1. Kebakaran Lahan Gambut Utilization of READY ARL NOAA data and CMORPH for land and forest fire risk model development in Central Kalimantan
Menurut Tacconi 2003, salah satu faktor penyebab kebakaran yang cukup menonjol adalah faktor penutup lahan dan perubahannya. Pada kawasan yang
dilanda kebakaran tahun 19971998 di Indonesia diperoleh bahwa lahan pertanian menempati urutan pertama dalam luas kawasan yang terbakar di Sumatera. Urutan
kedua terluas terbakar adalah hutan payau dan gambut, yang selanjutnya diikuti oleh hutan dataran rendah, semak dan rumput, hutan tanaman, dan perkebunan.
2. 1. 2. Kebakaran Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan ekosistem yang bersifat unik yang tidak ditemukan pada ekosistem lain. Pada musim hujan, lahan gambut berperilaku
seperti spons yang menyerap kelebihan air hujan sehingga mencegah terjadinya banjir. Sebaliknya pada musim kemarau, lahan gambut mengeluarkan air ke udara
dan mengalirkannya ke tempat lain sehingga tidak terjadi kekeringan. Lahan gambut memiliki peran utama dalam siklus karbon dan hidrologi serta proses-
proses lingkungan global lainnya Krankina et al. 2008; Syaufina 2008, konservasi biodiversiti untuk flora dan fauna yang penting, sebagai lahan budi
daya di bidang pertanian, kehutanan, dan perkebunan Syaufina 2008. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut dapat dikelompokkan menjadi
3 tiga tipe, yakni: fibrik, saprik, dan Hemik. Fibrik, apabila 13 dari bahan asal telah terdekomposisi dan 23 bagian masih dapat dilihat dan ditentukan bahan
asalnya. Saprik, apabila 23 dari bahan asal sudah terdekomposisi, dan hemic adalah di antara fibrik dan saprik.
Berdasarkan hasil kajian pustaka oleh Syaufina 2008, Indonesia menempati urutan keempat di dunia untuk negara dengan lahan rawa gambut
terluas, yakni sekitar 17,2 juta ha Euroconsult 1984 dalam Syaufina 2008 atau sekitar 17,0 – 27,0 juta ha Maltby 1997 dalam Syaufina setelah Kanada 170
juta ha, Uni Soviet 150 juta ha, dan Amerika Serikat 40 juta ha. Meskipun lahan gambut tropika hanya sekitar 10 – 12 dari total lahan gambut dunia,
namun keberadaannya berperan sangat penting pada lingkungan global. Lahan gambut sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua dengan
perkiraan luas yang cukup beragam menurut berbagai sumber Tabel 1. Perbedaan perkiraan luas lahan gambut di Indonesia dikarenakan adanya
perbedaan dalam definisi dan standar klasifikasi lahan gambut yang digunakan oleh berbagai sumber tersebut.
Tabel 2-1. Perkiraan Luas dan Penyebaran Lahan Gambut di Indonesia Berdasarkan Beberapa Sumber Najiyati et al. 2005 dalam
Syaufina 2008 Penulis Sumber
Penyebaran gambut dalam juta hektar Sumatera Kalimantan
Papua Lainnya
Total Driessen 1978
9,7 6,3
0,1 -
16,1 Puslittanak 1981
8,9 6,5
10,9 0,2
26,5 Euroconsult 1984
6,84 4,93
5,46 -
17,2 Soekardi Hidayat
1988 4,5
9,3 4,6
0,1 18,4
Deptrans 1988 8,2
6,8 4,6
0,4 20,1
Subagyo et
al .
1990 6,4
5,4 3,1
- 14,9
Di Kalimantan, lahan gambut tersebar terutama di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Umumnya terdapat di sepanjang pantai barat Provinsi
Kalimantan Barat, seperti: Mempawah, Ketapang, dan Sambas. Sementara di Kalimantan Tengah terdapat di pantai selatan di sepanjang aliran Sungai
Sebangau, Kahayan, dan Barito. Di Kalimantan timur, lahan gambut banyak dijumpai di wilayah danau di basin bagian tengah Sungai Mahakam, sebelah barat
laut Kota Samarinda, dan bagian barat Kota Tarakan Syaufina 2008. Sifat kebakaran yang terjadi di kawasan hutan lahan gambut berbeda dengan
yang terjadi di kawasan hutan lahan tanah mineral bukan gambut. Di kawasan bergambut, kebakaran tidak hanya menghanguskan tanaman dan vegetasi hutan
serta lantai hutan forest floor termasuk lapisan serasah, dedaunan dan bekas kayu yang gugur, tetapi juga membakar lapisan gambut baik di permukaan
maupun di bawah permukaan Kurnain, 2005. Menurut Syaufina 2008, berdasarkan pola penyebaran dan tipe bahan
bakar kebakaran hutan dan lahan digolongkan ke dalam tiga tipe, yaitu: kebakaran bawah ground fire, kebakaran permukaan surface fire, dan kebakaran tajuk
crown fire. Dalam hal ini, kebakaran lahan gambut termasuk tipe kebakaran bawah ground fire. Pada tipe ini, api menjalar di bawah permukaan membakar
bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala smoldering. Sementara menurut Usup et al. 2003 dalam Kurnain 2005 ada dua tipe kebakaran lapisan
gambut, yaitu tipe lapisan permukaan surface fire dan tipe bawah permukaan ground fire. Tipe yang pertama dapat menghanguskan lapisan gambut hingga
10–15 cm, yang biasanya terjadi pada gambut dangkal atau pada hutan dan lahan berketinggian muka air tanah tidak lebih dari 30 cm dari permukaan. Pada tipe
yang pertama ini, ujung api bergerak secara zigzag dan cepat, dengan panjang proyeksi sekitar 10–50 cm dan kecepatan menyebar rata-rata 3,83 cm jam
-1
atau 92 cm hari
-1
. Tipe yang kedua adalah terbakarnya gambut di kedalaman 30–50 cm di bawah permukaan. Pada tipe dua ini ujung api bergerak dan menyebar ke
arah kubah gambut peat dome dan perakaran pohon dengan kecepatan rata-rata 1,29 cm jam
-1
atau 29 cm hari
-1
. Kebakaran tipe kedua ini lebih berbahaya karena menimbulkan kabut asap gelap dan pekat, dan melepaskan gas pencemar lainnya
ke atmosfer. Di samping itu, kebakaran tipe dua ini sangat sulit untuk dipadamkan, bahkan oleh hujan lebat sekalipun.
Dari uraian di atas jelas bahwa kebakaran hutan dan lahan gambut dapat menimbulkan dampakakibat buruk yang lebih besar dibandingkan dengan
kebakaran yang terjadi di kawasan tidak bergambut tanah mineral. Oleh karena itu, cara penanganannyapun berbeda.