101 Pemeliharaan ulat sutera di dalam ruanganlaboratorium akan berlangsung dengan
baik, jika suhu dalam ruangan tetap dipertahankan stabil serta kualitas pakan baik dan pakan tersedia secara kontinyu. Jika cuaca di dalam ruangan berfluktuatif dan berubah
secara ekstrim, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan cara memberikan sinar tambahan berupa cahaya dari lampu petromax atau dari sinar listrik, terutama pada
musim hujan. Pada musim kemarau dimana suhu melebihi 30 C, pakan harus dicelup
dalam air agar tetap segar dan dapat dimakan oleh larva atau percikan air pada ruang pemeliharaan agar suhu dan kelembaban dapat terjaga dengan baik.
7.3. Kandungan Gizi Pakan
Selain suhu dan kelembaban, kualitas pakan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produktvitas ulat sutera. Kondisi fisiologis, kualitas
kokon, produksi telur, lama instar, bobot badan dan kualitas benang, sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan juga akan mempengaruhi hasil
pemeliharaan generasi selanjutnya. Jika pakan yang diberikan kurang baik, larva akan jatuh sakit dan kurang gizi sekaligus akan menghambat pertumbuhan ulat, sehingga sulit
untuk memperoleh hasil yang maksimum, meskipun pada tahap berikutnya diberikan pakan yang lebih baik. Reese and Beck 1978 melaporkan bahwa larva Agrotis ipsilon
yang diberi pakan yang sangat kering, konsumsi pakan yang dimakan Bobot basah maupun bobot kering menurun, dengan efisiensi konversi pakan yang dimakan dan
pakan yang dicerna berbanding terbalik terhadap persen bahan kering pakan, artinya bila pakan sangat kering larva enggan untuk makan, dan energi banyak terbuang karena
kemungkinan larva lebih banyak mondar-mandir.
102 Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kecukupan kadar air pakan pada
daun sirsak 65,46 dan teh 69,64 , kandungan nutrisi berupa protein, karbohidrat, lemak dan serat kasar serta komponen kimia yang dimiliki pada kedua jenis pakan ini,
menyebabkan ulat sutera Attacus atlas sangat menyukainya. Paul et al. 1992 meneliti pengaruh kelembaban daun murbei 60,5 , 65 , 70 dan 76,6 terhadap indeks
nutrien dan pertumbuhan ulat sutera Bombyx mori. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa konsumsi meningkat dengan meningkatnya persentase kelembaban daun. Jumlah
bahan kering pakan yang dikonsumsi, efisiensi konversi pakan, efisiensi konversi pakan tercerna meningkat secara nyata dengan meningkatnya kadar air daun. Kecernaannya
meningkat tajam sampai kandungan air daun 70 , setelah itu menurun. Scriber 1979 menyatakan bahwa daun yang memiliki kandungan air rendah memerlukan energi
metabolisme yang lebih tinggi daripada daun yang kandungan airnya cukup. Adanya kandungan nutrisi yang sesuai bagi serangga tidak hanya menyebabkan laju pertumbuhan
yang cepat, tetapi juga menyebabkan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Chapman 1982 mendapatkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan bertahan hidup
yang lebih baik dari Schistocerca dan Locusta ketika sejumlah besar sellulosa ditambahkan pada makanan buatan dan penggunaan makanannya turun 45-50
dibandingkan sebelumnya 70-80 . Hasil proses habituasi dan domestikasi F1-F3 menunjukkan bahwa keberhasilan hidup yang tinggi, produksi telur dan kualitas kokon
yang baik, serta peningkatan kualitas benang dan dapat tersedia sepanjang tahun. Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan segar pada daun sirsak sebanyak 129,01
gram pakanlarva, selama satu periode tahap larva instar 1-instar 6, dengan daya cerna 38,66 persen. Sedangkan Attacus atlas yang dipelihara pada pakan daun teh, dapat
103 menkonsumsi pakan segar sebanyak 137,97 gram pakanlarva, selama satu periode tahap
larva. Instar keenam dapat menkonsumsi pakan cukup banyak, hal ini disebabkan pada instar enam membutuhkan pakan cukup banyak sebagai cadangan energi dalam tubuh
larva, karena pada akhir instar enam larva sudah tidak makan lagi untuk tahapan berikutnya. Secara fisiologis larva Attacus atlas memasuki masa pupasi sebagai proses
pembentukan protein sutera, hampir seluruh tubuh larva instar terakhir dipenuhi kelenjar sutera. Ulat sutera menggunakan sebagian besar pakan yang dikonsumsinya selama
stadium ini untuk mensintesis sutera cair Fibroin dan Serisin.
7.4. Produksi Kokon dan Kualitas Benang
Komposisi serat kokon sutera secara umum, terdiri dari protein sutera yang meliputi fibroin dan serisin. Fibroin yang terkandung dalam serat sutera sebesar 70-80 ,
sedangkan serisin sebesar 20-30 . Unsur yang lainnya adalah lilin, karbohidrat, pigmen dan materi anorganik yang masing-masing jumlahnya sangat kecil. Serat sutera juga
tersusun oleh unsur-unsur kimia antara lain C, H, O, N, S Huang, 1997. Serisin adalah protein yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi lunak
dalam air panas dan larut dalam alkali lemah dan sabun. Tetapi dalam kenyataannya, pada sutera liar lebih sedikit serisinnya, namun bahan-bahan yang perlu dihilangkan tidak
hanya serisin, tetapi bahan lainnya seperti lilin, garam-garam mineral dan zat warna lain pigmen alam berwarna kekuningan perlu dihilangkan juga Saleh, 2000.
Populasi ulat sutera yang tinggi pada setiap generasi dapat menghasilkan produksi kokon yang banyak, sekaligus dapat meningkatkan produksi benang. Satu buah kokon
dapat menghasilkan ribuan meter filamen dengan ketebalan tipis Alat pemintal modern.
104 Namun demikian dengan memakai alat pemintal tradisional Hund spund menghasilkan
panjang benang hanya ratusan meter saja. Dari 500-600 buah kokon dapat dihasilkan 1 Kg benang. Selanjutnya dapat menghasilkan benang tersebut kalau diproses dapat
menghasilkan 7-8 meter kain. Akai 1997 melaporkan bahwa panjang benang sutera dari sebuah kokon adalah 2500 meter dengan memakai alat pemintal modern. Roni
2005 mendapatkan dari 700-750 buah kokon Attacus atlas dihasilkan 1 kg benang dan kalau ditenun akan dapat membuat 7-8 meter kain. Anita pengusaha tenun sutera di
Yogyakarta melaporkan bahwa dari sekitar 800 buah kokon Attacus atlas dapat menghasilkan 1 Kg benang, dan kalau ditenun dapat menghasilkan 8-9 meter kain hasil
wawancara tahun 2007. Semakin banyak produksi kokon, maka produksi benang juga dapat ditingkatkan.
Jika Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan secara kontinyu dan berkualitas, maka akan menghasilkan kualitas kokon dan benang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
hasil pemeliharaan pada kedua jenis pakan alami sirsak dan teh, dimana rata-rata berat kokon yang dihasilkan yaitu 8,72 gram F3, panjang filamen 83,61 meter pada F3 dan
tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu grade berada pada kelas mutu “B”. Sedangkan Attacus. Atlas yang dipelihara pada pakan daun sirsak Annona muricata,
menunjukkan produktivitas dan kualitas kokon, yaitu : Bobot kokon berisi pupa 7,36 gram F3, panjang filamen 78,73 meter, tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu
grade berada pada kelas mutu “ C”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pada ruanganlaboratorium, menunjukkan keberhasilan hidup dan
kualitas kokon yang lebih baik, bila dibandingkan dengan di alam.
105 Manfaat lain dari domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas adalah, selain dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam pakaian batik, kain kimono, wol, dll, dapat juga digunakan di bidang elektronik digital komputer, alat cetak film, bahan baku industri
bahan pembuat karpet dan tali sepatu, bahan obat-obatan dan makanan ternak, pupa dapat dijadikan sebagai makanan, bahan industri kerajinan dan seni lukisan dinding,
berbagai macam kembang dan dapat dijadikan sebagai eko-wisata. Harga per meter kain dari tenun sutera liar Attacus atlas, berkisar antara 500 ribu sampai 700 ribu per meter.
7.5. Rekomendasi Dalam Skala Komersial
Tujuan dilaksanakannya usaha domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas dalam ruangan, sangat diharapkan dapat memberikan suatu rekomendasi dalam skala yang
komersial untuk pengembangan persuteraan nasional. Usaha ini dapat dipenuhi jika : a Jumlah daun pakan tersedia cukup banyak, b. Kondisi tempat pemeliharaan suhu,
kelembaban dan ruang pemeliharaan tersedia dan cocok, c. Produksi secara ekonomi dapat menguntungkan, baik dalam hal penggunaan lahan maupun analisis secara ekonomi
produksi dari usaha ini. Keberhasilan dan kelangsungan hidup ulat sutera liar Attacus atlas sangat
bergantung terhadap jumlah daun yang tersedia. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas F1-F3 dengan pemberian daun sirsak dan teh, menunjukkan
bahwa jumlah daun harus tersedia secara kontinyu. Hal ini disebabkan larva ulat sutera liar Attacus atlas, terutama ulat besar instar 4-6 dapat menkonsumsi jumlah daun cukup
banyak. Larva ulat sutera menkonsumsi pakan tidak mengenal waktu, yaitu pagi, siang, sore dan malam hari dengan proporsinya yang berbeda.
106 Jumlah pakan yang dapat dimakan cukup banyak yaitu 129,01 gram pakanlarva
dalam satu siklus hidup untuk sirsak dan 137,97 gram pakanlarva untuk teh. Dengan demikian apabila petani atau pengusaha ulat sutera liar yang ingin mengembangkan
usaha ini, 20.000 ekor larva memerlukan 2.580. 200 gram 2.580,2 Kg daun dalam satu siklus hidup atau setara dengan 25.802. 000 Helai daun untuk sirsak 1 Kg daun sirsak
setara dengan 1.000.000 helai daun. Untuk daun teh dari 20.000 ekor larva yang dipelihara memerlukan 2.759.400 gram daun 2.759,4 Kg daun atau setara dengan
22.075.200 helai daun. Berarti untuk memelihara 20.000 ekor larva dibutuhkan 852 pohon sirsak 1 pohon sirsak yang berumur 4 tahun jumlah 3000 helai daun, sedangkan
untuk pohon teh memerlukan 736 pohon 1 pohon teh jumlah 3000 helai daun . Hasil wawancara dengan Anita seorang petani sekaligus sebagai pengusaha sutera
di Yogyakarta pada tahun 2006, mengatakan bahwa untuk memelihara ulat sutera liar Attacus atlas pada tanaman sirsak di lapangan, setiap pohon umur 5 tahun biasanya
hanya terdapat maksimal sekitar 25 ekor larva saja. Dari 1000 pohon sirsak seluas 1 Ha jarak tanam 3 x 3 meter yang ada di Kebun Peternakannya mampu memelihara sekitar
25.000 ekor larva. Sementara itu hasil wawancara dengan Roni dan Nursana petanipengusaha
sutera di Purwakarta pada tahun 2005, mengatakan bahwa sekitar 20-25 ekor larva dapat dipelihara pada satu pohon teh, dengan 3 sampai 4 kali panen dalam setahun.
Keberhasilan yang diperoleh dari Anita di Yogyakarta, yaitu 25 dari 25 000 ekor larva atau setara dengan 6. 250 butir kokon 1 Kg kokon tanpa pupa setara dengan 600 butir
kokon, apabila diproses akan menghasilkan 2,6 Kg benang 1 Kg benang menghasilkan 8 meter kain. Sedangkan Roni di Purwakarta dari 20.000 ekor larva, keberhasilan
107 hidupnya hanya 25 atau menghasilkan 5.000 butir kokon 500 butir kokon tanpa pupa
setara dengan 1 Kg kokon, sehingga dapat menghasilkan 10 Kg kokon atau setara dengan 2,5 Kg benang 1 Kg benang apabila diproses akan menghasilkan 8 meter kain,
harga meter Rp 750. 000,-, atau didapat Rp. 15.000.000,-. Kondisi tempat pemeliharaan suhu, kelembaban dan ruang pemeliharaan sangat
berpengaruh terhadap produktivitas ulat sutera liar Attacus atlas. Selama proses habituasi dan domestikasi A. atlas F1-F3 berlangsung didapatkan suhu ruang yang sangat ideal
untuk pemeliharaan ulat sutera liar adalah 22 C – 29
C, dengan kelembaban 68-70 . Kelembaban ruang tidak boleh keluar dari persyaratan tersebut. Oleh karena itu
kelembaban ruangan harus tetap terjaga. Kondisi tempat pemeliharaan harus ditata dengan baik. Suhu ruang untuk masing-masing fase perkembangan diatur sesuai dengan
tahapan instarnya. Ruang untuk inkubasi telur dipisahkan dengan ulat kecil larva instar 1-3, begitu juga dengan ulat besar larva instar 4-6 dan masa pupasi, sehingga masing-
masing fase berada pada ruangan sendiri. Hal ini disebabkan setiap fase perkembangan memerlukan suhu dan kelembaban yang berbeda untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses habituasi dan domestikasi
ulat sutera liar Attacus atlas yang dipelihara pada pakan alami sirsak dan teh menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu jumlah telur, produksi kokon dan kualitas
benang yang lebih baik. Saleh 2000 melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pakan daun sirsak
keuntungannya cukup besar. Dari 1 hektar lahan bisa ditanami 1000 pohon sirsak dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Selam 3 tahun bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp