4. ANALISIS HUBUNGAN DATA CURAH HUJAN CMORPH DENGAN CURAH HUJAN OBSERVASI
4. 1. PENDAHULUAN
Di antara unsur iklim yang lain, curah hujan merupakan unsur yang sangat penting. Data curah hujan banyak dimanfaatkan dalam pengembangan model,
pemantauan dan kajian iklim terkait dengan adanya isu perubahan iklim dewasa ini. Namun dalam banyak kasus, ketersediaan data seringkali menjadi faktor
pembatas. Pengumpulan informasi ke pusat yang berjalan lambat, jumlah stasiun hujan dan tenaga ahli yang masih sangat kurang menjadi faktor pendukung
keterbatasan data. Permasalahan utama lainnya yang dihadapi adalah format dan struktur data yang belum standar, sehingga sulit untuk dapat langsung digunakan
dalam penelitian Balitklimat, 2009. Kebutuhan terhadap ketersediaan data dan informasi yang aktual untuk
beberapa waktu ke depan telah mendorong berkembangnya model prediksi, baik yang berbasis statistik maupun stokastik. Berbagai jenis data curah hujan estimasi
dan parameter iklim lainnya dari data satelit telah dikeluarkan oleh NOAA dengan tingkat keakuratan yang relatif cukup baik. Hal ini membuat penggunaan data
estimasi curah hujan yang berasal dari satelit geostationary menjadi alternatif utama bagi peneliti dalam dan luar negeri untuk melakukan kajian iklim. Sebagai
contoh, pemanfaatan data CMORPH untuk estimasi curah hujan permukaan diharapkan dapat menjadi jalan keluar dalam masalah ketersediaan data iklim.
CMORPH CPC MORPHing technique merupakan salah satu teknik estimasi hujan dengan resolusi temporal yang tinggi. Teknik ini berusaha
menggabungkan antara hujan estimasi yang dihasilkan oleh passive microwave dan pergerakan awan dari satelit geostationary yang berasal dari infrared 10.7 µm
saat ketinggian awan 4m. Proses penggabungan tersebut menghasilkan keluaran data berupa: 1 CMORPH periode 30 menitan dengan resolusi 0.0727
o
lintangbujur di atas ekuator dan mencakup 60
o
N – 60
o
S, 2 CMORPH periode 3 jam-an dengan resolusi 0.25
o
lintangbujur dan mencakup skala global, dan 3 CMORPH periode harian dengan resolusi 0.25
o
lintangbujur mencakup skala global Joyce et al. 2004. Selain CMORPH terdapat juga Turk Algorithm,
Persiann dan CMAP yang juga mengeluarkan data hujan estimasi hasil gabungan
infrared dan microwave. Menurut Janowiak 2007, TRMM Tropical Rainfall
Measuring Mission TMI TRMM Microwave Image yang digunakan CMORPH
untuk estimasi penyebaran hujan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam estimasi hujan dengan tingkat kesalahan kecil.
Oleh karena data CMORPH bersifat global sehingga kurang kompatibel untuk digunakan secara langsung. Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan teknik
downscaling dengan menerapkan metode PLS Partial Least Square. Teknik
downscaling merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan
informasi iklim regional yang diperoleh dari informasi global Sutikno 2008. Teknik downscaling terbagi menjadi dynamical downscaling dan statistical
downscaling. Menurut von Storch 1999 dalam Sutikno 2008,downscaling
didasarkan pada asumsi bahwa iklim regional dipengaruhi oleh iklim skala global atau benua. Iklim regional adalah hasil dari interaksi antara atmosfer, lautan, dan
sirkulasi spesifik lokal seperti topografi, distribusi penggunaan lahan Gambar 2-3.
Model statisticalempirical downscaling SD merupakan suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfer global
data Global Climate Model GCM dengan unsur-unsur iklim lokal Zorita and von Storch, 1999 dalam Bergant and Kajfez-Bogataj, 2005 atau merupakan
fungsi transfer untuk mereduksi dimensi GCM yang dapat digunakan untuk memprakirakan kondisi iklim pada tingkat lokal berdasarkan sifat-sifat peubah
pada skala global. SD telah digunakan secara luas untuk menghubungkan gap antara skala global hasil dari GCM dengan skala lokal data masukan yang
diperlukan dalam kajian dampakRummukainen, 1997; Wilby and Wigley, 1997; Zorita and von Storch, 1999; von Storch et al., 2000 dalam Bergant and Kajfez-
Bogataj, 2005. Ide dasar dari SD adalah menggunakan hubungan antara variabel iklim skala global sebagai prediktor dengan variabel iklim skala lokal atau
variabel yang tergantung iklim sebagai prediktan untuk memproyeksikan hasil- hasil GCM pada skala regional atau lokal.
Seperti telah dijelaskan pada Bab III, bahwa metode kuadrat terkecil parsial Partial Least SquarePLS merupakan soft model yang dapat menjelaskan
struktur keragaman data dengan menggeneralisasi dan menggabungkan antara
metode analisis faktor, PCA Principal Component Analyzis, dan regresi berganda multiple regressionAbdi 2007. Metode PLS dapat dilihat sebagai dua
bentuk yang saling berkaitan antara CCA Canonical Correlation Analysis dan PCA.
Dalam penelitian ini PLS digunakan untuk mereduksi dimensi peubah curah hujan estimasi CMORPH dalam ukuran domain tertentu yang dipakai sebagai
prediktor untuk menduga curah hujan permukaan. Sehubungan dengan kebakaran hutan dan lahan, kurangnya hujan terutama
pada musim kemarau sangat mempengaruhi kondisi kelembaban vegetasi tanaman. Tidak adanya hujan dapat menyebabkan area hutan dan lahan menjadi
lebih kering dan mudah terbakar. Kondisi inilah yang sering dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk memulai aktivitas pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman
dan serasah dengan cara membakar. Selain itu, meluasnya bencana kebakaran hutan pada beberapa kejadian kebakaran seperti pada tahun 1982, 1987, 1991,
1994, 19971998, dan 2002 diduga berasosiasi dengan kemarau panjang akibat El Nino.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor iklim terutama hujan sangat mempengaruhi perilaku api dalam hal proses penyalaan, perkembangan
nyala api, penjalaran api, dan kondisi asap serta sifat-sifat bahan bakar tipe bahan bakar, kandungan bahan bakar, sifat-sifat instrinsik, kekompakan, dan kadar air
bahan bakar. Meskipun hampir seluruh kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh kegiatan manusia, baik sengaja maupun tidak
disengaja, namun faktor iklim tetap memegang peranan penting. Hal ini terkait dengan kebiasaan penyiapan lahan yang dilakukan pada musim kemarau.
Mengingat pentingnya pengaruh curah hujan pada kebakaran dan terbatasnya data curah hujan observasi yang tersedia di lapangan guna pengembangan model
peringatan dini kebakaran, sehingga penelitian ini merasa perlu menilai potensi curah hujan CMORPH untuk dapat dimanfaatkan dalam pembangunan model
Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran SPBK. Penelitian dalam bab 4 ini bertujuan untuk menganalisis hubungan data
estimasi hujan CMORPH untuk mendapatkan data curah hujan dari data satelit. Data CMORPH yang dieksplorasi untuk mendapatkan data curah hujan dari satelit
ini berasal dari dua sumber, yakni: data harian resolusi 0.25
o
lintangbujur yang
diperoleh dari situs http:cpc.ncep.noaa.gov
dan CMORPH dasarian wilayah kabupaten yang diperoleh dari situs
http:iridl.ldeo.columbia.edumaproom.Fire .
4. 2. Data dan Metode Data dan Alat