Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativa L.) Terolah Minimal Selama Penyimpanan

(1)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PERENDAMAN BLANSIR

TERHADAP MUTU SELADA KEPALA (

Lactuca Sativa

L.) TEROLAH

MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

ERNAWATI

F14080065

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

The Effect of Water Temperatures and Immersion Times on Blanching Process to Quality of Minimally Processed Fresh Cut Head Lettuce (Lactuca sativa L) During Storage

Ernawati (1) and Lilik Pujantoro (2)

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +6285694474916, e-mail: ernawati1204@gmail.com

ABSTRACT

The damage of minimally processed head lettuce (Lactuca sativa L.) is because of the activities of enzymes and microorganisms. The objectives of this research were (1) to determine the effect of treatment on quality of shredded blanched-lettuce, (2) to determine the best combination of temperature and immersion time on the handling of shredded blanched-lettuce and (3) to determine the Standard Operational Procedure (SOP) to treat minimally-processed lettuce head. The results of this research were blanching temperature of 50 °C with immersion time of 55 seconds and vacuum packaging could maintain the quality (weight, water content, brightness, hardness, and organoleptic) shredded blanched-lettuce could until 8-day storage. Standard Operational Procedure (SOP) for handling the shredded lettuce is sorting and peeling brown leaves, cuting and shredding with a size of 1.5 cm, immersing in water at 50 °C for 55 seconds, submerging in cold water 3-5 ° C for 1 minutes, centrifuging to reduce the excess water on the surface of shredded lettuce, packing with HDPE plastic, packaging in vacuum, and storaging with a temperature of 5 oC.


(3)

ERNAWATI (F14080065). Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativa L.) Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr.

RINGKASAN

Proses minimal (minimally processed) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan dan penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya dan mempermudah penggunaannya oleh konsumen (Antara 2007). Banyaknya restoran siap saji yang membutuhkan selada dalam bentuk rajangan seperti pada salad, hamburger, dan makanan siap saji lainnya sehingga diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan hingga selada sampai ke tangan konsumen. Kerusakan selada kepala (Lactuca sativa L) terolah minimal banyak disebabkan oleh aktivitas enzim dan juga disebabkan oleh mikroorganisme yang ditandai dengan adanya pencoklatan pada daun dan bekas potongan pada pinggir daun. Oleh karena itu, untuk mengurangi pencoklatan pada rajangan selada dapat dilakukan dengan proses blansir (blanching). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menentukan pengaruh perlakuan blansir terhadap mutu rajangan selada, (2) menentukan suhu dan lama perendaman terbaik pada penanganan rajangan selada, (3) menentukan Standard Operational Procedur (SOP) untuk penanganan selada kepala terolah minimal.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran selada kepala (headletucce)

jenis Crisp Heading varietas Bruma yang berasal dari PT Saung Mirwan, Megamendung, Jawa Barat. Selada kepala ini memiliki umur panen 30-40 hari sejak masa tanam dengan berat rata-rata 200 gram/ selada kepala. Sebelum dilakukan penelitian semua peralatan yang digunakan disterilkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70 %. Selada hasil panen disortasi, lalu dibuang daun terluarnya yang layu dan yang mengalami pencoklatan. Selada dipotong menjadi dua bagian dan dirajang dengan ukuran 1.5 cm. Setelah itu rajangan selada direndam dengan suhu blansir (40 oC, 45 oC, dan 50 oC) dan lama perendaman (20 detik, 55 detik, dan 90 detik). Lalu rajangan selada tersebut direndam dengan air dingin suhu 3-5 oC selama 1 menit untuk menghentikan proses pemasakan pada rajangan selada. Penirisan dilakukan dengan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan maksimum 1400 rad/menit (175.3 g) selama 30 detik untuk membuang kelebihan air yang masih menempel pada permukaan selada. Kemudian rajangan selaa ditimbang (100 gram), dikemas dengan plastik HDPE dan divakum dengan vacuum packaging. Rajangan selada disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC. Setelah itu dilakukan pengamatan selama 8 hari dengan parameter susut bobot, kadar air, kecerahan, kerenyahan, dan organoleptik.

Berdasarkan hasil penelitian terjadi peningkatan susut bobot (%) pada semua kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman blansir rajangan selada selama penyimpanan. Dimana nilai peningkatan susut bobot (%) yang paling rendah yaitu perlakuan 40 oC selama 90 detik sebesar 0.104 %. Kadar air rata-rata rajangan selada selama penyimpanan berkisar antara 95.79 % - 96.56 %. Nilai kadar air rataan tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu 45 oC selama 55 detik sebesar 96.56 %. Perubahan kadar air rajangan selada berubah secara fluktuatif selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik morfologi selada dimana bagian batang lebih padat dibandingkan bagian daun sehingga terjadi perbedaan kemampuan penetrasi terhadap air. Kerenyahan rajangan selada juga berubah secara fluktuatif selama penyimpanan, hal ini terjadi karena ketidakseragaman ketebalan dari rajangan selada sehingga mempengaruhi besarnya nilai uji tarik. Kerenyahan rata-rata rajangan selada berkisar antara 0.037-0.079 N. Rajangan selada yang masih menunjukkan mutu yang baik selama 8 hari penyimpanan yaitu pada perlakuan suhu 50 oC selama 55 detik sebesar 0.037. Morfologi daun selada dibagi menjadi bagian ujung, tengah, dan bawah. Nilai L* pada bagian ujung daun selada (47.19-62.93), bagian tengah (54.97-68.52), dan bagian pangkal (50.76-71.74). Nilai a*


(4)

pada bagian ujung daun selada berkisar antara (-6.52) - (-12.2), bagian tengah 0.55- (-6.98), dan bagian pangkal 2.88 - (-2.74). Nilai b* pada bagian atas (15.29-24.11), bagian tengah (7.85-18.50), dan bagian pangkal (4.25-13.04). Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan suhu blansir 50 oC selama 55 detik. Perlakuan ini dapat mencegah terjadinya pencoklatan pada pinggiran potongan daun selada dan jaringan pada daun selama 8 hari penyimpanan pada lemari pendingin suhu 5 oC.

Standard Operational Procedur (SOP) untuk penanganan selada kepala terolah minimal yaitu peralatan yang digunakan disterilkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70 %. Setelah itu selada hasil panen disortasi, lalu daunnya yang layu dan yang mengalami pencoklatan. Selada dipotong menjadi dua bagian dan dirajangan dengan ukuran 1.5 cm, kemudian direndam dengan suhu blansir 50 o

C selama 55 detik. Setelah itu direndam dalam air dingin suhu 3-5 oC selama 1 menit dan disentrifuse selama 30 detik untuk mengurangi kelebihan air yang menempel pada permukaan rajangan selada. Rajangan selada lalu dimasukkan ke dalam plastik HDPE, dikemas vakum, dan disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 5 oC.


(5)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PERENDAMAN BLANSIR

TERHADAP MUTU SELADA KEPALA (

Lactuca Sativa

L.)

TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Mesin Dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERNAWATI

F14080065

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativa L) Terolah Minimal Selama Penyimpanan

Nama : Ernawati NIM : F14080065

Menyetujui, Pembimbing Akademik,

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. NIP. 19621130198703 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Desrial, M.Agr. NIP. 19661201199103 1 004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativa L) Terolah Minimal Selama Penyimpanan.” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

Ernawati F14080065


(8)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 April 1990 di Karanganyar, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sutanto Sutimin dan Tarni. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Dayu 2 pada tahun 1996-1999 dan SDN Kedaung I pada tahun 1999-2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Ciputat dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Ciputat dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2008.

Pada Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK dan program studi Departemen Teknik Pertaian, Fakultas Teknologi Pertanian. Tahun 2010-2012 penulis mendapatkan beasiswa dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Selama perkuliahan Penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Pada tahun 2008-2009 tercatat sebagai Bendahara DPM-MPM KM IPB, pada tahun 2009-2010 sebagai Wakil Sekretaris Jendral I DPM-MPM KM IPB, pada tahun 2010-2011 sebagai anggota divisi Human Resource Development di Pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat IPB, dan tahun 2011-2012 sebagai ketua divisi Human Resource Development Pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat IPB.

Penulis melakukan praktek lapangan di PT Saung Mirwan Megamendung Jawa Barat. Topik yang dipelajari adalah “Aspek Keteknikan Pada Proses Pengemasan Produk Hortikultura di PT Saung Mirwan Bogor - Jawa Barat”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, Penulis melakukan penelitian dengan judulPengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativaL) Terolah Minimal Selama Penyimpanan” di bawah


(10)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca sativa L.) Terolah Minimal Selama Penyimpanan”.

Penulisan skripsi hasil penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu, mengarahkan, dan membimbing sehingga skripsi dapat diselesaikan. Terima kasih saya ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si dan Dr. Nanik Purwanti, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran atas penyusunan skripsi.

3. Bapak dan Ibu tercinta serta adik ku atas kasih sayang, perhatian, dan motivasinya.

4. Pak Sulyaden dan Pak Ahmad yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 5. Dewan Pengurus Yayasan Karya Salemba Empat yang telah banyak membantu penulis baik

dalam segi moril dan materil selama menjalani pendidikan di IPB.

6. PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah memberikan bantuan beasiswa penelitian. 7. Keluarga besar Paguyuban Karya Salemba Embat IPB (Junda, Rendi, Rizki, Rima, Denis) yang

telah menjadi keluarga saya selama menjalani perkuliahan.

8. Seluruh keluarga Go Field Leuwikaret (Ifah, Marisa, Dani, Al, Mia, dkk) yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan Dhea, Dila, Dina, kak Fandi, Kak Sandra, dan Kak Waqif atas masukan dan nasehat yang telah diberikan.

10. Kakak-Kakak pasca sarjana (Putri, Cicih, Tajul, Fajri, Emil, Ani, Joni) yang telah banyak memberikan saran dan masukan tentang penelitian saya.

11. Kepada Galih, Yuliana, Yuliani, Yulfi, Aulia, Deri, Bhekti, Yutha yang telah membantu pada saat penelitiaan.

12. Keluarga si Babah (Melati, Riza, Amel, Nanda, Ninggar) atas dukungan dan semangatnya. 13. Keluarga Komunikasi Kelompok 6 (Alvian, Jae, Bima, Faisal, Auris) terima kasih atas

semangat dan motivasi yang diberikan.

14. Seluruh keluarga Kosan Putri Harmoni 1 (Dinia, Ratih, Citra, Sakin, Elok, Ana, Rizka, Oni) dan Wardatul Jannah yang setia mendengarkan keluhan dan atas nasehat yang diberikan tentang penelitian.

15. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 45 (MAGENTA) atas semangat, dukungan, dan kebersamaannya.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan dan penyusunan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan.

Bogor, November 2012


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Selada Kepala (Lactuca sativa L) ... 3

B. Fisiologi Pasca Panen... 4

C. Pengolahan Minimal ... 5

D. Pencoklatan (browning) ... 6

E. Blansir ... 6

F. Jenis Plastik dan Pengemasan Vakum ... 7

G. Parameter Penurunan Mutu ... 8

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

A. Waktu dan Tempat ... 10

B. Alat dan Bahan ... 10

C. Rancangan Percobaan ... 11

D. Metoda Penelitian ... 11

1. Penelitian Pendahuluan... 12

2. Penelitian lanjutan ... 12

E. Pengamatan ... 15

1. Kadar Air ... 15

2. Susut Bobot... 15

3. Uji Tarik ... 15

4. Kecerahan ... 16

5. Uji Organoleptik ... 16

F. Pengolahan Data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir ... 19

1. Susut Bobot... 19

2. Kadar Air ... 20

3. Uji Tarik ... 22

4. Kecerahan ... 24

5. Uji Organoleptik ... 27

a. Warna ... 27

b. Aroma ... 27

c. Kesegaran ... 28


(12)

e. Penilaian Umum ... 29

B. Penentuan Suhu dan Lama Perendaman Terbaik ... 30

C. Standar Operational Procedur (SOP) Penanganan Selada Terolah Minimal ... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan gizi selada dalam tiap 100 gram bahan... .... 3 Tabel 2. Standar Mutu Selada Segar... ... 5 Tabel 3. Permeabilitas bahan kemasan (ml/m2/hari pada 1 atm) yang sesuai dengan produk


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Selada Kepala... . ... 4

Gambar 2. Diagram Hunter ... ... 9

Gambar 3. (a) Mesin sentrifugasi, (b) Alat blansir ... ... 10

Gambar 4. (a) Vacuum packaging merk SINBO (b) Neraca digital... . 11

Gambar 5. (a) Cromameter merk Minolta CR-400, (b) Rheometer Sun tipe CR-300DX ... 11

Gambar 6. Selada pada perlakuan (a) suhu 40 oC , (b) suhu 50 oC, dan (c) kontrol... .... 12

Gambar 7. (a) Pencoklatan rajangan selada, (b) Rajangan selada yang dikemas vakum... 13

Gambar 8. Diagram alir penelitian pendahuluan... ... 13

Gambar 9. Diagram alir penelitian lanjutan ... ... 14

Gambar 10. Ilustrasi metode uji tarik. ... ... 16

Gambar 11. Pengukuran uji tarik rajangan selada... . 16

Gambar 12. Pengukuran warna pada selada ... ... 16

Gambar 13. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 40 oC) .. ... 19

Gambar 14. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 45 oC) .. ... 19

Gambar 15. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 50 oC) .. ... 19

Gambar 16. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 40 oC) ... ... 21

Gambar 17. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 45 oC) ... ... 21

Gambar 18. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir ( suhu blansir 50 oC) ... ... 21

Gambar 19. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 40 oC). .. ... ... 22

Gambar 20. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 45 oC)... ... 23

Gambar 21. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 50 oC)... ... 23

Gambar 22. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai (L*) rajangan selada selama penyimpanan ... 25

Gambar 23. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai (a*) rajangan selada selama penyimpanan ... 25

Gambar 24. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai (b*) rajangan selada selamapenyimpanan ... 26

Gambar 25. Perubahan nilai uji organoleptik warna rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir ... 27

Gambar 26. Perubahan nilai uji organoleptik aroma rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir ... 28

Gambar 27. Perubahan nilai uji organoleptik kesegaran rajangan selada selama penyimpanan perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir ... 28


(15)

Gambar 28. Perubahan nilai uji organoleptik kekerasan rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir ... 29 Gambar 29. Perubahan nilai uji organoleptik penilaian umum rajangan selada selama penyimpanan

pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir ... 30 Gambar 30. Diagram alir standar operational procedur (SOP) pengolahan minimal selada ... 31


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Formulir uji organoleptik ... 36

Lampiran 2. Dokumentasi rajangan selada pada penyimpanan hari ke-8 ... 37

Lampiran 3. Data perubahan susut bobot (%) berbagai perlakuan suhu dan lama perendaman blansir pada rajangan selada selama penyimpanan ... 37

Lampiran 4. Data perubahan kadar air (%bb) berbagai perlakuan suhu dan lama perendaman blansir pada rajangan selada selama penyimpanan ... 39

Lampiran 5. Data perubahan nilai uji tarik (N) berbagai perlakuan suhu dan lama perendaman blansir pada rajangan selada selama penyimpanan ... 40

Lampiran 6. Data perubahan nilai (L*) rajangan selada selama penyimpanan ... 41

Lampiran

7.

Data perubahan nilai (a*) rajangan selada selama penyimpanan ... 42

Lampiran 8. Data perubahan nilai (b*) rajangan selada selama penyimpanan ... 44

Lampiran 9. Data uji Organoleptik rajangan selada selama penyimpanan ... 46


(17)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Sayuran merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena merupakan sumber utama vitamin, mineral dan serat. Gaya hidup yang berubah dan kesibukan masyarakat ternyata berpengaruh terhadap perilaku masyarakat untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Kesadaran terhadap besarnya manfaat konsumsi buah dan sayur segar terhadap kesehatan bersama-sama dengan perubahan gaya hidup menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat modern. Kebutuhan terhadap produk sehat yang beragam dan kurangnya waktu untuk memasak menyebabkan masyarakat modern saat ini lebih banyak membeli makanan di luar rumah. Kondisi ini menyebabkan banyaknya masyarakat modern yang lebih menyukai buah dan sayuran dalam bentuk siap olah atau siap konsumsi. Proses minimal (minimally processed) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan dan penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya dan mempermudah penggunaannya oleh konsumen. Tujuan utama proses minimal produk hortikultura adalah mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur simpan produk memadai untuk areal konsumen tertentu (Antara 2007).

Menurut King Jordan dan Bolin (1989), buah-buahan dan sayur-sayuran hasil teknologi olah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk kemudahan konsumsi dan didistribusikan dalam keadaan seperti bahan segar. Penyiapan dan penanganan produk tersebut meliputi pembersihan (cleaning), pencucian (washing), pengupasan (trimming/peeling), pengirisan (slicing), perajangan

(shredding), dan pengemasan (packaging). Produk proses minimal banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan, rumah makan cepat saji (salad dan buah-buahan), dan jasa katering. Beberapa contoh produk proses minimal yang dijumpai di pasaran adalah rajangan selada, durian yang sudah dikupas, kentang yang sudah dikupas dan dipotong-potong, potongan sayuran, bawang putih yang sudah dikupas, dan produk-produk lainnya.

Menurut Rolled dan Chism (1987), produksi teknologi olah minimal mudah menurun kualitasnya terutama pada warna dan tekstur yang disebabkan oleh aktivitas enzim, peningkatan respirasi, dan aktivitas mikroorganisme, sehingga masa simpan menjadi berkurang. Menurut Antara (2007) proses pengolahan minimal untuk selada perlu dikembangkan mengingat banyaknya restoran siap saji yang membutuhkan selada dalam bentuk rajangan seperti pada salad, hamburger, dan makanan siap saji lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu penanganan khusus untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan(shelf-life) hingga selada sampai ke tangan konsumen.

Teknik pengemasan juga berperan penting terhadap umur simpan dan mutu suatu produk pangan. Salah satu teknik pengemasan yang sering digunakan untuk pengawetan produk pangan adalah pengemasan vakum. Pengemasan vakum adalah pengeluaran semua udara di dalam kemasan tanpa diganti dengan gas lain. Pengemasan vakum diperlukan untuk mengeluarkan oksigen dari kemasan dan meningkatkan umur simpan. Plastik yang digunakan dalam pengemasan vakum yaitu plastik yang mempunyai permeabilitas O2 yang rendah dan tahan terhadap sifat fisik produk (Sacharow dan Griffin 1980).

Penurunan mutu rajangan selada ditandai dengan adanya bercak pencoklatan yang terjadi pada daun selada atau bekasan potongan rajangan selada. Kerusakan tersebut banyak disebabkan oleh aktivitas enzim dan serangan mikroorganisme, maka untuk mengurangi aktivitas enzim pencoklatan dan serangan mikrobiologis dari produk pangan dapat dilakukan dengan proses blansir (blanching).


(18)

selada, selain menggunakan sulfit, natrium klorida, penggunaan asam, dan senyawa borat. Diharapkan perlakuan blansir ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia dalam penanganan sayuran dan buah-buahan terolah minimal. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan suhu dan lama perendaman blansir sebagai upaya untuk mengurangi enzim pencoklatan dan meningkatkan umur simpan selada terolah minimal yang disimpan pada suhu 5 oC.

B.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menemukan pengaruh perlakuan suhu dan lama perendaman blansir terhadap mutu rajangan selada.

2. Menentukan suhu dan lama perendaman blansir yang terbaik untuk rajangan selada.

3. Menentukan Standard Operational Procedur (SOP) untuk penanganan rajangan selada terolah minimal.


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Selada Kepala (

head lettuce

)

Selada kepala (head lettuce) merupakan jenis tanaman sayur daun yang sudah dikenal di kalangan masyarakat. Tanaman ini berasal dari daerah beriklim sedang seperti Asia Barat, dan Amerika. Daerah penyebaran tanaman seladadiantaranya Karibia, Malaysia, Afrika, serta Filipina dan kemudian menyebar ke Indonesia. Selada umumnya dikonsumsi segar sebagai lalapan ataupun sebagai hidangan pembuka yang dicampur dengan sayuran lainnya. Selada ini sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Kandungan gizi pada selada dapat dilihat pada Tabel 1. Manfaat selada untuk kesehatan diantaranya untuk memperbaiki dan memperlancar pencernaan serta dapat berfungsi sebagai obat penyakit panas dalam (Eko, Tina, dan Estu 1995).

