70
14. Pemanenan
Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 60 hari, dengan bobot antara 500 - 700 gram per ekor. Pada daerah penelitian
pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring besar atau krakad yang dipegang atau dilakukan oleh 5-7 orang kemudian jaring dibentangkan dan ikan
digiring dari sudut satu ke sudut lainnya, lalu ikan diangkat dan dimasukkan dalam drum. Setelah itu ikan langsung diangkut dengan mobil pickup.
6.3 Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau rekam jejak dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses menjadikan suatu produk barang
dan jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola pemasaran komoditas ikan lele Bapukan ini dimulai dari titik produsen sampai kepada
pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Saluran pemasaran ikan lele Bapukan mempunyai tiga pola saluran pemasaran yaitu:
1. Pola I : Petani – Pasar – Konsumen Akhir 2. Pola II : Petani – Kolam Pemancingan - Konsumen Akhir
3. Pola III : Petani – DKP Indramayu –Pasar - Konsumen Akhir Pembahasan saluran pemasaran ini untuk selanjutnya menggunakan istilah
program Filleting yang mana pola saluran I dan II merupakan saluran pemasaran sebelum program Filleting, sedangkan pola saluran III merupakan saluran
pemasaran setelah program Filleting.
6.3.1 Saluran Pemasaran Sebelum Program Filleting
Pemasaran Ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu sebelum program Filleting memiliki dua pola saluran pemasaran.
Adapun saluran pemasaran Ikan lele Bapukan adalah ke pasar, dan pemancingan. Pola saluran pemasaran Ikan lele Bapukan sebelum program Filleting yang
terbentuk adalah sebagai berikut: 1.
Pola I : Petani – Pasar – Konsumen Akhir 2.
Pola II : Petani – Kolam Pemancingan - Konsumen Akhir
71 5 persen 95Kg
1.333 kg 70 persen
476 kg 25 persen
Gambar 2. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Sebelum
Program Filleting Proses pemasaran ikan lele Bapukan sebelum program Filleting untuk
Pola Saluran I berawal dari petani sebagai produsen ikan lele Bapukan yang kemudian menjualnya ke pasar dan dari pasar langsung ke konsumen akhir..
Adapun orang yang bertindak sebagai penjualnya adalah pedagang ikan di pasar yang mempunyai kios-kios untuk melakukan kegiatan pemasaran ini.
Jalur pemasaran untuk pola II diawali dari petani yang melakukan penjualan ke kolam pemancingan yang kemudian dari kolam pemancingan
langsung ke konsumen. Petani menjual produknya ke kolam pemancingan dikarenakan jumlah produk yang terserap di pasar terbatas sehingga ketika ada
permintaan dari pengusaha pemancingan akan ikan lele Bapukan petani langsung menjualnya dengan harga yang lebih rendah dari pada di pasar yaitu Rp 5000,-
per kilogram, sedangkan harga di pasar yaitu Rp 5500,- per kilogram. Sisa dari produksi ikan lele Bapukan yaitu 5 persen 95 Kilogram dijadikan indukan yang
untuk selanjutnya bisa dijual dengan harga yang sama jika di jual ke pengusaha kolam pemancingan.
Petani
Kolam pemancingan
Pasar Konsumen
Dijadikan Indukan
72
6.3.2 Saluran Pemasaran Setelah Program Filleting
Pemasaran Ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu setelah program Filleting memiliki satu pola saluran pemasaran, yaitu
DKP Indramayu, Pasar, konsumen akhir. Pola saluran pemasaran Ikan lele Bapukan setelah program Filleting yang terbentuk adalah sebagai berikut:
1. Pola III
: Petani – DKP Indramayu –Pasar - Konsumen Akhir
Gambar 3. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Setelah Program
Filleting Proses pemasaran ikan lele Bapukan setelah program Filleting diawali dari
penjualan ikan lele Bapukan oleh petani ke DKP Indramayu. Jalur pemasaran yang ada di tempat penelitian untuk saluran pola III berawal dari petani sebagai
produsen ikan lele Bapukan DKP Indramayu mengolah ikan lele Bapukan menjadi Fillet yang kemudian dijual ke pasar ikan olahan di Batam, Kalimantan
dan dari pasar langsung ke konsumen akhir.
6.4 Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan