plasma, d hidroperoksida dalam plasma Winklhofer-Roob et al. 1995.

2.10 Uji Kesehatan Hati

Hati merupakan salah satu organ terbesar pada manusia dengan bobot sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Beberapa pembuluh darah masuk dan keluar dari hati, seperti vena hepatika dan arteri hepatika. Walaupun bobot hati hanya sekitar 2-3 dari bobot tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30 pemakaian oksigen Koolman 1995. Fungsi hati adalah untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak, menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan detoksifikasi berbagai obat dan racun Ganong 1991. Hati mempunyai sistem enzim yang aktif untuk menyintesis triasilgliserol, fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein plasma. Selain itu, enzim hati juga aktif mengubah asam-asam lemak menjadi benda-benda keton Martin 1984. Menurut Koolman 1995, hati dapat mengatur konsentrasi asam amino dalam plasma. Jadi, hati dapat memecahkan kelebihan asam amino dengan cara mengubah nitrogen menjadi urea dan mentranspornya ke ginjal. Banyak protein dan peptida plasma dibentuk dan dipecah di dalam hati. Hepatosit juga berfungsi menyintesis protein albumin serum Sadikin 2001. Jumlah fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kemampuan hati untuk memetabolisasi obat Gibson 2006. Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin 50 mgL, enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah Lu 1995. Banyak sekali jenis penyakit hati, di antaranya sirosis hati, hepatitis, penyakit kuning, sindrom Reye, penyakit Wilson, dan tumor hati Kaplan 1989. Laporan National Cancer Institute menyatakan bahwa laki-laki yang terkena penyakit hati jumlahnya dua kali lipat lebih banyak daripada wanita. Selain itu, manusia dengan usia lebih dari 55 tahun terkena penyakit hati beberapa kali lipat lebih banyak daripada manusia dengan usia kurang dari 55 tahun. Gangguan pada hepatosit akan mengganggu proses sintesis albumin serum. Akan tetapi, konsentrasi albumin serum yang rendah belum tentu disebabkan oleh terganggunya fungsi hati Sadikin 2001. Pada sirosis hati, koagulasi intravaskuler hampir selalu disertai dengan fibrinolisis 99,86, sedangkan kemungkinan fibrinolisis tanpa disertai koagulasi intravaskuler ditemukan sebanyak 70 Tambunan 1993. Organ hati yang telah rusak dapat ditanggulangi dengan cara transplantasi hati. Namun, transplantasi hati masih termasuk operasi yang paling berbahaya Calne 1985. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi hati, yaitu kekurangan nutrisi sistein, tokoferol, dan vitamin B kompleks, konsumsi alkohol yang berlebihan, virus, obat-obatan parasetamol, CCl4, dan aspirin, dan aflatoksin Lu 1995.

2.10.1 Enzim Transaminase dan Alkalin Fosfatase ALP

Letak AST di mitokondria organ hati, jantung, dan ginjal. Sedangkan ALT terdapat di sitosol hati saja dan jumlahnya pun lebih sedikit dibandingkan jumlah AST. Jadi, di antara kedua enzim ini yang lebih mencerminkan fungsi hati adalah ALT. Enzim ALT dan AST penting dalam diagnosis kerusakan hati. Kerusakan sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim ini bocor dari sel yang rusak ke dalam aliran darah. Pengukuran konsentrasi enzim AST dan ALT di dalam serum darah dapat memberikan informasi tentang tingkat kerusakan hati Lehninger 2005. Pada keadaan fungsi hati yang terganggu, peningkatan aktivitas ALT biasanya lebih banyak daripada AST Kaplan 1989. Enzim ALT dan AST juga penting di dalam obat-obatan industrial untuk menentukan apakah orang-orang yang terpapar tetraklorida, kloroform, atau pelarut lain yang digunakan dalam industri kimia menderita kerusakan hati. Pelarut-pelarut ini menyebabkan degenerasi hati, yang mengakibatkan kebocoran berbagai enzim ke dalam darah dari sel hati yang terluka. Transaminase, yang sangat aktif di dalam hati dan yang aktivitasnya dapat dideteksi dalam jumlah sangat kecil, sangat bermanfaat dalam pemantauan serum darah orang-orang yang terpapar senyawa kimia industri. Analisis berbagai aktivitas enzim di dalam serum darah memberikan informasi diagnostik yang berharga bagi berbagai gangguan hati Lehninger 2005. Menurut Kaplan 1989, selain enzim AST dan ALT, ada empat enzim lagi yang dapat dijadikan indikator terganggunya fungsi hati, yaitu alkalin fosfatase EC 3.1.3.1, Gamma-glutamiltransferase EC 2.3.2.2, 5’-nukleotidase EC 3.1.3.5, dan laktat dehidrogenase EC 1.1.1.27. Semuanya sudah umum digunakan. Namun, AST dan ALT tetap lebih baik karena paling cepat keluar dari hati yang terganggu dibanding keempat enzim lainnya. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan enzim AST dan ALT sebagai indikator fungsi hati. Marliana 2005 menganalisis fungsi hati dengan enzim-enzim ini setelah hati tikus yang digunakannya dirusak dengan induksi parasetamol. Setelah rusak, tikus dicekoki dengan ekstrak daging buah mahkota dewa. Tujuannya adalah ingin mengetahui potensi tumbuhan ini sebagai hepatoprotektor. Firmansyah 2007 menganalisis khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan dengan konsep metode yang sama seperti Marliana 2005. Pada manusia, nilai normal enzim ALT berkisar antara 5-25 UL, sedangkan AST adara 5-35 UL Baron 1992. Alkalin fosfatase merupakan sekelompok enzim yang berperan mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan,terutama berasal dari hati dan tulang, mucosa usus dan plasenta. Aktivitas enzim ini lebih tinggi pada laki-laki juga pada anak-anak karena pertumbuhan tulangnya aktif. Alkalin fosfatase meningkat bila terjadi kolestasis. Pada keadaan obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliarkadar enzim ini meningka 3-10 kalo dari nilai normal sebelum timbul ikterus dengan transaminase yang sedikit meningkat. Kadar enzim alkalin fosfatase diatas 180 UL biasanya diikuti dengan peningkatan bilirubin plasma menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang mencapai 150 UL khas pada virus hepatitis. Kadar enzim ALP normal pada orang dewasa adalah 20-95 UL Baron 1992. Rataan kadar enzim alkalin fosfatase kontrol adalah 71,04 IUL sementara setelah diberi CCl 4 meningkat menjadi 128,11 IUL Venukumar dan Latha 2002. Pengaruh konsumsi minyak sawit merah pada aktivitas enzim pada plasma yang digunakan sebagai marker pada investigasi fungsi organ pada tikus. Tikus diberi perlakuan suplementasi 10 dan 20 minyak sawit merah dari total lemak dari ransumnya dengan kadar lemak pada ransum 4,6 dari total ransum dan kontrol tanpa suplementasi dengan sumber lemak ransum hanya dari minyak jagung selama 28 hari. Kelompok tikus yang diberi perlakuan suplementasi dengan minyak sawit merah mengalami penurunan aktivitas enzim lipase, alkalin fosfatase, alanin transaminase, aspartat transaminase dibandingkan dengan kontrol P0,005. Aktivitas enzim lipase, ALP, ALT dan AST dari kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 20 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 10. Kesimpulannya adalah konsumsi minyak sawit merah pada level moderat mampu menjaga agar aktivitas enzim berada pada batas normal Edem dan Akpanabiatuk 2006. Aktivitas enzim Alkalin fosfatase ALP, Alanin transaminase ALT, Aspartate transaminase AST pada serum kelompok tikus yang diberikan 15 dari total ransumnya minyak sawit yang telah dioksidasi termal selama 18 minggu, meningkat secara signifikan P0,05 dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberikan 15 dari ransumnya minyak sawit segar serta kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan penambahan minyak sawit pada ransumnya. Perlakuan pemberian minyak sawit sebanyak 15 dari total ransum selama 18 minggu baik yang segar maupun yang telah teroksidasi termal mampu meningkatkan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST jika dibandingkan dengan kontrol p0,05-0,01 Owu et al. 1997.

2.11 Program SawitA

Program sawit A merupakan suatu program yang dilakuakn oleh Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan PT Smart Tbk. Program ini melibatkan 37 mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan 79 orang kader