Tabel 1. Kandungan gizi selada dalam tiap 100 gram bahan Nilai Gizi Komposisi

Kalori 17.00 kalori

Protein 1.70 g

Lemak 0.30 g

Karbohidrat 3.0 g

Kalsium 182.00 mg

Fosfor 27.00 mg

Zat besi 2.50 mg

Vitamin A 2.420 SI Vitamin B1 0.08 mg

Vitamin C 50 mg

Air 94.80 g

Sumber : Wirakusumah (2006)

Menurut Eko et al. (1995), selada kepala (head lettuce) termasuk tanaman semusim dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

divisi : Spermathophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae

ordo : Asterales

famili : Asteraceae

genus : Lactuca

spesies : Lactuca sativa

Selada jenis ini mempunyai krop bulat dengan daun saling merapat. Daunnya ada yang berwarna hijau terang tetapi ada juga yang berwarna lebih gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Selada jenis ini rasanya lunak dan renyah. Di dataran sedang hingga rendah pertumbuhan selada kurang baik sehingga selada lebih cepat berbunga dan tidak menghasilkan krop. Suhu udara optimum untuk pertumbuhannya adalah 15-29 oC. Daerah-daerah yang dapat ditanami selada terletak pada ketinggian antara 400-2200 m di atas permukaan laut (dpl) dengan derajat


(20)

keasaman tanah (pH) antara 6.5-7. Pada tanah yang masam selada ini tumbuh kerdil dan pucat karena kekurangan unsur magnesium dan besi. Selada kepala (head lettuce) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Selada Kepala

Menurut Eko et al. (1995), selada secara umum dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan perbedaan dalam bentuk, tekstur, dan warna yaitu jenis selada kepala (head lettuce),

selada rapuh (cos lettuce), selada daun (leaf lettuce), danselada batang (stem lettuce).

1. Selada kepala (head lettuce)

Selada kepala disebut juga selada krop karena mempunyai krop bulat dengan daun silang merapat. Disebut selada kepala karena bentuknya yang bulat seperti kepala. Daunnya ada yang berwarna hijau terang dan ada juga yang berwarna hijau gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Tanaman selada kepala umumnya dibudidayakan di dataran tinggi karena apabila dibudidayakan di dataran rendah maka tidak akan menghasilkan krop. Selada kepaladapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe renyah (crispy) dan tipe mentega.

2. Selada rapuh (cos lettuce)

Selada rapuh disebut juga dengan nama romaine lettuce. Seladajenis ini mempunyai krop yang lonjong dengan pertumbuhan yang meninggi cenderung mirip petsai. Daunnya lebih tegak dibandingkan daun selada yang umumnya menjuntai kebawah. Ukurannya besar dan warnanya hijau tua agak gelap. Jenis seladaini tergolong lambat pertumbuhannya.

3. Selada daun ( leaf lettuce)

Selada daun disebut juga dengan cut lettuce. Pada jenis ini, helaian daunnya lepas dan tepiannya berombak atau bergerigi, berwarna hijau atau merah. Jenis seladaini selain dikonsumsi langsung juga banyak digunakan sebagai hiasan untuk aneka masakan. Selada daun berumur genjah dan toleran terhadap kondisi dingin. Tanaman dapat dipanen beberapa kali apabila daunnya dipanen dengan cara dilepas satu persatu atau tidak dicabut sekaligus. Meskipun demikian, umumnya selada daundipanen seluruh tanaman seperti jenis lainnya.

4. Selada batang (stem lettuce)

Selada batang daunnya berukuran besar, panjang, bertangkai lebar, serta berwarna hijau terang. Seladajenis ini mendapat julukan stem lettuce karena daunnya berlepasan dan tidak dapat membentuk krop. Varietas selada batang yang terkenal adalah celtus. Jenis selada ini kurang diminati untuk dibudidayakan dibandingkan jenis seladalainnya.

B.

Fisiologi Pasca Panen

Mutu sayuran tidak dapat diperbaiki tetapi dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila proses pemanenan dan penggunaan jenis kemasan yang tepat (Pantastico 1986). Menurut Supriyatna (1996), umur panen dan cara panen merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan selada sesuai dengan kriteria. Umur panen tanaman selada35-60 hari setelah tanam. Seladayang ditanam secara hidroponik mempunyai umur panen yang lebih singkat sekitar 28-50 hari.


(21)

Pemanenan selada kepala dilakukan segera setelah tanaman mencapai ukuran dan berat yang diinginkan sebelum daun-daunnya menjadi liat, pahit, dan sebelum tangkai bibit mulai tumbuh. Panen dapat digunakan secara manual dan menggunakan mesin. Pemanenan dengan cara manual dilakukan dengan cara pemotongan bagian atas daun yang menyentuh tanah dan dilakukan pada pagi hari atau sesudah hujan karena kerusakan pada daun-daun yang getas dan kriting mudah terjadi selama pemanenan. Tahapan pemanenan pada selada tergantung pada tipe dan tujuan penanaman. Umumnya selada dipanen bertahap yakni tanaman yang tumbuh lebih besar dan sesuai untuk dikonsumsi maka dipanen lebih dahulu. Panen berikutnya dilakukan sampai beberapa kali hingga semua tanaman habis dipanen (Eko et al. 1995).

Menurut Supriyatna (1996), pada proses pasca panen, selada dibersihkan kemudian dibungkus dengan koran dan dimasukkan ke dalam keranjang atau kantung plastik besar. Pengemasan juga dilakukan dengan kemasan jaring dan kemasan plastik film, lalu dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya selada dikeluarkan dari wadah kemudian dilakukan penyortiran, selada yang sudah lolos sortasi yaitu tidak lebam, lecet atau tidak busuk kemudian dikelaskan dalam mutu masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Penjualan biasanya dilakukan ke restoran, supermarket atau toko-toko sayuran yang besar, dan hotel. Pengiriman selada kepala umumnya memiliki standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Standar mutu selada tercantum pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-136-1981 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Selada Segar

Kriteria Standar

Mutu I Mutu II

Keragaman sifat varietas Seragam Seragam

Kepadatan Padat Cukup padat

Kesegaran Segar Cukup segar

Keseragaman ukuran Seragam Seragam

Kadar busuk maks. (% w/w ) 1 1

Kadar kotoran maks. (% w/w) 0.5 0.5

Kerusakan maks. (% w/w) 5 5

Sumber: Departemen Perdagangan RI (1992)

C.

Pengolahan Minimal

Pengolahan minimal atau sering disebut juga fresh cut merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko pembusukan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan komoditi yang tidak diolah. Ini dikarenakan pelindung alami (kulit buah) pada produk fresh cut dibuang saat pengupasan. Keunggulan produk terolah minimal yaitu sedikit menghasilkan sampah, mutu produk dapat langsung terlihat, dan dapat dibeli sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen (Antara 2007).

Menurut Burn (1995), buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk memudahkan konsumsi dan distribusi ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya.


(22)

Menurut Ohta dan Sugawara (1987), proses pengolahan minimal (minimally processed) pada rajangan selada akan mengakibatkan pemecahan sel tanaman dan berakibat pada perubahan fisiologi tanaman seperti meningkatnya laju respirasi dan terjadinya pencoklatan. Perajangan sayur-sayuran akan meningkatkan 20% - 70% atau lebih tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu penyimpanan. Kerusakan fisik atau luka akibat pengolahan minimal menyebabkan peningkatan respirasi dan etilen. Peningkatan laju respirasi tersebut akan berakibat menurunnya kualitas dan umur simpan produk. Bersamaan dengan itu, laju reaksi-reaksi biokimia lainnya akan meningkat yang menyebabkan perubahan warna (browning), flavor, tekstur, dan mutu gizi (seperti hilangnya vitamin).

D.

Pencoklatan (

browning

)

Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh reaksi pencoklatan (browning). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim polyphenol oksidase (PPO) yang bereaksi dengan oksigen. Pada buah dan sayuran yang utuh, sel-selnya juga masih utuh. Substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim fenolase sehingga tidak terjadi reaksi pencoklatan. Apabila sel pecah akibat pengirisan atau pemotongan, substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatis. Sedangkan, pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi (melalui sisi keton dan aldehid yang reaktif) dengan asam amino (melalui gugus amina). Reaksi ini banyak terjadi selama penyimpanan bahan pangan. Reaksi non enzimatik yang lain seperti karamelisasi dan oksidasi asam askorbat (Winarno dan Aman 1981).

Menurut Affandi (2002), reaksi pencoklatan pada rajangan selada ditandai dengan timbulnya bintik-bintik hitam dan merah pada permukaan dan batas rajangan selada. Kompleks bintik-bintik karat yang terjadi akibat kehilangan warna dari lapangan, pengangkutan, dan penyimpanan. Kehilangan warna tersebut karena hilangnya hijau daun akibat kerusakan dari klorofil dan reaksi pencoklatan akibat enzim fenolik. Reaksi pencoklatan enzimatik akibat enzim fenolik ini dapat dihambat dengan mengurangi atau menghilangkan oksigen di sekitar substrat, pemberian panas, penambahan sulfit, dan penambahan asam (Friedman 1954).

Metode yang biasa digunakan untuk mengurangi pencoklatan yaitu penambahan sulfit. Menurut Koswara (1999), sulfit digunakan untuk mengaktifasi enzim fenolase, melindungi vitamin C dari kerusakan serta memiliki aktifitas antiseptik. Batas maksimal penggunaan garam sulfit yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan adalah 500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut bau sulfit dapat terdeteksi. Penggunaan untuk sayuran segar berkisar antara 50-1000 ppm, sedangkan untuk makanan yang berbentuk sari buah atau bubur berkisar antara 50-500 ppm (Gould dan Russel 1991). Penggunaan golongan sulfit diperbolehkan untuk penggunaan bahan pangan, buah dan sayuran tetapi tidak untuk pengolahan daging, makanan sumber tiamin, serta buah dan sayur yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar. Senyawa sulfit dapat menyebabkan korosi (pengkaratan) pada logam sehingga sebaiknya bahan makanan yang mengandung sulfit tidak dikemas dalam kaleng tetapi dengan kemasan plastik atau gelas (Buckle, Edward, Fleed, dan Wootton 1987).

E.

Blansir

Winarno dan Aman (1981), mengemukakan bahwa blansir merupakan pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim. Inaktifasi enzim diperlukan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis yang tidak diinginkan selama proses pengolahan. Blansir dapat menimbulkan perubahan fisik dan kimia pada produk yang diblansir.


(23)

Perubahan fisik disebabkan oleh perpindahan udara dalam sel memberikan pengaruh terhadap permeabilitas sel. Sedangkan perubahan kimia disebabkan oleh perubahan senyawa-senyawa penyusun dinding sel yang menyebabkan pelunakan jaringan. Inaktifasi enzim polyfenol oksidase

pada bahan makanan dapat dilakukan dengan pemanasan. Cara ini dianggap lebih mudah dan sederhana.

