KESIMPULAN DAN SARAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SMA GADJAH MADA YOGYAKARTA.

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan kebutuhan sekunder yang dianggap sebagai kebutuhan primer oleh sebagian orang, terutama para perokok. Merokok sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat di Indonesia. Merokok di tempat umum sudah tidak dianggap lagi sebagai hal yang tabu oleh masyarakat. Hampir setiap tempat di Indonesia dapat kita jumpai para perokok yang sedang menikmati sebatang rokok dalam berbagai kondisi. Kegiatan tersebut tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun para remaja baik pria maupun wanita juga terlihat sedang menikmati kegiatan merokok. Tidak dapat dipungkiri bahwa merokok mengandung sensasi kenikmatan tersendiri. Sensasi kenikmatan pada rokok bukan merupakan satu- satunya alasan untuk merokok, ada beberapa motivasi lain yang diketahui melatarbelakangi seseorang untuk merokok, sehingga lambat laun berpotensi menimbulkan kecanduan. Beberapa motivasi itu antara lain menganggap bahwa rokok adalah simbol kejantanan, rokok adalah simbol kebebasan. Masyarakat dalam aspek sosial menganggap menghisap rokok adalah simbol pergaulan, toleransi, persahabatan, dan solidaritas. Menghisap rokok terlihat keren, atraktif, dan sensual. Para perokok juga meyakini bahwa rokok bisa menghilangkan beberapa perasaan kurang nyaman seperti menghilangkan rasa stress, menghilangkan rasa pedih, menghilangkan rasa cemas dan 2 menghilangkan rasa lelah. Beberapa perokok juga menjelaskan bahwa menghisap rokok adalah cara mencapai konsentrasi, menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan etos kerja, dan dapat melancarkan datangnya ide sehingga membantu menyelesaikan masalah. Menghisap rokok tidak hanya menimbulkan stimulus yang telah diuraikan di atas, adapula anggapan lain yang membuat merokok itu nikmat yaitu ketika selesai makan, sambil minum kopi atau teh maupun dilakukan setelah bangun tidur di pagi hari maupun ketika sebelum berangkat tidur di malam hari. Faktor internal kebiasaan merokok muncul karena rasa ingin tahu sehingga mencoba-cobanya. Faktor eksternal yang mempengaruhi dan mendorong seseorang untuk merokok adalah kondisi lingkungan. Menghisap rokok karena meniru kebiasaan dari keluarga sebagai contohnya menirukan orang tua mereka yang merokok Alfi, 2011: 27-31. Terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa kebiasaan merokok sulit untuk dihentikan, bahkan ada anggapan bahwa merokok bukanlah suatu kebiasaan yang buruk bagi kesehatan. Anggapan menghilangkan kebiasaan merokok sulit akan lebih kuat jika terjadi pada perokok yang menjadikan rokok sebagai pelarian atas segala macam masalahnya terlebih lagi saat sudah stress dan emosi. Mereka merasa lebih tenang saat menghisap sebatang rokok. Banyak di antara para perokok belum mengetahui zat apa saja yang terkandung di dalam sebatang rokok yang sedang mereka nikmati. Di dalam sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia. 400 di dalamnya merupakan zat beracun yang berbahaya untuk tubuh, dan 43 di antaranya 3 bersifat karsinogenik. Komponen utama yaitu Nikotin yang merupakan suatu zat berbahaya penyebab kecanduan, zat ini bisa menimbulkan efek santai sehingga menyebabkan kebiasaan merokok sulit untuk ditinggalkan oleh pecandu rokok. Komponen dalam rokok TAR merupakan zat berbahaya penyebab kanker karsinogenik dan berbagai penyakit lainnya. Komponen rokok yang berupa karbonmonoksida CO adalah salah satu gas beracun yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya. Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronis dan diabetes mellitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan 8 orang per menit meninggal karena rokok. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia ke peringkat ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia setelah China dan India. Indonesia termasuk salah satu produsen rokok terbesar di dunia. Meningkatnya kebutuhan rokok telah menjadi pengeluaran ke dua bagi masyarakat Indonesia depkes.go.id. Pencantuman peringatan atas dampak yang akan diderita oleh perokok dalam bungkus rokok sudah ada. Peringatan pada bungkus rokok menyebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Gangguan kesehatan akibat asap rokok tidak hanya akan diterima oleh perokok, namun juga dapat 4 mengganggu kesehatan orang lain di sekitarnya. Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari second-hand smoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di Indonesia, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. data tersebut jelas menunjukkan bahwa begitu bahayanya paparan asap rokok, namun hal tersebut tidak memberi pengaruh yang signifikan untuk menurunkan angka perokok depkes.go.id. Upaya dalam menurunkan jumlah perokok di Indonesia memang tidak mudah. Ada beberapa permasalahan yang kompleks di antaranya adalah aspek ekonomi, dan sosial. Namun bagaimanapun juga masyarakat berhak memperoleh udara segar untuk memperoleh sirkulasi pernafasan yang sehat. Hak tersebut mendapatkan landasan hukum dalam UUD 1945 dalam pasal 28 H ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ditetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Konsep Kawasan Tanpa Rokok KTR terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 115. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan dalam upaya menciptakan lingkungan yang sehat, maka setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, 5 maupun sosial, dan setiap orang berkewajiban untuk berperilaku hidup sehat dalam mewujudkan, mempertahankan, serta memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok KTR di fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan. Kawasan Tanpa Rokok KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, danatau mempromosikan produk tembakau. Pengertian tersebut tertuang dalam pasal pertama Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188MenkesPBI2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok. Diharapkan dengan pedoman tersebut terjadi intervensi yang kuat terhadap pengendalian perokok yang sering menghisap rokok di sembarang tempat. Menteri Pendidikan mengeluarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Sekolah. Kebijakan ini ditetapkan untuk memberi dukungan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tujuan dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Sekolah ini ditetapkan atas dasar melindungi para generasi muda yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dari paparan asap rokok yang berbahaya dan secara tidak langsung diharapkan menurunkan angka perokok pada pelajar.