62
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Provinsi Banten
Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat
dan terbentuk melalui Undang-undang No.23 Tahun 2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu
Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi
pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota.
Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas
sebesar 9.662,92 km
2
atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya, berbatasan
langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan,
dan Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung
63
darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sebagian wilayah-nya pun yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta.
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisa Deskriptif
Penelitian ini menganlisis pengaruh PDRB, upah minimum kabupatenkota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat
pengangguran. Data yang digunakan rentang waktu analisis mulai tahun 2008-2013. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak software computer eviews 6.0 dengan metode analisis Fixed Effect Model FEM. Maka oleh karena itu, perlu dilihat
perkembangan secara umum dari PDRB, upah minimum kabupatenkota dan indeks pembangunan manusia serta tingkat pengangguran di Provinsi
Banten.
a. Analisa Deskriptif Tingkat Pengangguran TP di Provinsi Banten
Tingkat pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang masih dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia.
Masalah pengangguran ini juga terjadi di semua Provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten
merupakan yang tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa.
64
Gambar 4.1 Prosentase Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008 -
2013
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai
tahun 2013. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan yang cukup signifikan, tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang
tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa. Menurut berita yang di dapat melalui situs
www.radarbanten.com , tingginya tingkat
pengangguran di Provinsi Banten disebabkan oleh sektor industri pengolahan yang relatif lebih dominan di Provinsi Banten
dibandingkan dominasi sektor yang sama di Provinsi lain. Dengan demikian untuk lebih mengurangi angka pengangguran, kebijakan
yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Banten selain mendorong tumbuhnya sektor pertanian, juga harus membuat regulasi yang lebih
ramah terhadap industriawan yang ada di Provinsi Banten.
65
Menurut Kabid Statistik Sosial BPS Provinsi Banten, Bambang Suarso, “angka pengangguran di Provinsi Banten mencapai 14,31
persen dan merupakan angka pengangguran tertinggi di Indonesia pada tahun 2010, jumlah itu merupakan penurunan dari angka pengangguran
tahun 2009”, kata bambang. Menurut Bambang tingginya angka pengangguran di Banten disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor pertumbuhan penduduk dan faktor ketersediaan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan sektor industri, sebagai sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
b. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto PDRB di
Provinsi Banten
Menurut Arsyad 2000 pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto PDRB tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan
menciptakan lapangan kerja. Tolak ukur dari keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah
diantaranya adalah PDRB daerah tersebut dan pertumbuhan penduduk yang nantinya ditunjukan pada tingkat penyerapan tenaga kerja. PDRB
menurut harga konstan adalah merupakan ukuran kemakmuran
66
ekonomi yang lebih baik, sebab perhitungan output barang dan jasa perekonomian yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perubahan
harga Nainggolan, 2009.
Gambar 4.2 PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi Banten tahun
2008 - 2013
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan PDRB di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Kenaikan
PDRB tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang produktif di Pulau Jawa. PDRB merupakan salah
satu indikator indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode Hadi Sasana, 2006. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin
besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
67
c. Analisa Deskriptif Upah Minimum KabupatenKota UMK di
Provinsi Banten
Menurut teori upah efisiensi, perusahaan bersedia membayar lebih tinggi daripada gaji ekuilibrium agar mendorong para pekerja untuk
menghindari kelalaian atau mengulur- ngulur waktu kerja. Schaum’s,
2006:264.
Gambar 4.3 Upah Minimum KabupatenKota UMK di Provinsi Banten
tahun 2008 - 2013
Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah UMK disetiap kabupatenkota di Provinsi Banten. Kenaikan tersebut
terjadi dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Di dalam sistem Ricardo, tingkat upah meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh
meningkat. Barang yang diproduksi buruh sebagian besar adalah hasil pertanian. Karena itu untuk menghasilkan satu unit produk dibutuhkan
68
buruh lebih banyak. Sehingga apabila permintaan terhadap buruh mulai
meningkat maka akan menaikkan upah Jhingan, 2012: 90.
d. Analisa Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia IPM di
Provinsi Banten
Menurut UNDP indeks pembangunan manusia memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia
diantaranya: panjang umur dan menjalani hidup sehat diukur dari usia harapan hidup, terdidik diukur dari tingkat kemampuan baca tulis
orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi, dan memiliki standar hidup yang layak diukur dari paritas
daya beliPPP, penghasilan UNDP, 2004.
