32 persen dan 76,05 persen, saluran 2 sebesar 24,73 persen dan 97,79 persen dan
saluran 3 sebesar 59,13 persen dan 389,26 persen. Farmer’s share dan rasio keuntungan biaya total terbesar terdapat pada saluran 3 pembudidaya, pedagang
pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen sebesar 59,13 dan 389,26 persen, sehingga pemasaran yang dilakukan oleh saluran 3 relatif efisien.
2.5. Studi Empiris Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani
Hanifah 2008 melakukan penelitian mengenai pendapatan usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bogor.
Alat analisisnya menggunakan analisis pendapatan dan imbangan pendapatan dan biaya RC rasio diperoleh hasil bahwa nilai pendapatan atas biaya total pada
kedua kondisi menunjukan hasil yang negatif. Nilai rasio RC rasio atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari satu. Hal ini berarti usahatani ikan
yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan maupun tidak belum terbukti efisien. Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada usahatani
yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total, menunjukan usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani tidak
terintegrasi. Dapat diketahui bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabang-
cabang usahatani tersebut berdiri sendiri. Penelitian yang dilakukan Nurliah 2002 mengenai analisis pendapatan
usahatani dan pemasaran cabe merah keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saluran pemasaran cabe merah keriting
berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang
pengecer. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik
berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang
dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah kebentuk pasar yang
oligopoli dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar
33 persaingan monopolistik. Dari tinjauan diatas bisa di jelaskan bahwa petani harus
memilih lembaga pemasaran yang tidak menekan harga untuk mendapatkan margin lebih besar atau dengan kata lain memilih saluran pemasaran yang efisien.
Kelemahan tidak menjelaskan margin yang diterima petani,pedagang dan berap yang harus dibayar konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul 2007, mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul,
supplier, dan konsumen akhirhobbies. Harga jual anakan Ikan Mas Koki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai
dengan Rp 150ekor. Harga jual Ikan Mas Koki Oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp
900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat
pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu
masing-masing sebesar 39,5 . Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh
konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer’s share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3 , merupakan saluran tataniaga yang
paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias Mas Koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika
petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
Penelitian Widayanti 2008 yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan
petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin
pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari Farmer’s share.
34 Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tersebut maka disimpulkan
bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp
8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai RC atas biaya tunai
adalah sebesar 2,17 dan nilai RC atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon
menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya.
Isnurdiansyah 2010 melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa
Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal
dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Cluster sampling dengan responden 30 orang dan 22
orang untuk mengetahui kondisi faktual tentang integrasi subsistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis
pendapatan, RC rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial.
Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total.
RC rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99
dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan RC Rasio atas biaya tunai dan petani
responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan RC atas biaya total Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan
saja. Yulistia 2009 telah menambahkan analisis mengenai efisiensi produksi
usahatani Belimbing Dewa peserta Primatani di Kota Depok Jawa Barat.
Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isnurdiansyah 2010 yaitu perbedaan komoditas dan lokasi penelitian. Pemilihan petani responden dilakukan
secara stratified random sampling dari populasi kelompok tani yang ada di lokasi
35 penelitian dengan alat analisis yang digunakan adalah analisis RC rasio dan
model fungsi produksi eksponensial dengan menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square OLS.
Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum
memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada
petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK,
pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja. Zalukhu 2009 yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani
dan tataniaga padi varietas unggul nasional Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian
yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktor- faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang
melakukan pengambilan responden secara acak simple random sampling sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball
sampling. Hasil penelitian Zulukhu 2009 tidak hanya menganalisis pendapatan, RC rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-
faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.
Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo
adalah Rp
6.311.564 artinya
pendapatan petani
tanpa memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per
musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai RC rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu
satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. RC rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total
menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan.
2.2. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu