23 daya tahan ikan lele Bapukan lebih kuat terhadap penyakit. Hanya dalam waktu
dua bulan, setiap ekornya bisa mencapai berat 700 gram. Kondisi ini membuat petani di Kecamatan Losarang mau membudidayakan ikan lele Bapukan. Kondisi
di atas berbeda dengan kemampuan pasar yang dapat menyerap ikan lele Bapukan, dimana pasar tidak dapat menyerap seluruh produksi ikan lele Bapukan
hanya 20 persen dari total produksi yang terserap, itupun dengan harga rendah yaitu sebesar Rp 5000 per kilogramnya. Hal ini, membuat Dinas Kelautan dan
Perikanan Indramayu membuat suatu program untuk membantu para petani dengan program Filleting.
Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan perikanan khususnya pengembangan kawasan budidaya ikan
lele Bapukan di Kecamatan Losarang ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan usaha untuk mendorong berkembangnya budidaya ikan lele Bapukan
tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah program Filleting. Filleting yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh
bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya untuk kemudian di kemas agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting bertujuan
untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele Bapukan menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan
risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
petani.
1. 2. Perumusan Masalah
Salah satu kabupaten yang diharapkan mampu menyumbang produksi ikan lele nasional adalah Kabupaten Indramayu. Kecamatan Losarang merupakan salah
satu kecamatan di Kabupaten Indramayu yang memberikan kontribusi dalam produksi ikan lele. Menurut DKP Indramayu, tahun 2009 luas kolam produksi
budidaya ikan lele di Kabupaten Indramayu seluas 404.99 Ha. Kecamatan Losarang berada di atas rata-rata dalam perkembangan target dan realisasi
produksi ikan lele dibandingkan kecamatan lainnya Tabel 2.
24
Tabel 2 . Perkembangan Target dan Realisasi Produksi Ikan Lele Ton di
Kabupaten Indramayu Tahun 2007-2010 Juni
Kecamatan 2007
2008 2009
2010 Juni Target
Realisasi Target
Realisasi Target
Realisasi Target
Realisasi
Losarang 4891
5217 7230
7395,76 8169
8345,66 23564
11201 Kandanghaur
980 1165,64
1150 1284,62
1302 2780
7145 3124
Krangkeng 185
255,4 750
762,51 856
696,4 1963
434 Sindang
1725 164,93
1050 1246,23
1495 1773
4706 2807,18
Juntinyuat 324
47,6 23
21,4 23
41,3 105
34,79 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu 2010
Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele meningkat setiap tahunnya, maka secara tidak langsung produksi ikan lele Bapukan juga ikut
meningkat. Permasalahan yang terjadi adalah ketika produksi ikan lele Bapukan meningkat, tetapi belum cukup menjadi jaminan bahwa petani lele Bapukan akan
meningkat pendapatannya. Penyebabnya adalah adanya disparitas harga pada saat over supply mengakibatkan harga ikan lele Bapukan akan turun yang berpengaruh
terhadap penerimaan petani. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu berusaha untuk menangani over
supply ikan lele Bapukan melalui berbagai program kerja, salah satunya adalah melalui program Filleting yang di mulai sejak tahun 2008. Filleting bertujuan
untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko ikan lele Bapukan sehingga tidak terjadi over supply, selain itu program ini bertujuan untuk
membantu para petani lele Bapukan dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik, serta permintaan konsumen. Melalui
program Filleting ini, produksi lele Bapukan petani pada saat panen diharapkan tidak melebihi permintaan yang ada di pasar. Hal ini untuk menghindari kerugian
yang dapat ditimbulkan dari adanya kemungkinan tidak terjualnya semua hasil panen. Program Filleting ini dapat membantu petani dalam perencanaan produksi
terkait potensi permintaan ikan lele Bapukan sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Pekembangan dari program Filleting sampai dengan pertengahan
tahun 2010 berjalan dengan baik, akan tetapi di awal 2011 perkembangan program tersebut mulai menurun yang diakibatkan kondisi cuaca yang tidak
25 mendukung seperti musim kemarau yang berpengaruh terhadap kondisi perairan
sehingga banyak petani tidak berproduksi karena kekurangan air dan juga rawan dengan serangan berbagai penyakit.
Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar dan pakan tambahan,
sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani. Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha menekan pemakaian input untuk mendapat keuntungan,
ditambah lagi semua petani biasanya menerima pinjaman modal baik dari pihak bank maupun pihak non bank yang digunakan untuk membeli pakan ikan
tambahan dan input lainnya. Peningkatan biaya produksi yang dikeluarkan akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar
usaha yang mereka jalankan dapat memberi keuntungan. Ketersediaan informasi mengenai harga dan permintaan konsumen sangat
penting bagi petani. Hal tersebut disebabkan karena petani lele Bapukan umumnya tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai
penerima harga. Harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang melakukan Filleting DKP Indramayu adalah Rp 7.000 - Rp 8.000 per
kilogram, sedangkan harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang tidak melakukan Filleting pedagang pengumpul adalah Rp 5.000
per kilogram. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program
Filleting. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting?
2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan
setelah program Filleting?
26
1. 3. Tujuan Penelitian