Gambar 4.4 Indeks Pembangunan Manusia IPM di Provinsi Banten tahun
2008 - 2013
69
Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten dari tahun 2008
sampai dengan 2013. Pun begitu, nilai indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten adalah merupakan nilai IPM terendah diantara provinsi
lain di Pulau Jawa. Todaro 2000 mengatakan bahwa pembangunan manusia
merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan
sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan.
2. Memilih Model Data Panel a. Uji Chow
Uji Chow yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square PLS atau Fixed Effect Model FEM
yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji restricted F-Test atau uji Chow-Test. dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut: Hο : Model PLS Restriced
H
1
: Model FEM Unretriced
70
Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square PLS dan Fixed Effect Model FEM diperoleh F-statistik yakni sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Pool: BANTEN
Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic d.f.
Prob. Cross-section F
11.485096 7,77
0.0000
Cross-section Chi-square
62.916252 7
0.0000
Sumber
:
Lampiran 3
diolah
Dari tabel 4.4 diatas diperoleh nilai F-statistik sebesar 11.485096 dengan nilai F-tabel pada df 7,3
7 α = 5 adalah 2,70 sehingga nilai F-statistik nilai F-tabel, maka H
ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. Uji Hausman
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang akan dipilih. Pengujian ini
dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H
: Model REM H
1
: Model FEM Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model FEM
dan Random Effect Model diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut:
71
Tabel 4.2 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: BANTEN
Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob. Cross-section random
20.031725 3 0.0002
Sumber
:
Lampiran 4
diolah
Dari tabel 4.5 diatas diperoleh nilai Chi-Square statistik sebesar
20.031725
dengan nilai Chi- square tabel pada df 3 α = 5 adalah
7.81473 sehingga nilai Chi-Square statistik nilai Chi-Square tabel, maka H
ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
3. Hasil Estimasi Model Data Panel
a. Pendekatan Fixed Effect Model FEM
Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode Pooled Least Square PLS, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
pendekatan Fixed Effect Model FEM. Dari pengolahan E-views 6 didapatkan hasil sebagai berikut:
72
Tabel 4.3 Regresi
Fixed Effect Model FEM
R-squared 0.652831
Adjusted R-squared 0.607744
Sumber
:
Lampiran 5
diolah
4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Untuk menguji adakah variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal dalam model regresi data panel dilakukan dengan
uji normalitas. Menurut Ajija 2011:42, uji normalitas hanya digunakan jika jumlah observasi adalah kurang dari 30, untuk
mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal. Bila nilai J-B Jarque-Bera lebih kecil dari 2 data terdistribusi normal, jika
dilihat dari probabilitasnya lebih dari 5 maka data terdistribusi normal Winarno, 2011 : 5.37-5.39.
73
Gambar 4.5 Uji Normalitas
2 4
6 8
10 12
-2 -1
1 2
Series: Standardized Residuals Sample 2008S2 2013S2
Observations 88 Mean
1.34e-16 Median
-0.041454 Maximum
2.700477 Minimum
-2.031005 Std. Dev.
0.991493 Skewness
0.540592 Kurtosis
3.225801 Jarque-Bera
4.473127 Probability
0.106825
Sumber: Lampiran 6 diolah
Gambar 4.5 menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari α
= 5 maka dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Ajija dkk 2011:35, multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau
semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien
korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi masing- masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi
multikolinearitas.
