Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

(1)

PERILAKU REMAJA DALAM MENDENGARKAN RADIO KOMUNITAS (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil,

Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

HAIDAR I34070100

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

This research aimed to analyze the relation between teenager behaviors on community radio listening activity. This research goals are (1) to identify the pattern of listening activity on community radio among teenager (2) to analyze the relation between listeners characteristics and broadcast format assessment by listening community radio (3) to analyze the relation between community radio listeners pattern with the teenager behaviors, and (4) to identify the listeners expectations towards community radio. The main method of this research is quantitative approach, and qualitative approach as supporting.

Research and observationshow that the teenagers who are listening to the BeTe community radio have low level of listening activity pattern. Affective level and social network were also relatively low. Related to the listeners characteristics, the research result showed that gender does not have any relation with the pattern of radio listening activity. Beside that, age, media ownership, and main activities have significant relation towards pattern of radio listening activity. To assess broadcast format variable, pshycological proximity does not have any relation significantly with the pattern of radio listening activity. In the pattern of radio listening activity variable which is consist of listening frequency, listening duration, program choices, participation on the program have significant relation with to point of view, affective, and social network of BeTe Radio listeners.


(3)

RINGKASAN

HAIDAR. Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS.

Sidang umum PBB pada tahun 1962 dalam resolusinya menegaskan bahwa media informasi mempunyai peranan penting dalam memajukan pendidikan, ekonomi, dan sosial dan bahwasannya teknik-teknik komunikasi baru menawarkan kesempatan-kesempatan khusus untuk mempercepat proses pendidikan. Oleh karenanya dibutuhkan suatu media informasi yang dapat menjamah semua kalangan dan tiap daerah, dan merupakan suatu nilai tambah apabila informasi yang diberikan merupakan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Radio komunitas yang merupakan salah satu jenis media komunikasi massa yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan, dan didirikan oleh sebuah komunitas menjadikan suatu topik yang menarik untuk dijadikan objek dalam penelitian ini.

Tujuan penelitian ini ialah: (1) mengetahui pola mendengarkan radio komunitas di tingkat remaja, (2) menganalisis hubungan karakteristik pendengar dan penilaian format siaran dengan pola mendengarkan radio komunitas, (3) menganalisis hubungan pola mendengarkan radio komunitas dengan perilaku remaja, serta (4) mengetahui harapan pendengar terhadap radio komunitas.

Sejalan dengan subjek penelitian, yaitu remaja, radio komunitas Berita Tegal Gundil atau biasa disebut BeTe Radio dipilih menjadi objek penelitian, hal ini dikarenakan BeTe Radio memiliki segmentasi pendengar di tingkat pemuda atau remaja, dengan rincian lokasi penelitian yaitu di RW 10 Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini adalah penelitian survei yang menggunakan data kuantitatif dan dengan data kualitatif sebagai penunjangnya. Responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang, penentuan jumlah responden dilakukan melaluipenyebaran angket sederhana kepada remaja yang peneliti temukan di RW 10 (accidental sampling) dalam jangka waktu selama lima hari, dan untuk mendapatkan responden yang dijadikan subjek penelitian menggunakan cluster random sampling. Data hasil pengolahan kuisioner disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Sedangkan untuk


(4)

menganalisis hubungan antar variabel penelitian dilakukan analisis statistik menggunakan uji Chi Square dan Rank Spearman.

Remaja dengan batasan usia 12 sampai 21 tahun yang mendengarkan radio komunitas BeTe Radio memiliki tingkat pola mendengarkan radio yang rendah, begitu pun dengan tingkat afektif dan jaringan sosial juga tergolong rendah. Terkait dengan karakteristik pendengar, diketahui bahwa jenis kelamin yang berbeda tidak diikuti dengan pola mendengarkan radio komunitas BeTe Radio yang berbeda pula, sebaliknya kategori usia remaja, keterdedahan media, dan jenis kegiatan utama memiliki hubungan yang signifikan dengan pola mendengarkan radio komunitas BeTe Radio. Untuk variabel penilaian format siaran, diketahui bahwa penilaian pendengar atas proksimitas penyiar radio yang berbeda tidak diikuti dengan pola mendengarkan radio komunitas BeTe Radio yang berbeda pula, sebaliknya penilaian penyajian informasi dalam siaran memiliki hubungan yang signifikan dengan pola mendengarkan radio komunitas BeTe Radio. Untuk variabel pola mendengarkan radio komunitas BeTe Radio yang terdiri dari frekuensi mendengar, durasi mendengar, pilihan program, dan keikutsertaan dalam program memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat afektif dan jaringan sosial pendengar BeTe Radio.

Harapan untuk pengelola radio komunitas BeTe Radio, diantaranya yaitu durasi siaran yang tadinya hanya berkisar 4-6 jam per hari ditambah menjadi 12-16 jam per hari layaknya siaran radio seperti biasa, diadakannya program siaran yang disesuaikan dengan segmentasi usia, diperbarui lagi musik atau lagu yang ada, memperbaiki kualitas dan jaringan siaran, menyeimbangkan bobot siaran untuk pendidikan, informasi, dan hiburan, meningkatkan gaya pembawaan penyiar dalam siaran, agar lebih menarik dan interaktif lagi, serta memperbanyak kegiatan baik terkait tentang radio komunitas ataupun umum.


(5)

PERILAKU REMAJA DALAM MENDENGARKAN RADIO KOMUNITAS (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil,

Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh: HAIDAR I34070100

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Haidar

NRP : I34070100

Judul : Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 19600315 198503 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERILAKU REMAJA DALAM MENDENGARKAN RADIO KOMUNITAS (Kasus Pendengar BeTe Radio Di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN . KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2011

Haidar


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1989, merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari ayahanda Salim Al-Bakry dan ibunda Fathiyah Harharah.

Penulis mengikuti pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Asyalafi Jakarta pada periode tahun 1994-1995, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Tebet pada periode tahun 1995-1997, untuk kemudian berpindah ke SD Nurul Fikri Depok pada periode tahun 1997-2001. Pendidikan menengah diikuti penulis di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islam Terpadu (SLTP IT) Nurul Fikri Depok pada periode tahun 2001-2004 dan di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA IT) Nurul Fikri Depok pada periode tahun 2004-2007. Setamat SMA, penulis diterima di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru atau SPMB. Setelah menyelesaikan studi pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB), penulis memilih menuntut ilmu pada mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) pada departemen yang sama di lingkungan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif dalam kegiatan-kegiatan akademik, khususnya menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi (KPM 211) selama tiga semester pada periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan, khususnya dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai staf Divisi Fotografi dan Sinematografi periode tahun 2008-2010 serta aktif sebagai panitia dalam beberapa acara yang diselanggarakan di IPB, diantaranya adalah pada “Indonesian Ecology Expo (INDEX)” dan IPB Art Contest (IAC).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat, berkat dan kehendakNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)” tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka, khususnya kepada:

1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi sejak penyusunan proposal penelitian sampai dengan penyelesaian Skripsi ini.

2. Ir. Siti Sugiah M. Mugniesyah, MS selaku dosen penguji utama yang telah bersedia untuk memberikan saran serta bimbingan dalam penyelesaian Skripsi, dan juga kepada Ir. Murdianto, M.Si yang bersedia menjadi dosen penguji untuk mewakili Komisi Pendidikan, Departemen SKPM, FEMA IPB.

3. Saudara Yoyo dan Juna dari Radio komunitas BeTe Radio yang telah bersedia untuk menjadi bahan penelitian, dan atas bantuannya selama penulis melaksanakan pengumpulan data hingga penyelesaian Skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada mereka yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

4. Abah Salim Al-Bakry dan Mamah Fathiyah Harharah yang penulis sangat cintai dan sayangi di dunia ini setelah Tuhan dan Rasul, atas doa yang telah diberikan terus menerus kepada Penulis.

5. Kakak Hilal, Kakak Hamzah, Adikku Haniah, Muhammad, dan Fadillah yang selalu mendoakan dan menghibur Penulis dalam proses penyelesaian Skripsi. 6. Widita Arindi yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini dengan penuh pengertian dan kesabaran.

7. M. Zakiyan Anshori, selaku rekan dalam bimbingan Skripsi ini yang selalu memberi motivasi dan saran, serta teman berdiskusi dalam penulisan Skripsi; serta kepada sejumlah rekan, khususnya Lukman Hakim, Diadji Kuntoro, Gian Hendra, Ahmad Aulia Arysad, Wira Adiguna, Rajib Gandi, Alfian Helmi, dan


(10)

Yudha Santosa, yang telah bersedia menjadi teman seperjuangan dalam berhayal akan masa depan.

8. Teman-teman Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 44 yang tidak dapat Penulis tulis satu persatu.

9. Gina Levina Clarissa Siregar, Syifa Utari Diah P, dan Ahmad Fauzi yang telah membantu penyelesaian Skripsi ini.

10.Beti sebagai teman sejati yang telah banyak berkorban dalam proses penyelasaian Skripsi.

