16 Berdasarkan gambar di atas, William N. Dunn menjelaskan proses
pembuatan kebijakan sebagai berikut 1 Penyusunan Agenda
Tahap ini yaitu menyusun suatu masalah yang akan dicari pemecahan masalah. Berbagai permasalahan yang ada dimasukkan ke agenda
kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Permasalahan yang ada di agenda kebijakan didefinisikan dan dicari pemecahan
masalahnya sesuai dengan alternatif yang ada. 2 Formulasi Kebijakan
Tahap kedua dalam proses pembuatan kebijakan yaitu formulasi kebijakan. Pada tahap ini aktor pembuat kebijakan merumuskan alternatif
kebijakan solusi dari permasalahan berdasarkan permasalahan yang ada dalam agenda kebijakan.
3 Adopsi Kebijakan Tahap ketiga dalam proses pembuatan kebijakan yaitu membahas
beberapa alternatif yang telah ditawarkan oleh para perumus kebijakan, kemudian dilakukan adopsi dengan dukungan dari pembuat kebijakan.
4 Implementasi Kebijakan Suatu kebijakan hanyalah menjadi sebuah wacana apabila kebijakan
tersebut tidak dilakukan implementasi. Kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif solusi pemecahan masalah haruslah diimplementasikan.
Implementasi kebijakan bertujuan untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah dirumuskan.
17 5 Penilaian Kebijakan
Kebijakan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan penilaian atau evaluasi agar dapat dilihat sejauh mana kebijakan tersebut mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada. Penilaian kebijakan melibatkan indikator keberhasilan yang digunakan sebagai standar keberhasilan
implementasi kebijakan. Proses perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari aktor pembuat
kebijakan. Aktor pembuat kebijakan harus mempunyai dasar berupa pendekatan teori dalam merumuskan kebijakan dan memilih komponen
utama dalam pembuatan kebijakan pendidikan. Arif Rohman 2009: 130 menjelaskan,
Ada lima teori perumusan kebijakan pendidikan, yaitu: a teori radikal, b teori advokasi, c teori transkriptif, d teori sinoptik,
dan e teori inkremental. Teori radikal mementingkan kepada diverivikasinya
dan pelimpahan
tugas kepada
lembaga penyelenggara di tingkat lokal, sehingga kreatifitas lembaga lokal
lebih dihargai.
Sebaliknya, teori
advokasi cenderung
mementingkan peran pemerintah pusat yang masih dominan dalam perumusan kebijakan pendidikan. Teori transkiptif berorientasi
kepada prasyarat adanya dialog pusat dengan daerah dan lembaga penyelenggara pendidikan. Teori sinoptik menekankan kepada
metode berfikir sistem dalam perumusan kebijakan. Sedangkan teori inkremental menekankan pada perumusan kebijakan
pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka panjang.
Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembuatan kebijakan harus melalui tahapan yang
urut dan tidak dapat dilakukan secara terpisah atau salah satu tidak dilakukan karena tahapan dalam proses pembuatan kebijakan merupakan
sebuah kesatuan. Pembuatan kebijakan harus mempunyai dasar teori agar
18 seusai dengan kebutuhan. Tahapan proses pembuatan kebijakan adalah
tahap penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan
.
Penelitian ini lebih fokus untuk membahas implementasi kebijakan karena pada tahapan ini banyak
faktor yang mempengaruhi sebuah kebijakan dapat berjalan baik atau tidak.
B. Implementasi Kebijakan 1. Konsep Implementasi Kebijakan
Van Meter dan Van Horn dalam Arif Rohman 2009: 134 mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan merupakan semua tindakan
yang dilakukan oleh individu-individupejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan
kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu, yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke
dalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan-
keputusan kebijakan. H. M. Hasbullah 2015: 94 memaparkan secara sederhana tujuan
implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Keseluruhan proses penetapan kebijakan baru ini bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah
19 dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan
tujuan dan sasaran tersebut. Arif Rohman 2012: 107 menjelaskan bahwa implementasi
kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan kepada kelompok sasaran target groups, melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum,
politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program.
