Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5 maupun sosial, dan setiap orang berkewajiban untuk berperilaku hidup sehat
dalam mewujudkan, mempertahankan, serta memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok KTR di fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan
umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan.
Kawasan Tanpa Rokok KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi,
menjual, mengiklankan, danatau mempromosikan produk tembakau. Pengertian tersebut tertuang dalam pasal pertama Peraturan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188MenkesPBI2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok. Diharapkan dengan
pedoman tersebut terjadi intervensi yang kuat terhadap pengendalian perokok yang sering menghisap rokok di sembarang tempat.
Menteri Pendidikan mengeluarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Sekolah. Kebijakan ini
ditetapkan untuk memberi dukungan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tujuan dari Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok Di Lingkungan Sekolah ini ditetapkan atas dasar melindungi para generasi muda yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dari paparan
asap rokok yang berbahaya dan secara tidak langsung diharapkan menurunkan angka perokok pada pelajar.
6 Pada kenyatannya banyak perokok yang masih melanggar Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok, dengan tetap merokok di area tersebut. Sering kita jumpai pula pelanggaran tersebut terjadi di sekolah. Sekolah merupakan salah
satu kawasan tanpa rokok, karena akan mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar mengajar. Beberapa guru, tenaga kependidikan bahkan kepala sekolah
dengan santainya merokok di sekolah tanpa memikirkan akibat dari kebiasaan yang tidak baik tersebut. Efek dari kebiasaan itu adalah ketika para siswa yang
melihatnya merasa bahwa merokok adalah hal yang wajar dilakukan. Anggapan tersebut sedikit banyak akan memberikan pengaruh bagi pelajar
untuk mencoba merokok. Sebagian pelajar di Indonesia kini telah menjadi perokok aktif. Beberapa dari mereka terang-terangan memperlihatkan bahwa
mereka adalah perokok dan menganggap itu adalah hal yang biasa, bahkan bisa dianggap sebagai pembuktian bahwa perokok itu keren. Beberapa pelajar
yang merokok tidak semua berani menunjukkan identitasnya karena takut dihukum oleh sekolah dan orang tua yang melarang anaknya untuk merokok.
Berita yang diunggah oleh Humas UGM Gusti Grehenson pada hari Jumat, 27 Mei 2011 mengungkapkan bahwa 16 persen pelajar SMP dan SMA
di Kota Yogyakarta adalah perokok. Jumlah presentase perokok tersebut dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebanyak 12 persen termasuk ke dalam
golongan perokok eksperimenter dan 4 persen sisanya adalah perokok regular. Perokok eksperimenter merupakan golongan pelajar yang masih mencoba-
coba merokok, sedangkan perokok regular merupakan kelompok pelajar yang sudah rutin mengkonsumsi rokok setiap hari. Perincian persentase perokok
7 disampaikan oleh Yayi Suryo Prabandari. sebagai ketua tim peneliti
menyebutkan untuk pelajar SMP jumlah perokok eksperimenter 10,32 persen dan perokok regular 2,38 persen. Jumlah perokok ekperimenter dan regular
terjadi peningkatan untuk pelajar SMA yaitu sebanyak 13,28 persen dan 2,38 persen. Survei mengenai jumlah perokok juga dilakukan pada guru dari 30
SMP dan 30 SMA di Kota Yogyakarta. Hasil survei tersebut menyatakan 10 persen dari seluruh guru yang menjadi responden adalah perokok, bahkan 68
persen guru SMP dan SMA tersebut mengaku bahwa mereka merokok di lingkungan sekolah. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.015 pelajar SMP
dan SMA serta 1.602 guru dari 30 SMP dan 30 SMA oleh Quit Tobacco Indonesia, Fakultas Kedokteran FK Universitas Gajah Mada.
Hasil penelitian dari Fify Rosaliana 2015 menjelaskan bahwa di SMA Gadjah Mada masih dijumpai guru dan siswa yang merokok di lingkungan
sekolah. SMA Gadjah Mada menyediakan ruang khusus merokok yang bertujuan untuk meminimalisir siswa yang merokok saat jam pelajaran
berlangsung dan warga sekolah diharapkan untuk tidak merokok di koridor sekolah padahal jelas disebutkan pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Dalam Negeri No.188MenkesPBI2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok bahwa salah satu Kawasan Tanpa
Rokok adalah di sekolah. Ruang khusus merokok tersebut juga tidak dapat menampung keseluruhan guru dan siswa yang ingin merokok yang
mengakibatkan masih banyak guru dan siswa yang merokok di koridor sekolah.
8 Hasil pra-observasi di SMA Gadjah Mada menemukan beberapa siswa
yang merokok di lingkungan sekolah. Beberapa ada yang merokok di sekitar koridor sekolah, di ruang satpam, di parkiran sepeda motor, dan di dalam
kelas. Pihak sekolah membiarkan siswa yang merokok dan tidak ada sanksi yang tegas kepada para perokok tersebut. Contoh yang tidak bagus juga
ditemukan adalah seorang guru yang merokok di lingkungan sekolah. Guru tersebut merokok di ruang guru yang tentu saja masih masuk dalam
lingkungan sekolah. Dampak dari warga yang merokok di SMA Gadjah Mada sangat menganggu bagi mereka yang tidak merokok. Udara segar yang
seharusnya mereka bisa nikmati menjadi tercemar akibat asap rokok.