76 daripada merokok diluar ketahuan pihak luar sekolah, makanya
dilokalisir di dalam lingkungan sekolah saja. Kalau saya sendiri sih, karena saya tidak merokok, lebih nyaman kalau
tidak ada yang mer okok” AE05052016
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang
menjelaskan, “Kalau dari pihak sekolah tidak ada program apa-apa, tetapi
kami melakukan pemasangan plang tidak merokok di kelas. anak-anak tidak peduli. Kalau usaha kita ya bisa nya paling pas
pelajaran di kelas tidak boleh merokok dan menyuruh untuk mematikan rokok atau menyarankan merokok ke kamar mandi.
Pihak sekolah tidak bisa ketat terhadap para perokok di sekolah terutama pada siswa, karena beberapa siswa tidak akan
masuk sekolah jika tidak boleh merokok di sekolah.
” EM18042016
Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta:
“Sepertinya di sekolah ini belum ada program yang khusus dibuat untuk menanggapi kawasan tanpa rokok di sekolah.
”
TE20042016 Sumber daya yang ada belum bisa untuk memaksimalkan
pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Belum ada sumber daya kewenangan dari Kepala
Sekolah yang dapat mengkontrol siswa maupun Guru merokok di sekolah. Jadi, kesiapan dari pihak sekolah masih kurang.
c. Disposisi atau sikap
Disposisi atau sikap adalah karakteristik dari pelaksana kebijakan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana karakteristik pelaksana yang
mendukung atau menolak kebijakan. Pelaksana diharapkan memliki
77 kapasitas untuk melaksanakan kebijakan. Pelaksana kebijakan yang
terpilih sesuai dengan kapasitasnya harus mempunyai komitmen yang kuat untuk melaksanakan kebijakan.
Pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah meliputi Kepala Sekolah, Wakasek kesiswaan, Guru bimbingan konseling, dan
wali kelas. Pihak – pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan
kawasan tanpa rokok di sekolah diharapkan memiliki dedikasi untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Kepala Sekolah memiliki
tanggung jawab mengawasi dan mensukseskan kebijakan tersebut dengan bekerja sama dengan seluruh Guru dan karyawan. Pihak sekolah
melakukan upaya untuk mensosialisasikan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah kepada kelompok sasaran, pemasangan papan tanda
larangan dilarang merokok di kawasan sekolah. Sikap pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta masih belum menunjukkan
dukungan penuh terhadap pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah, hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Ibu EM
selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta:
“...Dulu jika akan menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok belum bisa maksimal dan terkesan enggak mempan karena
Kepala Sekolah yang dulu malah menerapkan kebijakan bebas rokok di sekolah yang bertempat di belakang kelas yang terdapat
pohon rindang yang menurut siswa asik untuk nongkrong ”
EM18042016 Hasil observasi dilapangan juga menemukan guru yang sedang
merokok di sekolah. Guru tersebut merokok di ruang guru yang termasuk
78 dalam lingkungan sekolah. Hal tersebut menunjukkan sikap yang tidak
sejalan dengan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Hasil wawancara juga menemukan pengakuan dari guru yang
merokok tersebut. Guru tersebut ternyata adalah Wakasek Kesiswaan di SMA Gadjah Mada. Berikut pengakuan dari Bapak AB terkait perilaku
merokok di ruang guru: “Saya sering merokok di sekolah tetapi saya merokoknya pada
saat tidak mengajar di kelas. Biasanya saya merokok di ruang guru waktu jeda mengajar atau pada waktu istirahat.
” AB26042016
Pendapat pelaksana kebijakan terhadap pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada bermacam-macam.
Beberapa guru setuju dengan adanya kebijakan tersebut, namun ada juga yang tidak setuju melihat kondisi siswa yang ada di SMA Gadjah Mada.
Berikut pebdapat dari Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta:
“Kalau saya tidak setuju mas jika ada tempat khusus merokok di sekolah, tetapi mau bagaimana lagi melihat kondisi siswa
yang memang sudah tidak bisa diatur lagi untuk tidak merokok di sekolah.
..” EM18042016 Tanggapan lain disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas
Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta, “Kalau saya sendiri memang setuju ada tempat khusus untuk
membuat Guru ataupun siswa tidak merokok di sembarang tempat. Kalau tidak disediakan, akan merugikan yang tidak
merokok juga karena beberapa dari siswa merokok di sembarang tempat. Menurut saya sendiri, sepanjang daerah-
daerah tertentu masih banyak tumbuhan, tidak ada masalah. Tapi kalau untuk daerah yang tidak ada tanaman tapi disitu ada
asap rokok, daerah seperti itulah yang berkewajiban menjadikan
79 daerah tanpa rokok. Tidak bisa melarang orang untuk berhenti
rokok, ada sekian ribu orang yang hidup dari rokok, kasihan kalau dilarang, mereka-mereka yang hidup dari rokok. Cuma
sebagai perokok, harus bisa menempatkan diri supaya tidak menggangu yan
g lain” AE05052016 Bapak AB selaku Wakasek Kesiswaan memberikan tanggapan mengenai
adanya tempat khusus merokok sebagai berikut: “ Tempat khusus untuk merokok menurut saya itu perlu karena
bagi seorang perokok jika tidak merokok rasanya pahit. Tempat khusus merokok di sekolah ini memang diperlukan karena
beberapa Guru ada yang merokok termasuk saya, tetapi yang saya kurang suka yaitu banyak siswa yang merokok di sekolah ini.
Kebiasaan merokok mereka didapatkan saat masih berada di sekolah lamanya atau waktu masih SMP. Sebenarnya tempat
khusus untuk merokok di sekolah ini untuk memberi tempat para perokok agar tidak merokok di sembarang tempat, tetapi dari
masyarakat banyak mendapat tanggapan yang tidak baik.
” AB26042016
Hasil observasi menemukan adanya lokasi yang digunakan oleh pihak sekolah sebagai tempat khusus untuk merokok. Lokasi tersebut
berada tidak jauh dari ruang guru. Berikut foto hasil observasi yang menunjukan tempat khusus merokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta :
Gambar 8. Tempat khusus merokok
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa sikap atau disposisi pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada ini belum
bisa sesuai dengan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Terdapat kebijakan dari mantan Kepala Sekolah untuk membuat tempat khusus
80 untuk merokok di sekolah. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan
pendapat tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut, namun tidak bisa berbuat banyak karena kondisi siswa yang memang suadah
mempunyai kebiasaan merokok yang susah untuk diatur. Keadaan siswa yang seperti itu juga dipersulit dengan pendapat Kepala Sekolah yang
setuju jika ada tempat khusus merokok walaupun ada upaya untuk menghilangkan tempat tersebut.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi jelas mempengaruhi keberhasilan kebijakan karena melibatkan banyak pihak di dalamnya. Beberapa pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan akan bersinergi membentuk struktur birokrasi untuk mewujudkan implementasi kebijakan sesuai dengan
tujuan. Struktur birokrasi memiliki pemimpin yang mempunyai peran sebagai penanggung jawab. Pemimpin struktur birokrasi dalam
implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah Kepala Sekolah, namun karena Kepala Sekolah yang
lama sudah meninggal dunia saat ini sementara digantikan oleh pelaksana tugas Kepala Sekolah.
Sebuah implementasi kebijakan tentu saja memiliki Standart Operating Procedure SOP. SOP digunakan sebagai pedoman oleh
pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugasnya. Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak
sepenuhnya serupa dengan SOP, hanya dilakukan secara sederhana