Menurut Winarno, Srikandi, dan Dedi (1986), pemanasan pada suhu dan lama perendaman tertentu dikenal dengan istilah blansir. Blansir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu blansir menggunakan air panas (hot water treatment) dan uap panas (hot air treatment). Blansir menggunakan air panas dapat mengurangi terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara. Penggunaan air panas untuk blansir dapat dilakukan pada suhu 90-95 oC selama 3 menit.

Menurut Nugroho (2003), penambahan perlakuan blansir tidak dianjurkan karena akan mempercepat kerusakan paprika yang disebabkan oleh tingginya suhu dan lamanya waktu pemanasan pada proses blansir. Warna paprika setelah diblansir akan kecoklatan akibat proses pemanasan (76-80) oC sehingga memberikan efek pelunakan pada jaringan sel yang mempercepat proses pembusukan paprika. Rajangan paprika yang diblansir dan disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-4. Rajangan yang disimpan dalam suhu 10 0C dapat bertahan hingga hari ke-8 dan rajangan yang disimpan dalam suhu 5 oC dapat bertahan hingga hari ke-14. Kerusakan pada rajangan paprika ditandai dengan timbulnya lendir putih. Tingginya suhu proses blansir dan lama pemanasan harus mempertimbangkan luasan rajangan paprika. Jika suhu terlalu tinggi sedangkan luasan rajangan kecil maka proses blansir akan memberikan efek merusak.

F.

Jenis Plastik dan Pengemasan Vakum

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, tidak korosif seperti wadah logam, transparan, kuat, termoplastik, dan memiliki permeabilitas terhadap uap air, CO2, dan O2. Permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara berperan dalam memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi pemeabilitas gas, uap air, bentuk kemasan, dan permukaan kemasan. Permeabilitas uap air, gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno 1987). Nilai permeabilitas O2 plastik HDPE dibandingkan jenis plastik yang lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Permeabilitas bahan kemasan (ml/m2/hari pada 1 atm) yang sesuai dengan produk segar

Jenis Plastik Permeablitas Transmisi uap air

(g/m2/hari) pada 37.8 o

C, RH 90 %)

O2 CO2

Linear low density polyethylene (LLDPE) 7000-9300 - 16-31

High density polyethylene (HDPE) 520-4000 3900-10000 4-10

Low density polyethylene (LDPE) 3900-13000 7700-77000 6-23.2

Polypropylene (PP) 1300-6400 7700-21000 4-10.8 Sumber : Kader dan Moris (1997)

Pengemasan vakum adalah pengeluaran semua udara di dalam kemasan tanpa diganti dengan gas lain. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara bagian dalam kemasan dengan bagian luar. Proses respirasi yang dilakukan oleh buah yang dikemas akan semakin menghabiskan oksigen di dalam kemasan sehingga menambah kondisi vakum dan dalam prakteknya kemasan vakum


(24)

akan menjadi kemasan atmosfir termodifikasi (Brody 1989). Kemasan yang baik untuk penyimpanan produk segar sayuran adalah film kemasan yang memiliki permeabilitas terhadap CO2 lebih tinggi dibanding permeabilitas terhadap O2 sehingga akumulasi CO2 akibat respirasi lebih sedikit daripada penyusutan O2. Suhu penyimpanan, kelembaban udara, dan permeabilitas bahan kemasan merupakan faktor eksternal yang dapat dikontrol untuk meminimalkan kerusakan pada sayuran (Zagory dan Kader 1988).

Selain pengemasan vakum, cara lain untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yaitu dengan penyimpanan dingin. Menurut Pantastico (1986), penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan dingin dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan karena adanya proses pemasakan, pelunakan, perubahan warna, tekstur, kehilangan air, kerusakan karena bakteri, kapang dan kamir, serta proses yang tidak diinginkan seperti pertunasan. Faktor yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin adalah penggunaan suhu yang paling tepat. Penyimapanan pada suhu dingin dapat menimbulkan kerusakan yang disebut kerusakan karena pendinginan (chilling injury).

Kerusakan itu terjadi karena penurunan suhu yang tiba-tiba atau kelembaban yang rendah.

G.

Parameter Penurunan Mutu

a. Susut Bobot

Menurut Pantastico (1986), bobot suatu produk terus mengalami penurunan dan kehilangan berat, jika penurunan tersebut hingga mencapai 5 % dapat berakibat negatif terhadap penampakan, tekstur, dan bobot dari produk tersebut. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi, serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan (Wills 1981). Susut bobot juga disebabkan hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan dan kehilangan CO2 selama respirasi (Winarno 2002). Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami mengalami penutupan (Kays 1991).

b. Kadar Air

Kadar air dalam suatu bahan makanan merupakan aspek yang sangat penting, karena semakin tinggi kadar air maka makin besar pula kemungkinan bahan makanan tersebut akan rusak, sehingga tidak tahan lama. Umumnya buah-buahan dan sayuran mengandung kadar air antara 80-95 % (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Menurut Pantastico (1986), berkurangnya kadar air mengakibatkan timbulnya perubahan pada produk yang disimpan yakni penampakan, tekstur, dan bobotnya.

c. Kekerasan

Kekerasan sayur-sayuran dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup. Turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Menurunnya nilai kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya tekanan turgor, perombakkan pati menjadi glukosa dan degradasi dinding sel (Winarno dan Aman 1981). Kekerasan rajangan wortel yang disimpan dalam suhu 5 oC pada awalnya renyah dan mudah patah namun setelah kehilangan air selama penyimpanan menyebabkan terjadi perubahan sifat fisik, hingga menjadi liat dan tidak mudah patah (Muhdarsyah 2007)


(25)

d. Kecerahan

Data warna di dalam diagram Hunterdinyatakan dengan nilai *L (kecerahan), nilai *a (merah-hijau) dan nilai *b (kuning-biru). Nilai *L menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L bernilai 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Nilai *a menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-60 untuk warna merah dan bernilai –a dari 0-(-60) untuk warna hijau. Nilai *b menyatakan buah warna akromatik kuning-biru, bernilai +b dari 0-60 untuk warna kuning dan bernilai –b dari 0-(-60) untuk warna biru.

Gambar 2. Diagram Hunter

e. Organoleptik

Menurut Soekarto (1985), panelis semi terlatih adalah panelis yang bukan ahli dan bukan orang awam yang tidak mengerti ciri-ciri organoleptik. Parameter organoleptik yang diuji meliputi warna, aroma, kesegaran, kekerasan, dan penilaian umum. Aroma buah dan sayuran yang disimpan dalam kemasan akan timbul aroma asam karena terjadi reaksi anaerob. Karbondioksida dan uap air merupakan hasil dari respirasi aerobik, sedangkan produk fermentasi yaitu etanol, acetaldehyde dan asam organik juga dihasilkan selama respirasi anaerobik (Alexander dan Jeffries 1990).


(26)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.

B.

Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran selada kepala (headletucce)

jenis Crisp Heading varietas Bruma yang berasal dari PT Saung Mirwan, Megamendung, Jawa Barat. Selada kepala ini memiliki umur panen 30-40 hari sejak masa tanam dengan berat rata-rata 200 gram/ selada kepala. Pengangkutan ke laboratorium menggunakan kantung plastik pada suhu ruangan dan terlindung dari sinar matahari. Bahan lain yang digunakan seperti alkohol 70 % untuk mencuci peralatan agar tidak terkontaminasi mikroorganisme, es batu untuk menghentikan pemasakan rajangan selada setelah diberikan perlakuan blansir, dan plastik HDPE untuk mengemas rajangan selada.

Peralatan yang digunakan antara lain mesin sentrifugasi (Gambar 3a) yang terdapat di Pilot Plan Pusat Antar Universitas (PAU) dengan spesifikasi kecepatan maksimum 1400 rad/menit (175.3 g) digunakan untuk mengurangi kelebihan air yang menempel pada permukaan rajangan selada.

Autoclave merk KORIMAT (Gambar 3b) yang digunakan untuk memblansir rajangan selada. Vacuum packaging merk SINBO tipe DZ280A (Gambar 4a) dengan kemampuan penghisap dengan tekanan 0.35 MPa yang digunakan untuk mengemas vakum rajangan selada. Termometer untuk mengukur suhu air dingin dan suhu blansir air panas. Neraca digital (Gambar 4b) untuk mengukur perubahan berat rajangan selada. Stopwatch untuk mengatur lamanya perendaman, lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan rajangan selada pada suhu 5 oC, chromameter merk Minoltatipe CR-400 (Gambar 5a) untuk menguji warna, dan rheometer merk Sun tipe CR-300 DX (Gambar 5b) untuk uji tarik. Peralatan tambahan lain yakni baskom untuk wadah rajangan selada, saringan digunakan untuk penirisan rajangan selada setelah diberikan perlakuan blansir, sarung tangan untuk mencegah terkontaminasinya rajangan selada dari mikroorganisme, dan pisau pemotong dari stainless steel

untuk perajangan selada.

(a) (b)


(27)

(a) (b)

Gambar 4. (a) Vacuum packaging merk SINBO, (b) Neraca digital

(a) (b)

Gambar 5. (a) Cromameter merk Minolta CR-400, (b) Rheometer Sun tipe CR-300DX

C.

Metode Penelitian

a.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah untuk menentukan suhu yang sesuai untuk perlakuan panas (heat treatment) rajangan selada kepala sehingga dapat mengurangi pencoklatan akibat enzim fenolase. Metode blansir terdiri dari dua jenis yaitu dengan menggunakan uap panas (hot steam treatment) dan air panas (hot water treatment). Metode blansir yang digunakan pada penelitian ini adalah metode air panas (hot water treatment). Metode ini dipilih karena lebih mudah dalam praktiknya dan murah dari segi biaya operasionalnya. Parameter mutu yang diuji adalah banyaknya kecoklatan yang muncul pada permukaan pinggir potongan maupun di dalam jaringan daunnya.

Pada penelitian pendahuluan yang pertama, dilakukan pada rentang suhu blansir 55 oC hingga 90 o

C. Sebelum pengujian dilakukan, tempat dan alat yang akan digunakan (meja, pisau, saringan, baskom) dibersihkan dengan alkohol 70 %. Hal ini dilakukan agar rajangan selada tidak terkontaminasi oleh bakteri atau mikroorganisme. Selada kepala yang disimpan di dalam lemari pendingin, dikeluarkan lalu disortasi dan dibuang daun yang layu dan yang mengalami pencoklatan. Selada kepala tersebut kemudian diiris menjadi dua bagian dan dirajang dengan ukuran lebar 1.5 cm, lalu direndam dalam air panas dengan rentang suhu blansir antara 55 oC hingga 90 oC. Setelah diblansir rajangan selada direndam dalam air dingin dengan suhu 3-5 oC selama 1 menit. Rajangan selada ditiriskan untuk mengurangi kadar air yang menempel pada permukaan rajangan selada dan diamati perubahan mutunya. Pada penelitian pendahuluan ini tidak dilakukan pengemasan terlebih


(28)

dahulu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rajangan selada tersebut menjadi lunak dan berwarna kecoklatan dalam waktu 5 menit pengamatan.

Penelitian pendahuluan yang kedua, dilakukan dengan prosedur yang sama pada penelitian pendahuluan pertama. Namun dengan suhu yang lebih rendah yaitu antara suhu blansir 40 oC dan 50 o

C dengan lama perendaman 60 detik, kemudian dibandingkan dengan kontrol. Selada lalu dikemas dengan menggunakan plastik HDPE, lalu disimpan selama 4 hari pada suhu 5 oC. Pengamatan dilakukan dengan melihat banyaknya kecoklatan yang ada pada pinggiran selada bekas potongan dan penampakan fisik selada (Gambar 7a). Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan suhu 40 oC dapat mengurangi kecoklatan pada selada. Kondisi selada setelah disimpan selama 4 hari ditujukkan pada Gambar 6. Diagram alur penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) (b) (c)

Gambar 6. Selada pada perlakuan blansir (a) suhu 40 oC , (b) suhu 50 oC, dan (c) kontrol

b.

Penelitian Lanjutan

Perlakuan teknologi olah minimal untuk rajangan selada disesuaikan dengan penelitian pendahuluan kedua. Dimana perlakuan suhu 40 oC dapat mengurangi pencoklatan dibandingkan suhu 50 oC dan kontrol. Kemudian diambil interval yang lebih tinggi untuk melihat keefektifan suhu yang optimum untuk mengurangi pencoklatan selada dan dikombinasikan dengan perbedaan lama perendaman. Suhu yang terpilih yaitu dilakukan rentang suhu blansir yang akan digunakan suhu 40 o

C, 45 oC, dan 50 oC dengan lama perendaman 20 detik, 55 detik, dan 90 detik. Hal ini juga disesuaikan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Saltveit dan Qin (2007), perlakuan panas selada kepala (head lettuce) dengan suhu 68 oC dan lama perendaman 5 detik mengurangi komponen

phenolic sebesar 26.5 %, sedangkan pada suhu 57 oC dengan lama perendaman 20 detik dapat mengurangi komponen phenolic sebesar 37.7 %. Perlakuan heat shock pada suhu 50 oC dengan perendaman 90 detik dapat mengurangi kecoklatan pada jaringan selada fresh cut (Loaiza 2001). Pada penelitian ini, dilakukan perlakuan blansir yang dikombinasikan dengan pengemasan vakum untuk mengurangi reaksi oksidasi pada enzim fenolik. Blansir merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi enzim fenolikyang dapat menyebabkan pencoklatan pada rajangan selada.

Prosedur penanganan rajangan selada yang dilakukan sama seperti pada penelitian pendahuluan. Namun dengan perlakuan interval suhu blansir (40, 45, 50) oC dan lama perendaman (20, 55, 90) detik. Lalu selada tersebut direndam dengan air dingin dengan suhu 3-5 oC selama 1 menit untuk menghentikan proses pemasakan rajangan selada. Untuk membuang kelebihan air yang masih menempel pada permukaan selada, rajangan selada disentrifuse selama 30 detik. Kemudian rajangan selada tersebut ditimbang dengan berat 100 gram, lalu dimasukkan ke dalam plastik HDPE. Pada penelitian ini plastik HDPE dipilih karena mudah dicari dipasaran dan memiliki nilai permeabilitas O2 yang rendah dan permeabilitas CO2 yang tinggi sehingga mengurangi penumpukan CO2 yang dapat menyebabkan bau asam akibat reaksi anaerob. Setelah itu rajangan selada yang sudah dikemas vakum


(29)

dengan vacuum packaging (7b) kemudian disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC. Diagram alur penelitian lanjutan ini dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 7. (a) Pencoklatan rajangan selada, (b) Rajangan selada dikemas vakum

Perajangan (ukuran 1.5 cm)

Trimming

Selada utuh

Perlakuan blansir 40 oC, 50 oC, kontrol Ditiriskan dan dikemas vakum dengan plastik HDPE

Pengamatan fisik pencoklatan selama 4 hari

Perlakuan terbaik 40 oC


(30)

Gambar 8 Di

Gambar 9. Diagram alur penelitian lanjutan

1. Pengaruh suhu dan lama perendaman blansir terhadap mutu rajangan selada

2. Menentukan suhu dan lama perendaman terbaik untuk penanganan rajangan selada

3. Menentukan SOP yang digunakan untuk penanganan rajangan selada selama penyimpanan

Analisis data menggunakan Microsoft Excell 2007 Pengamatan :

1. Kadar air 2. Susut bobot 3. Kecerahan 4. Kerenyahan 5. Organoleptik

Penyimpanan di lemari pendingin pada suhu 5 oC Pengemasan vakum (plastik HDPE)

Kontrol Perlakuan blansir

Suhu( 40oC, 45 oC, 50 oC) Lama perendaman

(20, 55, 90) detik

Rendam ke air suhu 3-5 oC (1 menit)

Penirisan dengan sentrifuse (175.3 g) selama 30 detik Perajangan (ukuran 1.5 cm)

Trimming


(31)

D.

Pengamatan

1. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot yang disimpan dilakukan dengan menimbang bahan pada akhir pengamatan kemudian dibandingkan dengan bobot awal sebelum dilakukan penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan dua kali ulangan dengan periode pengukuran hari ke 0, 2, 4, 6, dan 8. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah

Susut bobot % = − × 100%

dimana: W = bobot awal bahan (gram), Wa = bobot akhir bahan (gram)

2. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan oven. Bagian rajangan selada yang diambil yaitu pada bagian daun selada dan tulang daun. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 4 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 10 menit sampai mencapai suhu kamar, kemudian sampel ditimbang. Pengukuran dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, dan 8. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus berikut:

Kadar air % = − � 100 %

dimana : KA = kadar air (% bb), Wa = berat awal, Wb = berat akhir setelah dioven

3. Uji Tarik

Pengukuran kerenyahan pada rajangan selada dilakukan dengan uji tarik. Tujuan uji tarik pada selada yaitu sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada selada. Semakin rendah nilai uji tarik maka selada masih disukai oleh konsumen. Alat yang digunakan yaitu rheometer tipe CR-300 DX dengan beban maksimal 2 kg, ukuran rajangan selada yaitu (1.5 x 5) cm, lebar penjepit 2.5 cm, panjang maksimal tarikan 10 mm (s), dan kecepatan tarik alat 30 mm/menit (v). Uji tarik ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, dan 8 hari. Pengukuran uji tarik rajangan selada menggunakan daun pada bagian tengah yang seratnya sejajar. Ilustrasi metode uji tarik yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan pengukuran yang dilakukan pada saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Rumus perhitungan nilai uji tarik yaitu:

� = . dimana: � = nilai uji tarik (N),

m = beban yang terukur (kg), a = percepatan (m/s2)

Nilai percepatan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

= 2 /

dimana : v =kecepatan tarik dial rheometer (30 mm/menit) diubah menjadi (0.0005 m/s), s = jarak tarikan dial pada objek (mm) diubah menjadi (m)


(32)

Gambar 10. Ilustrasi metode uji tarik

Gambar 11. Pengukuran uji tarik rajangan selada

4. Kecerahan

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan cromameter type CR-400 dengan cara menempelkan alat sensor pada permukaan rajangan selada dan menembakkan sinar pada bagian ujung, tengah, dan pangkal bawah selada. Data yang dicatat untuk pengamatan yaitu nilai L*, nilai a*, dan nilai *b. Masing-masing bagian daun selada (ujung, tengah, pangkal) diukur dan diambil dua titik tembakan yang berbeda kemudian dirata-ratakan. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, dan ke-8. Pengukuran warna pada rajangan selada dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pengukuran warna daun selada

5. Uji Organoleptik

Uji yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap rajangan selada kepala hasil penyimpanan dengan menggunakan parameter warna, bau/ aroma, kesegaran, kekerasan, dan penerimaan secara umum. Parameter warna dan kesegaran


(33)

dapat diketahui melalui indera pengelihatan. Sayur-sayuran yang masih segar menunjukkan warna hijau yang cerah,tidak ada pencoklatan, dan tidak layu. Indikator kekerasan pada rajangan selada yang masih baik yaitu memiliki rasa renyah (crispy) saat digigit atau dikunyah. Pengujian penilaian umum panelis ini dilakukan untuk mengetahui penilaian secara subjektif tingkat penerimaan panelis terhadap warna, aroma, kesegaran, kerenyahan, kondisi produk dan penampakan. Skala yang digunakan adalah 1 (tidak suka), 2 (sangat tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Uji hedonik ini dilakukan dengan jumlah panelis 15 orang yang akan menilai tingkat penerimaan rajangan selada selama 8 hari penyimpanan. Batas penolakan oleh konsumen yaitu dibawah skor 3.0. Form uji organoleptik rajangan selada dapat dilihat pada Lampiran 1.

E.

Pengolahan Data

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), simpangan baku atau standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukan besarnya simpangan rata-rata seluruh nilai yang ada dalam kelompok data dengan nilai pusatnya yaitu dengan cara menghilangkan kemungkinan nilai nol dengan jalan dikuadratkan. Standar deviasi menunjukkan variasi sebaran data, dimana semakin kecil nilai sebarannya berarti variasi nilai data semakin sama dan semakin besar nilai sebarannya berarti data semakin bervariasi. Perlakuan yang terbaik akan memiliki standar deviasi yang kecil, karena selama penyimpanan perubahan mutunya tidak terlalu signifikan bedanya dibandingkan pada awal penyimpanan.

�= (� − � )

2

=1 dimana :

� = simpanagan baku (standar deviasi) � = nilai parameter mutu

� = rata-rata nilai parameter mutu

= ulangan (hari penyimpanan)

Selanjutnya, pengolahan data organoleptik dilakukan dengan menggunakan tabel digital logic

untuk menentukan positif decision dan faktor pembobot, dengan membandingkan satu parameter dengan parameter yang lainnya. Misalnya parameter a dibandingkan dengan parameter b, jika a parameter lebih berpengaruh terhadap penurunan mutu maka diberikan nilai 1, sedangkan b diberikan nilai 0.

% = ℎ � �

ℎ � �

=

� x 100 %, untuk nilai perubahan respon yang diharapkan maksimal

�= �

� x 100 %, untuk nilai perubahan respon yang diharapkan minimal Dimana : � = sifat berskala

Ns = Nilai rata-rata hasil pengukuran B = Nilai maksimal


(34)

Hasil pembobotan tersebut dilakukan dengan persamaan, sebagai berikut :

Total peringkat = % ��1 + % ��2 + % ��3 + % ��


(35)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir

1.

Susut Bobot

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami penurunan pada semua perlakuan suhu dan lama perendaman blansir. Grafik perubahan susut bobot (%) pada rajangan selada selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15.

Gambar 13. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 40 oC)

Gambar 14. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 45oC)

Gambar 15. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 50 oC)

Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15 menunjukkan hubungan antara susut bobot (%) rajangan selada pada sumbu y dan hari penyimpanan rajangan selada pada sumbu x. Pada hari ke-0

0.00 0.10 0.20 0.30

0 2 4 6 8

S u su t Bo b o t (% ) Hari Penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol

0.00 0.10 0.20 0.30

0 2 4 6 8

S u su t Bo b o t (% ) Hari Penyimpanan

20 detik 55 detik 90 detik kontrol

0.00 0.10 0.20 0.30

0 2 4 6 8

S u su t Bo b o t (% ) Hari Penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol


(36)

rajangan selada yang disimpan pada suhu 5 oC dianggap belum mengalami penyusutan bobot sehingga pada awal penyimpanan susutnya dianggap 0. Semakin tinggi susut (%) bobot pada rajangan selada maka semakin besar penurunan mutu yang dialami oleh rajangan selada tersebut.

Gambar 13 menunjukkan perubahan susut bobot (%) rajangan selada pada suhu blansir 40 oC. Perlakuan kontrol mengalami peningkatan susut bobot (%) sebesar 0.138 % selama penyimpanan. Berdasarkan nilai eror yang terlihat pada grafik terlihat bahwa perlakuan kontrol mengalami perubahan peningkatan yang cukup signifikan pada hari penyimpanan ke-6 dan ke-8. Pada perendaman 20 detik peningkatan susut bobot (%) yang signifikan terjadi pada penyimpanan hari ke-2 dan ke-4. Sedangkan perendaman 55 detik dan 90 detik peningkatan susut bobot (%) lebih stabil selama penyimpanan. Namun secara keseluruhan perbedaan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap susut bobot (%) rajangan selada dibandingkan perlakuan kontrol. Nilai peningkatan susut bobot (%) tertinggi ditunjukkan pada perendaman selama 55 detik sebesar 0.189 % dan terendah terdapat pada perendaman selama 90 detik 0.104 %.

Gambar 14 menunjukkan grafik peningkatan susut bobot (%) suhu blansir 45 oC. Pada perendaman 20 detik, 55 detik, dan 90 detik peningkatan susut bobot (%) rajangan selada selama penyimpanan berubah secara signifikan. Namun jika dilihat dari hari penyimpanan ke-0 hingga ke-6 perlakuan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahaan susut bobot (%) dibandingkan perlakuan kontrol. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-8 pada perlakuan perendaman selama 20 detik dan 55 detik memberikan pengaruh yang signifikan jika dibandingkan perlakuan kontrol. Berdasarkan grafik tersebut peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan selama 90 detik sebesar 0.128 %. Sedangkan peningkatan terendah terdapat pada perlakuan selama 20 detik sebesar 0.112 %.

Gambar 15 menunjukkan grafik peningkatan susut bobot (%) pada suhu blansir 50 oC. Pada perendaman 20 detik perubahan peningkatan susut bobot (%) rajangan selada relatif lebih stabil. Sedangkan untuk perendaman selama 55 detik dan 90 detik peningkatan susut bobot (%) yang signifikan terjadi pada penyimpanan hari ke-6 dan hari ke-8. Namun jika dilihat secara keseluruhan perbedaan lama perendaman blansir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan susut bobot (%) rajangan selada dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Berdasarkan grafik terlihat bahwa peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perendaman selama 55 detik sebesar 0.154%. Sedangkan peningkatan terendah terdapat pada perendaman selama 20 detik sebesar 0.134 %.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan susut bobot (%) terkecil dari semua perlakuan yaitu pada perlakuan suhu 40 oC selama 90 detik sebesar 0.104 %. Peningkatan susut bobot ini lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol (0.138 %). Oleh karena itu, perlakuan tersebut dianggap lebih dapat mempertahankan mutu rajangan selada selama penyimpanan dibandingkan kombinasi perlakuan yang lain. Penurunan bobot pada penelitian ini terjadi karena selama penyimpanan rajangan selada masih melakukan proses metabolisme. Hasil dari metabolisme tersebut berupa karbondioksida dan uap air. Perbedaan tekanan uap air yang terjadi di dalam kemasan dan lingkungan menyebabkan terjadi perpindahan uap air dari kemasan ke luar lingkungan.

2.

Kadar Air

Gambar 16 memperlihatkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan blansir 40 oC. Rajangan selada pada perlakuan kontrol nilai kadar airnya berkisar antar 96.10 % - 96.73 %. Pada hari ke-0 kadar air rajangan selada kontrol lebih tinggi dibandingkan perlakuan perendaman selama 20, 55, dan 90 detik yaitu 96.18 % yang berarti rajangan selada kontrol masih menunjukkan mutu yang lebih baik dibandingkan rajangan selada yang diberikan perlakuan blansir. Pada lama perendaman 20 detik kadar air tertinggi terjadi pada hari penyimpanan ke-2 sebesar 96.24 %. Kadar


(37)

air pada lama perendaman 55 detik, 90 detik, dan kontrol menunjukkan nilai kadar air tertinggi pada hari ke-6 yaitu 96.46 %, 96.78 %, dan 96.73 %.

Gambar 17 menunjukkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan blansir 45 oC. Pada hari ke-0 penyimpanan kadar air tertinggi terjadi pada lama perendaman 55 detik yaitu 96.56 %, lebih tinggi dibandingkan kadar air kontrol. Rajangan selada yang diblansir selama 20, 55 dan 90 detik memiliki kadar air tertinggi pada hari ke-4 penyimpanan yaitu 96.60 %, 96.82 % dan 96.62 %. Nilai tersebut ternyata lebih tinggi dibandingkan kontrol pada hari ke-4 yang hanya sebesar 96.43 %.

Gambar 16. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 40 oC)

Gambar 17. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 45 oC)

Gambar 18. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 50 oC)

Gambar 18 memperlihatkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan dengan suhu blansir 50 o

C. Pada lama perendaman 55 detik dan 90 detik menunjukkan kadar air tertinggi pada hari ke-6 yaitu

85 90 95 100

0 2 4 6 8

K ad ar A ii r (% b b ) Hari penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol 85 90 95 100

0 2 4 6 8

K a d a r A ir (% b b ) Hari Penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol 85 90 95 100

0 2 4 6 8

K a d a r A ir (% b b ) Hari Penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol


(38)

96.86 % dan 96.54 %. Sedangkan yang rajangan selada yang diblansir selama 20 detik kadar air tertingginya terdapat pada hari penyimpanan ke-0 sebesar 96.74 %, lalu mengalami penurunan kadar air pada hari ke-4 hingga 95.08 %. Penurunan yang signifikan ini diduga karena pada saat pengambilan sampel lebih banyak diukur pada bagian batang selada. Selada bagian batang lebih padat strukturnya dibandingkan pada bagian daun sehingga batang selada memiliki kadar air yang rendah dan padatan yang lebih banyak dibandingkan bagian daun.

Gambar 16, 17 dan 18 memperlihat bahwa perlakuan suhu dan lama perendaman blansir ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kadar air rajangan selada selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air rajangan selada berkisar antara 95.08 %- 96.86 % selama penyimpanan. Nilai tertinggi kadar air rataan selama penyimpanan ditunjukkan oleh perlakuan suhu blansir 45 oC selama 55 detik sebesar 96.56 %. Perubahan kadar air selama penyimpanan berubah secara fluktuatif. Hal ini diduga akibat karakteristik morfologi selada dimana bagian batang yang lebih padat struktur jaringannya dibandingkan pada bagian daun. Karakteristik morfologi ini berpengaruh pada daya penetrasi terhadap air pada saat diberikan perlakuan blansir. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utama (2007), bawang prei yang memiliki tangkai yang padat (stalk) dan sawi cina yang struktur daunnya berlapis-lapis dan padat relatif lebih sulit dipenetrasi oleh air, walaupun direndam pada suhu 50 oC selama 7 menit. Peningkatan suhu perendaman tidak selalu menyebabkan peningkatan difusi air ke dalam produk sayuran. Hal ini disebabkan oleh mekanisme terbukanya stomata tergantung pada suhu maksimum fisiologis metabolisme dari produk.

3.

Uji Tarik

Tujuan uji tarik pada rajangan selada yaitu sebagai salah satu indikasi kerenyahan selada. Nilai uji tarik rajangan selada yang semakin rendah maka lebih disukai oleh konsumen, karena rajangan tersebut masih renyah (crispy). Gambar 19, menunjukkan perubahan nilai uji tarik pada perlakuan suhu blansir 40 oC. Rajangan selada yang pada pelakuan kontrol nilai uji tariknya antara 0.031 - 0.073 N. Pada perlakuan perendaman 20 detik dan 55 detik perubahan nilai uji tariknya relatif stabil selama penyimpanan. Sedangkan pada perendaman 90 detik terjadi peningkatan nilai uji tarik rajangan selada yang cukup signifikan pada hari ke-2 dan mengalami penurunan kadar air pada hari penyimpanan ke-8. Pada penyimpanan hari ke-2, ke-6, dan ke-8 perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh pada perubahan nilai uji tarik rajangan selada. Pada perendaman selama 20 detik nilai uji tarik tertinggi pada lama terjadi pada hari ke-0 penyimpanan sebesar 0.061 N, perendaman 55 detik pada hari ke-6 sebesar 0.064 N, dan perendaman 90 detik pada hari penyimpanan ke-6 sebesar 0.057 N.

Gambar 19. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 40 oC)

0.00 0.05 0.10 0.15

0 2 4 6 8

N

il

a

i

U

ji

T

a

ri

k

(N

)

Hari Penyimpanan


(39)

Gambar 20. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 45 oC)

Gambar 21. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir 50 oC)

Gambar 20 menunjukkan grafik perubahan nilai uji tarik rajangan selada pada perlakuan suhu blansir 45 oC. Pada perendaman 20 detik dan 55 detik perubahan nilai uji tarik relatif stabil hingga penyimpanan hari-6, lalu meningkat pada hari ke-8 penyimpanan. Perubahan nilai uji tarik pada perendaman 90 detik mengalami perubahan yang relatif stabil hingga penyimpanan hari ke-8. Penyimpanan hari ke-8 menunjukkan bahwa perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai uji tarik dibandingkan kontrol. Nilai uji tarik tertinggi pada perendaman 20 detik yaitu pada hari ke-8 sebesar 0.062 N. Sedangkan pada perendaman 55 detik nilai uji tarik tertinggi terdapat pada penyimpanan hari ke-8 yaitu 0.080 N, lalu pada perendaman 90 detik sebesar 0.061 N pada awal penyimpanan.