74
Tabel 4.4 Correlation Matrix
PDRB UMK
IPM PDRB
1.000000 0.356306
0.584250 UMK
0.356306 1.000000
0.467289 IPM
0.584250 0.467289
1.000000
Sumber: Lampiran 7 diolah
Dilihat dari tabel 4.6, dimana nilai correlation matrix tidak lebih dari 0,8 yang berarti tidak terdapat gejala multikolinearitas. Dengan
terpenuhinya uji mutikolinearitas maka model regresi tidak ditemukan adanya korelasi linier yang sempurna antar variabel-variabel bebas
Ajija dkk, 2011:36.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Geri 2014 heterokedastisitas dapat dideteksi dengan pendekatan atau metode General Least Square Cross section
Weighted. Dapat dilihat dengan membandingkan Sum Square Resid Weighted Statistic dengan Sum Square Resid Unweighted , yaitu Sum
Square Resid Weighted Statistic lebih kecil dibandingkan Sum Square Resid Unweighted.
Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sum squared resid Weighted 87.83190
Sum squared resid Unweighted 85.52613
Sumber
:
Lampiran 8
diolah
75
Pada tabel 4.7 diperoleh hasil regresi Sum squared resid pada Weighted sebesar 87.83190, sedangkan Sum squared resid pada
Unweighted sebesar 85.52613. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai Sum squared resid pada Weighted lebih besar dibandingkan dengan
nilai Sum squared resid pada Unweighted. Oleh karena itu data regresi penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya
Wing Wahyu, 2007:5.24. Dalam mengidentifikasi ada atau tidaknya autokorelasi adalah
dengan Uji Durbin-Watson. Uji D-W adalah salah satu uji yang banyak dipakai untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi.
Tabel 4.6 Durbin-Watson
Tolak H berarti
ada autokorelasi positif
Tidak dapat diputuskan
Tidak menolak H berarti
tidak ada autokorelasi Tidak
dapat diputuskan
Tolak H berarti
ada autokorelasi negative
d
L
1,60 d
u
1,73 2 4-d
u
2.27 4-d
L
2,40 4 0,67
Sumber
:
Lampiran 9
diolah
76
Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistic yaitu sebesar 0.677797 dimana nilai DW 0.677797 d
L
= 1.6039 dan nilai d
U
= 1.7326. Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai d
L
dan d
U
DW, yang artinya terdapat autokorelasi pada data regresi. Untuk mengatasi terjadinya autokorelasi perlu diadakan cross-section
SUR pada Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:
H :
Tidak terdapat autokorelasi H
1
: Terdapat autokorelasi
Pada hasil regresi cross-section SUR didapatkan nilai DW sebesar 1.805209, sedangkan nilai d
L
= 1.6039 dan nilai d
U
= 1.7326. hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai DW lebih besar dari d
U
maka hipotesis nol diterima yang artinya tidak terdapat autokorelasi.
5. Pengujian Hipotesis
Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk diterima atau ditolaknya secara statistik hasil hipotesis nol H
dari sample keputusan untuk mengolah H
dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. Dari hasil pengolahan data didapatkan model
terbaik adalah dengan pendekatan Fixed Effect Model FEM dengan hasil sebagai berikut:
77
Tabel 4.7 Hasil Estimasi Variable
Coefficient Std.
Error t-
Statistic
Prob.
DPDRB? 5.60E-07
5.67E-07 0.987981 0.3263 UMK?
-3.05E-06 9.74E-07
- 3.129772
0.0025 IPM?
-1.690547 0.472262
- 3.579679
0.0006 C
69.01106 16.54720 4.170557 0.0001
Fixed Effects Cross KABPANDEGLANG
— C
-3.952284 KABLEBAK
—C -4.485714
KABTANGERANG--C 0.701289
KABSERANG —C
-1.495007 KOTTANGERANG--C
2.747827 KOTCILEGON
—C 3.795026
KOTSERANG —C
0.295365 KOTTANGSEL
—C 2.393498
Effects Specification Cross-section fixed dummy variables
R-squared 0.652831
Mean dependent var
6.350064 Adjusted R-squared
0.607744 S.D. dependent var
1.682749 S.E. of regression
1.053911 Akaike info
criterion 3.059362
Sum squared resid 85.52610
Schwarz criterion 3.369029
Log likelihood -123.6119
Hannan-Quinn criter.
3.184119 F-statistic
14.47941 Durbin-Watson stat
0.677797 ProbF-statistic
0.000000 Mean dependent
var 6.350064
Sumber : Lampiran 6
diolah
Dari tabel 4.10 diatas yang dimana menggunakan pendekatan Fixed Effect Model FEM didapatkan hasil persamaan sebagai berikut:
TP = 69.0116 + 5.6047E-07PDRB – 3.0474E-06UMK –
1.690647IPM + e
78
Dimana: Y
: TP Tingkat Pengangguran X
1
: PDRB Produk Domestik Regional Bruto X
2
: UMK Upah Minimum KabupatenKota X
3
: IPM Indeks Pembangunan Manusia e
: error term Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: a Jika variabel-varibel independen dianggap konstan atau bernilai nol,
maka besarnya tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara keseluruhan adalah sebesar 69,01.
b Nilai koefisien regresi variabel PDRB sebesar 5,6047 yang berarti setiap terjadi peningkatan PDRB sebesar 1 maka akan meningkatkan
tingkat pengangguran sebesar 5,6. c Nilai koefisien regresi variabel upah minimum kabupatenkota sebesar
3,0474 yang berarti setiap terjadi peningkatan upah minimum kabupatenkota sebesar 1 maka akan menurunkan tingkat
pengangguran sebesar 3,04. d Nilai koefisien regresi varibel indeks pembangunan manusia sebesar
1,6906 atau dibulatkan menjadi 1,7 yang berarti setiap terjadi peningkatan indeks pembangunan manusia sebesar 1 maka akan
menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1,7.
79
a. Uji Koefisien Determinan Adjusted R
2
Hasil koefisien determinan pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen secara statistik. Dari regresi pengaruh Produk Domestik Regional Bruto PDRB, Upah Minimum KabupatenKota UMK dan
Indeks Pembangunan Manusia IPM terhadap Tingkat Pengangguran TP di Provinsi Banten periode 2008-2013, koefisien determinannya
sebesar 0.607744. Hal ini berarti bahwa 60,77 persen Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten dapat dijelaskan oleh variabel
Produk Domestik Regional Bruto PDRB, Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Indeks Pembangunan Manusia IPM.
Sedangkan sisanya yaitu 39,23 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model atau faktor-faktor lain diluar penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Individual Uji t
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakan koefisen regresi signifikan atau tidak Nachrowi,2002:24.
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas PDRB, UMK dan IPM berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat
Tingkat Pengangguran. Pengujian ini dilihat dari masing-masing t- statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima
hipotesis.
80
Tabel 4.8 Nilai t-statistik
Variable Coefficient Std.
Error t-Statistic Prob.
Signifikansi PDRB
5.60E-07 5.67E-07
0.987981 0.3263
Tidak Signifikan
UMK -3.05E-06
9.74E-07 -3.129772
0.0025 Signifikan
IPM
-1.690547 0.472262
-3.579679 0.0006
Signifikan
Sumber
: Lampiran 6 diolah
Tabel 4.10 merupakan hasil dari pengujian variabel independen yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota
dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. Penelitian ini mengguna
kan α = 5 atau α = 0,05. Adapun hipotesisnya sebagai berikut:
1 Ho : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H
1
:Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto, terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten tahun 2008-2013. 2 Ho
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah
Minimum KabupatenKota
terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013. H
1
:Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah Minimum KabupatenKota terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten tahun 2008-2013.
81
3 Ho : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Indeks Pembangunan
Manusia terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H
1
: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten tahun 2008-2013. Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.10
maka pembuktian dari hipotesisi yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut:
1 Nilai probabilitas t-statistik variabel PDRB sebesar 0.3263 lebih besar dari 0,05 yang berarti H
diterima dan H
1
ditolak. 2 Nilai probabilitas t-statistik variabel UMK sebesar
0.0025 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H ditolak
dan H
1
diterima. 3 Nilai probabilitas t-statistik variabel IPM sebesar
0.0006 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H ditolak
dan H
1
diterima.
