65 Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan anggaran sosialisasi yang dilakukan saat MOS, untuk peralatan yang digunakan untuk
melaksnakan kebijakan tersebut menggunakan tanda dilarang merokok dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran
peralatan kelas. Berikut penjelasan Ibu MV selaku Karyawan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta:
“Untuk anggarannya kami masukkan dalam anggaran sosialisasi awal MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok kita
ambilkan dari anggaran peralatan kelas.” MV03052016 Hal tersebut diperkuat oleh Ibu TE selaku Guru dan Wali Kelas di SMA
Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: “Untuk anggaran mungkin tidak ada ya mas. Sosialisasinya
menggunakan dana saat pengenalan sekolah atau MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan dana lain
lain di peralatan kelas.” TE20042016 Hasil observasi di SMA Gadjah Mada, belum ditemukan tanda
dilarang merokok yang dimaksud oleh Ibu MV dan Ibu AE. Tanda dilarang merokok seharusnya berada di dalam kelas. Beberapa siswa
mengaku tahu jika ada tanda tersebut di dalam kelas, namun ada siswa yang dengan sengaja mencopot tanda dilarang merokok. Berikut
penjelasan dari AI selaku siswa di SMA Gadjah Mada: “Memasang tulisan dilarang merokok di kelas mas, tetapi itu
juga tidak berpengaruh pada kami yang merokok dan ada juga yang dicopot lagi sama teman-
teman.” AI25042016 Kesimpulan dari beberapa pendapat dan hasil observasi di atas
adalah pihak sekolah sudah mulai melaksanakan Kebijakan Kawasan
66 Tanpa Rokok sejak diberlakukannya Pergub Nomor 42 tahun 2009.
Program lanjutan untuk menanggapi kebijakan tersebut belum ada namun pihak sekolah sudah memasang tanda dilarang merokok sesuai dengan
Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Pelaksanaan kebijakan kawasan tersebut
masih terjadi pelanggaran karena masih ada siswa dan guru yang merokok di sekolah. Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan anggaran sosialisasi yang dilakukan saat MOS, untuk peralatan yang
digunakan adalah tanda dilarang merokok dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas
3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Implementasi kebijakan merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan pada suatu kebijakan. Model Edward III dalam
buku Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi Subarsono, 2012: 90-92 menjelaskan terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan. Empat faktor tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokasi.
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan
faktor penting
pertama dalam
implementasi kebijakan. Komunikasi bertujuan untuk memberikan informasi dari pihak yang berwenang kepada pelaksana kebijakan
67 tentang maksud dari implementasi kebijakan. Pelaksana Kebijakan
Kawasan Tanpa Asap Rokok di Lingkungan Sekolah adalah Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain di
dalam lingkungan sekolah. Pihak sekolah mempunyai wewenang atau tugas untuk
mengkomunikasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah kepada semua warga sekolah. Model Edward III mengemukakan bahwa
komunikasi kebijakan terdiri dari 3 dimensi yaitu dimensi transisi transmision,
dimensi kejelasan
clarity, dimensi
konsistensi consistency.
1 Dimensi transisi mengharapkan agar kebijakan disampaikan kepada sasaran kebijakan agar tujuan dari kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan dengan baik. Sosialisasi menjadi alat komunikasi SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk menyampaikan kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok di Sekolah. Kegiatan sosialisasi pernah dilakukan pihak sekolah. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Bapak AE selaku
Pelaksana tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta bahwa:
“Dulu pernah dilakukan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah waktu MOS dan setiap awal tahun pelajaran.
Untuk Guru
cara mensosialisasikannya
dengan cara
menyampaikan pada rapat, kalau mau merokok di sana tempatnya jangan di ruangan Guru, apalagi perokok pasif
terkena akibatnya yang paling banyak dari perokok yang merokok di sembarang tempat.
” AE05052016
68 Pernyataan tersebut diperjelas oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan
dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang menjelaskan, “Pihak sekolah pernah melakukan sosialisasi mengenai
kebijakan tersebut saat rapat sekolah dan pada saat MOS atau tahun ajaran baru yang dihadiri orang tua siswa. Menurut saya
sosialisasi yang dilakukan tidak berguna karena yang dulu Kepala Sekolahnya menyediakan suatu tempat untuk merokok
di lingkungan sekolah. Sekarang dengan pergantian Kepala Sekolah mencoba untuk menghilangkan tempat tersebut
.” EM18042016
Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta:
“Ya pernah, pernah ada sosialisasi kepada orang tua siswa pada saat penerimaan siswa baru. Sosialisasi berupa
pembinaan dan penjelasan tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah
“ TE20042016
Kegiatan sosialisasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dilakukan pada saat Masa Orientasi Sekolah
MOS dan tahun ajaran baru. Sosialisasi dilakukan dengan cara mengumpulkan orang tua di sekolah. Sosialisasi merupakan sarana
komunikasi yang penting karena suatu informasi dalam kebijakan akan tersampaikan dengan baik kepada sasaran dan akan
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. 2 Dimensi kejelasan dalam komunikasi kebijakan menginginkan
kebijakan dapat dimengerti oleh implementator dan sasaran kebijakan. Kejelasan yang diterima oleh implementator dan sasaran kebijakan
sangat penting agar mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut. Beberapa siswa mengaku tidak tahu akan adanya kebijakan