Latar Belakang Keberadaan Fasilitas Kepelabuhanan dalam Menunjang Aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Tanjungsari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelabuhan perikanan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis aktivitas perikanan dan kelautan DKP 2005. Hal tersebut disebabkan pelabuhan perikanan berfungsi sebagai prasarana yang menjembatani aktivitas penangkapan sampai dengan pemasaran. Keberadaan pelabuhan perikanan menjadi prasarana yang sangat vital untuk menunjang sub sektor perikanan tangkap. Hal ini mengingat Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 80.791 km yang dikitari 2.820.000 km 2 luas lautnya dan membatasi 17.508 pulau-pulaunya Tomascik et. al. 1997. Seiring dengan pembangunan sub sektor perikanan tangkap, pembangunan pelabuhan perikanan juga terus dilakukan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ismail 2006 bahwa jumlah pelabuhan perikanan yang ada memang belum memadai. Selanjutnya dikatakan pula bahwa idealnya minimal 2.000 buah pelabuhan perikanan dibutuhkan dalam menunjang industri perikanan tangkap di tanah air. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan pelabuhan perikanan perlu dikembangkan tidak hanya dari sisi kuantitas saja, tetapi harus juga memper- hatikan sisi kualitasnya. Padahal menurut Pasaribu 2006, urgensi pembangunan pelabuhan perikanan adalah perlu perbaikan dan optimasi mengingat Indonesia yang dianugerahi fishing ground yang kaya, belum dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan yang memadai. Dengan demikian, indikasi keberhasilan sub sektor perikanan tangkap bukan hanya dari banyaknya jumlah pelabuhan perikanan, melainkan juga kualitas dan upaya peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan yang telah ada secara optimal. Peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan sangat terkait dengan keberadaan fasilitas. Belum dilengkapinya fasilitas yang memadai menyebabkan pelabuhan perikanan kurang dapat melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal. Terkait dengan hal ini, Lubis 2006 mengemukakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Kelengkapan fasili- tas juga akan menunjang seluruh aktivitas kepelabuhanan. Ketidakcukupan atau ketiadaan salah satu fasilitas saja akan dapat menghambat berbagai aktivitas lain yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketiadaan kolam pelabuhan akan mengakibatkan nelayan menambatkan kapalperahunya jauh dari dermaga, sehingga akan menghambat aktivitas lain, seperti pendaratan hasil tangkapan, pengiriman hasil tangkapan ke tempat pelelangan ikan, pendistribusian, dan pengisian perbekalan untuk melaut. Jika keberadaan dan kondisi fasilitas terus diabaikan, maka akan dapat meredupkan bahkan melumpuhkan aktivitas di suatu pelabuhan perikanan. Seperti telah dikatakan oleh Lubis et. al. 1998 bahwa 80 dari 40 pangkalan pendaratan ikan dan pelabuhan perikanan yang berada di wilayah Perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan tidak berfungsi dengan baik dan sisanya berfungsi namun terbatas sekali. Pangkalan Pendaratan Ikan PPI merupakan pelabuhan perikanan tipe D yang sama fungsinya dengan pelabuhan perikanan tipe A samudera, tipe B nusantara, dan tipe C pantai. Perbedaanya hanya dari segi kapasitas fasilitas- nya saja. Peranan PPI adalah sebagai salah satu infrastruktur yang menunjang dalam menjembatani aktivitas perikanan tangkap yang berada di suatu kawasan, terutama di daerah terpencil, tertinggal, namun memiliki sumberdaya ikan yang memadai. Jawa Tengah berada pada posisi yang stategis, selain berbatasan dengan propinsi lain, Jawa Tengah juga diapit oleh Laut Jawa di sebelah utara dan Samudera Indonesia di sebelah selatan. Panjang pantai Jawa Tengah adalah 651,1 km dan khusus Kabupaten Pemalang memiliki panjang pantai ± 35 km. Kapal- kapalnya melakukan aktivitas penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Laut Jawa yang memiliki potensi 847.500 tontahun DKP 2002. Lima PPI telah tersebar di Kabupaten Pemalang untuk menjembatani aktivitas penangkapan dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan laut tersebut. Lima PPI tersebut yakni PPI Tanjungsari, Asemdoyong, Ketapang, Mojo, dan Tasikrejo. Namun demikian, diantara kelima PPI tersebut, PPI Tanjungsari yang memiliki produksi hasil tangkapan terbesar se-Kabupaten Pemalang. Produksi hasil tangkapan juga mengalami peningkatan pada tahun 2004 - 2005. Produksi mencapai 5.150 ton dengan nilai produksi sekitar Rp23 milyar pada tahun 2004, atau meningkat 16,27 untuk volume produksi dan 32,71 untuk nilai produksi pada tahun 2005. Produksi hasil tangkapan tahun 2005 mencapai 5.988 ton dengan nilai produksi sekitar Rp31 milyar. Selain itu, PPI Tanjungsari juga pernah memperoleh penghargaan atas prestasinya dalam pencapaian target produksi hasil tangkapan pada periode tahun 2000 - 2002 dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Propinsi Jawa Tengah. Peningkatan produksi hasil tangkapan terkadang tidak diikuti dengan keberadaan dan kondisi fasilitas yang memadai untuk memperlancar dan menunjang aktivitasnya. Hal inilah yang terjadi di PPI Tanjungsari, masih terba- tasnya keberadaan dan kondisi fasilitas yang diperlukan, seperti kebutuhan es untuk perbekalan melaut dan penanganan ikan yang amat terbatas. Dampak dari perhatian yang kurang terhadap keberadaan dan kondisi fasilitas di PPI tersebut, seperti yang diungkapkan Wakil Bupati Pemalang, Junaedi 2007, bahwa terjadi penurunan produksi hasil tangkapan -11,92 pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 yaitu menjadi sekitar 5.274 ton atau senilai Rp29 milyar. Oleh karenanya menjadi penting untuk meneliti keberadaan fasilitas dalam menunjang aktivitas di PPI Tanjungsari, Kabupaten Pemalang. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di PPI Tanjungsari, termasuk penelitian mengenai hal lain, misalnya alat tangkap, hasil tangkapan, atau pun kesejahteraan nelayannya.

1.3. Tujuan