mengerjakan tugas mereka masing-masing sesuai dengan kapasitasnya.
Pemeriksa bertugas memeriksa apa saja kesalahan-kesalahan yang diperbuat peserta didik dan mencatatnya dalam BAP. Penuntut
bertugas mengajukan tuntutan umum kepada peserta didik berdasarkan BAP yang telah diterima dari pemeriksa. Dewan hakim
bertugas menentukan vonis yang harus dijatuhkan kepada peserta didik yang terbukti bersalah, berdasarkan masukan dari BAP, tuntutan
dari penuntut, pembelaan pembela dan keterangan saksi. Pembelabertugas membela peserta didik yang menjadi kliennya.
Sedangkan saksi bertugas memberikan saksi yang sebenarnya berdasarkan apa yang ia lihat.
Keputusan final yang telah dijatuhkan, dapat dipertanyakan kepada tertuduh kembali, apakah ia menerima ataukah akan
mengajukan banding. Jika mengajukan banding, berarti ada persidangan lagi di tingkat yang lebih tinggi. Jika ia menerima, maka
diminta untuk menandatangani berita acara penerimaan atas vonis yang dijatuhkan.
c. Pengaturan Hukuman Peserta Didik
Setelah peserta didik mendapatkan vonis dari pengadilan peserta didik, maka hukuman yang dijatuhkan kepadanya siap direalisasikan.
Realisasi ini sangat penting, agar vonis yang diberikan tidak sekedar mandeg sebagai vonis. Sebab, jika hal itu terjadi, maka akan
menjatuhkan wibawa pengadilan peserta didik. Apa yang dimaksud dengan hukuman? Hukuman adalah suatu
sangsi yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran
113
atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Sanksi demikian, dapat berupa material dan dapat pula berupa non material.
Tujuan hukuman adalah sebagai alat pendidikan dimana hukuman yang diberikan justru harus dapat mendidik dan
menyadarkan peserta didik. Manakala dalam perhitungan, peserta didik tidak sadar dengan hukuman yang dapat menyadarkan dan
mendidik dirinya, sebaiknya tidak diberikan hukuman. Sebab, misi dan maksud hukuman, bagimanapun haruslah dicapai.
Langeveld 1955 memberikan pedoman hukuman sebagai berikut: 1 Punitur, qunnia no peccatum, yang artinya: dihukum karena
peserta didik memang bersalah. 2 Punitur no peccatum, yang artinya: dihukum agar peserta
didik lagi berbuat kesalahan. Ada beberapa macam hukuman, yatu hukuman badan,
penahanan di kelas dan menghilangkan privalage, denda dan sanksi tertentu.
Hukuman badan misalnya adalah memukul, menjewer, mencubit, menyepak, menendang dan sebagainya. Hukuman demikian
sebaiknya tidak dipergunakan, karena terbukti tidak efektif untuk mengubah perilaku peserta didik. Bahkan jika guru atau pendidik
menggunakan hukuman ini, sedangkan peserta didik ada yang cedera, maka yang bersangkutan dapat diajukan ke pengadilan
sebagai orang yang bersalah atau mengadakan penganiayaan. Oleh karena itu, sebaiknya hukuman ini dihindari di dunia pendidikan
termasuk sekolah. Penahanan di kelas adalah jenis hukuman yang diberikan kepada
peserta didik karena peserta didik melakukan kesalahan-kesalahan. Penahanan di kelas demikian, mungkin juga efektif manakala
114
dikaitkan dengan beban pekerjaan yang bersifat mendidik kepada peserta didik. Misalnya, yang besangkutan harus mengerjakan soal-
soal tertentu, dan yang bersangkutan esoknya diharuskan menyapu kelas, mengepel kelas, dan sebagainya. Hukuman demikian juga
efektif, jika guru meminta ganti rugi atau kompensasi kepada peserta didik dalam bentuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di perpustakaan
dan atau laboratorium. Yang dimaksud dengan menghilangkan privalage adalah
pencabutan hak-hak istimewa yang ada pada diri peserta didik. Ini perlu dilakukan agar yang bersangkutan mengetahui bahwa
kesalahan memang tidak boleh diperbuat apalagi diulang-ulang. Misalnya saja, peserta didik tidak diperkenankan mengikuti pelajaran
untuk beberapa saat, tidak mendapatkan rejeki kelas dan sebagainya. Hukuman denda juga boleh dikenakan kepada peserta didik,
sepanjang hal tersebut tetap dalam bataskemampuan peserta didik. Hanya saja, uang denda tersebut harus masuk ke kas sekolah.
Dengan adanya denda demikian, diharapkan peserta didik tidak terus melanggar aturan. Pembayaran denda demikian haruslah disertai
dengan tanda terima atau kwitansi. Sanksi-sanksi lain sebagai perwujudan dari hukuman yang dapat
diberikan adalah skors untuk beberapa hari bagi peserta didik yang terbukti melanggar. Sanksi demikian hendaknya diberikan jika
memang yang bersangkutan layak diberi sanksi, dan mungkin sebelumnya sudah mendapat peringatan secara ringan dan keras,
lisan dan tertulis. Tanpa didahului oleh peringatan demikian, penghukuman skorsing yang secara tiba-tiba akan menjadikan
penyebab peserta didik terkejut. Terkecuali jika pelanggaran yang dilakuan oleh peserta didik tersebut memang fatal.
115
Selain itu, ada hukuman lain, misalnya saja menatap tajam siswa, memberikan taguran-teguran dengan tembusan ke orang tua atau
wali, penyampaian tidak puas secara lisan atau tertulis. Yang pasti, hendaknya hukuman tersebut diberikan tidak dalam keadaan si
penghukum sedang marah dan atau tidak bisa mengendalikan emosinya. Haruslah disadari juga, bahwa hukuman bukanlah
dimaksudkan untuk balas dendam melainkan menyadarkan dan mendidik peserta didik. Hukuman juga tidak dimaksudkan untuk
melampiaskan kemarahan pendidik dan Kepala Sekolah kepada peserta didik.
d. Pendekatan Tanpa Hukuman Non Punitive Approach