11.Kepada berbagai pihak lainnya, yang tidak dapat penulis tuliskan namanya satu persatu yang terkait dalam penyelesaian penulisan Skripsi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Sumber Daya Manusia ... 5

2.1.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia ... 5

2.1.1.2 Komponen Afektif ... 5

2.1.1.3 Jaringan Sosial ... 6

2.1.2 Radio Komunitas ... 7

2.1.2.1 Pengertian Radio Komunitas ... 7

2.1.2.2 Sejarah dan Perkembangannya ... 9

2.1.2.3 Perbedaan Radio Komunitas dengan Radio Lainnya ... 10

2.1.3 Hubungan Radio Komunitas dengan Sumber Daya Manusia ... 11

2.1.3.1 Pengertian Remaja ... 13

2.1.3.2 Fungsi dan Peran Radio Komunitas ... 14

2.1.3.3 Penilaian Format Siaran ... 17

2.1.3.4 Karakteristik Pendengar ... 17

2.1.3.5 Pola Mendengarkan Radio ... 18

2.2 Kerangka Pemikiran ... 18

2.3 Hipotesis ... 20

2.4 Definisi Operasional... 21

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ... 24

3.1 Metode Penelitian ... 24

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24


(12)

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 27

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELTIAN BETE RADIO DAN RESPONDEN ... 28

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Tegal Gundil ... 28

4.2 Gambaran Umum Radio Komunitas BeTe Radio ... 30

4.3 Karakteristik Responden ... 34

BAB V POLA MENDENGARKAN RADIO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ... 36

5.1 Pola Mendengarkan Radio ... 36

5.2 Penilaian Format Siaran ... 38

5.3 Hubungan Karakteristik Pendengar dengan Pola Mendengarkan Radio ... 39

5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola Mendengarkan Radio ... 39

5.3.2 Hubungan Kategori Usia Remaja dengan Pola Mendengarkan Radio ... 41

5.3.3 Hubungan Keterdedahan Media dengan Pola Mendengarkan Radio ... 43

5.3.4 Hubungan Jenis Kegiatan Utama dengan Pola Mendengarkan Radio ... 44

5.4 Hubungan Penilaian Format Siaran dengan Pola Mendengarkan Radio ... 46

5.4.1 Hubungan Penilaian Penyajian Informasi dalam Siaran dengan Pola Mendengarkan Radio ... 46

5.4.2 Hubungan Penilaian Pendengar atas Proksimitas Penyiar Radio dengan Pola Mendengarkan Radio ... 48

BAB VI PERILAKU REMAJA SERTA HARAPAN DALAM MENDENGARKAN RADIO KOMUNITAS ... 50

6.1 Perilaku Remaja ... 50

6.2 Hubungan Pola Mendengarkan BeTe Radio dengan Perilaku Remaja ... 52

6.2.1 Hubungan Pola Mendengarkan BeTe Radio dengan Tingkat Afektif ... 52

6.2.2 Hubungan Pola Mendengarkan BeTe Radio dengan Jaringan Sosial ... 53

6.3 Harapan Pendengar Terhadap Radio Komunitas BeTe Radio ... 54

BAB VII PENUTUP ... 56

7.1 Kesimpulan... 56


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan Praktek Radio Komunitas, Swasta, dan Publik ... 11

2. 3. Tujuan Komunikasi dari Sudut Pandang Komunikator dan Komunikan ... Luas Wilayah Kelurahan Tegal Gundil Menurut Jenis Penggunaannya Tahun 2009 (dalam hektar dan persen)... 14 28 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Tegal Gundil Menurut Kelompok Usia Pada Tahun 2009 (dalam persen) ... 29

5. Distribusi Remaja Pendengar Bete Radio Menurut Karakteristik Individu (dalam jumlah dan persen) ... 35

6. Distribusi Remaja Pendengar Bete Radio Menurut Frekuensi Mendengar, Durasi Mendengar, Pilihan Program, dan Keikutsertaan dalam Kegiatan Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen) ... 36

7. Pola Mendengarkan Remaja Pendengar Bete Radio (dalam jumlah dan persen) ... 38 8. Penilaian Remaja Pendengar Bete Radio Terhadap Format Siaran Bete Radio (dalam jumlah dan persen) ... 39

9. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola Mendengarkan Radio ... 40

10. Hubungan Kategori Usia Remaja dengan Pola Mendengarkan Radio ... 41

11. Hubungan Keterdedahan Media dengan Pola Mendengarkan Radio .... ... 43

12. Hubungan Jenis Kegiatan Utama dengan Pola Mendengarkan Radio ... 45

13. Hubungan Penilaian Penyajian Informasi dalam Siaran dengan Pola Mendengarkan Radio ... 46 14. Hubungan Penilaian Pendengar atas Proksimitas Penyiar Radio dengan Pola Mendengarkan Radio ... 48

15. Perilaku Remaja Pendengar BeTe Radio (dalam jumlah dan persen) ... 50

16. Hubungan Pola Mendengarkan Radio dengan Tingkat Afektif ... 52


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 20 2. Kerangka Pengambilan Responden ... 27 3. Struktur Organisasi BeTe Radio ... 33


(15)

1. Peta Lokasi Penelitian, Kelurahan Tegal Gundil ... 61 2. Hasil Olah Data ... 62 3. Dokumentasi Penelitian ... 68


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia pada dasarnya memiliki potensi dan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Tingkat keterampilan yang sesuai dengan bidang pekerjaan seseorang akan mendorong kemajuan setiap usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan pencapaian tujuan usaha dengan baik, efektif dan efisien, hal ini juga berhubungan erat dengan pendidikan dan latihan (Sinungan 1987). Pengertian ini diperluas kembali oleh Effendi (1993) yang menyatakan bahwa upaya untuk mengembangkan manusia dapat dilakukan melalui proses peningkatan kualitas atau pengembangan kemampuan manusia.

Pada Sidang Umum PBB pada tahun 1962, negara-negara sedang berkembang berkomitmen untuk melibatkan sarana komunikasi dalam proses pembangunan. Salah satu resolusi dalam sidang umum tersebut menegaskan bahwa media informasi mempunyai peranan penting dalam memajukan pendidikan, ekonomi, dan sosial dan bahwasannya teknik-teknik komunikasi baru menawarkan kesempatan-kesempatan khusus untuk mempercepat proses pendidikan. Sebagai konsekuensi atas resolusi tersebut, semua pemerintah negara anggota PBB diminta agar dalam rencana pembangunan, masing-masing mencantumkan belanja yang memadai untuk pembangunan media informasi pembangunan nasional dan memperhitungkan faktor ini dalam program mereka untuk dekade pembangunan PBB (Gunadi 2009).

Dalam era globalisasi dewasa ini, manusia ditantang agar dapat memperoleh informasi secara jelas dan cepat. Namun idealnya adalah bahwa perolehan informasi tersebut seharusnya dapat dirasakan merata dan meluas dikalangan masyarakat, baik kalangan atas, menengah, ataupun bawah. Oleh karenanya dibutuhkan suatu tipe komunikasi manusia yang dapat menjangkau masyarakat ditiap kalangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini sangatlah berkaitan dengan apa yang biasa disebut dengan komunikasi massa. Komunikasi massa ialah suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi (Wiryatno 2000). Selain itu Ruben (1992) dalam Mugniesyah (2009) menyatakan komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi yang tergolong dimediasi oleh media massa, dimana produk-produk


(17)

informasi diciptakan dan didistribusikan oleh suatu organisasi komunikasi massa untuk dikonsumsi khalayak.

Perubahan masyarakat akhir-akhir ini lebih difokuskan pada tindakan yang partisipatif, dalam artian masyarakat diajak dan diikutsertakan dalam kegiatan perubahannya, selain masyarakat merasa dihargai, mereka juga menjadi mandiri dengan program atau kegiatan yang dilaksanakan. Mengkaitkan dengan media siaran radio sebagai alat komunikasi massa, radio komunitas merupakan salah satu contoh dari bagian perubahan masyarakat secara partisipatif dan efektif, seperti pada penelitian Hadi (2005), dapat dilihat bahwa radio komunitas berperan sebagai sarana pencerdasan dan peningkatan pengetahuan bagi masyarakat, salah satunya adalah dengan distribusi informasi mengenai pupuk kimia dan pestisida yang ternyata justru merusak struktur tanah dan lahan pertanian. Dengan demikian masyarakat mengetahui dampak dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida.

Radio komunitas merupakan salah satu jenis media komunikasi elektronik yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan, dan didirikan oleh sebuah komunitas. Radio komunitas memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan stasiun radio pada umumnya, namun radio komunitas lebih mementingkan pada aspek peningkatan kapasitas masyarakat yang disesuaikan pada kebutuhan komunitas itu sendiri, serta tutur bahasa yang juga menyesuaikan dengan komunitas tersebut.

Terdapat sejumlah radio komunitas di Kota Bogor, salah satu diantaranya adalah Radio Komunitas Berita Tegal Gundil atau yang biasa disebut BeTe Radio. Radio komunitas yang memiliki segmentasi pendengar di tingkat pemuda atau remaja ini diharapkan dapat memberikan suatu nilai tambah dalam pendistribusian informasi yang efektif. Terlebih pemuda merupakan generasi penerus bangsa dan sudah seyogyanya berperan aktif dalam pembangunan.

Radio komunitas BeTe Radio yang terletak di RW 10 Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan contoh nyata radio komunitas yang didirikan untuk kepentingan komunitas. Isi siaran BeTe Radio sesuai dengan konsep radio komunitas menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas yang diantaranya berisi informasi, hiburan, dan pendidikan bagi masyarakat. Keefektifan dalam penyampaian informasi ditingkat mikro (komunitas) merupakan hal yang mendasari penelitian ini


(18)

terhadap peran radio komunitas dalam penguatan jaringan komunitas, serta sikap pemuda atau remaja terhadap radio komunitas BeTe Radio.

1.2 Masalah Penelitian

Mengkaitkan dengan segmentasi BeTe Radio yaitu remaja, maka seharusnya BeTe Radio dapat memberikan informasi serta peningkatan kualitas pemuda di Kelurahan Tegal Gundil, dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas terdapat kutipan yang menyatakan bahwa isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan Lembaga Penyiaran Komunitas wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. Hal ini menjadikan tantangan tersendiri bagi BeTe Radio untuk dapat menarik perhatian remaja dalam mendengarkan isi siaran serta mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BeTe Radio atau dengan kata lain dalam penilitian ini disebut sebagai variabel pola mendengarkan radio.

