Analisis usahatani ikan lele bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat

(1)

vi

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN

(Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG

KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI

JAWA BARAT

SKRIPSI

BRIAN GUNTUR H34086017

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

vii RINGKASAN

BRIAN GUNTUR. Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO).

Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, diantaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila bawal, dan gurami. Komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.). Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele.

Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus).

Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo(Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu melakukan program Filleting, yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya dan di packing agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting

bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele

Bapukan menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010.

Pemilihan responden dilakukan secara sengaja yaitu petani yang memproduksi ikan lele Bapukan pada saat penelitian sedang dilakukan, dimana responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 25 orang responden petani pembesaran ikan lele Bapukan. Data terdiri dari data primer dan sekunder.


(3)

viii Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan. Data sekunder lain diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat (DKP) Indramayu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2007. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi analisis keragaan usahatani ikan lele

Bapukan. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis biaya ikan lele

Bapukan , penerimaan, R/C rasio.

Input yang digunakan pada usahatani ikan lele Bapukan adalah benih, pupuk pestisida, tenaga kerja dan pakan. Semua petani menggunakan benih lele Dumbo Thailand, karena benih tersebut sudah terbukti kulitas dan kecocokannya terhadap kondisi perairan dan lingkungan budidaya di Kecamatan Losarang tepatnya di Desa Krimun. Adapun teknik budidaya dari lele Bapukan terdiri dari persiapan lahan, pengapuran, pemupukan, pengelolaan air, penebaran benih, pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit dan pemanenan.

Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting adalah negatif Rp 1,337,000 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 1,337,000 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar negatif Rp 3,090,991. artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 3,090,991. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan setelah program Filleting adalah Rp 3,709,600 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3,709,600 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1,955,609 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 1,955,609.

Perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani ikan lele Bapukan tidak untung sebelum program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 0,88. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan hanya menghasilkan keuntungan sebesar 0,88 satuan. R/C rasio atas biaya total juga tidak menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 0,77, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 0,77 satuan penerimaan. Selisih R/C rasio atas biaya tunai dengan R/C rasio atas biaya total usahatani lele

Bapukan saat ini 0,11 atau 11 persen, sedangkan setelah program Filleting sebesar 0,17 atau 17 persen. Hal ini menunjukan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani tersebut relatif kecil. Salah satu komponen biaya diperhitungkan yang memiliki nilai paling besar adalah sewa lahan. Pada sisi pemasaran petani yang menjual produknya pada lembaga pemasaran yang melakukan pengolahan berupa

Filleting lebih efisien dibandingkan dengan lembaga pemasaran yang tidak melakukan pengolahan berupa Filleting, karena lele Bapukan yang dijual ke lembaga yang melakukan program Filleting menyerap seluruh produk yang dijual petani dan juga dapat meningkatkan added value ikan lele Bapukan, sehingga harga lele Bapukan lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.


(4)

ix

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN

(Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG

KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI

JAWA BARAT

BRIAN GUNTUR H34086017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

x Judul Skripsi : Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan(Clarias gariepinus)

Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Nama : Brian Guntur NRP : H34086017

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 19610 91619 8601 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemn

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580 90819 8403 1 002


(6)

xi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Brian Guntur H34086017


(7)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 28 Agustus 1987. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak PELDA(Pembantu Letnan Dua) Supandi dan Ibu Eti Suhaeti.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Fatahillah Lohbener, di SDN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 1999, di SLTPN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 2002, setelah itu melanjutkan di SMAN 2 Indramayu dan lulus pada tahun 2005.

Selanjutnya, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan Diploma 3 dengan Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selepas menempuh program Diploma 3, penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2008 hingga 2011.


(8)

xiii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.” Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Pendapatan petani merupakan hal yang dapat menjadikan ukuran untuk mengetahui bagaimana dengan usaha yang petani jalankan selama ini menguntungkan atau tidak, sehingga ketika pendapatan petani makin tinggi maka dipastikan usahatani ikan lele Bapukan bisa menjadi sumber pendapatan utama bahkan menjadi mata pencaharian yang bisa di andalkan di masa depan.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011 Brian Guntur


(9)

xiv UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada.

1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak terbatas baik moril maupun materil.

2. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, dan memberikan semangat untuk menyelesaikan proses skripsi ini.

3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen evaluator dan dosen penguji pada saat seminar proposal (kolokium) dan sidang yang telah memberikan masukan, serta perbaikan dalam penelitian.

4. Arif Karyadi, SP selaku dosen komdik pada saat sidang, serta semua dosen ekstensi yang yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung.

5. Bapak/Ibu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu serta Bapak Sudirman dan keluarga besar kelompok tani Ulam Jaya Desa Krimun, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang telah memberikan pengarahan pada saat di lapang dan membantu dalam pengumpulan data. 6. Seluruh staf Ekstensi AGB yang telah membantu penulis

7. Teman-teman kosan, bayu, anggun, Zeffri dan rekan-rekan AGB serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. 8. Rekan-rekan Ekstensi AGB angkatan 5 (lima), terima kasih atas semua

perasaan dan hubungan yang terjalin selama ini hingga perkuliahan dan proses penelitian berakhir.

9. Sekretariat ekstensi AGB (Mba’ Ami, Mba’ Dewi, Mba’Lus, Kak Maya, Teh Nung, Mas Rio, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya hingga akhir studi.

Bogor, Januari 2011

Brian Guntur


(10)

xv DAFTAR ISI

. Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Sejarah Umum Ikan Lele ... 7

2.2 Syarat Pemeliharaan ... 8

2.3 Budidaya Ikan Lele ... 8

2.4 Studi Empiris Mengenai Ikan Lele ... 11

2.5 Studi Empiris Mengenai Analaisis Pendapatan Usahatani ... 12

2.2 Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1 Konsep Usahatani ... 17

3.1.2 Konsep Pendapatan Usahatani ... 19

3.1.3 Biaya Usahatani ... 21

3.1.4 Penerimaan Usahatani ... 21

3.1.5 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) ... 22

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Lokasi dan Waktu Peneltian ... 24

4.2 Teknik Penentuan Responden ... 24

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 27

4.5 Definisi Operasional ... 29

V. KEADAAN UMUM KECAMATAN LOSARANG ... 31

5.1 Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang ... 31


(11)

xvi

5.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 34

5.4 Profil Kelompok Tani Ulam Jaya ... 34

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

6.1 Karaktersitik Responden ... 36

6.1.1 Usia ... 36

6.1.2 Status Usaha ... 37

6.1.3 Pendidikan ... 37

6.1.4 Luas Areal Usahatani Lele Bapukan... 38

6.1.5 Pengalaman dalam Usahatani Ikan Lele... 39

6.1.6 Status Kepemilikan Lahan... 39

6.2 Keragaan Usahatani Lele Bapukan... 40

6.2.1 Penggunaan Input...40

6.2.2 Teknik Budidaya... 46

6.3 Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan ... 49

6.3.1 Saluran Pemasaran Sebelum Program Filleting ... 49

6.3.2 Saluran Pemasaran Setelah Program Filletting ... 50

6.4 Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan ... 51

6.4.1 Penerimaan Usahatani ... 51

6.4.2 Biaya Usahatani ... 56

6.4.3 Pendapatan Usahatani ... 57

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

7.1 Kesimpulan ... 59

7.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(12)

xvii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton)

di Indonesia tahun 2005-2008 ... 2 2. Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele di Kabupaten

Indramayu ... 4 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu16

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 26 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha ... 29 6. Jumlah Golongan Penduduk Berdasarkan Usia ... 32 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Pokok .... ... 33 8. Persentase umur Petani lele Bapukan di Desa Krimun ... 37 9. Sebaran Jumlah Responden Petambak Lele

Bapukan Anggota kelompok Tani Lele Ulam Jaya ... 37 10. Persentase Tingkat Pendidikan Responden Petani lele Bapukan

Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya di Desa Krimun ... 38 11. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan

Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Luas lahan ... 38 12. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota

Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Pengalaman Usahatani ... 39 13. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota

Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut

Pengalaman Kepemilikan lahan ... 40 14. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani ikan Lele Bapukan

per Hektar per Musim Tanam ... 41 15. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja dalam Proses Budidaya

Ikan Lele Bapukan ... 44 16 Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan Sebelum Program Filleting per Hektar


(13)

xviii 17. Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan

Lele Bapukan Setelah Program Filleting per Hektar


(14)

xix DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 24 2. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Sebelum

Program Filleting ... 50 3. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Setelah


(15)

20

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Luas Kolam dan Jumlah Petakan Kabupaten Indramayu ... 64

2. Daftar Nama Petani Ulam Jaya Nama Petani Ijen (gelondongan) ... 65

3. Nama Responden Pembesaran Lele Bapukan ... 66

4. Data penggunaan Input Usahatani Ikan lele Bapukan ... 67

5. Data Produksi dan biaya usahatani Ikan lele Bapukan ... 68

6. Nama responden dan Lama Bertani ... 69

7. Gambar Kecamatan Losarang ... 71


(16)

21 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, di antaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Penangkapan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh nelayan, dimana para nelayan menangkap ikan di laut lalu menjualnya di pasar guna memenuhi kehidupan sehari-hari mereka. Kegiatan budidaya (akuakultur) merupakan kegiatan usaha dan teknologi memproduksi biota akuatik (ikan dalam arti luas) secara terkontrol (Irzal, 2004). Pengolahan merupakan suatu kegiatan pasca panen dimana ikan diproses kembali untuk menjadi Fillet, sarden, dan ikan asin yang dilakukan di pabrik sehingga bisa langsung dijual ke konsumen.

Kegiatan budidaya terdiri dari budidaya air laut, air tawar, dan air payau. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila, bawal, dan gurami. Salah satu komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.).

Budidaya ikan lele pada umumnya banyak dilakukan oleh masyarakat karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi dan teknologi yang relatif mudah dimengerti. Selain sebagai komoditas unggulan budidaya air tawar, lele mempunyai keunggulan dibandingkan komoditas lainnya, seperti rasa dagingnya yang khas dan enak, juga kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein (17-37 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga, yodium dan vitamin (1,2 %) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air, vitamin A, D, dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006).


(17)

22 Keunggulan tersebut membuat Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan ikan lele sebagai salah satu dari sepuluh komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Peningkatan yang cukup signifikan dalam perkembangan produksi ikan lele terlihat pada tahun 2008, di mana ikan lele berada pada peringkat ke tiga setelah ikan mas dan ikan nila. Produksi ikan lele tahun 2008 sebesar 162.000 ton meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2007, yaitu sebesar 88.970 ton. Peningkatan tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2011, oleh karena itu pada tahun ini KKP menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas air tawar yang menjadi andalan dalam rangka program peningkatan produksi perikanan sebesar 343% pada tahun 2014 yang diluncurkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton) di Indonesia tahun 2005-2008.

No Komoditas 2005 2006 2007 2008

1 Ikan Mas 216.920 247.633 285.100 375.000

2 Nila 148.249 169.390 195.000 233.000

3 Lele 69.386 77.272 88.970 162.000

4 Gurame 25.442 28.710 31.600 52.000

5 Patin 32.575 31.490 36.260 51.000

Total 492.572 554.495 636.930 873.000

Sumber : DKP 2009 (diolah )

Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 Ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele. Data luas kolam dan jumlah petakan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 1.

Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus).

Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Pertumbuhan ikan lele Bapukan


(18)

23 daya tahan ikan lele Bapukan lebih kuat terhadap penyakit. Hanya dalam waktu dua bulan, setiap ekornya bisa mencapai berat 700 gram. Kondisi ini membuat petani di Kecamatan Losarang mau membudidayakan ikan lele Bapukan. Kondisi di atas berbeda dengan kemampuan pasar yang dapat menyerap ikan lele

Bapukan, dimana pasar tidak dapat menyerap seluruh produksi ikan lele Bapukan

hanya 20 persen dari total produksi yang terserap, itupun dengan harga rendah yaitu sebesar Rp 5000 per kilogramnya. Hal ini, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu membuat suatu program untuk membantu para petani dengan program Filleting.

Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan perikanan khususnya pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan usaha untuk mendorong berkembangnya budidaya ikan lele Bapukan

tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah program Filleting.

Filleting yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya untuk kemudian di kemas agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele Bapukan

menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele

Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

1. 2. Perumusan Masalah

Salah satu kabupaten yang diharapkan mampu menyumbang produksi ikan lele nasional adalah Kabupaten Indramayu. Kecamatan Losarang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Indramayu yang memberikan kontribusi dalam produksi ikan lele. Menurut DKP Indramayu, tahun 2009 luas kolam produksi budidaya ikan lele di Kabupaten Indramayu seluas 404.99 Ha. Kecamatan Losarang berada di atas rata-rata dalam perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele dibandingkan kecamatan lainnya (Tabel 2).


(19)

24 Tabel 2. Perkembangan Target dan Realisasi Produksi Ikan Lele (Ton) di

Kabupaten Indramayu Tahun 2007-2010 (Juni)

Kecamatan 2007 2008 2009 2010 (Juni)

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

Losarang 4891 5217 7230 7395,76 8169 8345,66 23564 11201

Kandanghaur 980 1165,64 1150 1284,62 1302 2780 7145 3124

Krangkeng 185 255,4 750 762,51 856 696,4 1963 434

Sindang 1725 164,93 1050 1246,23 1495 1773 4706 2807,18

Juntinyuat 324 47,6 23 21,4 23 41,3 105 34,79

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu 2010

Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele meningkat setiap tahunnya, maka secara tidak langsung produksi ikan lele Bapukan juga ikut meningkat. Permasalahan yang terjadi adalah ketika produksi ikan lele Bapukan

meningkat, tetapi belum cukup menjadi jaminan bahwa petani lele Bapukan akan meningkat pendapatannya. Penyebabnya adalah adanya disparitas harga pada saat

over supply mengakibatkan harga ikan lele Bapukan akan turun yang berpengaruh terhadap penerimaan petani.

Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu berusaha untuk menangani over supply ikan lele Bapukan melalui berbagai program kerja, salah satunya adalah melalui program Filleting yang di mulai sejak tahun 2008. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko ikan lele Bapukan

sehingga tidak terjadi over supply, selain itu program ini bertujuan untuk membantu para petani lele Bapukan dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik, serta permintaan konsumen. Melalui program Filleting ini, produksi lele Bapukan petani pada saat panen diharapkan tidak melebihi permintaan yang ada di pasar. Hal ini untuk menghindari kerugian yang dapat ditimbulkan dari adanya kemungkinan tidak terjualnya semua hasil panen. Program Filleting ini dapat membantu petani dalam perencanaan produksi terkait potensi permintaan ikan lele Bapukan sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Pekembangan dari program Filleting sampai dengan pertengahan tahun 2010 berjalan dengan baik, akan tetapi di awal 2011 perkembangan program tersebut mulai menurun yang diakibatkan kondisi cuaca yang tidak


(20)

25 mendukung seperti musim kemarau yang berpengaruh terhadap kondisi perairan sehingga banyak petani tidak berproduksi karena kekurangan air dan juga rawan dengan serangan berbagai penyakit.

Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar dan pakan tambahan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani. Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha menekan pemakaian input untuk mendapat keuntungan, ditambah lagi semua petani biasanya menerima pinjaman modal baik dari pihak bank maupun pihak non bank yang digunakan untuk membeli pakan ikan tambahan dan input lainnya. Peningkatan biaya produksi yang dikeluarkan akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar usaha yang mereka jalankan dapat memberi keuntungan.

Ketersediaan informasi mengenai harga dan permintaan konsumen sangat penting bagi petani. Hal tersebut disebabkan karena petani lele Bapukan

umumnya tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai penerima harga. Harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang melakukan Filleting (DKP Indramayu) adalah Rp 7.000 - Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang tidak melakukan Filleting (pedagang pengumpul) adalah Rp 5.000 per kilogram. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program

Filleting.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting?


(21)

26 1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini antara lain adalah :

1. Menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian adalah :

1. Bagi pelaku pasar : Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi perkembangan usahatani Lele Bapukan tepatnya di Kecamatan Losarang, Indramayu.

2. Bagi pemerintah : Sebagai bahan tinjauan untuk penerapan kebijakan atas petambak skala kecil demi keberlanjutan dan kesejahteraan perekonomian pedesaan.

3. Bagi peneliti : Sebagai bahan pembelajaran dan pembuktian dalam mengidentifikasi permasalahan melalui konsep usahatani.

4. Bagi pembaca : Sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan usahatani.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya membahas ikan lele Bapukan yang merupakan varietas dari ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus). Objek penelitian adalah petani lele Bapukan yang berusahatani dan tergabung dalam Poktan Ulam Jaya.


(22)

27 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Umum Ikan Lele

Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan lele merupakan ikan yang sangat gampang dibudidayakan di tambak. Jika dilihat secara ilmiah dengan taksonomi hewan atau sistematika hewan, klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah:

Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa

Phyllum : Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata

Klas : Pisces

Sub-klas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidea

Familia : Clariidae

Genus : Clarias

Nama latin dari ikan lele adalah Clarias sp. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat

noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan lele juga banyak dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.

2.2. Syarat Pemeliharaan

Ikan lele termasuk golongan ikan omnivora, yaitu bangsa ikan yang mengkonsumsi tumbuhan yang hidup di air maupun hewan – hewan air lainnya. Teknis pemeliharaan ikan lele tidak sulit. Secara tradisional, ikan lele hanya dilepas begitu saja ditambak tanpa perlu perawatan maupun pemberian pakan,


(23)

28 tetapi pemeliharaan dengan pemberian pakan yang cukup banyak dapat mengakibatkan ikan lele tumbuh dengan cepat dan hasil yang didapat lebih baik. 2.3. Budidaya Ikan lele

Kegiatan budidaya ikan lele dapat dilakukan pada kolam tanah dan kolam terpal. Akan tetapi, wadah yang paling aman untuk budidaya ikan lele adalah kolam terpal. Menurut Khairuman dan Amri, 2006 teknik pembesaran ikan lele di kolam tanah meliputi beberapa hal berikut:

1. Persiapan lahan

Tahapan ini dilakukan sebelum pemasukan air. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan adalah pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu, karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.

2. Pengapuran

Selama pemeliharaan ikan memerlukan kondisi keasaman yang stabil, yaitu pada pH 7-8. Untuk mengembalikan keasaman tanah pada kondisi tersebut, perlu dilakukan pengapuran. Tujuan pengapuran adalah menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal maupun mencegah kemungkinan penurunan pH tanah. Pengapuran menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena bakteri atau jamur sulit dapat hidup pada pH tersebut. Pengapuran dengan menggunakan kapur tohor, dolomit, atau zeolit dengan dosis 1 ton/ha atau 10 kg/100 m2. Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.


(24)

29 3. Pemupukan

Fungsi utama pemupukan tambak adalah memberikan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami. Memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk pemupukan tanah dasar tambak sangat tepat karena pupuk mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam–asam organik utama memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton.

Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring.

4. Pengelolaan air

Setelah dilakukan pemupukan sesuai aturannya, air dimasukkan hingga setinggi 10–20 cm, kemudian air dalam tambak dibiarkan beberapa hari, untuk menumbuhkan plankton, baik itu phytoplankton maupun zooplankton air dimasukkan hingga mencapai kedalaman 1 meter. Di dalam tambak, antar pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air dibuat kamalir atau saluran tengah yang lebarnya sekitar 50cm dan kedalaman antara 20 sampai 30cm. Apabila perlu, disepanjang tebing pematang dibuat salauran keliling yang memudahkan proses pemanenan. Kemudian dilakukan pengisian air kolam. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.

5. PenebaranBenih

Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.

Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan


(25)

30 yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.

6. PemberianPakan

Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% per hari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.

7. Pemanenan

Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 60 hari, dengan bobot antara 500 - 700 gram per ekor. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit. Kegiatan budidaya lele bapukan di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.


(26)

31 2.4. Studi Empiris Mengenai Ikan Lele

Puspitasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi tataniaga lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saluran pemasaran lele Sangkuriang berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan pedagang pecel lele. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang pengecer dan pedagang pecel lele menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli. Farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya total saluran yang paling efisien adalah saluran 1 dengan nilai masing-masing 58,84%, 383,35% dan Rp 7.000,00 per Kg. R/C dan total penerimaan pembudidaya dalam satu tahun adalah 1,97 dan Rp. 206.701.380,-.

Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran ikan lele di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon dilakukan oleh Fauzi (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan saluran pemasaran ikan lele yang terdapat di Kecamatan Kapetakan terdiri atas empat saluran. Saluran 1 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel dan konsumen. Saluran 2 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen. Saluran 3 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen. Saluran 4 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pemilik kolam pancingan dan konsumen. Analisis marjin pemasaran total menunjukkan nilai margin pemasaran total masing-masing saluran antara lain saluran 1 sebesar Rp 20.450,00 per kg saluran 2 sebesar Rp 20.700,00 per kg, saluran 3 sebesar Rp 4.700,00 per kg dan saluran 4 sebesar Rp 8.200,00 per kg. Margin pemasaran total terbesar terdapat pada saluran 2 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen) sebesar Rp 20.700,00 per kg.


(27)

32 persen dan 76,05 persen, saluran 2 sebesar 24,73 persen dan 97,79 persen dan saluran 3 sebesar 59,13 persen dan 389,26 persen. Farmer’s share dan rasio keuntungan biaya (total) terbesar terdapat pada saluran 3 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen) sebesar 59,13 dan 389,26 persen, sehingga pemasaran yang dilakukan oleh saluran 3 relatif efisien.

2.5. Studi Empiris Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani

Hanifah (2008) melakukan penelitian mengenai pendapatan usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bogor. Alat analisisnya menggunakan analisis pendapatan dan imbangan pendapatan dan biaya (R/C rasio) diperoleh hasil bahwa nilai pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C rasio atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari satu. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan maupun tidak belum terbukti efisien. Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total, menunjukan usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani tidak terintegrasi. Dapat diketahui bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri.

Penelitian yang dilakukan Nurliah (2002) mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran cabe merah keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saluran pemasaran cabe merah keriting berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah kebentuk pasar yang oligopoli dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar


(28)

33 persaingan monopolistik. Dari tinjauan diatas bisa di jelaskan bahwa petani harus memilih lembaga pemasaran yang tidak menekan harga untuk mendapatkan margin lebih besar atau dengan kata lain memilih saluran pemasaran yang efisien. Kelemahan tidak menjelaskan margin yang diterima petani,pedagang dan berap yang harus dibayar konsumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007), mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan Ikan Mas Koki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan Mas Koki Oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 %. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer’s share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3% , merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias Mas Koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.

Penelitian Widayanti (2008) yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari Farmer’s share.


(29)

34 Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya.

Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Cluster sampling dengan responden 30 orang dan 22 orang untuk mengetahui kondisi faktual tentang integrasi subsistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial.

Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99 dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C Rasio atas biaya tunai dan petani responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C atas biaya total

Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan saja. Yulistia (2009) telah menambahkan analisis mengenai efisiensi produksi usahatani Belimbing Dewa peserta Primatani di Kota Depok Jawa Barat. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isnurdiansyah (2010) yaitu perbedaan komoditas dan lokasi penelitian. Pemilihan petani responden dilakukan secara stratified random sampling dari populasi kelompok tani yang ada di lokasi


(30)

35 penelitian dengan alat analisis yang digunakan adalah analisis R/C rasio dan model fungsi produksi eksponensial dengan menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja.

Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktor-faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.

Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo adalah Rp 6.311.564 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan.

2.2. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah adanya kesamaan dalam penggunaan alat analisis untuk menganalisis


(31)

36 usahatani. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah dari segi komoditas dan cakupan daerah yang dikaji. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat dilihat bahwa usahatani ikan kurang efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio negatif. Maka melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah usahatani ikan khususnya ikan lele Bapukan lebih efisien daripada usahatani ikan pada penelitian terdahulu. Tabel 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis

Euis Yunita.P 2010 Analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di

Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Margin pemasaran, R/C rasio

Hanifah 2008 pendapatan usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bogor.

Analisis pendapatan dan R/C rasio

Muhammad Fauzi

2008 analisis efisiensi pemasaran ikan lele di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon

Margin pemasaran, ,

farmer’s share

Zalukhu 2009 analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor).

Margin pemasaran, R/C rasio, farmer’s share

Sitompul 2007 analisis usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Margin pemasaran, R/C rasio, farmer’s share


(32)

37 BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep usahatani, pendapatan usahatani, konsep penerimaan usahatani, biaya usahatani. Konsep usahatani dan pendapatan usahatani digunakan karena belum ada konsep khusus tentang usaha budidaya ikan lele Bapukan dan konsep usahatani adalah konsep yang paling mendekati kegiatan usaha budidaya ikan lele Bapukan dalam penelitian ini.

3.1.1. Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi et.al (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur modal yang beraneka ragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.

Tipe unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut (Soekatawi, et al. 1986) :

1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani 2. Kurangnya modal

3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis 4. Rendahnya pendapatan petani

Lahan adalah unsur produksi yang tahan lama, dapat dipakai dari satu generasi ke generasi berikutnya dan tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya. Lahan usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan tersebut diperoleh dengan cara membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983). Penggunaan lahan diusahakan secara monokultur (satu jenis tanaman) atau polikultur (lebih dari satu jenis tanamanan).


(33)

38 Tenaga kerja adalah daya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam pekerjaan yang berbeda, yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, kekuatan dan pengalaman. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk, memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Karena perbedaan di atas perlu digunakan faktor konversi untuk mengukur curahan tenaga kerja tersebut, dalam hal ini digunakan setara jam kerja pria atau hari kerja pria (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983).

Beberapa kendala yang mempengaruhi produksi usahatani adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari kondisi (kuantitas dan kualitas) unsur-unsur produksi seperti lahan, tenaga kerja dan modal. Sedangkan faktor kendala ekstern meliputi adanya pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat harga baik sarana produksi maupun hasil, termasuk tenaga kerja buruh dan sumber kredit, tersedianya informasi teknologi yang mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang. Tingkat produksi dan produktifitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan atau penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja.

Unsur lain yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) adalah unsur produksi ketiga dalam usahatani, setelah unsur lahan dan tenaga kerja. Dalam ilmu ekonomi modal diberi pengertian sebagai berikut :

1. Setiap barang yang dihasilkan dan dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang baru dikemudian hari. Modal adalah sumberdaya fisik yang dapat membantu meningkatkan produktifitas kerja.

2. Setiap barang yang memberikan pendapatan kepada pemiliknya, terlepas dari tenaga kerjanya. Modal sebagai sumber daya keuangan yang dapat memberikan bunga modal.


(34)

39 Sementara itu menurut Soekartawi et.al (1986), cabang usahatani dapat dibedakan dalam tiga jenis kegiatan, yaitu : (1) usahatani khusus, dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) usahatani tidak khusus, yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) usahatani campuran atau tumpang sari yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor-faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas. Tujuan pengelolaan suatu kegiatan usahatani adalah untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan cara mengalokasikan pada berbagai cabang usahatani atau kegiatan dengan tujuan pendapatan bersih yang diperoleh mencapai hasil yang sebesar-besarnya. Usahatani sebagai suatu kegiatan di lapangan pertanian pada akhirnya akan dimulai dari biaya yang akan dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Produsen akan membandingkan antara hasil yang diharapkan yang diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengeluaran) yang harus dikeluarkannya.

Usahatani digolongkan dalam tiga bentuk berdasarkan cara pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, yaitu :

1. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya dilakukan secara perorangan (individual farm)

2. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengusahaanya dilakukan oleh banyak orang secara kolektif (collective farm)

3. Usahatani yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke usahatani kolektif (cooperative farm)

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Berhasilnya suatu usaha dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahanya. Pendapatan secara harfiah dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencangkup


(35)

40 semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekarwati et al, 1986).

Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya usahatani yang dikeluarkan berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan.

Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya masih dapat berubah dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tidak dapat berubah seperti iklim dan jenis lahan.

Ukuran pendapatan dan keuntungan dapat dikemukakan dalam beberapa definisi (Soekarwati et al, 1986), yaitu :

a. Penerimaan tunai usahatani: nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencangkup pinjaman uang untuk keperluan usahatani.

b. Pengeluaran usahatani: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani dan tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.

c. Pendapatan tunai usahatani: selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani.

d. Penerimaan total usahatani: penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga.

e. Pengeluaran total usahatani : semua biaya-biaya operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga.


(36)

41 f. Pendapatan total usahatani : merupakan selisih antara penerimaan total dengan

pengeluaran total.

Salah satu ukuran yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui keuntungan usahatani yang dilihat dari segi pendapatan adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya atau R/C. Jika nilai R/C>1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut sehingga kegiatan usahatani efisien untuk dilakukan. Sebaliknya, jika R/C<1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh sehingga usaha yang dilakukan tidak efisien. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani adalah R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

3.1.3. Biaya Usahatani

Soekartawi et al.(1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi input produksi dan upah tenaga kerja.

