Vitamin E Program SawitA

Tabel 10 seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT Tabung Standar Piruvat Air distilasi Buffer ALT 1 0,0 0,2 1,0 2 0,05 0,2 0,95 3 0,1 0,2 0,9 4 0,15 0,2 0,85 5 0,2 0,2 0,8 6 0,25 0,2 0,75 7 0,3 0,2 0,7 8 0,35 0,2 0,65 9 0,4 0,2 0,6 10 0,45 0,2 0,55 Masing-masing tabung ditambahkan reagen pewarna ALT sebanyak 1ml kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar dan ditambahkan NaOH sebanyak 10 ml baca absorbansinya pada panjang gelombang 546nm dan tabung pertama digunakan sebagai blanko. Sampel plasma darah sebanyak 100 μl ditambahkan 500μl buffer ALT kemudian diinkubasi selama 30 menit pada waterbath suhu 37°C. Kemudian ditambahkan reagen pewarna ALT sebanyak 500 μl dan diinkubasi pada suhu kamar 25°C selama 20 menit lalu ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm dengan blanko 500 μl buffer ALT ditambah 100 μl air distilasi diinkubasi 30 menit pada suhu 37°C dan ditambahkan 500 μl reagen pewarna ALT diinkubasi suhu kamar 20 menit.

3.3.4.5 Analisa Aktivitas Enzim ALP Kit komersial AMS.

Prinsip dari analisa ini adalah enzim ALP pada sampel direaksikan dengan p- nitrofenilfosfat agar terbentuk p-nitrofenol dan laju pembentukan p-nitrofenol berbanding lurus dengan aktivitas enzim alkalin fosfatase. Analisa aktivitas enzim ALP ini dilakukan dengan metode semi mikro dimana 20 μl sampel plasma darah ditambahkan 1000 μl buffer ALP dan ditambahkan 200μl reagen pewarna ALP kemudian dibaca absorbansinya pada menit ke-0, ke-1, ke-2 dan ke-3. Perubahan absorbansi dinyatakan sebagai ∆Abs. Konsentrasi ALP= ∆Abs x 3298 IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Aspek-aspek sosiodemografi yang dilihat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan per kapita Tabel 11. Tabel 11 Karakteristik Demografi Karakteristik individu Jumlah orang Total Responden 70 100 Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki 23 33 Perempuan 47 67 Berdasarkan Usia Balita 0-5 tahun 10 14 Anak-anak 6-12 tahun 11 16 Remaja 13-19 tahun 5 7 Dewasa 20-60 tahun 43 61 Lansia 61 tahun 1 1 Tingkat Pendidikan Belum sekolah 11 16 SD 21 30 SMP 10 14 SMA 27 39 Berdasarkan Pekerjaan Tidak bekerja 42 60 Pelajar 15 21 Wiraswasta 9 13 Buruh 2 3 Ustadz 2 3 Berdasarkan Penghasilan Per kapita Rp. 150.000 35 50 Rp. 155.000-500.000 26 37 Rp. 505.000-750.000 2 3 Rp. 750.000 7 10 Survey lapangan untuk memilih 70 orang responden dilakukan dengan didampingi oleh 7 orang kader desa, karena kader desa mengenal seluk beluk desa dan penduduk setempat dengan baik, sehingga membantu peneliti dalam melakukan pendekatan kepada penduduk desa selama program berlangsung. Dari hasil survey diperoleh responden yang berasal dari 30 kepala keluarga dengan jumlah anggota keluarga 1-8 orang. Responden laki-laki sebanyak 23 orang dan responden perempuan sebanyak 47 orang. Alasan pengambilan jumlah responden wanita lebih banyak berkaitan dengan penentu menu makananan di rumah masih didominasi oleh ibuwanita. Nutritional gate- keeper yang menggambarkan seseorang di dalam rumah tangga sebagai pembuat keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga, bisa orangtua, nenek atau pembantu. Sebagaimana hasil penelitian Birch 2006 yang menunjukkan bahwa para ibu adalah gate-keepers bagi lingkungan makan anak-anaknya. Berdasarkan usia, responden didominasi usia dewasa 20-60 tahun sebanyak 61 dari total responden. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata responden dan sebagian besar responden masih dalam usia produktif, usia dimana individu masih mampu mencari pengetahuan dan memungkinkan untuk diberi pengetahuan baru sehingga peyerapan terhadap informasi baru tinggi. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui tingkat pendidikan responden yang mendominasi adalah berpendidikan akhir SMA 39 dan SD 30 artinya responden pada program ini masih termasuk ke dalam kelompok yang masih dapat menerima informasi baru. Dengan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa responden mempunyai kemampuan dasar untuk menerima dan menyerap informasi yang diberikan.Hasil penelitian Ria 2011 menunjukkan korelasi negatif antara lama pendidikan ibu dengan sikap ibu dan anak terhadap konsumsi MSMn. Lama pendidikan menentukan tingkat penerimaan seseorang terhadap informasi baru. Semakin lamatinggi pendidikan maka tingkat penerimaan terhadap informasi baru semakin mudah. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan keluarga seperti yang dikemukakan Schaffner et al.1998 dan Madaniyah 2003, tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana atribut gizi suatu produk pangan menjadi penting bagi mereka. Dari 70 responden, 40 diantaranya tidak bekerja 60 , hal ini dikarenakan responden yang dipilih lebih banyak ibu rumah tangga, terkait dengan pemilihan menu untuk makanan sehari-hari dalam keluarga adalah ibu sebagai “gate keeper”.Informasi pendapatan perkapita diperoleh dari hasil wawancara pendapat keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Sebanyak 50 responden berpendapatan perkapita kurang dari Rp. 150.000 perbulan yang menunjukkan nilai pendapatan tersebut tergolong rendah dibandingkan dengan UMR Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp 800.000,-. Berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkan adalah keluarga yang memilki pendapatan per kapita per bulan dibawah Rp. 150.000. Dengan mengacu standar tersebut maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden termasuk ke dalam keluarga prasejahtera. Pendapatan keluarga berhubungan secara nyata dan positif dengan perilaku konsumsi pangan anggota keluarga Soedikarijati 2001. Nilai pendapatan tersebut juga memperlihatkan daya beli yang relatif rendah terhadap suatu produk termasuk produk pangan sebagai pilihan pangan untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan terhadap akses kesehatan. Berdasarkan penelitian Ria 2011 terdapat korelasi yang sangat lemah antara pendapatan perkapita dengan variabel sikap ibu dan anak terhadap konsumsi MSMn. Rendahnya pendapatan keluarga prasejahtera ini membuat mereka tidak mampu membeli sumber vitamin A yang beranekaragam selain buah-buahan atau sayuran yang harganya relatif murah seperti wortel, pepaya, dan tomat. Riwayat kesehatan responden ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Riwayat Kesehatan Responden Sebulan Terakhir Riwayat Kesehatan Jumlah orang ISPA 9 13 Gangguan penglihatan 1 1 Rematik 1 1 Darah tinggi 1 1 Kondisi kesehatan responden dianalisis berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner 1 lampiran 4. Status kesehatan responden di awal program menunjukkan status kesehatan cukup baik yang ditandai dengan tidak adanya penderita penyakit menahun ataupun penyakit berat lainnya. Sebagian besar responden mengalami ISPA infeksi saluran pernafasan atas yaitu sebesar 13 yang menandakan rendahnya daya tahan tubuh. Responden merupakan warga desa Dramaga dan Babakan kecamatan Dramaga kabupaten Bogor, dimana 19 keluarga berasal dari desa Dramaga dan 11 keluarga berasal dari desa Babakan. Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Responden pada penelitian ini berbeda dengan responden pada penelitian Ria 2011 tentang sikap ibu dan anak terhadap konsumsi minyak sawit merah yang berlokasi di RW 2 desa Cikarawang kecamatan Dramaga kabupaten Bogor. Dari 30 keluarga tersebut, terdapat 70 orang responden yang bersedia berpartisipasi pada penelitian ini dan 22 orang bersedia untuk dianalisa darahnya. Data alamat responden disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Data alamat keluarga responden Nama Kepala Rumah Tangga Alamat Desa Anggota keluarga yang menjadi responden Dwi Basuki Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 4 Endang Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 7 Herman Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 6 Ismail Junaedi Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 4 Jupri Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 5 Tati Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 7 Toni Demon Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 3 Wahyu Pramana Jl. Haji Abbas RT 03 RW 01 Dramaga 4 Wasirin Jl. Haji Abbas RT 01 RW 01 Dramaga 5 Lilis RT 01 RW 03 Dramaga 1 Udiyana RT 02 RW 03 Dramaga 1 Sam Budiono RT 01 RW 03 Dramaga 1 Karyadi RT 02 RW 03 Dramaga 1 Asep RT 02 RW 03 Dramaga 1 Suhata RT 01 RW 01 Dramaga 1 Budi Rahman RT 01 RW 01 Dramaga 1 Nurjanah RT 02 RW 02 Dramaga 1 Nur Hasan RT 03 RW 01 Dramaga 1 Edy RT 01 RW 02 Babakan 1 Adam RT 03 RW 02 Babakan 1 Ajuh RT 01 RW 02 Babakan 1 Jajang RT 02 RW 06 Babakan 1 Yasin RT 01 RW 02 Babakan 1 Sulaeman RT 01 RW 02 Babakan 1 Iwan RT 02 RW 06 Babakan 1 Ahmad G. RT 01 RW 02 Babakan 1 Cep Nundang RT 01 RW 02 Babakan 1 Asnah RT 01 RW 02 Babakan 1 Teddy RT 02 RW 06 Babakan 1