c. Uji Signifikansi Serentak Uji F
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen didalam model dapat dilakukan dengan uji F. Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke
82
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto PDRB, Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Indeks Pembangunan Manusia IPM terhadap Tingkat Pengangguran
periode tahun 2008-2013 F-statistik 14.47941 dan nilai probabilitasnya
0,0000, dengan menggunak an taraf keyakinan 95 persen α = 5
dengan degree of freedom for numerator dfn = 3 k-1 = 4-1 dan degree of freedom for denominator dfd = 92 n-k = 96-4, maka
diperoleh F-tabel sebesar 2.70. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen PDRB, UMK dan IPM berpengaruh signifikan
secara bersama-sama
terhadap variabel
dependen Tingkat
Pengangguran.
83
6. Intepretasi Hasil Analisis Tabel 4.9 Intepretasi Koefisien
Fixed Effect Model FEM
Variable Coefficient
DPDRB? 5.60E-07
UMK? -3.05E-06
IPM? -1.690547
C 69.01106
Fixed Effects Cross KABPANDEGLANG
— C
-3.952284 KABLEBAK--C
-4.485714 KABTANGERANG--C
0.701289 KABSERANG--C
-1.495007 KOTTANGERANG--C
2.747827 KOTCILEGON--C
3.795026 KOTSERANG--C
0.295365 KOTTANGSEL--C
2.393498
Sumber
:
Lampiran 6
diolah
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa masing-masing KabupatenKota memiliki tingkat koefisien Fixed Effect Model FEM
yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto
PDRB, Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Indeks Pembangunan Manusia IPM memiliki tingkat pengaruh yang berbeda
terhadap Tingkat Pengangguran di tiap-tiap KabupatenKota yang ada di Provinsi Banten. Berikut adalah analisis tiap KabupatenKota
84
a. Analisis tiap KabupatenKota di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013.
1 Kabupaten Pandeglang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Pandeglang
adalah -3.952284 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Pandeglang akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar :
65.058776 .
2 Kabupaten Lebak
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Lebak adalah -
4.485714 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Lebak akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 64.525346 .
85
3 Kabupaten Tangerang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Tangerang adalah 0.701289 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Tangerang akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 69.712349 .
4 Kabupaten Serang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Serang adalah -1.495007 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Serang akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 67.516053 .
5 Kota Tangerang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang adalah 2.747827 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
86
regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kota Tangerang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 71.758887 .
6 Kota Cilegon
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Cilegon adalah 3.795026 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Cilegon akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 72.806086 .
7 Kota Serang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Serang adalah 0.295365 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Serang akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 69.306425 .
87
8 Kota Tangerang Selatan
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang Selatan adalah 2.393498 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupatenkota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Tangerang Selatan akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 71.404558 .
b. Analisis ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan penelitian sebelumnya
1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Diferensiasi PDRB
Dari hasil analisis variabel Produk Domestik Regional Bruto PDRB telah di diferensiasi sehingga berubah menjadi
Laju Pertumbuhan Ekonomi. Laju Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap Tingkat Pengangguran
TP dengan nilai signifikansi 0.3263. Hal ini menunjukkan bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dengan Tingkat Pengangguran. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ni Nyoman dan Ni Luh 2014 bahwa laju
pertumbuhan ekonomi
berpangaruh tidak
signifikan diakibatkan karena tidak semua tenaga kerja mampu masuk ke
88
dalam kesempatan kerja yang ada, sehingga meskipun laju pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka tidak
berpengarh pada tingkat pengangguran.
2 Upah Minimum KabupatenKota UMK
Dari hasil
analisis variabel
Upah Minimum
KabupatenKota UMK berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran dengan nilai signifikansi 0.0025. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Upah Minimum KabupatenKota UMK merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
semakin menurunnya Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten. Namun pengaruh antara UMK dengan Tingkat
Pengangguran berbanding terbalik dikarenakan koefisien variabel UMK bersifat negatif.
Hasil ini sesuai dengan teori Upah Efisiensi yang dijabarkan oleh Mankiw yang menyatakan bahwa kualitas rata-
rata tenaga kerja perusahaan bergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika upah dari perusahaan rendah
atau perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja tersebut bisa mengambil pekerjaan di tempat lain Anggrainy,2006:3.