Pengelompokan biaya usahatani lainnya adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Soekartawi et al, 1986). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.

3.1.4. Penerimaan Usahatani

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani bibit


(37)

42 atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986).

3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.

Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan lebih dari Rp.1,00. Sebaliknya jika R/C lebih kecil dari atu (R/C<1) maka dikatakan etiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Losarang memiliki potenis pengembangan lokasi budidaya ikan lele Bapukan dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakatnya yang mayoritas menjadi petani ikan lele. Pengembangan ikan lele

Bapukan terkendala oleh perbedaan harga (disparitas) produk pada saat over supply produksi ikan lele Bapukan sehingga terjadi penurunan harga yang menyebabkan pendapatan petani menurun. Untuk memanfaatkan potensi yang ada, maka kendala yang ada perlu diatasi. Salah satu program yang dijalankan di Kecamatan Losarang adalah melalui program Filleting sejak tahun 2008. Filleting

yaitu program yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko produksi ikan lele Bapukan, sehingga tidak terjadi over


(38)

43

supply. Selain itu program ini bertujuan untuk membantu para petani lele Bapukan

dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik serta permintaan konsumen.

Program Filleting memiliki berbagai manfaat yang dapat dirasakan oleh petani. Melalui program Filleting, produksi lele Bapukan petani dapat terjual seluruhnya. Hal ini menjadi salah satu cara agar produksi petani dapat didistribusikan tanpa ada sisa yang dapat menjadi biaya tambahan. Harga yang ditawarkan oleh program Filleting bagi petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual saat ini. Harga jual lele Bapukan setelah adanya Filleting

sebesar Rp 8.000 per kg, sedangkan harga jual sebelum adanya program Filleting

sebesar Rp 5.000 sampai Rp 5.500 per kg. Hal ini terbukti menguntungkan bagi petani. Melalui harga jual yang lebih tinggi, maka pendapatan petani dapat ditingkatkan.

Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar atau jumbo dan pakan tambahan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani atau menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan petani. Oleh karena itu dengan mengadakan analisis pendapatan usahatani, dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang didapat petani dengan program Filleting. Hasil terhadap analisis yang dilakukan dapat dijadikan rekomendasi kepada petani dan pemerintah. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.


(39)

(40)

45 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Petani Lele Bapukan

Disparitas harga pada saat over supply

Analisis Penerimaan Analisis Biaya

Rekomendasi usahatani ikan lele Bapukan di Kecamatan

Losarang Kabupaten Indramayu

Analisis usahatani ikan lele bapukan di Desa Losarang, Kabupaten Indramayu

Analisis Efisiensi atau Keuntungan DKP Indramayu membuat program Filleting


(41)

46 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Hal ini atas pertimbangan Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra perikanan air tawar di Jawa Barat khususnya ikan lele dan Kecamatan Losarang sebagai satu-satunya daerah di Kabupaten Indramayu yang mengusahakan ikan lele Bapukan. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010.

4.2. Metode Penentuan Responden

Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Para petani lele Bapukan yang menjadi responden tergabung dalam Poktan Ulam Jaya yang beranggotakan 78 orang, dimana 53 orang adalah petani pendederan dan 25 orang petani pembesaran yang seluruhnya mengikuti program Filleting. Petani

pendederan adalah petani yang membudidayakan ikan lele dari ukuran larva sampai dengan ukuran 11-12 cm. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja yaitu petani yang memproduksi ikan lele Bapukan pada saat penelitian sedang dilakukan, dimana responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 25 orang responden petani pembesaran ikan lele Bapukan.

4.3. Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan.

Data sekunder diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat (DKP) Indramayu, serta berbagai literatur dan referensi yang mendukung agar


(42)

47 relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Jenis dan sumber data penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Sumber Data

A.Primer

1. Karakteristik petani Kuisioner dan wawancara

2. Keragaan usahatani lele Bapukan Kuisioner dan wawancara 3. Target dan realisasi produksi ikan lele di

kabupaten Indramayu

DKP Indramayu

4. Luas kolam dan jumlah petakan di kabupaten Indramayu

DKP Indramayu

B.Sekunder

1. Produksi perikanan budidaya air tawar Internet

2. Karakteristik ikan lele Buku Usaha Budidaya Ikan Lele 3. Studi empiris mengenai ikan lele Penelitian (Skripsi) terdahulu 4. Studi empiris mengenai pendapatan

usahatani

Penelitian (Skripsi) terdahulu

5. Budidaya akuakultur Buku Pengantar Akuakultur

6. Kandungan gizi ikan lele Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi analisis penerimaan. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis biaya ikan lele Bapukan , R/C rasio.


(43)

48 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usaha yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani. Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditunjukkan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1985). Secara matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah :

TR = P * Q

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keuntungan atas biaya tunai = TR - biaya tunai Keuntungan atas biaya total = TR - TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) π : keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp/ekor) Q : jumlah output (ekor)

Penelitian ini menggunakan konsep biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai dan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan petani tetapi tidak dikeluarkan oleh petani tersebut namun tetap harus diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya diperhitungkan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan petani jika penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual (Soekartawi, et al, 1985). Rumus yang digunakan yaitu :


(44)

49 Keterangan :

Nb : Nilai pembelian (Rp)

n : Umur ekonomis (tahun)

Suatu usaha dikatakan menguntungkan secara ekonomis dari usaha lain bila resiko output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi, et al, 1985).

Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut :

R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)

Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), maka menunjukkan usaha tersebut menguntungkan. Sedangkan jika nilai R/C rasio kurang dari satu (R/C < 1), menunjukkan kegiatan usaha yang dilaksanakan tidak efisien karena penerimaan lebih kecil dari pengeluaran yang harus dikeluarkan. Contoh perhitungan pendapatan usaha dapat dilihat pada Tabel 5.