Gambar 21 menunjukkan grafik perubahan pada suhu blansir 50 oC. Pada lama perendaman 20 detik dan 55 detik menunjukkan perubahan nilai uji tarik yang relatif stabil selama penyimpanan. Sedangkan perendaman 90 detik mengalami peningkatan nilai uji tarik pada hari ke-2 dan relatif stabil hingga penyimpanan ke-8. Hanya pada penyimpanan hari ke-8 perbedaan lama perendaman blansir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai uji tarik rajangan selada dibandingkan perlakuan kontrol. Nilai uji tarik tertinggi pada perendaman 20 detik dan 90 detik terjadi pada hari penyimpanan hari ke-8, yaitu 0.068 N dan 0.092 N, sedangkan pada perendaman 55 detik sebesar 0.042 N pada awal penyimpanan.

Gambar 19, 20, dan 21 menunjukkan perubahan nilai uji tarik rajangan selada yang berubah secara fluktuatif selama penyimpanan. Hal ini diduga akibat ketebalan daun selada yang tidak seragam, sehingga berpengaruh pada perubahan data yang fluktuatif. Hasil penelitian menunjukkan rataan nilai uji tarik rajangan selada tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu

0.00 0.05 0.10 0.15

0 2 4 6 8

N il a i U ji T a ri k (N ) Hari Penyimpanan

20 detik 55 detik 90 detik kontrol

0.00 0.04 0.08 0.12

0 2 4 6 8

N il a i U ji T a ri k (N ) Hari Penyimpanan 20 detik 55 detik 90 detik kontrol


(1)

55 1 57.37 55.25 50.81 49.35 50.10 60.48 58.25 67.68 66.65 67.88 59.63 65.63 59.92 54.67 62.13 2 54.22 52.85 50.82 54.95 44.28 54.35 62.41 66.74 59.65 65.25 61.24 67.50 56.51 56.43 54.12 Rata2 55.80 54.05 50.82 52.15 47.19 57.42 60.33 67.21 63.15 66.57 60.44 66.57 58.22 55.55 58.13

Stdev 2.23 1.70 0.01 3.96 4.12 4.33 2.94 0.66 4.95 1.86 1.14 1.32 2.41 1.24 5.66

90 1 48.21 52.25 51.90 58.78 50.92 54.59 58.43 61.78 61.69 54.67 60.30 53.39 63.62 65.80 58.39 2 48.98 52.12 50.97 56.93 51.81 52.84 56.67 60.98 65.47 55.27 60.83 60.77 59.77 63.72 60.00 Rata2 48.60 52.19 51.44 57.86 51.37 53.72 57.55 61.38 63.58 54.97 60.57 57.08 61.70 64.76 59.20

Stdev 0.54 0.09 0.66 1.31 0.63 1.24 1.24 0.57 2.67 0.42 0.37 5.22 2.72 1.47 1.14

Kontrol 1 54.79 55.60 53.79 59.90 54.91 59.80 61.39 67.97 65.69 60.01 56.21 62.70 55.65 58.22 60.44 2 59.54 55.41 56.74 59.09 56.47 54.73 61.70 59.50 60.20 65.95 58.73 62.13 57.61 58.33 59.45 Rata2 57.17 55.51 55.27 59.50 55.69 57.27 61.55 63.74 62.95 62.98 57.47 62.42 56.63 58.28 59.95

Stdev 3.36 0.13 2.09 0.57 1.10 3.59 0.22 5.99 3.88 4.20 1.78 0.40 1.39 0.08 0.70

Lampiran 7. Data perubahan nilai a* (kecerahan)

berbagai perlakuan suhu dan lama perendaman blansir pada

rajangan selada selama penyimpanan

Suhu (oC)

Lama

(detik) Ulangan

0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8

atas tengah bawah

40 20 1 16.77 18.75 19.46 18.93 23.74 10.72 15.90 15.30 13.74 12.28 5.03 7.62 5.62 7.68 10.41

2 20.48 18.33 18.79 22.75 24.48 8.82 12.92 9.63 12.81 11.34 3.57 7.39 6.42 6.38 8.62

Rata2 18.63 18.54 19.13 20.84 24.11 9.77 14.41 12.47 13.28 11.81 4.30 7.51 6.02 7.03 9.52

Stdev 2.62 0.30 0.47 2.70 0.52 1.34 2.11 4.01 0.66 0.66 1.03 0.16 0.57 0.92 1.27

55 1 18.76 19.08 19.72 20.53 19.41 9.39 16.14 15.68 12.11 13.04 7.75 6.55 10.39 5.23 7.12

2 19.84 18.48 20.74 19.35 19.83 13.34 16.71 16.14 14.75 12.54 4.70 5.18 11.08 4.48 6.93

Rata2 19.30 18.78 20.23 19.94 19.62 11.37 16.43 15.91 13.43 12.79 6.23 5.87 10.74 4.86 7.03

Stdev 0.76 0.42 0.72 0.83 0.30 2.79 0.40 0.33 1.87 0.35 2.16 0.97 0.49 0.53 0.13


(2)

38

Rata2 18.84 19.30 21.34 18.50 22.57 18.50 8.18 17.15 16.56 8.31 5.32 5.33 5.99 7.61 9.06

Stdev 2.35 1.28 1.80 2.06 0.63 3.63 2.55 0.15 2.66 0.25 0.41 0.43 0.25 0.53 1.17

55 1 18.15 18.44 21.34 18.06 23.03 10.57 9.66 15.36 13.30 14.49 4.23 5.97 5.21 6.96 11.04

2 19.31 18.99 20.10 18.00 23.57 8.55 8.21 16.85 11.05 8.06 5.09 5.71 5.11 6.54 10.49

Rata2 18.73 18.72 20.72 18.03 23.30 9.56 8.94 16.11 12.18 11.28 4.66 5.84 5.16 6.75 10.77

Stdev 0.82 0.39 0.88 0.04 0.38 1.43 1.03 1.05 1.59 4.55 0.61 0.18 0.07 0.30 0.39

90 1 18.25 18.36 23.52 21.10 21.64 16.98 10.41 12.70 15.78 8.68 8.42 4.57 8.04 5.52 4.99

2 19.85 18.97 22.38 18.43 21.19 15.86 14.54 13.89 12.57 7.02 7.58 8.24 8.35 4.18 4.90 Rata2 19.05 18.67 22.95 19.77 21.42 16.42 12.48 13.30 14.18 7.85 8.00 6.41 8.20 4.85 4.95

Stdev 1.13 0.43 0.81 1.89 0.32 0.79 2.92 0.84 2.27 1.17 0.59 2.60 0.22 0.95 0.06

50 20 1 19.36 21.23 21.98 23.70 23.44 9.17 18.36 13.98 13.52 12.33 5.97 7.82 4.29 3.32 11.56

2 18.12 19.81 22.16 21.57 22.07 12.87 15.55 13.60 14.54 10.33 5.39 7.57 5.02 5.25 11.96

Rata2 18.74 20.52 22.07 22.64 22.76 11.02 16.96 13.79 14.03 11.33 5.68 7.70 4.66 4.29 11.76

Stdev 0.88 1.00 0.13 1.51 0.97 2.62 1.99 0.27 0.72 1.41 0.41 0.18 0.52 1.36 0.28

55 1 18.53 19.17 18.19 17.01 15.96 10.61 9.95 20.10 20.24 15.52 2.93 4.26 5.52 7.17 7.13

2 20.18 18.10 17.80 20.96 14.62 7.50 15.05 14.64 12.47 18.30 5.57 5.53 4.20 7.41 4.58

Rata2 19.36 18.64 18.00 18.99 15.29 9.06 12.50 17.37 16.36 16.91 4.25 4.90 4.86 7.29 5.86

Stdev 1.17 0.76 0.28 2.79 0.95 2.20 3.61 3.86 5.49 1.97 1.87 0.90 0.93 0.17 1.80

90 1 16.23 17.56 18.10 22.45 20.63 15.74 13.37 12.42 14.75 7.84 8.75 7.43 7.14 7.23 9.99

2 17.98 20.02 17.48 23.15 19.19 12.19 11.02 12.43 16.21 8.69 8.59 8.29 4.91 6.65 10.64 Rata2 17.11 18.79 17.79 22.80 19.91 13.97 12.20 12.43 15.48 8.27 8.67 7.86 6.03 6.94 10.32

Stdev 1.24 1.74 0.44 0.49 1.02 2.51 1.66 0.01 1.03 0.60 0.11 0.61 1.58 0.41 0.46

Kontrol 1 19.45 21.05 19.59 21.25 17.75 13.80 11.25 16.35 12.34 8.73 7.46 5.99 3.27 3.56 8.80

2 21.66 20.42 21.04 24.01 18.64 13.46 11.36 11.68 15.26 10.06 6.59 6.85 3.86 3.53 10.30

Rata2 20.56 20.74 20.32 22.63 18.20 13.63 11.31 14.02 13.80 9.40 7.03 6.42 3.57 3.55 9.55

Stdev 1.56 0.45 1.03 1.95 0.63 0.24 0.08 3.30 2.06 0.94 0.62 0.61 0.42 0.02 1.06


(3)

Lampiran 8. Data perubahan nilai b* (kecerahan)

berbagai perlakuan suhu dan lama perendaman blansir pada

rajangan selada selama penyimpanan

Suhu (oC)

Lama

(detik) Ulangan

0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8

atas tengah bawah

40 20 1 -10.13 -10.06 -10.03 -8.57 -9.40 2.24 -1.55 -0.21 2.81 -0.33 -2.04 -6.09 -5.55 -3.66 -2.66

2 -10.00 -9.30 -10.26 -9.40 -10.12 1.30 -0.13 -1.19 1.46 -0.97 -2.41 -4.54 -2.66 -3.27 -2.86

Rata2 -10.07 -9.68 -10.15 -8.99 -9.76 1.77 -0.84 -0.70 2.14 -0.65 -2.23 -5.32 -4.11 -3.47 -2.76