Namun demikian, pekerja yang memilih untuk mengambil pekerjaan di tempat lain tidak akan langsung pindah begitu saja
namun harus bersaing dengan para pelamar kerja lain. Sehingga
89
pada jangka waktu pekerja tersebut menunggu untuk mendapatkan pekerjaan di tempat yang baru itu akan
menambah tingkat pengangguran. Hal ini juga sesuai dengan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS bahwa
pada tahun 2012, Sektor Industri dan Perdagangan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Banten. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan upah minimum di Provinsi Banten, tingkat pengangguran akan
berkurang karena terserap pada sektor Industri dan Perdagangan yang sampai saat ini masih berkembang dan terus
menyumbang penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten. Diberlakukannya Keputusan Menteri Tenaga Republik
Indonesia No. PER-01MEN1999 Tahun 1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-226MEN2000 Tahun 2000 merupakan salah satu
usaha pemerintah untuk melindungi pekerja agar mendapatkan upah yang wajar dan hidup layak, serta
menjadi acuan bagi pegusaha dalam memenuhi kewajiban mereka membayar upah bagi buruh atau pekerja. Dengan
demikian, dengan adanya penetapan upah minimum tersebut, para pekerja menjadi lebih terlindungi dan setidaknya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja.
90
3 Indeks Pembangunan Manusia IPM
Dari hasil analisis variabel Indeks Pembangunan Manusia IPM berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran
dengan nilai signifikansi 0.0006. Hal ini sesuai dengan Abbas 2010 bahwa kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja yang
diberikan oleh pendidikan pada dasarnya terkait dengan lima hal, yaitu: 1 motive atau penggerak; 2 traits atau kecepatan
bereaksi; 3 self concept atau gambaran diri pribadi; 4 knowledge atau informasi yang diperoleh seseorang pada
bidang tertentu; dan 5 skill atau kemampuan melaksanakan tugas secara fisik atau secara mental. Abbas juga
menambahkan bahwa tenaga kerja yang berkualitas dan lebih mempunyai kemampuan akan lebih dihargai jika dibandingkan
dengan tenaga kerja yang kurang mampu.Abbas, 2012:30. Dengan demikian tingginya IPM tenaga kerja memengaruhi
tenaga kerja tersebut dalam memperoleh pekerjaan. Apabila nilai IPM tenaga kerja tersebut tinggi maka tenaga kerja
tersebut mudah untuk memperoleh pekerjaan. Namun apabila nilai IPM tenaga kerja tersebut rendah maka pekerjaan akan
sulit didapat sehingga akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tenaga kerja. Apabila tenaga kerja
91
berpendidikan rendah maka akan sulit baginya untuk menemukan pekerjaan. Dengan demikian tingkat pendidikan
yang merupakan salah satu indikator dari IPM berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Karena jika tenaga kerja
berpendidikan berpendidikan rendah akan sulit menemukan pekerjaan sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah
pengangguran.
92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka dapet diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto PDRB memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan positif terhadap Tingkat Pengangguran TP di
Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa berapapun nilai PDRB meningkat, maka tidak akan berpengaruh pada
Tingkat Pengangguran TP. 2. Upah Minimum KabupatenKota UMK memiliki pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran TP di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
Upah Minimum KabupatenKota UMK maka semakin kecil Tingkat Pengangguran TP.
3. Indeks Pembangunan Manusia IPM memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran TP di Provinsi
Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Indeks Pembangunan Manusia IPM maka semakin berkurang
Tingkat Pengangguran TP. 4. Dari hasil regresi secara bersama-sama dengan pendekatan Fixed
Effect Model FEM pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
93
PDRB, Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Indeks Pembangunan Manusia IPM terhadap Tingkat Pengangguran periode
tahun 2008-2013. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen PDRB, UMK dan IPM berpengaruh signifikan secara bersama-sama
terhadap variabel dependen TP.
B. Implikasi