Sebelum melihat lebih lanjut mengenai pola mendengarkan radio, faktor internal dari remaja merupakan hal penting yang harus dilihat, seperti kategori usia remaja, jenis kelamin, keterdedahan media, dan jenis kegiatan utama. Pada variabel keterdedahan remaja dan jenis kegiatan utama merupakan hal yang menarik untuk di lihat, karena keberadaan lokasi penelitian yang terletak di Kota Bogor dan diasumsikan terdapat perbedaan pada variabel-variabel tersebut terhadap remaja kota jika dibandingkan dengan remaja di tingkat desa.

BeTe Radio memiliki kendala dalam perjalanan kepengurusannya, seperti kepemilikan alat siaran yang sederhana, kurangnya sumberdaya penyiar, dan minimnya biaya dalam pengelolaannya. Dengan kendala yang dialami oleh BeTe Radio, menjadi pertanyaan penting bagi peneliti untuk melihat sejauh mana fungsi dan peranan BeTe Radio sebagai radio komunitas dalam meningkatkan jaringan serta pemenuhan kebutuhan komunitasnya jika dikaitkan dengan pola mendengarkan radio.

Dari uraian di atas, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana pola mendengarkan radio komunitas di tingkat remaja?

2. Bagaimana hubungan karakteristik pendengar dan penilaian format siaran dengan pola mendengarkan radio komunitas?


(19)

3. Bagaimana hubungan pola mendengarkan radio komunitas dengan perilaku remaja?

4. Apa harapan pendengar radio komunitas terhadap radio komunitas BeTe Radio?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah, tujuan dilaksanakannya penelitian ialah: 1. Mendeskripsikan pola mendengarkan radio komunitas di tingkat remaja.

2. Menganalisis hubungan karakteristik pendengar dan penilaian format siaran dengan pola mendengarkan radio komunitas.

3. Menganalisis hubungan pola mendengarkan radio komunitas dengan perilaku remaja.

4. Mengetahui harapan pendengar radio komunitas terhadap radio komunitas BeTe Radio.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pengertian Radio Komunitas, fungsi dan perananan Radio Komunitas, hubungan Radio Komunitas dengan perilaku remaja, serta faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan radio komunitas. Selain itu juga dapat memberikan manfaat bagi pembaca sebagai sumber penambah wawasan, terutama orang yang hendak meneliti tentang Radio Komunitas.


(20)

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam definisi yang lain, Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya (Anne 2007).

Setiap orang mempunyai potensi dalam dirinya dalam segala hal, keahlian dan kemampuan sesorang sangatlah berpengaruh bagi tingkat atau taraf hidup yang lebih baik. Kemampuan seseorang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari menjadi sesuatu yang penting dalam tingkatan berkomunikasi dalam masyarakat. Keterampilan berkomunikasi dan berperilaku, kecerdasan dalam berpikir, pengetahuan yang cukup dan terdedah dari informasi, pikiran yang selalu positif, kesehatan rohani dan jasmani yang memadai, merupakan beberapa contoh dalam artian sumber daya manusia disini.

2.1.1.2 Komponen Afektif

Aspek afektif adalah domain yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian (Sears 1985). Jika hal ini dikaitkan dengan kebutuhan, Nurudin (2007) mengemukakan bahwa kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional.

Rakhmat (2003) mengemukakan Teori identifikasi yang dikaitkan dengan komunikasi massa, teori ini melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya.


(21)

Joseph (1960) dalam Rakhmat (2003) melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:

1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang dalam buku ini disebut faktor personal).

2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.

2.1.1.3 Jaringan Sosial

Fadli (2007) menyatakan bahwa jika individu mempunyai mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, ini berarti individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokan dan kesatuan sosial yang sesuai dengan ruang, waktu, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya. Kemudian Fadli (2007) menambahkan keanggotaan individu dalam suatu jaringan bersifat fleksibel dan dinamis, karena pada dasarnya setiap individu sebagai makhluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks. Bila sejumlah individu memasuki sejumlah jaringan sosial yang berbeda sesuai dengan fungsi dan konteksnya, ia akan merefleksikan struktur sosial yang berbeda pula. Struktur sosial bukan hanya pencerminan adanya keteraturan aturan dalam satu jaringan sosial, melainkan juga menjadi sarana untuk memahami batas-batas status peran, serta hak dan kewajiban individu yang terlibat dalam hubungan sosial tersebut.


(22)

2.1.2 Radio Komunitas

2.1.2.1 Pengertian Radio Komunitas

Sudibyo (2004) menyatakan bahwa radio komunitas merujuk pada stasiun penyiaran radio yang didirikan oleh dan untuk komunitas tertentu, yang tidak bersifat komersial dan muatannya sebagian besar tentang dinamika dan kebutuhan komunitas itu sendiri. Adapun Fraster dan Estrada (2001) mengemukakan bahwa radio komunitas merupakan sebuah pelayanan non-profit yang dimiliki dan dikelola oleh komunitas tertentu, biasanya melalui sebuah yayasan atau perserikatan. Radio komunitas dikelola oleh komunitas dan operasionalnya secara utama bergantung pada sumber-sumber yang dimiliki komunitasnya yang merefleksikan kebutuhan tertentu dari komunitas. Selain itu, menurut Girard (1998) dalam Jankowski (2002), radio komunitas adalah satu bentuk radio yang dibuat untuk melayani masyarakat. Radio ini memberi ekspresi dan partisipasi serta menghargai budaya lokal. Tujuannya memberi suara pada mereka yang tidak bersuara, kelompok marginal dan komunitas yang jauh dari pusat kota, dimana populasinya terlalu kecil untuk menarik radio komersial atau stasiun radio skala besar.

Radio komunitas dalam penyelenggaraannya merupakan sebuah proses atau peristiwa sosial dimana para anggota dari sebuah komunitas bergabung bersama-sama untuk merancang berbagai program, memproduksi, menyiarkan. Penekanannya disini adalah pada kepemilikan atas berbagai upaya pembangunan dan upaya-upaya demokratis oleh para anggota komunitas yang bersangkutan itu sendiri melalui penggunaan media, dalam hal ini radio untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam segala aspeknya ini merupakan komunikasi yang bersifat partisipatoris atau melibatkan semua pihak dan bukannya program-program yang dibuat oleh orang lain mengenai komunitas tersebut (Fraser dan Estrada 2001). Radio komunitas, pertama, harus dikelola oleh komunitas, kedua, keberadaannya adalah untuk melayani komunitas tersebut. Radio komunitas menjawab kebutuhan komunitas yang dilayaninya, menyumbang pada pembangunan dengan cara yang progresif dengan memihak kepada perubahan sosial. Radio komunitas berjuang untuk mendemokratisasi komunikasi melalui partisipasi komunitas dalam bentuk-bentuk yang berbeda sesuai dengan masing-masing konteks sosial tertentu (Fraser dan Estrada 2001). Contoh radio komunitas:

1. Radio Komunitas Suara kencana, yang memiliki prinsip utama penyelenggaraan “dari, oleh dan untuk” masyarakat dalam mengisi keterbatasan dari lembaga


(23)

penyiaran lain yang belum mampu memberikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi yang mereka butuhkan (Pratiwi 2008).

2. Radio Komunitas Angkringan, radio komunitas ini menawarkan sebuah kesempatan yang memungkinkan terjadinya dialog interaktif antar berbagai pemangku kepentingan -warga dan pemerintah desa- dalam komunitas (Syatori 2009).

3. Radio Ekspresi Mahasiswa (REM) 107.1 FM, merupakan radio komunitas (bukan radio swasta tetapi merupakan tempat pembelajaran bagi para anggotanya dalam bidang kepenyiaran) yang ada di Universitas Negeri Semarang, dimana Radio ini berusaha untuk menghibur akademia Semarang dan sekitarnya dengan menyuguhkan edukasi melalui berbagai programnya. Sebagai salah satu radio komunitas yang ada di kota Semarang, radio REM FM telah menunjukan eksistensinya (Nugraha 2009).

4. Radio komunitas di Desa Srumbung, sebuah desa di kaki Gunung Merapi, Jawa Tengah. Radio komunitas ini sangat bermanfaat sebagai "Early Warning System” atas aktivitas-aktivitas letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan itu. Radio ini dikelola oleh warga masyarakat bekerjasama dengan Badan Vulkanologi Merapi untuk sedini mungkin memberitakan aktivitas gunung Merapi agar segera diantisipasi oleh warga masyarakat setempat sebagai peringatan dini untuk segera menghindari bahaya letusan (Hadi 2005).

Fraser dan Estrada (2001) juga mengemukakan bahwa radio komunitas dicirikan oleh kepemilikan dan penyusunan programnya serta komunitas yang menjadi kewenangan pelayanannya, radio ini dimiliki dan dikontrol oleh sebuah organisasi nirlaba yang strukturnya memungkinkan keanggotaan, manajemen, kegiatan dan penyusunan programnya harus didasarkan pada akses komunitas dan partisipasi serta harus mencerminkan kepentingan khusus dan kebutuhan untuk melayani pendengar sebagaimana izin yang diperolehnya. Hal ini dapat diselaraskan dengan pernyataan Hendy (2002) dalam Ekayanti (2007) bahwa radio komunitas mendorong terciptanya demokrasi karena radio mampu memberi forum bagi publik, serta media radio adalah media yang murah dan mudah untuk diakses termasuk oleh masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah.