Stdev 0.09 0.54 0.16 0.59 0.51 0.66 1.01 0.69 0.95 0.45 0.26 1.10 2.04 0.28 0.14

55 1 -8.40 -9.91 -10.07 -10.32 -9.81 -1.99 -5.00 -3.94 -3.36 -3.28 -1.97 -1.39 -0.49 0.31 2.69

2 -8.05 -9.43 -10.20 -9.90 -9.51 -4.33 -5.12 -2.37 -4.45 -3.48 1.18 -1.07 -0.32 1.77 -0.12

Rata2 -8.23 -9.67 -10.14 -10.11 -9.66 -3.16 -5.06 -3.16 -3.91 -3.38 -0.40 -1.23 -0.41 1.04 1.29

Stdev 0.25 0.34 0.09 0.30 0.21 1.65 0.08 1.11 0.77 0.14 2.23 0.23 0.12 1.03 1.99

90 1 -10.20 -12.30 -8.49 -8.61 -10.48 -3.99 -3.85 -5.87 -3.61 -6.82 -2.82 -0.96 0.49 -0.94 1.95

2 -9.04 -8.83 -7.71 -9.68 -10.24 -9.82 -3.74 -4.67 -3.65 -5.64 1.42 -1.15 0.34 -0.08 2.26

Rata2 -9.62 -10.57 -8.10 -9.15 -10.36 -6.91 -3.80 -5.27 -3.63 -6.23 -0.70 -1.06 0.42 -0.51 2.11

Stdev 0.82 2.45 0.55 0.76 0.17 4.12 0.08 0.85 0.03 0.83 3.00 0.13 0.11 0.61 0.22

45 20 1 -8.35 -9.89 -8.58 -8.32 -10.86 -4.69 -2.48 -5.42 -5.74 -2.08 1.83 -0.90 0.23 -0.01 0.37

2 -10.49 -9.92 -8.91 -7.38 -11.04 -7.78 -1.51 -5.86 -5.21 -2.04 1.17 -1.34 0.70 0.42 0.15

Rata2 -9.42 -9.91 -8.75 -7.85 -10.95 -6.24 -2.00 -5.64 -5.48 -2.06 1.50 -1.12 0.47 0.21 0.26

Stdev 1.51 0.02 0.23 0.66 0.13 2.18 0.69 0.31 0.37 0.03 0.47 0.31 0.33 0.30 0.16

55 1 -10.01 -10.10 -11.45 -12.61 -10.99 -2.64 -7.86 -4.81 -4.56 -3.37 -0.36 -1.11 0.84 0.64 1.79

2 -10.13 -10.39 -11.36 -10.80 -9.50 -4.02 -6.09 -4.30 -4.82 -2.44 -0.16 -1.30 0.71 1.18 0.14

Rata2 -10.07 -10.25 -11.41 -11.71 -10.25 -3.33 -6.98 -4.56 -4.69 -2.91 -0.26 -1.21 0.78 0.91 0.97

Stdev 0.08 0.21 0.06 1.28 1.05 0.98 1.25 0.36 0.18 0.66 0.14 0.13 0.09 0.38 1.17

90 1 -7.76 -9.98 -10.85 -8.43 -10.78 -1.30 -0.93 -5.17 -2.86 -5.31 1.19 -0.83 -0.45 1.11 -0.23


(4)

40

55 1 -7.38 -9.55 -9.84 -10.00 -6.47 -3.21 -2.69 -6.75 -7.26 -5.17 0.18 -0.17 0.10 -0.83 0.39

2 -9.77 -9.62 -9.69 -11.45 -6.57 -1.84 -3.62 -6.74 -2.93 -6.81 0.22 -0.72 -0.12 -1.27 -0.06

Rata2 -8.58 -9.59 -9.77 -10.73 -6.52 -2.53 -3.16 -6.75 -5.10 -5.99 0.20 -0.45 -0.01 -1.05 0.17

Stdev 1.69 0.05 0.11 1.03 0.07 0.97 0.66 0.01 3.06 1.16 0.03 0.39 0.16 0.31 0.32

90 1 -7.86 -8.29 -8.81 -7.31 -11.28 -5.58 -4.33 -4.23 -5.06 -1.74 -1.77 0.79 0.66 -0.80 -1.47

2 -8.52 -9.52 -9.45 -11.05 -10.17 0.27 -3.76 -4.33 -4.65 1.45 -1.39 -1.90 0.35 -0.29 -3.42

Rata2 -8.19 -8.91 -9.13 -9.18 -10.73 -2.66 -4.05 -4.28 -4.86 -0.15 -1.58 -0.56 0.51 -0.55 -2.45

Stdev 0.47 0.87 0.45 2.64 0.78 4.14 0.40 0.07 0.29 2.26 0.27 1.90 0.22 0.36 1.38

Kontrol 1 -9.35 -10.95 -9.15 -9.35 -6.07 -5.16 -3.56 -4.88 -3.60 -1.10 -0.23 -0.60 0.62 0.75 1.36

2 -9.31 -10.61 -10.52 -12.14 -6.53 -3.37 -2.97 -3.31 -5.84 -0.87 -0.47 -0.74 1.41 0.71 0.54

Rata2 -9.33 -10.78 -9.84 -10.75 -6.30 -4.27 -3.27 -4.10 -4.72 -0.99 -0.35 -0.67 1.02 0.73 0.95

Stdev 0.03 0.24 0.97 1.97 0.33 1.27 0.42 1.11 1.58 0.16 0.17 0.10 0.56 0.03 0.58


(5)

WARNA

Hari Penyimpanan Kontrol S1L1 S1L2 S1L3 S2L1 S2L2 S2L3 S3L1 S3L2 S3L3

0 3.83 3.63 3.70 3.63 3.57 3.60 3.57 3.37 3.43 3.37

3 2.80 2.50 4.10 3.70 3.50 3.10 3.20 3.20 4.10 4.20

5 3.80 2.70 2.70 2.90 2.90 3.70 3.20 2.10 4.10 4.10

8 2.50 2.70 3.50 3.60 3.10 3.20 2.80 3.70 4.70 4.10

AROMA

Hari Penyimpanan Kontrol S1L1 S1L2 S1L3 S2L1 S2L2 S2L3 S3L1 S3L2 S3L3

0 3.90 3.83 3.80 3.93 3.83 3.80 3.63 3.70 3.43 3.37

3 3.13 3.00 3.60 3.40 3.13 3.00 3.27 3.27 3.67 3.70

5 3.73 3.09 4.00 3.33 3.60 3.80 3.67 2.93 3.67 3.60

8 2.87 3.13 3.80 3.13 3.07 3.00 3.07 2.73 4.27 3.90

KEKERASAN

Hari Penyimpanan Kontrol S1L1 S1L2 S1L3 S2L1 S2L2 S2L3 S3L1 S3L2 S3L3

0 4.07 3.63 3.60 3.67 3.87 3.83 3.77 3.73 3.60 3.43

3 3.53 2.87 3.53 3.73 3.33 3.20 3.53 3.27 3.67 3.90

5 3.87 3.27 3.40 3.53 3.53 3.53 3.27 2.87 3.80 3.80

8 2.93 3.40 3.80 3.53 3.33 3.33 3.20 3.13 4.20 4.10

KESEGARAN

Hari Penyimpanan Kontrol S1L1 S1L2 S1L3 S2L1 S2L2 S2L3 S3L1 S3L2 S3L3

0 3.90 3.70 3.87 3.63 3.57 3.83 3.40 3.47 3.50 3.43

3 2.73 2.27 3.80 3.60 3.33 3.20 3.40 3.67 4.00 3.90

5 3.47 3.13 3.13 3.20 3.33 3.87 3.60 2.47 4.27 4.40

8 2.67 2.93 3.40 3.47 3.20 3.00 3.20 2.67 4.53 4.20

PENILAIAN UMUM

Hari Penyimpanan Kontrol S1L1 S1L2 S1L3 S2L1 S2L2 S2L3 S3L1 S3L2 S3L3

0 3.80 3.73 3.77 3.60 3.77 3.67 3.73 3.60 3.40 3.30

3 2.80 2.80 3.67 3.40 3.07 3.13 3.27 3.53 3.73 4.00

5 3.60 3.00 3.33 3.33 3.33 3.47 3.40 2.53 4.00 4.10

8 2.33 2.67 2.87 3.00 2.80 3.07 2.87 2.93 3.80 4.00

Keterangan :

S = Suhu blansir ( 1 = 40

o

C, 2 = 45

o

C, 3 = 50

o

C)


(6)

36

Lampiran 10.

Tabel

digital logic

dan faktor pembobot

a.

Faktor pembobot

b.

Perhitungan Nilai Peringkat

Keterangan:

S = Suhu blansir

L = Lama perendaman

No Parameter 1-2 1-3 1-4 1-5 2-3 2-4 2-5 3-4 3-5 4-5 Total % bobot

1 Warna 1 1 1 0 3 0.3

2 Aroma 0 0 0 1 1 0.1

3 Kekerasan 0 1 1 0 2 0.2

4 Kesegaran 0 1 0 0 1 0.1

5 Penilaian Umum 1 0 1 1 3 0.3

Perlakuan

Rata-Rata Nilai Organoleptik Nilai (�) % Hasil

Peringkat Warna Aroma Kekerasan Kesegaran Penilaian

Umum

Warna (0.3)

Aroma (0.1)

Kekerasan (0.2)

Kesegaran (0.1)

Penilaian Umum (0.3)

Kontrol 3.23 3.41 3.60 3.19 3.13 79.23 89.69 94.24 78.23 81.39 83.82

S40L20 2.88 3.26 3.29 3.01 3.05 70.65 85.90 86.17 73.73 79.22 78.16

S40L55 3.50 3.80 3.58 3.55 3.41 85.78 100.00 93.80 87.01 88.53 89.76

S40L90 3.46 3.45 3.62 3.48 3.33 84.74 90.79 94.68 85.17 86.58 87.93

S45L20 3.27 3.41 3.52 3.36 3.24 80.09 89.69 92.06 82.31 84.20 84.90

S45L55 3.40 3.40 3.48 3.48 3.33 83.33 89.47 90.97 85.17 86.58 86.63

S45L90 3.19 3.41 3.44 3.40 3.32 78.25 89.69 90.10 83.33 86.15 84.64

S50L20 3.09 3.16 3.25 3.07 3.15 75.80 83.11 85.08 75.16 81.82 80.13

S50L55 4.08 3.76 3.82 4.08 3.73 100 98.90 100.00 100.00 96.97 98.98

S50L90 3.94 3.64 3.81 3.98 3.85 96.63 95.86 99.67 97.61 100.00 98.27

Nilai Max 4.08 3.80 3.82 4.08 3.85