(45)

50 Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha

No Uraian Satuan Per siklus

produksi

per tahun produksi

A Produksi Kg

B Penerimaan usaha Rp

C Biaya usaha Rp

D Total biaya tunai Rp

E Total biaya diperhitungkan Rp

F Total biaya(D+F) Rp

G Pendapatan atas biaya tunai (B-D) Rp H Pendapatan atas biaya total (B-F) Rp I R/C atas biaya tunai (B/D) - J R/C atas biaya total (B/F) -

Sumber : Soekartawi, et al, 1985

4.5 Definisi Operasional

Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Umur ikan adalah jumlah hari atau lamanya waktu antara tanam dan panen 2. Hasil produksi yaitu hasil produksi fisik berupa ikan lele Bapukan ukuran 1-2

ekor/Kg

3. Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram) yang diterima petani.

4. Harga beli pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya.

5. Harga jual pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir.

6. Lahan, merupakan seberapa luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk membudidayakan ikan Lele Bapukan. Satuan untuk lahan ini adalah dalam hektar.

7. Jumlah bibit, merupakan jumlah bibit ikan lele Bapukan yang ditanam petani dalam luasan lahan yang dikelola. Jumlah bibit yang ditanam dalam satuan centimeter per ekor.

8. Tenaga Kerja merupakan jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam satu periode tanam ikan Lele Bapukan dalam satuan HOK. Tenaga kerja ini dibedakan


(46)

51 menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga bekerja selama tiga jam dalam satu hari, sedangkan tenaga kerja luar keluarga bekerja selama delapan jam dalam satu hari.


(47)

52 BAB V

GAMBARAN UMUM KECAMATAN LOSARANG

5.1. Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang

Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Losarang. Kecamatan Losarang memiliki luas wilayah 1387 hektar terdiri dari 645,5 hektar darat, 603 hektar sawah (sawah tadah hujan 99 hektar dan sawah pasang surut 504 hektar), 106 hektar tanah kering, 32,5 hektar tanah fasilitas umum. Sebagian besar lahan persawahannya telah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak. Hal ini disebabkan karena berbagai pertimbangan seperti :

1. Rencana pengembangan kawasan budidaya lele di Kecamatan Losarang.

2. Kurang produktifnya lahan persawahan disebabkan saluran irigasi yang tidak mendukung.

Selain itu, lahan sawah yang sudah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani disebabkan oleh : 1) Belum optimalnya ketersediaan dan penggunaan sarana produksi

2) Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrastruktur serta sarana pertanian 3) Belum optimalnya penanganan pasca panen dan pemasaran

4) Masih rendahnya adopsi teknologi pada tingkat petani 5) Kurangnya kemampuan petani dalam mengakses modal 6) Belum optimalnya peran kelembagaan tani

Kondisi lahan di Kecamatan Losarang memiliki karakteristik lahan yang sangat mendukung dalam usahatani ikan lele Bapukan. Warna tanah sebagian besar hitam, dengan ketinggian lahan 300 meter di atas permukaan laut, PH enam hingga delapan dan jumlah curah hujan 200 milimeter dalam setahun. Bentang wilayah terdiri dari dataran rendah, kawasan rawa, aliran sungai dan bantaran sungai. Letak kawasan merupakan kawasan campuran, yaitu terdiri dari berbagai macam kawasan seperti kawasan pertokoan, perkantoran, industri, hutan, wisata dan lain-lain. Orbitrasi, dimana jarak ke ibu kota kecamatan 1Km, jarak ke ibu kota kabupaten 25 Km. Kondisi tersebut berkaitan dengan usaha apa yang layak


(1)

73

Tabel 1. Identitas Keluarga Responden

No Nama SHDK1) Umur

2)

JK (L/P)

Pendidikan formal (th)

Pekerjaan Utama3)

Pekerjaan

Sampingan3) Ket. 4) Th Bln

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ket: (1) : (1) Suami, (2) Istri, (3) Anak Laki-laki, (4) Anak Perempuan, (5) Orang Tua, (6) Saudara, (7) Lainnya,...

(2) : Untuk Dewasa, Cukup Tahunnya. Untuk Balita, Tahun dan Bulan.

(3) : (1) Petani, (2) Buruh tani, (3) Buruh bangunan, (4) Pedagang/bisnis, (5) Peternak, (6) Karyawan swasta,

(7) PNS/ ABRI, (8) Lainnya sebutkan (4) : Anggota keluarga yang membantu usahatani

11. Luas lahan yang diusahakan

Tabel 2. Luas Lahan Pertanian yang Diusahakan

No Komoditas Luas Lahan (Ha) Jumlah petakan Pola Tanam Ukuran/petak

1 Ikan lele Bapukan

2 ...

3 ...

4 ...

Total

a.

Penguasaan Alat Pertanian, Transportasi dan Ternak

Tabel 4. Penguasaan Alat Pertanian, Transportasi dan Ternak

Jenis Aset yang Dimiliki Jumlah (sat) Harga Beli (Rp/sat) Nilai (Rp) Tahun pembe-lian Perkiraan harga sekarang (Rp) Biaya perbaikan tahun lalu (Rp) Masa Pakai

(th) Sumber

1)

Ket. 1. Alat Pertanian

drum Plastik Timbangan Duduk Timbangan Gantung Bahan Material Jaring Hapa sepatu Boot Sarung Tangan Saringan - 2. Sarana Transportasi


(2)

74

- Mobil

- Sepeda motor - Sepeda - - 3. Ternak - Sapi/Kerbau - Kambing/Domba

-Ket : 1) : (1) Beli, (2) Buat sendiri, (3) Sewa, (4) Maro, (5) Lainnya

………….……...

b. Penguasaan Aset Lahan

Tabel 5. Penguasaan Aset Lahan

Status Penguasaan

Sawah Tegal Kebun Pekarangan Kolam Lainnya

Area (ha)

Harga (Rp/ha)

Area (ha)

Harga (Rp/ha)

Area (ha)

Harga (Rp/ha)

Area (ha)

Harga (Rp/ha)

Area (ha)

Harga (Rp/ha)

Area (ha)

Harga (Rp/ha) 1. Milik Sendiri

2. Sakap 3. Sewa 4. Gadai 5. Tanah Desa 6. Bera

7. Lainnya Total

12. Pola bertanam ( monokultur/ polikuktur )

13. Jumlah produksi / panen = ………kg/………ton 14. Berapa kali panen dalam setahun………. 15. Lama waktu panen berlangsung :

a. Panen raya : bulan………….. lama masa panen ………. ( minggu/bulan) b. Panen kecil : bulan………… lama masa panen………..(minggu/bulan) 16. Criteria panen berdasarkan:………..

Apakah kriteria panen sesuai dengan permintaan pasar? Jika ya, spesifikasikan tiap criteria pasar yang dituju: ……….

………

17. Alat yang digunakan dalam pemanenan :………

18. Kemana hasil panen selanjutnya ? (dijual langsungditempat/ disimpan/…………..) 19. Apakah anda mengeluarkan biaya pengangkutan?

Jika ya, besarnya…………

20. Apakah lembaga tataniaga yang menerima hasil dari petani menerapkan standarisasi?


(3)

75

21. Sebelum dijual apakah dilakukan peyortiran ( ya/tidak)

22. Hasil sortiran yang jelek digunakan untuk apa?... 23. Bagaimana menentukan harga jual?...

Informasi harga dari mana... 24. Berapa kali dalam seminggu anda menjual lele bapukan?

25. Harga jual lele bapukan Rp……/kg. volume yang dijual……….

26. Apakah tujuan selalu sama ? juka tidak sebutkan alternative lain……… 27. Bagaimana tehnik penjualannya?

(kontrak/langanan/langsung/lainnya………...)

28. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai/kredit/lainnya………..) 29. Apakah bapak melakukan penghitungan/ pencatatan pembiayaan dari usahatani

lele bapukan ini?

30. Bagaimana menghitung biaya penyusutan berat dari ikan lele bapukan? Berapa besar dari biaya penyusutannya?

31. Apakah kesulitan dalam memasarkan ikan lele bapukan? ( ya/Tidak) 32. Pendapatan rata-rata diluar usahatani :.../bulan

33. Pengeluaran rata-rata diluar usahatani:.../bulan 34. Sumber modal ( modal sendiri/dapat bantuan)

a. Besarnya modal Rp……….

b. Jika dapat bantuan dalam bentuk………, jangka waktu……….tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal?( ya/tidak)

d. Jika ya apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?

Tabel 6. Penggunaan Sarana Produksi

No

Jenis Sarana Produksi Sumber

1)

Cara

2)

Mendapatkan

Jumlah

Satuan

Harga

(Rp/sat)

Nilai

(Rp)

1

Benih/ Bibit

2

Pupuk

- UREA

- KCL

- Pupuk Kandang

-

3

Pestisida

-

-

-

4

Lainnya

- Sewa tanah

- Bagi Hasil

- Zakat

- Iuran air

- PBB

- Bunga kredit

- Dana sosial


(4)

76

- Biaya pengangkutan

-Pemeliharaan

alat/sarana

-

-

Ket : Termasuk insektisida, rodentisida, fungisida, dll.

1) Sumber: (1) Sendiri, (2) Petani Lain, (3) Kios saprotan, (4) Pedagang

hasil,

(5) Kelompok tani, (6)

Lainnya………

2) Cara mendapatkan: (1) Bayar tunai, (2) Kredit/pinjam, (3) Lainnya

..………...

Tabel 7. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Ikan Lele Bapukan

Uraian

Hari Orang Kerja

Tenaga Ternak

Upah (Rp/HOK)

Frekuensi (Hari) Dalam

Keluarga Luar Keluarga

P W A P W A

1. pengolahan lahan a. Pembersihan kolam b. Penjemuran kolam c. Pengapuran d. Pemupukan e. Pengisian air 2. penanaman 3, pemeliharaan

a. Cara pemberian pakan b. Jumlah pakan yang diberikan

c. Frekuensi pemberian pakan

d. Sampling bobot dan jumlah

Keterangan: P : Pria W : Wanita A : Anak-anak

B. Gambaran Umum Usahatani 1. Pemilihan Benih

a. Jenis Benih yang di tanam :...

b. Jumlah Benih yang di tebar :...ekor/petak tambak c. Lama pemeliharaan :...bulan

d. Tempat Pemeliharaan :... e. Proses Pemeliharaan :...

2. Persiapan Kolam

a. Pembersihan kolam :... b. Penjemurankolam :... c. Pengapuran :... d. Pemupukan :...


(5)

77

e. Pengisian air :...

3. Penebaran/penanaman

a. Waktu penebaran :...siang/sore b. Cara penebaran :...

4. Pemeliharaan

a. Cara pemberian pakan :... b. Jumlah pakan yang diberikan :...Kg c. Frekuensi pemberian pakan :... d. Sampling bobot dan jumlah :...

5. Pengendalian Hama dan Penyakit

a. Secara budidaya :... b. Secara biologis(probiotik) :... c. Secara fisik (perangkap) :...

d. Secara kimia (pestisida) :... e. Bahan dan alat yang digunakan :...

f. Proses pengendalian hama dan penyakit :...

6. Pemanenan

a. Umur panen :... b. Alat yang digunakan :... c. Proses panen :... d. Jumlah pekerja panen :...

Tabel 10. Total produksi dan nilai produksi

No

Bentuk Produksi

Jumlah

Satuan Harga (Rp/satuan)

Nilai (Rp)

1

Ikan lele

Bapukan

2

3

4

Total

Tabel 11. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan

Keterangan Jumlah Harga/unit (Rp) Nilai/bulan (Rp)

Beras Daging Ikan Susu Telur Sayuran Buah-buahan Telepon/Listrik Pakaian

Obat dan kesehatan Biaya pendidikan anak Lainnya


(6)