(24)

2.1.2.2 Sejarah dan Perkembangannya

Perkembangan media komunitas memiliki peran penting dalam membangun kesadaran publik dan mendorong terciptanya aliran informasi dua arah. Di Indonesia kata “media komunitas” mulai dipakai oleh masyarakat pada awal tahun 2000 dengan muncul buletin komunitas “Angkringan” yang digagas oleh sekelompok anak muda di Timbulharjo, Yogyakarta, buletin Forum Warga Kamal Muara, “Fokkal” buletin Forum Warga Kalibaru dan beberapa Forum Warga di Bandung. Memasuki tahun 2001, kelompok anak muda yang mengelola buletin Angkringan di Timbulharjo mulai mengembangkan radio komunitas, yang mereka sebut Radio Angkringan FM, kemudian menginspirasi Paguyuban Perubahan Informasi Terpadu (PINTER) di Terban Yogyakarta untuk mendirikan Panagati FM, Forum Warga Cibangkong (FWC) mendirikan radio komunitas Cibangkong di Bandung, Forum Masyarakat Majalaya Sejahtera (FM2S) mendirikan radio komunitas Majalaya Sejahtera (MASE) dan Forum Komunikasi Warga Kamal Muara mendirikan radio komunitas Kamal Muara di Jakarta.

Beberapa radio komunitas yang digagas oleh forum warga mulai terlibat advokasi Rencana Undang-Undang (RUU) Penyiaran, revisi UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701). Untuk kepentingan advokasi itulah pada tanggal 22 sampai dengan tanggal 24 Maret 2002 diadakanlah workshop pertama radio komunitas, yang dihadiri oleh 18 radio komunitas; 2 radio komunitas yang didirikan oleh forum warga, 5 radio kampus, 9 radio hobi, Radio Komunitas Angkringan dan Radio Komunitas Serikat Petani Pasundan. Pada workshop inilah mulai dibahas tentang definisi, ciri dan karakteristik radio komunitas. Selain itu pada workshop ini juga dirumuskan stategi untuk melakukan advokasi RUU Penyiaran yang mengakomodir Lembaga Penyiaran Komunitas dan sebagai alat perjuanganya, pada hari minggu tanggal 24 Maret 2002 pukul 14.00 WIB dideklarasikanlah Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat. Kemudian menyusul deklarasi Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) pada tanggal 6 Mei 2002, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya nasional pada 12-15 Mei 2002 sekaligus deklarasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). Pada tanggal 28 Desember 2002, perjuangan radio komunitas menampakkan hasil yang cukup menggembirakan dengan disyahkannya UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang di dalamnya mengakui keberadaan Lembaga Penyiaran Komunitas tepatnya pada Bagian Keenam pasal 21-24 tentang Lembaga


(25)

Penyiaran Komunitas, yang salah satu kutipannya adalah sebagai berikut: “Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya”.

Penggolongan radio komunitas dapat di bagi kedalam empat kelompok yang didasarkan oleh perkembangannya, yaitu pertama, radio komunitas yang berangkat dari perkembangan kebutuhan media informasi komunitas yang digagas oleh forum warga seperti radio komunitas Panagati, Radio Komunitas Cibangkong (RKC) dan radio komunitas Kamal Muara. Kedua, radio komunitas yang berbasis kampus. Ketiga, radio komunitas yang pada awalnya merupakan radio hobi yang kemudian beririsan dengan kelompok pertama dalam proses advokasi UU Penyiaran dan melakukan reorientasi menjadi radio komunitas. Keempat, radio komunitas yang orientasinya hobi atau komersil, dan lebih cocok menjadi lembaga penyiaran swasta (radio swasta), tetapi tidak mempunyai daya saing dengan radio swasta.

Perkembangan radio komunitas di Indonesia mengalami penambahan jumlah yang kian pesat seiring dengan munculnya keinginan dan kesempatan masyarakat untuk menggunakan radio komunitas dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitasnya. Bahkan beberapa radio komunitas sudah berperan dalam proses pembentukan local good governance, village good governance, menyokong ekonomi kerakyatan dan melestarikan kearifan-kearifan lokal. Seiring dengan itu pula muncul berbagai persoalan yang harus segera diselesaikan oleh radio komunitas, persoalan teknis atau perangkat siaran, isi siaran dan kelembagaan radio komunitas yang berdampak terhadap keberlanjutan lembaga penyiaran ini (JRKI 2002).

2.1.2.3 Perbedaan Radio Komunitas dengan Radio Lainnya

Gazali (2003) mengatakan bahwa radio komunitas memiliki ciri khas yang membedakan dengan radio lainnya. Berikut ini adalah ringkasan perbedaan antara radio komunitas dengan radio lainnya, yaitu radio swasta atau komersial dan publik.


(26)

Tabel 1. Perbedaan Praktek Radio Komunitas, Swasta, dan Publik

Perihal Radio Komunitas Radio Swasta Radio Publik

1. Ide atau latar belakang pendirian

Sosial ekonomi atau perubahan komunitas (masalah, kebutuhan dan potensi) Ekonomi atau perolehan keuntungan Politik negara, publik dan pembangunan nasional

2. Tujuan atau prioritas utama pihak penerima manfaat

Komunitas Pendiri atau pemilik

Publik Luas

3. Sasaran siaran Komunitas lokal Seluas-luasnya Seluas-luasnya 4. Strategi

pendanaan

Peran serta komunitas, sumbangan (pihak lain yang tidak mengikat) dan program siaran kerjasama sesuai kepentingan komunitas. Pendiri dan program siaran sesuai keinginan pengusaha atau sponsor Pemerintah dan program siaran sesuai keinginan pengusaha atau sponsor

5. Karakter kelembagaan

Inklusif (terbuka) Ekslusif (tertutup) Ekslusif (tertutup) 6. Orientasi

operasionalisasi

Non profit atau not for profit

Profit Campuran

7. Staffing Kader dan relawan Karyawan atau pekerja dan profesional

Karyawan atau pekerja dan profesional 8. Peralatan dan

pembiayaan

Dapat dimulai dengan yang sangat sederhana dan murah

Menuntut peralatan yang cukup kompleks, canggih & mahal untuk memulai Menuntut peralatan yang cukup kompleks, canggih dan mahal untuk memulai Sumber: Gazali (2003)

2.1.3 Hubungan Radio Komunitas Dengan Sumber Daya Manusia

Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa berbicara masalah sumber daya manusia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu menyangkut kuantitas dan kualitas, kuantitas menyangkut jumlah sumber daya manusia (penduduk) sedangkan kualitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa berbicara mengenai


(27)

kualitas sumber daya manusia juga menyangkut dua aspek, yakni aspek fisik (kualitas fisik), dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan-keterampilan lain. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diarahkan kepada dua aspek tersebut. Upaya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia pada kedua aspek tersebut inilah yang dimaksudkan dengan perubahan sumber daya manusia.

Radio komunitas, dirasa mempunyai nilai tambah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat dalam penyelenggaraannya. Radio komunitas yang memiliki prinsip utama penyelenggaraan “dari, oleh dan untuk” masyarakat, mendorong masyarakat itu sendiri untuk lebih peduli dan berpartisipasi dalam tercapainya proses pendistribusian informasi yang aktual dan mendidik, terutama pada daerah perdesaan yang pada umumnya belum terdedah dari informasi. Dengan adanya pendistribusian informasi ini maka akan terjadi proses peningkatan pengetahuan dan proses belajar yang akan berdampak pada perubahan aspek kognitif dan afektif kearah yang lebih baik.

Perubahan sumber daya manusia non fisik juga merupakan perubahan pengetahuan, daya pikir, perasaan dan emosi, dengan kata lain perubahan aspek kognisi dan afeksi. Dalam tulisan ini, perubahan pada kedua aspek tersebut merupakan variabel utama yang akan menjadi tujuan radio komunitas dalam penyelenggaraannya. Dibawah ini contoh radio komunitas dalam mengembangkan aspek afektif:

 Melalui radio siaran, Angkringan membuka semacam ruang publik bagi warga komunitas untuk mencurahkan keluh kesah, sumbang saran, kritik bahkan gugatan atas segala hal yang dianggap 'bermasalah' (Syatori, 2009). Hal ini ditujukan agar masyarakat lebih berani dan mempunyai sikap hati yang menunjukkan penolakan serta tidak berdiam diri terhadap permasalahan yang ada.

Hadi (2005) mengemukakan bahwa salah satu bentuk media massa yang potenial untuk mendukung pemberdayaan masyarakat perdesaan adalah radio. Media siaran ini memiliki kemampuan tinggi untuk mengantarkan dan menyebarkan pesan-pesan pembangunan secara cepat dan serentak kepada khalayak luas, yang berada di tempat yang terpencar, tersebar luas, sampai ke tempat-tempat yang jauh terpencil dan sulit dicapai angkutan umum. Salah satu strategi pendidikan masyarakat perdesaan yang dapat ditempuh adalah melalui media massa seperti siaran radio. Menurut Schram (1964) dalam Depari dan MacAndrews (1995), peranan utama yang dapat dilakukan


(28)

media massa dalam pembangunan adalah membantu memperkenalkan perubahan sosial. Dalam hal ini media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang proses pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi, serta menyampaikan program pembangunan kepada masyarakat perdesaan. Dengan kata lain peranan media massa adalah sebagai agen pembaharu (Agent of social change). Didasarkan pada keefektifan radio komunitas dalam beberapa kasus, Hadi (2005) menyimpulkan bahwa radio komunitas dapat menjadi media penyiaran alternatif, untuk mengisi “celah” kebutuhan komunikasi, informasi, pendidikan, dan juga hiburan. Hal ini dikarenakan radio komunitas dapat menjadi wadah pemberdayaan masyarakat perdesaan untuk bersama-sama berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota komunitas.

2.1.3.1 Pengertian Remaja

Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu. Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya, yaitu balita dan anak-anak. Dalam periode ini apa yang diperoleh dalam masa-masa sebelumnya diuji dan dibuktikan sehingga dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih baik (Latifah 2008).

Batasan usia remaja menurut Kartono (1990), dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Remaja Awal (12-14 Tahun).

Remaja pada masa ini mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada masa ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya, seperti bermain dan mencari perhatian orang tua. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

2. Remaja Pertengahan (15-17 Tahun).

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah


(29)

sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Pada rentan usia ini mulai timbul rasa percaya diri pada remaja yang menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.

3. Remaja Akhir (18-21 Tahun).

Remaja pada masa ini sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.1.3.2 Fungsi dan Peran Radio Komunitas

Radio komunitas merupakan bagian dari komunikasi massa, maka penting untuk melihat fungsi komunikasi massa sebelum melihat fungsi dan peran radio komunitas secara spesifik. Pada tabel 2 dapat dilihat fungsi komunikasi massa menurut menurut Alexis (1981) dalam Nurudin (2007).

Tabel 2. Tujuan Komunikasi dari Sudut Pandang Komunikator dan Komunikan Tujuan Komunikator

(Penjaga Sistem)

Tujuan Komunikan

(Menyesuaikan diri pada sistem: pemuasan kebutuhan) 1. Memberi informasi

2. Mendidik

3. Mempersuasi

4. Menyenangkan, memuaskan kebutuhan komunikan

Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku, yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.

Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok agar diterima masyarakatnya.

Menggembirakan, mengendorkan urat syaraf, menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.


(30)

Tingkat perkembangan masyarakat dan tekhnologi komunikasi, fungsi komunikasi di atas sudah terbilang usang, untuk tidak mengatakan sudah ketinggalan zaman. Dalam perspektif kritis, fungsi komunikasi massa bisa ditambah sebagai berikut ; 1) melawan kekuasaan dan kekuatan represif, 2) menggugat hubungan trikotomi antara pemerintah, pers, dan masyarakat, atau biasa disebut dengan kontrol sosial (Nurudin 2007).

Gunadi (2009) menyatakan media informasi mempunyai peranan penting dalam memajukan pendidikan, ekonomi, dan sosial; dan bahwa teknik-teknik komunikasi baru menawarkan kesempatan-kesempatan khusus untuk mempercepat proses pendidikan. Radio komunitas sebagai salah satu media pendistribusi informasi ditingkat lokal, mempunyai kesempatan yang besar dalam membantu perubahan aspek non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan-keterampilan lain.

Fraser dan Estrada (2001) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi utama dari radio komunitas adalah: (1) mempromosikan dan mencerminkan budaya, karakter dan jati diri lokal. Radio komunitas menyediakan program yang khusus disesuaikan dengan identitas dan karakter dari komunitas tersebut, sehingga program tersebut akan sangat tergantung pada materi lokal. Programnya juga memusatkan diri pada budaya lokal, budaya komunitas, tentu saja juga merupakan ekspresi artistik melalui musik lokal, tarian, sajak, pementasan teater, menceritakan kisah, dan seterusnya; (2) membantu dalam menciptakan keberagaman suara di udara. Radio komunitas melalui keterbukaannya terhadap partisipasi di segala sektor, menciptakan berbagai pendapat dan opini di udara; (3) meningkatkan akses untuk suatu keberagaman suara di udara; (4) membantu menciptakan keberagaman dalam kepemilikan lembaga siaran; (5) tanggap terhadap kebutuhan komunitasnya; (6) memberikan sumbangan kepada sumberdaya manusia untuk bidang penyiaran; (7) mendorong para anggota dari komunitas terkait untuk berpartisipasi dalam produksi dan penyusunan program; (8) mendorong eksperimentasi dalam penyusunan program.

Suryokusurno (2003) menyatakan bahwa peranan radio komunitas secara empirikal di lingkungan masyarakat Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Menafsirkan masa lalu dan memberi makna pada masa sekarang. 2. Melukiskan suatu masa depan yang ideal.


(31)

3. Menguak konflik antara nilai-nilai tradisional (orang selalu dinilai atas kualitas warisan nenek moyang, seperti jenis dan ras) dan nilai-nilai modern (yang menilai orang berdasarkan prestasi kerja).

4. Menjelaskan alasan-alasan konflik antara nilai-nilai yang ideal dan actual, seraya menawarkan cara mengatasi konflik, guna mewujudkan perubahan.

5. Menyediakan forum publik, guna mengekspresikan berbagai opini, keyakinan dan gagasan.

6. Menyediakan informasi secara berkelanjutan guna membantu warga, agar mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik, sekaligus juga memenuhi kelanjutan hidup sehari-hari, dan memungkinkan institusi-institusi komunitas berjalan mulus.

7. Mengevaluasi dan mengkritisi mereka yang berada pada kekuasaan dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan (fungsi anjing penjaga).

8. Menyediakan pelayanan-pelayanan berkaitan dengan hiburan dan pertukaran budaya.

Penelitian Hadi (2005) menjelaskan bahwa radio komunitas di Desa Kapungan, Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten Jawa Tengah, dikelola sendiri oleh warga masyarakat desa setempat sebagai media komunikasi dan pencerdasan diantara mereka. Berbagai macam hal dapat dikomunikasikan melalui siaran radio ini, termasuk hiburan-hiburan bagi warganya. Sebagai sarana pencerdasan bagi warga masyarakat, salah satunya adalah dengan menanggapi kampanye penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang ternyata justru merusak struktur tanah dan lahan pertanian. Melalui radio komunitas, masyarakat Desa Kapungan mampu menggalang opini dan semangat warganya untuk membuat pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia dan pestisida. Hal ini dapat tercapai dikarenakan adanya penyesuaian informasi dengan kebutuhan komunitas dalam proses pendistribusian informasi oleh radio komunitas.

Contoh pada penelitian di atas menggambarkan bahwa radio komunitas berperan sebagai pendukung perubahan sosial di tingkat komunitas, walaupun belum didukung hasil penelitian tentang dimensi waktu dan ukuran dari proses perubahan tersebut. Perubahan yang paling mendasar terjadi di tengah-tengah suasana kebebasan untuk memperoleh dan menyatakan informasi serta pengakuan negara atas suara rakyat. Sejak


(32)

era reformasi di Indonesia, muncul keinginan, kebutuhan dan keberanian masyarakat untuk mengekspresikan eksistensi dirinya melalui radio komunitas. (Rachmiatie 2007)

2.1.3.3 Penilaian Format Siaran

Eksistensi radio komunitas dalam proses penyiarannya tidak terlepas dari seberapa besar tingkat partisipasi dan kepedulian komunitasnya. Oleh karenanya, penting untuk pengelola radio komunitas dalam mengajak dan meningkatkan partisipasi komunitasnya dalam mengembangkan kualitas radio komunitas. Adapun menurut Rachmiatie (2007), dilihat dari sudut pandang pengelola radio komunitas, kekuatan dan kelebihan media komunitas untuk mempengaruhi pendengarnya disebabkan beberapa faktor, yaitu:

1. Penyajian informasi lebih bersifat interaktif (radio) dengan keterlibatan khalayak sasaran dengan pengelola dalam aktivitas on air dan off air cukup tinggi.

2. Adanya faktor kedekatan (proximity) baik secara fisik, dimana studio radio berada dalam lingkungan tempat tinggal mereka maupun secara psikis yang menyiarkan informasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

3. Memenuhi rasa keingintahuan anggota komunitas tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan terdekatnya sehingga mereka tidak merasa ketinggalan informasi apabila berkomunikasi dengan anggota lainnya.

2.1.3.4 Karakteristik Pendengar

Radio komunitas erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat, partisipasi masyarakat mempunyai peran yang besar dalam terlaksananya fungsi dari radio komunitas itu sendiri. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan radio, tentunya tidak akan berjalan dengan efektif fungsi dan peran radio komunitas, dan terlebih tidak akan berdampak pada perubahan kualitas SDM komunitasnya. Lebih lanjut, menurut Pangestu (1995) dalam Pratiwi (2008) variabel yang dapat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan radio adalah:

1. Tingkat pendidikan 2. Usia

3. Kondisi ekonomi (tingkat pendapatan & jumlah tanggungan keluarga)

4. Pandangan warga komunitas terhadap pelayanan pengelolaan kegiatan radio komunitas


(33)

Cangara (2006) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek yang perlu diketahui tentang khalayak, yaitu aspek sosiodemografik, aspek profil psikologis, dan aspek karakteristik perilaku khalayak. Aspek sosiodemografik meliputi jenis kelamin, usia, populasi, lokasi, tingkat pendidikan, bahasa, agama, pekerjaan, ideology, dan kepemilikan media. Aspek psikologis meliputi emosi, pendapat mengenai sesuatu, keinginan, kenangan buruk. Aspek karakteristik perilaku khalayak meliputi hobi, nilai dan norma, mobilitas sosial, perilaku komunikasi.

2.1.3.5 Pola Mendengarkan Radio

Rosengen (1974) dalam Morissan (2005) mengartikan terpaan media (media exposure) sebagai penggunaan media yang terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media dan media yang dikonsumsi. Terpaan media tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Terpaan media adalah kegiatan mendengarkan, melihat, membaca pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut, yang dapat terjadi pada tingkat individu ataupun kelompok (Shore 1985). Mengaitkan dengan radio, radio mempunyai keunggulan dalam sifatnya yang audioable, maka terpaan media disini digolongkan menjadi pola mendengarkan radio. Lebih lanjut, mengaitkan pula dengan partisipasi pendengar radio, maka keikutsertaan pendengar dalam program siaran dirasa penting untuk digolongkan dalam pola mendengarkan radio.

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang berjudul Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas (Kasus Pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini merujuk pada sejumlah konsep dan teori dalam konteks komunikasi massa pada umumnya, dan khususnya pada radio komunitas yang telah dijelaskan secara rinci dalam Tinjauan Pustaka.

Dalam penelitian ini “Perilaku Remaja dalam Mendengarkan Radio Komunitas” dipandang sebagai variabel terpengaruh (dependent variables). Merujuk pada pendapat Rosengen dalam Morissan (2005) tentang arti terpaan media, perilaku remaja dalam mendengarkan radio komunitas diukur melalui empat variabel terpengaruh yaitu:


(34)

Frekuensi Mendengar, Durasi Mendengar, Pilihan Program dan Keikutsertaan dalam Kegiatan Radio Komunitas.

Meskipun khalayak pendengar radio komunitas bersifat heterogen, penelitian ini membatasi khalayak pendengar BeTe Radio di Kelurahan Tegal Gundil hanya pada kelompok remaja. Sehubungan dengan itu, karakteristik individu pendengar remaja diduga mempengaruhi perilaku remaja dalam mendengarkan radio komunitas Bete Radio. Merujuk pada Cangara (2006), sejumlah variabel pada karakteristik pendengar yang diduga berhubungan adalah: Kategori Remaja, Jenis Kelamin, Keterdedahan Media, dan Jenis Kegiatan Utama.

Pada dasarnya media komunitas mempunyai nilai tambah dalam penyelenggaraannya untuk mempengaruhi pendengarnya, namun menurut Rachmiatie (2007) keeksistensian radio komunitas dalam proses penyiarannya tidak terlepas dari seberapa besar tingkat partisipasi dan kepedulian komunitasnya. Oleh karenanya Rachmiatie (2007) memaparkan beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan eksistensi radio komunitas, diantaranya yaitu penilaian penyajian informasi dalam siaran, dan penilaian pendengar atas proksimitas penyiar radio.

Melihat fungsi dan peranan radio komunitas yang sejalan dengan fungsi komunikasi massa menurut Alexis (1981) dalam Nurudin (2007) yang diantaranya adalah memberi informasi, mendidik, mempersuasi, memuaskan kebutuhan komunitas, dan juga sebagai kontrol sosial, maka hal ini dirasa dapat mempengaruhi pengetahuan, kemampuan berpikir dan sikap anggota komunitas, dimana dalam penelitian ini disebut sebagai perilaku remaja. Perilaku remaja disini ditekankan pada tingkat afektif pendengar terhadap radio komunitas dan jaringan sosial yang mengarah pada perluasan jaringan dengan adanya radio komunitas.


(35)

Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Variabel Penelitian Keterangan:

: hubungan

2.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara karakteristik pendengar remaja dengan pola mendengarkan radio.

2. Terdapat hubungan antara penilaian format siaran dengan pola mendengarkan radio. 3. Terdapat hubungan antara pola mendengarkan radio dengan perilaku remaja pada

aspek afektif dan jaringan sosial. Karakteristik Pendengar:

1. Kategori usia remaja 2. Jenis kelamin 3. Keterdedahan media 4. Jenis kegiatan utama

Penilaian Format Siaran: 1. Penilaian penyajian

informasi dalam siaran 2. Penilaian pendengar atas

proksimitas penyiar radio

Perilaku:

1. Tingkat Afektif 2. Jaringan Sosial Pola Mendengarkan Radio:

1. Frekuensi mendengar 2. Durasi mendengar 3. Pilihan program 4. Keikutsertaan dalam


(36)

2.4 Definisi Operasional

No. Variabel Data Definisi Operasional Pengukuran 1. Kategori Usia Remaja. Penggolongan usia

remaja sesuai tahapan tugas-tugas

perkembangannya.

Kategori usia remaja responen dikategorikan menjadi:

a. Remaja awal, jika berusia antara 12-14 tahun

b. Remaja menengah, jika berusia antara 15-17 tahun

c. Remaja akhir, remaja akhir, jika berusia antara 18-21 tahun

2. Jenis Kelamin. Karakteristik genital responden.

Pernyataan responden tentang jenis kelamin dikategorikan menjadi dua, yaitu:

a. Laki-laki b. Perempuan 3 Keterdedahan Media. Jenis media massa

selain radio yang digunakan oleh responden.

Pernyataan responden tentang keterdedahan media massa selain radio yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu responden yang menggunakan media:

a. Televisi

b. Televisi dan Majalah c. Televisi dan Surat Kabar 4. Jenis Kegiatan Utama. Kegiatan atau

kesibukan utama yang sedang dijalani

responden dalam kehidupannya saat penelitian ini berlangsung.

Pernyataan responden tentang kegiatan utama saat penelitian berlangsung dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu:

a. Pelajar

b. Bekerja Kantoran

c. Membantu Pekerjaan Orang Tua


(37)

5. Penilaian Penyajian Informasi dalam Siaran.

Cara yang dibawakan penyiar radio komunitas dalam memberikan suatu informasi kepada khalayak. Penilaian penyajian informasi dalam siaran dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Interaktif b. Tidak Interaktif

Pengukuran untuk kategori interaktif, apabila responden menjawab pertanyaan pada kuisioner mencapai skor 7-9. Sedangkan untuk kategori tidak interaktif jika mencapai skor 3-6.

6. Penilaian Pendengar atas Proksimitas Penyiar Radio.

Hubungan kedekatan antara pengelola atau penyiar radio

komunitas dengan pendengar radio.

Penilaian pendengar atas proksimitas penyiar radio

dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Dekat b. Tidak Dekat

Pengukuran untuk kategori dekat, apabila responden menjawab pertanyaan pada kuisioner mencapai rataan skor 4,1-6. Sedangkan untuk kategori tidak dekat hanya jika mencapai rataan skor 2-4.

7. Pola Mendengarkan Radio. Akumulasi kegiatan yang dilakukan khalayak dalam mendengarkan radio yang mencakup: frekuensi mendengar, durasi mendengar, tingkat intensitas mendengar dalam program yang didengarkan, serta keikutsertaan pendengar dalam kegiatan radio komunitas.

Pola mendengarkan radio dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Tinggi b. Rendah

Pengukuran untuk kategori tinggi, apabila responden menjawab pertanyaan pada kuisioner mencapai jumlah skor 6,5-8,8. Sedangkan untuk kategori rendah jika mencapai jumlah skor 4,2-6,4.


(38)

8. Tingkat Afektif. Tingkat terpenuhinya kebutuhan responden yang terkait dengan perasaan, emosi, sikap hati yang menunjukkan dukungan atau penolakan terhadap radio komunitas BeTe Radio.

Tingkat afektif disini dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Tinggi b. Rendah

Responden akan diberikan 12 pertanyaan yang meliputi aspek perasaan dan sikap tehadap diri sendiri dan lingkungannya (Pertanyaan dibuat berdasarkan informasi yang pernah disiarkan). Pengukuran untuk kategori tinggi, apabila responden menjawab pertanyaan pada kuisioner mencapai rataan skor 2,6-4. Adapun untuk kategori rendah jika mencapai rataan skor 1-2,5. 9. Jaringan Sosial. Tingkat kekuatan

jaringan sosial komunitas yang terbentuk atas hasil dari proses sosial radio komunitas.

Tingkat jaringan sosial dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Tinggi b. Rendah

Pengukuran untuk kategori Tinggi, apabila responden menjawab pertanyaan pada kuisioner mencapai rataan skor 2-3. Sedangkan untuk kategori rendah jika mencapai rataan skor 1-2.


(39)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei yang dilakukan melalui teknik wawancara yang menggunakan kuesioner terstruktur. Kuesioner tertsruktur mencakup sejumlah pertanyaan yang ditujukan untuk memperoleh data primer yang meliputi semua variabel terpengaruh dan variabel pengaruh dalam penelitian ini, sebagaimana dikemukakan pada Gambar 1.

Pertanyaan dalam kuisioner terstruktur terdiri dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup digunakan untuk menghindari kesalahan persepsi antara jawaban yang diinginkan peneliti dengan jawaban yang diberikan responden, sedangkan pertanyaan terbuka digunakan untuk memberikan kebebasan terhadap responden untuk menjawab pertanyaan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah semua data yang diperoleh melalui kuesioner terstruktur yang dalam penelitian ini digolongkan menjadi data primer. Adapun untuk data kualitatif adalah data yang diperoleh dari hasil observasi, khususnya mengenai informasi terkait BeTe Radio, serta alasan atau tanggapan responden yang terkait dengan jawaban responden dalam pengisian kuisioner terstruktur, dimana data kualitatif digunakan untuk menggali informasi lebih dalam dengan tujuan untuk menginterprestasi data kuantitatif.

Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan tujuh orang responden penelitian (dua orang remaja awal, tiga orang remaja menengah, dua orang remaja akhir) dan tiga orang pengelola BeTe Radio, dimana dalam FGD ini peneliti menempatkan diri sebagai fasilitator. FGD dilakukan dengan tujuan untuk menjawab rumusan masalah poin ke-4, yaitu untuk mengetahui harapan pendengar radio komunitas terhadap radio komunitas BeTe Radio.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Radio Komunitas Berita Tegal Gundil (BeTe Radio), Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Lokasi penelitian ditetapkan


(40)

setelah melakukan studi penjajagan melalui observasi, kunjungan langsung ke lokasi, wawancara mendalam dengan pengelola Bete radio, serta penelusuran informasi melalui studi dokumentasi, membaca surat kabar, dan internet.

Selanjutnya pemilihan Radio Komunitas Berita Tegal Gundil (BeTe Radio) dilakukan secara sengaja, dengan mempertimbangkan bahwa radio yang memiliki prinsip “dari, oleh dan untuk masyarakat” serta mempunyai segmentasi pendengar remaja dalam penyelenggaraannya ini dianggap representatif untuk mempelajari perilaku remaja dalam mendengarkan radio komunitas.

