Pengolahan Minimal Pencoklatan browning

5 Pemanenan selada kepala dilakukan segera setelah tanaman mencapai ukuran dan berat yang diinginkan sebelum daun-daunnya menjadi liat, pahit, dan sebelum tangkai bibit mulai tumbuh. Panen dapat digunakan secara manual dan menggunakan mesin. Pemanenan dengan cara manual dilakukan dengan cara pemotongan bagian atas daun yang menyentuh tanah dan dilakukan pada pagi hari atau sesudah hujan karena kerusakan pada daun-daun yang getas dan kriting mudah terjadi selama pemanenan. Tahapan pemanenan pada selada tergantung pada tipe dan tujuan penanaman. Umumnya selada dipanen bertahap yakni tanaman yang tumbuh lebih besar dan sesuai untuk dikonsumsi maka dipanen lebih dahulu. Panen berikutnya dilakukan sampai beberapa kali hingga semua tanaman habis dipanen Eko et al. 1995. Menurut Supriyatna 1996, pada proses pasca panen, selada dibersihkan kemudian dibungkus dengan koran dan dimasukkan ke dalam keranjang atau kantung plastik besar. Pengemasan juga dilakukan dengan kemasan jaring dan kemasan plastik film, lalu dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya selada dikeluarkan dari wadah kemudian dilakukan penyortiran, selada yang sudah lolos sortasi yaitu tidak lebam, lecet atau tidak busuk kemudian dikelaskan dalam mutu masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Penjualan biasanya dilakukan ke restoran, supermarket atau toko-toko sayuran yang besar, dan hotel. Pengiriman selada kepala umumnya memiliki standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Standar mutu selada tercantum pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-136-1981 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar Mutu Selada Segar Kriteria Standar Mutu I Mutu II Keragaman sifat varietas Seragam Seragam Kepadatan Padat Cukup padat Kesegaran Segar Cukup segar Keseragaman ukuran Seragam Seragam Kadar busuk maks. ww 1 1 Kadar kotoran maks. ww 0.5 0.5 Kerusakan maks. ww 5 5 Sumber: Departemen Perdagangan RI 1992

C. Pengolahan Minimal

Pengolahan minimal atau sering disebut juga fresh cut merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko pembusukan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan komoditi yang tidak diolah. Ini dikarenakan pelindung alami kulit buah pada produk fresh cut dibuang saat pengupasan. Keunggulan produk terolah minimal yaitu sedikit menghasilkan sampah, mutu produk dapat langsung terlihat, dan dapat dibeli sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen Antara 2007. Menurut Burn 1995, buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk memudahkan konsumsi dan distribusi ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya. 6 Menurut Ohta dan Sugawara 1987, proses pengolahan minimal minimally processed pada rajangan selada akan mengakibatkan pemecahan sel tanaman dan berakibat pada perubahan fisiologi tanaman seperti meningkatnya laju respirasi dan terjadinya pencoklatan. Perajangan sayur-sayuran akan meningkatkan 20 - 70 atau lebih tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu penyimpanan. Kerusakan fisik atau luka akibat pengolahan minimal menyebabkan peningkatan respirasi dan etilen. Peningkatan laju respirasi tersebut akan berakibat menurunnya kualitas dan umur simpan produk. Bersamaan dengan itu, laju reaksi-reaksi biokimia lainnya akan meningkat yang menyebabkan perubahan warna browning, flavor, tekstur, dan mutu gizi seperti hilangnya vitamin.

D. Pencoklatan browning

Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh reaksi pencoklatan browning. Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim polyphenol oksidase PPO yang bereaksi dengan oksigen. Pada buah dan sayuran yang utuh, sel-selnya juga masih utuh. Substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim fenolase sehingga tidak terjadi reaksi pencoklatan. Apabila sel pecah akibat pengirisan atau pemotongan, substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatis. Sedangkan, pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi melalui sisi keton dan aldehid yang reaktif dengan asam amino melalui gugus amina. Reaksi ini banyak terjadi selama penyimpanan bahan pangan. Reaksi non enzimatik yang lain seperti karamelisasi dan oksidasi asam askorbat Winarno dan Aman 1981. Menurut Affandi 2002, reaksi pencoklatan pada rajangan selada ditandai dengan timbulnya bintik-bintik hitam dan merah pada permukaan dan batas rajangan selada. Kompleks bintik-bintik karat yang terjadi akibat kehilangan warna dari lapangan, pengangkutan, dan penyimpanan. Kehilangan warna tersebut karena hilangnya hijau daun akibat kerusakan dari klorofil dan reaksi pencoklatan akibat enzim fenolik. Reaksi pencoklatan enzimatik akibat enzim fenolik ini dapat dihambat dengan mengurangi atau menghilangkan oksigen di sekitar substrat, pemberian panas, penambahan sulfit, dan penambahan asam Friedman 1954. Metode yang biasa digunakan untuk mengurangi pencoklatan yaitu penambahan sulfit. Menurut Koswara 1999, sulfit digunakan untuk mengaktifasi enzim fenolase, melindungi vitamin C dari kerusakan serta memiliki aktifitas antiseptik. Batas maksimal penggunaan garam sulfit yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan adalah 500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut bau sulfit dapat terdeteksi. Penggunaan untuk sayuran segar berkisar antara 50-1000 ppm, sedangkan untuk makanan yang berbentuk sari buah atau bubur berkisar antara 50-500 ppm Gould dan Russel 1991. Penggunaan golongan sulfit diperbolehkan untuk penggunaan bahan pangan, buah dan sayuran tetapi tidak untuk pengolahan daging, makanan sumber tiamin, serta buah dan sayur yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar. Senyawa sulfit dapat menyebabkan korosi pengkaratan pada logam sehingga sebaiknya bahan makanan yang mengandung sulfit tidak dikemas dalam kaleng tetapi dengan kemasan plastik atau gelas Buckle, Edward, Fleed, dan Wootton 1987.

E. Blansir