4.2 Minyak Sawit Mentah MSMn

Sebelum intervensi dengan minyak sawit mentah, terlebih dahulu dilakukan pertemuan masal dengan seluruh responden yang dilakukan di Balai Desa atau Majlis Taklim desa setempat. Pada pertemuan masal pertama dilakukan sosialisasi program SawitA dan pengetahuan umum mengenai minyak sawit merah dan vitamin A, juga memperkenalkan MSMn yang merupakan produk baru. Dalam penjelasan di terangkan juga bahwa MSMn Tumis dapat juga digunakan sebagai minyak untuk menggoreng, tetapi dianjurkan untuk digunakan untuk menumis. Hal ini sesuai dengan penelitian Rao 2000 yang menyatakan bahwa memasak menggunakan minyak sawit mentah pada 4 macam menu masakan india dapat mempertahankan 70-88 kadar β-karoten, sedangkan ketika digunakan untuk menggoreng satu kali yang dapat bertahan 83, pada penggorengan kedua turun menjadi 28 dan pada penggorengan ketiga menjadi 6. Pada pertemuan masal kedua dilakukan penguatan dan perbaikan informasi sebelumnya. Pada pertemuan masal ketiga dilakukan penguatan informasi kembali dan mengajak responden untuk mau mengonsumsi MSMn secara terus menerus dan dilakukan wawancara untuk mengetahui seberapa besar penambahan pengetahuan responden terhadap produk. Di akhir acara, setiap keluarga responden mendapatkan 1 botol MSMn dengan volume 140 ml dan paket yang berisi bahan pangan sehat. Produk SawitA diberikan kembali kepada responden, jika produk sebelumnya telah habis dipakai. Responden dapat menukarkan botol kosong MSMn dengan MSMn baru yang dititipkan pada kader desa setempat. Selama 2 bulan intervensi 60 hari dibagikan MSMn sebanyak 210 botol pada 30 keluarga dengan jumlah anggota keluarga 170 orang dimana 70 orang diantaranya merupakan responden. Satu botol MSMn berisikan 140 ml diberikan perkeluarga setiap minggu sehingga didapatkan informasi setiap orang mengkonsumsi MSMn sebanyak 3,27 ml MSMn per hari selama 60 hari intervensi. Jumlah MSMn yang dikonsumsi responden melebihi target awal, dimana setiap responden diwajibkan mengkonsumsi minimal 2 ml MSMn per hari. Menurut Anggraeni 2012 kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah yang digunakan dalam penelitian ini telah dianalisa menggunakan HPLC dengan tiga kali ulangan dengan hasil kandungan β-karoten yang diperoleh adalah sebesar rata-rata 664,165 ppm. Dengan informasi tersebut dapat kita ketahui jumlah β-karoten yang dikon 1994 disar kons Bloo warn ini d selain Kele tidak kons moni hasil miny dan yang karen meng deng nsumsi seti 4 berdasa rankan kons umsinya d omhoff 199 na kuning p dikarenakan n itu, sebag bihan β-kar k ada kelu umsi MSM Untuk m itoring deng l monitoring yak sawit m sebanyak 8 g pernah lup na harus b gonsumsi b gan cara men iap respond arkan rekom sumsi haria disesuaikan 94 kelebiha pada kulit n, penyerap gian besar roten akan uhan dari Mn. Pada Gam Gamba mengontrol gan cara m g diperoleh mentah, 9 88 respon pa mengons bepergian d beralasan h numis. den setiap mendasi in an dari vita untuk tiap an konsum dan berlan pan β-karote dari karote dikeluarkan responden mbar 3 disa r 3 Frekuen pemakaian mengunjungi h hasil bah responden nden rutin m sumsi minya dan benar-b hanya meng 9 3 hari sebesa nstitut kese amin A ant p kelompok msi β-karote gsung tidak en akan m n yang dise n di feses. S yang men ajikan data f nsi responde n produk i rumah res wa 3 res pernah lup mengonsum ak sawit me benar lupa ggunakan m 88 ar 2169,60 ehatan nasi tara 500-1.5 k umur da en tidak ber k lama bila menurun bila erap tidak Selama 2 bu nyatakan k frekuensi M en mengkon SawitA o sponden 2 sponden ka a mengonsu msi minyak entah berala . Sedangka minyak saw 6 μg. Men ional di A 500 mikrog an jenis ke rakibat toks konsumsi d a konsums diubah men ulan mengk kulitnya me MSMn oleh r nsumsi MSM leh respon kali dalam dang-kadan umsi minya k sawit men asan sedang an reponde wit mentah Setiap ha Pernah t mengko Kadang ‐ mengko nurut Bloom Amerika Se gram. Tentu elamin. Me sik tapi kero diturunkan. inya berleb njadi vitam konsumsi M enguning a responden. Mn nden, dilak seminggu. ng mengons ak sawit me ntah. Respo g tidak mem en yang ka h jika mem ari tidak nsumsi kadang tidak nsumsi mhoff erikat, u saja enurut otenis Hal bihan. min A. MSMn akibat kukan Dari sumsi entah, onden masak adang masak