Waktu penelitian disajikan dalam bentuk jadwal terstruktur yang dipaparkan mulai dari penyusunan proposal skripsi dan instrumen penelitian hingga penyelesaian revisi skripsi. Adapun jadwal terstruktur yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Jadwal Pelaksanaan Penelitian (Tahun 2011)

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan

proposal skripsi dan instrumen

penelitian Kolokium Pengambilan

data lapangan Pengolahan

data dan

analisis data Penyusunan

skripsi Sidang skripsi Revisi skripsi

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah pendengar BeTe Radio di RW 10 Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan batasan usia 12 sampai 21 tahun. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu.

Penelitian ini difokuskan pada RW 10, dengan pertimbangan bahwa RW 10 berlokasi terdekat dari studio Bete Radio dan memiliki jumlah pendengar lebih banyak dibandingkan dengan RW lainnya, serta relatif lebih tingginya partisipasi warga RW 10


(41)

dalam kegiatan Bete Radio, pengiriman SMS, dan komentar-komentar yang dikirim melalui surat ke studio BeTe Radio. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah bahwa kualitas dan daya pancar BeTe Radio di wilayah RW 10 relatif baik karena wilayahnya berada pada cakupan radius sekitar 2 kilometer dari Bete Radio; dan bahwa jumlah pendengar di RW 10 juga merepresentasikan pendengar BeTe Radio.

Penentuan jumlah responden dilakukan melalui dua tahap. Pertama, seluruh populasi sasaran di RW 10 diberikan angket sederhana yang berisikan biodata populasi dan terdiri dari dua pertanyaan yang bertujuan untuk mendapatkan remaja yang mendengarkan radio komunitas BeTe Radio, adapun pertanyaan tersebut yaitu, “Apakah anda pernah mendengarkan radio komunitas BeTe Radio dalam 2 bulan terakhir?” dan “Apakah anda bersedia menjadi responden dalam penelitian saya?”. Namun demikian, peneliti tidak mendapatkan data jumlah remaja keseluruhan baik dari kelurahan ataupun RW setempat, oleh karenanya metode ini digunakan dengan menyebarkan angket kepada remaja yang peneliti temukan di RW 10 dan menggunakan batasan waktu selama lima hari (accidental sampling), sehingga didapatkan total remaja di RW 10 ini sebanyak 60 orang.

Kedua, setelah penyebaran angket dilakukan, maka didapatkan jumlah populasi remaja yang mendengarkan radio komunitas BeTe Radio sebanyak 47 orang, dengan rincian jumlah populasi yaitu sebanyak 16 orang tergolong remaja awal, 21 orang tergolong remaja menengah, dan 10 orang tergolong remaja akhir. Selanjutnya, peneliti mengambil jumlah responden sebanyak 30 orang, pengambilan sebanyak 30 orang ini ditentukan dengan alasan peneliti ingin mendapatkan sebaran yang rata di tiap golongan usia (dapat dilihat di Gambar 2). Selanjutnya, dilakukan cluster random sampling untuk mendapatkan responden yang dijadikan subjek penelitian, yaitu pada golongan usia remaja awal dan menengah yang masing-masing berjumlah 16 orang dan 21 orang, diambil secara acak sehingga didapatkan 10 orang responden penelitian pada tiap golongan usia.


(42)

Gambar 2. Kerangka Pengambilan Responden

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam kuisioner dientri dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 untuk menggambarkan tabel frekuensi dan tabulasi silang. Adapun untuk melihat hubungan antar variabel dilakukan analisis statistik yang menggunakan uji Chi Square dan Rank Spearman dengan program Statistical Program for Social Sciences (SPSS version 17.0), pengujian ini menggunakan nilai kritis sebesar 5 persen (α: 0,05). Uji Chi Square digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel nominal dengan variabel ordinal, sedangkan Uji Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel ordinal dengan variabel ordinal. Adapun jenis data yang digolongkan menjadi variabel nominal, yaitu karakteristik pendengar radio, dan jenis data yang digolongkan menjadi variabel ordinal terdiri dari penilaian format siaran, pola mendengarkan radio, dan perilaku remaja.

Remaja RW 10 (60 orang)

Remaja yang mendengarkan BeTe Radio (16 orang remaja awal, 21 orang remaja

menengah, 10 orang remaja akhir)

Remaja yang tidak mendengarkan BeTe Radio

(13 orang)

Remaja awal (10 orang)

Remaja menengah (10 orang)

Remaja akhir (10 orang)


(43)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BETE RADIO DAN RESPONDEN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Tegal Gundil

Kelurahan Tegal Gundil merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini berbatasan dengan sejumlah kelurahan, yaitu: Kelurahan Cibuluh di sebelah Utara, Kelurahan Tegal Lega di sebelah Selatan, Kelurahan Bantar Jati di sebelah Barat, dan Kelurahan Tanah Baru di sebelah Timur. Letak kantor Kelurahan Tegal Gundil tepat berada disamping Kantor Kecamatan Bogor Utara. Jarak kantor kelurahan ke pusat pemerintahan Kota Bogor sejauh 5 kilometer, sementara ke kantor Ibu Kota Provinsi Jawa sejauh 120 kilometer.

Secara administratif, kelurahan ini terdiri dari 18 Rukun Warga (RW) dan 98 Rukun Tetangga (RT). Adapun luas seluruh wilayahnya sekitar 198 hektar, dengan alokasi penggunaan sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Wilayah Kelurahan Tegal Gundil Menurut Jenis Penggunaannya Tahun 2009 (dalam hektar dan persen)

Jenis Penggunaan Hektar Persen

Perumahan dan Pekarangan 169,50 85,61

Ladang /Tegalan 18,60 9,39

Perkantoran 2,50 1,26

Pemakaman 3,46 1,75

Lainnya 3,94 1,99

Total 198,00 100

Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Tegal Gundil 2009

Tabel 3 menggambarkan kepadatan penduduk di Kelurahan Tegal Gundil, dimana dicerminkan melalui luas lahan sebesar 85,61 persen adalah perumahan dan pekarangan. Hal ini juga memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk mencari nafkah diluar daerah Kelurahan Tegal Gundil, dimana hanya sebesar 1,26 persen luas lahan perkantoran yang terdapat di kelurahan ini.

Topografi Kelurahan Tegal Gundil tergolong dataran rendah dengan ketinggian sekitar 251,3 meter di atas permukaan laut. Adapun curah hujan di wilayah kelurahan ini sekitar 235 milimeter per bulan, sementara suhu rata-rata hariannya sekitar 26º C.


(44)

Bulan Desember 2009, jumlah penduduk di Kelurahan Tegal Gundil tercatat sebanyak 25.655 jiwa dengan jumlah laki-laki 11.937 jiwa dan jumlah perempuan 13.718 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 5676 kepala keluarga. Adapun data jumlah penduduk menurut kelompok usia pada tahun 2009 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Tegal Gundil Menurut Kelompok Usia Pada Tahun 2009 (dalam persen)

Golongan Usia (tahun) Laki-Laki Perempuan Total

0-4 2,36 2,61 4,97

05-09 4,70 5,09 9,78

10-14 2,89 6,33 9,22

15-19 3,48 5,88 9,37

20-24 8,45 9,65 18,09

25-29 5,13 5,66 10,79

30-34 5,70 4,04 9,74

35-39 3,89 4,10 8,00

40-44 3,15 3,30 6,44

45-49 2,18 2,63 4,81

50-54 1,36 1,45 2,81

55-59 1,06 1,13 2,18

> 60 2,18 1,60 3,78

Total (%) 46,53 53,47 100,00

Total (N) 11.937 13.718 25.655

Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Tegal Gundil 2009

Sesuai dengan batasan usia remaja menurut Kartono (1990) yang sekaligus dijadikan batasan usia populasi sasaran dalam penelitian ini, yaitu 12 sampai 21 tahun, maka pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa remaja di Kelurahan Tegal Gundil mencapai ±36 persen. Melihat tingginya jumlah penduduk remaja yang ada di Kelurahan Tegal Gundil, maka hal ini menunjukkan bahwa radio komunitas BeTe Radio yang mempunyai segmentasi pemuda atau remaja harus bekerja keras untuk dapat memberikan kontribusi pengembangan sumber daya yang merata pada remaja di Kelurahan Tegal Gundil.


(45)

4.2 Gambaran Umum Radio Komunitas BeTe Radio

Sejarah Pembentukan Bete Radio. Radio komunitas merupakan radio yang dimiliki, dikelola dan diurus oleh masyarakat, dimana pemberitaannya pun terkait masyarakat itu sendiri. Hal-hal terkecil hingga permasalahan besar pun ditangani oleh masyarakat dalam mengelola radio komunitas, mulai dari penentuan nama radio tersebut hingga permasalahan biaya dalam mengelola radio komunitas diatur oleh masyarakat/ komunitas itu sendiri.

BeTe Radio menyiarkan berita, peristiwa yang terjadi, acara dan kegiatan yang ada di Kelurahan Tegal Gundil. Selain itu BeTe Radio juga menyiarkan berita dari pihak Kelurahan Tegal Gundil, dan opini masyarakat tentang struktur sarana yang ada di Kelurahan Tegal Gundil dengan tujuan masyarakat Tegal Gundil minimal mengetahui dan mengerti ruang wilayah Kelurahan Tegal Gundil.