Kesemuannya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan proses formulasi kebijakan pendidikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa impelementasi kebijakan merupakan seluruh tindakan yang
dilakukan untuk merealisasikan tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan mentransformasikan sebuah kebijakan ke dalam istilah operasional agar
mudah dipahami oleh pelaksana kebijakan dan objek kebijakan.
2. Tahap Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa tahapan yang akan dilalui. Charles O. Jones dalam buku Politik Ideologi Pendidikan Arif
Rohman, 2009: 135 menjelaskan bahwa implementasi adalah suatu aktivitas atau tahapan yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijakan.
Ada tiga pilar aktivitas atau tahapan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut yakni :
20 1 Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya,
unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan sesuai dengan tujuan.
2 Interpretasi, aktivitas menafsirkan agar suatu program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan sesuai
harapan. 3 Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.
Joko Widodo 2010: 90-94 menyebutkan beberapa tahapan implementasi kebijakan yaitu tahap interpretasi, tahap organisasi, dan tahap
aplikasi. Berikut penjelasan dari tahapan tersebut : 1 Tahap Interpretasi
Tahap Interpretasi merupakan tahap penguraian pokok dari suatu kebijakan yang bersifat abstrak agar lebih operasional dan mudah
dipahami sehingga dapat dimengerti oleh para pelaku dan sasaran kebijakan.
2 Tahap Organisasi Tahap Organisasi yaitu tindakan peraturan dan penetapan
pembagian tugas pelaksana kebijakan termasuk di dalamnya terdapat kegiatan penetapan anggaran, kebutuhan sarana dan prasana, penetapan
tata kerja, dan manajemen implementasi kebijakan.
21 3 Tahap Aplikasi
Tahap aplikasi merupakan tahap pelaksanaan kebijakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Tahapan ini merupakan tahapan untuk
menerapkan kebijakan untuk mengatasi masalah danatau meningkatkan mutu pada sasaran kebijakan
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah dalam implementasi kebijakan mempunyai tahapan yang dilakukan. Tahapan
dalam implementasi kebijakan adalah tahap interpretasi, tahap organisasi, dan tahap aplikasi. Tahapan tersebut dilakukan untuk mengoperasikan
program atau kebijakan agar sesuai dengan tujuan.
3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan
Tahap implementasi kebijakan merupakan tahapan yang penting dari sebuah kebijakan. Tahap implementasi kebijakan menentukan hasil dari
kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan dibuat dengan tujuan memperbaiki suatu aspek dengan strategi yang tepat namun kebijakan tersebut bisa terjadi
ketidakberhasilan karena pada tahap implementasi kebijakan belum bisa berjalan sesuai dengan kebijakan. Penentu keberhasilan atau kegagalan pada
implementasi kebijakan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor penentu keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan perlu dilakukan
analisis. Analisis faktor-faktor tersebut bisa digunakan untuk bahan pertimbangan untuk meminimalisirkan segala kemungkinan kegagalan yang
terjadi dan memaksimalkan keberhasilan pada tahap implementasi kebijakan.
22 Brian W. Hogwood Lewis A.Gunn Arif Rohman, 2012: 107-108
mengemukakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan dapat dikatakan sempurna perfect implementation, maka dibutuhkan
syarat-syarat sebagai berikut: a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak
akan menimbulkan gangguankendala yang serius. b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber-
sumber yang cukup memadai. c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau
tersedia. d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal. e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubungnya. f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna. j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Arif Rohman 2009: 147-149 mengemukakan bahwa ada tiga faktor
yang menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasikan kebijakan yaitu:
a. Faktor pertama yang menentukan keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan berkaitan dengan rumusan kebijakan yang telah
dibuat oleh pengambil keputusan decision maker. Berhubungan tentang bagaimana rumusan kalimatnya jelas atau tidak, tujuannya tepat atau
tidak, sesuai dengan sararan atau tidak, terlalu sulit dipahami atau tidak, mudah diinterpretasikan atau tidak, mudah dilaksanakan atau tidak dan
sebagainya. Pembuat kebijakan diharapkan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai pertimbangan kesepakatan dalam perumusan kebijakan.