4.3 Sikap Responden Terhadap Konsumsi MSMn

Menurut Pilgrim 1956, penerimaan pangan food acceptability menunjukkan perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Batasan tersebut menekankan adanya komponen perilaku dan komponen sikap, dimana kesenangan termasuk di dalamnya. Namun berbeda dengan food preference yang merupakan penilaian afektif pada pangan yang belum atau sudah dimakan, penerimaan pangan digambarkan untuk penilaian afektif pada pangan yang secara aktual telah dimakan Cardello Schuutz 2000. Sebagai produk pangan baru yang diperkenalkan kepada responden, perlu diketahui respon awal responden terhadap minyak sawit mentah agar dapat diketahui seberapa besar tingkat penerimaan responden terhadap produk tersebut. Respon awal 2-4 hari dianalisis berdasarkan wawancara mengunakan kuesioner 2 dan respon setelah mengkonsumsi produk selama 2 minggu. Berikut merupakan tabel respon awal saat mengonsumsi minyak sawit mentah Tabel 14. Tabel 14 Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah Atribut Setelah 4 hari konsumsi Setelah 2 minggu konsumsi Biasa Saja ∑ Responden Terganggu ∑ Responden Biasa Saja ∑ Responden Terganggu ∑ Responden Rasa 69 1 70 0 Aroma 70 0 70 0 Warna 68 2 69 1 Pada awal konsumsi 4 hari konsumsi MSMn terdapat beberapa orang responden yang merasa terganggu oleh rasa dan warna yang ditimbulkan ketika mengkonsumsi makanan yang ditambahkan MSMn. Namun semakin lama waktu konsumsi, jumlah responden yang merasa terganggu dengan penambahan MSMn pada makanannya mengalami penurunan. Dapat dilihat pada Tabel 14 setelah dua minggu konsumsi tidak ada lagi responden yang terganggu oleh rasa makanan yang ditambahkan MSMn dan jumlah responden yang terganggu oleh warna yang ditimbulkan oleh MSMn juga mengalami penurunan. Adapun gangguan pada rasa meliputi rasa getir, eneg dan agak lengket. Gangguan pada warna dirasakan responden karena tidak menyukai warnanya yang sangat merah yang merupakan warna alami dari MSMn. Evaluasi penerimaan responden dilakukan setelah responden mengonsumsi produk selama 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan. Masing-masing evaluasi tersebut