Implementasi Kebijakan 1. Konsep Implementasi Kebijakan

22 Brian W. Hogwood Lewis A.Gunn Arif Rohman, 2012: 107-108 mengemukakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan dapat dikatakan sempurna perfect implementation, maka dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut: a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguankendala yang serius. b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber- sumber yang cukup memadai. c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia. d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil. g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna. j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Arif Rohman 2009: 147-149 mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasikan kebijakan yaitu: a. Faktor pertama yang menentukan keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan berkaitan dengan rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh pengambil keputusan decision maker. Berhubungan tentang bagaimana rumusan kalimatnya jelas atau tidak, tujuannya tepat atau tidak, sesuai dengan sararan atau tidak, terlalu sulit dipahami atau tidak, mudah diinterpretasikan atau tidak, mudah dilaksanakan atau tidak dan sebagainya. Pembuat kebijakan diharapkan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai pertimbangan kesepakatan dalam perumusan kebijakan. 23 b. Faktor kedua berkaitan dengan personil pelaksananya. Personil pelaksana mempunyai latar belakang yang berbeda seperti budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian. Tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan, diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan bekerjasama dari setiap kepribadian personil pelaksana akan mempengaruhi cara kerja mereka dalam implementasi kebijakan. c. Faktor ketiga dari penentu kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan adalah faktor organisasi pelaksana. Organsasi pelaksana dapat menentukan implementasi kebijakan diperhatikan dari jaringan sistem, hirarki kewenangan masing-masing bagian, strategi distribusi pekerjaan, model kepemimpinan dari kepala organisasi, peraturan organisasi, target yang ditetapkan pada masing-masing tahap, model monitoring yang digunakan dan model evaluasi yang dipakai. Pendapat lain dikemukakan Model Edward III dalam buku Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi Subarsono, 2012: 90-92 terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan. Faktor tersebut yaitu faktor 1 komunikasi, 2 sumber daya, 3 disposisi, dan 4 struktur birokrasi. Berikut penjelasan dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan: 1 Faktor Komunikasi Communication Faktor komunikasi merupakan proses pemberian informasi kepada petugas pelaksana kebijakan. Edward III informasi mengenai kebijakan 24 perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan Joko Widodo, 2010: 97. Model Edward III berpendapat bahwa dimensi dalam komunikasi kebijakan terdiri dari dimensi transmisi transmission, kejelasan clarity, dan konsistensi consistency. Berikut penjelasan beberapa dimensi dalam komunikasi kebijakan: a Dimensi Transmisi Dimensi transmisi mengharapkan agar kebijakan disampaikan tidak hanya kepada pelaksana implementators kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan serta pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. b Dimensi Kejelasan Dimensi kejelasan menginginkan kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana dan sasaran kebijakan dapat diterima dan dimengerti dengan jelas agar mereka mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut sehingga dapat mempersiapkan segala sesuatu untuk mensukseskan kebijakan tersebut dengan efektif dan efisien. c Dimensi Konsistensi Dimensi konsistensi menginginkan implementasi kebijakan berlangsung efektif dengan cara pemberian perintah-perintah 25 pelaksanaan harus konsisten dan jelas agar kebijakan yang diterapkan tidak membingungkan. 2 Faktor Sumber daya Resources Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya merupakan sarana untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. Berikut penjelasan mengenai sumber daya dalam implementasi kebijakan: a Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dapat berwujud implementator atau aparatur yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan. Implementator harus memiliki keahlian dan kemampuan melaksanakan kebijakan serta perlu mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. b Sumber Daya Anggaran Edward III dalam Joko Widodo 2010: 100 menyatakan bahwa terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada sasaran kebijakan juga terbatas. Terbatasnya insentif yang diberikan kepada implementator merupakan penyebab utama gagalnya pelaksanaan program. Kesimpulannya adalah jika sumber daya anggaran terbatas maka akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping 26 program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. c Sumber Daya Peralatan Edward III dalam Joko Widodo 2010: 102 menjelaskan bahwa sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan sebagai operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan untuk memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. d Sumber Daya Kewenangan Sumber daya kewenangan merupakan hal yang penting dalam implementasi kebijakan. Sumberdaya kewenangan akan menentukan keberhasilan dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo 2010: 103 menjelaskan bahwa: Kewenangan authority yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan. Pelaksana kebijakan diberikan wewenang yang cukup untuk membuat keputusan sendiri dalam melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya. Kewenangan tersebut diharapkan mampu mensuskseskan implementasi kebijakan. 3 Faktor Disposisi Disposition Disposisi merupakan tindakan yang dimiliki oleh implementator seperti kemauan, kejujuran, dan kesungguhan dalam melaksanakan 27 kebijakan. Implementator diharapkan memiliki disposisi yang baik sehingga tidak terjadi perbedaan perspektif dengan pembuat kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo 2010:104-105 menjelaskan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana implementors tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Kesimpulan dari faktor disposisi adalah menuntut pelaksana kebijakan untuk memberikan kemampuan terbaiknya untuk melaksanakan kebijakan. Kemampuan pelaksana kebijakan menjadi penentu keefektifan implementasi kebijakan. 4 Faktor Struktur Birokrasi Bureaucratic Structure Struktur organisasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap implementasi kebijakan. Struktur organisasi memiliki prosedur operasi yang standar standard operating procedures atau SOP. SOP berhubungan dengan mekanisme, sistem dan pedoman pelaksanaan kebijakan. SOP dibuat untuk memberikan pedoman dalam sebuah organisasi untuk melaksanakan suatu program dan kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo 2010: 107 menyatakan bahwa : jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, sistem dan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah implementasi merupakan tahapan yang vital dalam kebijakan. Implementasi kebijakan 28 mempunyai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan sebuah kebijakan. Faktor penentu yang mempengaruhi implementasi kebijakan di antaranya adalah komunikasi transmisi, kejelasan, konsistensi, sumber daya sumber daya manusia, anggaran, peralatan, kewenangan, disposisi, dan struktur birokrasi

C. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok KTR adalah tempat atau area yang ditetapkan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, mengkomersialkan, menawarkan, maupun mempromosikan produk tembakau. Depkes.go.id Indonesia mempunyai beberapa peraturan yang telah ditetapkan mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok, yaitu : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Hal yang bersangkutan mengenai kawasan tanpa rokok terdapat pada Pasal 113 dan Pasal 115. Berikut uraian Pasal 113 dan pasal 115: Pasal 113: 1 Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak menganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. 2 Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya danatau masyarakat sekelilingnya. Pasal 115: 1 Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat untuk bermain; d. tempat ibadah; e. angkutan umum; 29 f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. 2 Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. 2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188MENKESPBI2011 No.7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan tersebut mewajibkan pemerintah daerah menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayah pemerintahannya. Peraturan penetapan kawasan tanpa rokok mempunyai tujuan yang tercantum pada Pasal 2 sebagai berikut: a. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok; b. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok; c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Kawasan tanpa rokok yang dimaksud Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188MENKESPBI2011 No.7 Tahun 2011 terdapat pada pasal 3 sebagai berikut: a. Fasilitas pelayanan kesehatan; b. Tempat proses belajar mengajar; c. Tempat anak bermain; d. Tempat ibadah; e. Angkutan umum; f. Tempat kerja; g. Tempat umum; dan h. Tempat lainnya yang ditetapkan. 3. Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Peraturan Gubernur menetapkan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Nomor 42 Tahun 2009. Peraturan Gubernur mengenai Peraturan Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan 30 penetapan kawasan dilarang merokok dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dankelompok rentan bayi, balita, ibu hamil, dan lansia terhadap risiko gangguan kesehatan akibat asap rokok serta menurunkan angka kesakitan danatau angka kematian akibat asap rokok. Tujuan penetapan peraturan kawasan tanpa rokok di DIY untuk mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih serta mewujudkan masyarakat yang sehat. Area atau tempat kawasan tanpa rokok sesuai dengan pedoman kawasan tanpa rokok pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188MENKESPBI2011 No.7 Tahun 2011. 4. Kota Yogyakarta sebagai bagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengeluarkan peraturan kawasan tanpa rokok. Peraturan tersebut dituangkan pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pasal 3 pada peraturan tersebut memberikan penjelasan mengenai tujuan penetapan kawasan tanpa rokok yaitu: Pasal 3: 1 Memberikan pencegahan dari akibat bahaya asap rokok bagi perokok aktif danatau perokok pasif; 2 Memberikan area atau lingkungan yang bersih dan sehat bebas dari asap rokok; 3 Memberikan perlindungan bagi kesehatan masyarakat umum dari akibat buruk merokok. 4 Memberikan rasa aman dan nyanab warga; dan 5 Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat. 31 5. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015. D. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah 1. Ketentuan umum Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015. Pengertian dan ketentuan umum Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah tertulis dalam pasal 1 sebagai berikut: 1. Sekolah adalah Sekolah DasarSekolah Dasar Luar Biasa SDSDLB, Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah Pertama Luar Biasa SMPSMPLB, Sekolah Menengah AtasSekolah Menengah Atas Luar Biasa SMASMALB, dan Sekolah Menengah Kejuruan SMK baik negeri maupun swasta. 2. Lingkungan sekolah adalah lokasi tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. 3. Pihak lain adalah orang yang melakukan aktivitas di dalam lingkungan sekolah, selain kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik. 4. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, danatau mempromosikan rokok.

2. Tujuan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah

Tujuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 pada pasal 2 yaitu kawasan tanpa rokok bertujuan untuk menciptakan Lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok. 32

3. Sasaran Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah

Kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah mempunyai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 pada pasal 3. Sasaran Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di