Keinginan pemuda Karang Taruna Kelurahan Tegal Gundil merupakan awal dari berdirinya radio komunitas BeTe Radio, pemuda Karang Taruna mempunyai keinginan untuk mempunyai suatu alat komunikasi yang dapat mempersatukan warga Tegal Gundil umumnya, dan pemuda Tegal Gundil khususnya, serta meningkatkan kepedulian terhadap kelurahannya sendiri. Pada tanggal 15 September 2002 berdirilah radio komunitas di Kelurahan Tegal Gundil yang dinamakan BeTe Radio, dimana lokasi studionya sendiri berada di RW 10, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tempat tersebut dipilih dengan mempertimbangkan sejumlah hal, diantaranya karena mudah dijangkau (strategis), nyaman, dan kesediaan lingkungan masyarakat RW 10 yang menerima keberadaan studio radio komunitas tersebut. Pertimbangan lainnya adalah agar masyarakat dapat berkunjung ke studio tersebut kapan saja bila membutuhkan, dan masyarakat juga dapat melihat perkembangan yang terjadi di dalam pengelolaan radio tersebut.

Kriteria pemilihan nama untuk sebuah radio komunitas pada umumnya di sesuaikan dengan kebutuhan yang berkaitan dengan komunitas itu sendiri, bisa dengan tujuan awal kelompok, ciri khas, atau bisa juga dengan melihat latar belakang tempat didirikannya radio tersebut. BeTe radio mengambil nama dari nama koran ’BeTe’ dengan maksud agar masyarakat Tegal Gundil mendapatkan informasi lebih lanjut selain melalui koran. Sehingga pembaca koran BeTe yang tidak sempat membaca korannya dapat mengetahui dari radio mereka melalui BeTe radio. Hal ini sesuai dengan latar belakang radio BeTe sebagai penyampai informasi yang ada di Tegal Gundil.


(46)

BeTe radio menggunakan peralatan sederhana, hanya dengan seperangkat komputer, sebuah alat pemancar dan antena, dan sebuah tape untuk mendengarkan suara dari penyiar. Namun, dari kesederhanaan ini lah BeTe radio menjadi radio favorit anak muda yang menetap di daerah Tegal Gundil, dimana dari alat yang seadanya bisa menjadi media suara hati rakyat Tegal Gundil. Adapun peralatan yang terdapat di studio BeTe Radio sekarang ini adalah hasil dari investasi Komunitas Peduli Kampoeng Halaman (KALAM), dimana BeTe radio juga merupakan bagian dari komunitas ini.

Selain menaungi pengelolaan radio komunitas BeTe Radio, KALAM merupakan komunitas pemuda terbesar di Kelurahan Tegal Gundil yang mengelola beberapa kegiatan, yaitu:

1. Cafe dan Perpustakaan BeTe, cafe dan perpustakaan ini ditujukan untuk umum, dan berlokasi disamping jalan utama Kelurahan Tegal Gundil, tempat ini merupakan penghasilan utama untuk pengelolaan berbagai kegiatan yang ada di KALAM. Tempat ini sering dijadikan tempat berkumpul para penggerak KALAM dan pemuda-pemuda Kelurahan Tegal Gundil. Di tempat ini juga sering diadakan ‘Nonton Bareng’ disaat ada acara-acara tertentu, seperti Piala Dunia, dan sebagainya.

2. Kedai Baca Sanggar Baroedak, kedai ini ditujukan untuk anak-anak yang kurang mampu yang ingin menambah ilmu pengetahuannya secara gratis. Berbeda dengan perpustakaan BeTe, buku-buku yang ada di kedai baca lebih berisikan mengenai pendidikan, seperti buku-buku sekolah dan ilmu pengetahuan umum lainnya.

3. Koran Komunitas BeTe, koran ini terbit satu bulan sekali, dan dijual dengan sistem harga yang sukarela dari warga. Dengan adanya koran ini, masyarakat dapat mengetahui berbagai informasi seputar Kelurahan Tegal Gundil seperti acara, kegiatan, dan informasi umum lainnya.

4. Sekolah Kalam, sekolah ini merupakan sekolah non formal yang ditujukan bagi remaja yang ingin mengembangkan soft skill-nya, berbagai keterampilan seperti kerajinan tangan, editing video, teater, outbound, dan sebagainya. Tidak jarang remaja yang mengikuti sekolah ini menjadi pengurus BeTe Radio, yang secara tidak langsung menjadi bagian dari KALAM itu sendiri.


(47)

Visi dan Misi BeTe Radio. Visi BeTe Radio adalah ‘Sebuah media informasi dan komunikasi yang mendorong tali persaudaraan dan sebagai ajang kreativitas bagi pemberdayaan warga Tegal Gundil’. Adapun misinya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. “Mendorong peran serta masyarakat dalam kebersamaan hidup bertetangga”. Misi ini dilatar belakangi oleh kondisi masyarakat antar RW yang umumnya mempunyai waktu terbatas untuk berinteraksi satu sama lain, karena mereka memiliki kesibukan dari pagi hingga malam hari. BeTe Radio mempunyai misi yang mendorong para warga Tegal Gundil untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain, satu RW dengan RW yang lain, dan memberikan informasi mengenai apa yang terjadi di kelurahannya sendiri kepada para pendengarnya.

2. “Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar”.

Masyarakat modern umumnya bersifat individualisme, sehingga tidak terlalu mempedulikan keadaan yang terjadi disekitarnya. Tidak berbeda jauh dengan masarakat Kelurahan Tegal Gundil, kejadian dan peristiwa yang terjadi di kelurahan ini pada umumnya tidak diketahui secara cepat dan merata oleh warga. Oleh karenanya, radio komunitas BeTe Radio mengangkat berita-berita seputar Kelurahan Tegal Gundil, dengan tujuan dapat meningkatkan kepedulian masayarakat Tegal Gundil terhadap lingkungannya sendiri.

Berdasarkan misi tersebut, nilai-nilai yang dimiliki dan telah ditetapkan oleh BeTe Radio dalam mengelola radio komunitas antara lain adalah terbuka (transparan), kompak/tim yang solid, bermanfaat, adil, saling bertanggung jawab, kebersamaan, gotong royong, saling membantu, berkomitmen, mensejahterakan anggota, dapat dipercaya, mempunyai tujuan, tim yang solid, saling koordinasi sesama tim, independent, silaturahmi, kesamaan hak, profesional, musyawarah/mufakat, dan konsisten.

Struktur Organisasi BeTe Radio. Struktur organisasi BeTe Radio terdiri dari empat manajer yang memegang peran penting dalam pengelolaan radio komunitas ini. Manajer keuangan bertugas mengatur keuangan, membuat pembukuan, mengeluarkan dan menerima keuangan, dan membuat laporan keuangan setiap minggunya. Manajer pemasaran bertugas mencari dana dari bentuk dan pihak manapun, melaporkan dan memberikan hasil dana kepada manajer, serta mencari jaringan. Tugas manajer program adalah mengatur jadwal siaran, mempersiapkan materi siaran radio, dan menjaga ritme


(48)

siaran. Tugas manajer jurnalistik adalah mencari data/informasi yang ada di warga, membuat laporan data yang didapatkan untuk disiarkan, dan mencari dan mengajak penyiar baru. Adapun tugas manajer teknis adalah menyediakan/mencari alat-alat untuk menambah kualitas radio, menjaga dan memperbaiki alat yang rusak, serta membuat iklan dan layanan informasi. Adapun struktur organisasi Bete Radio secara diagram dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi BeTe Radio

Perkembangan BeTe Radio. Terdapat beberapa program acara yang rutin disiarkan, diantaranya yaitu: Good Morning TEGAL GUNDIL, Tips Kesehatan dan Kecantikan, Tips Masakan, Request Bebas, Zadul (lagu-lagu zaman dulu), Berita Sekitar TEGAL GUNDIL, Berita Kelurahan (terkait pengumuman yang ada di kelurahan), Rock on Monday, Belajar Siaran Bersama, Curhat, dan Zodiak Kamu.

Pada awal tahun 2003, radio komunitas BeTe Radio memiliki banyak pendengar dari berbagai kalangan usia. Namun, sejak tahun 2009, adanya sejumlah pengurus yang


(1)

b. Pola Mendengarkan * Jaringan Sosial Correlations

Pola Mendengarkan

Jaringan Sosial Spearman's

Rho

Pola

Mendengarkan

Correlation Coefficient

1.000 .364*

Sig. (2-Tailed) . .048

N 30 30

Jaringan Sosial Correlation Coefficient

.364* 1.000

Sig. (2-Tailed) .048 .

N 30 30


(2)

3. Hasil Analisis Karakteristik Pendengar dengan Pola Mendengarkan Radio (Menggunakan SPSS 17.0).

a. Jenis Kelamin * Pola Mendengarkan

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.429a 1 .232

Continuity Correctionb

.635 1 .426

Likelihood Ratio 1.449 1 .229

Fisher's Exact Test .427 .213

Linear-by-Linear Association

1.381 1 .240

N of Valid Cases 30

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.

b. Computed only for a 2x2 table

b. Keterdedahan Media * Pola Mendengarkan Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.115a 2 .004

Likelihood Ratio 13.050 2 .001

Linear-by-Linear Association 9.644 1 .002

N of Valid Cases 30

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.


(3)

c. Jenis Kegiatan Utama * Pola Mendengarkan Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 13.696a 3 .003

Likelihood Ratio 13.723 3 .003

Linear-by-Linear Association 8.625 1 .003

N of Valid Cases 30

a. 7 cells (87,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,60.

d. Kategori Usia Remaja * Pola Mendengarkan Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 12.381a 2 .002

Likelihood Ratio 14.427 2 .001

Linear-by-Linear Association 11.278 1 .001

N of Valid Cases 30

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.


(4)

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

1. Logo BeTe Radio


(5)

3. Kegiatan siaran BeTe Radio


(6)

5. Struktur dan program KALAM


Dokumen yang terkait

Strategi Dakwah Islam Radio Komunitas Santri (studi kasus pondok pesantren Ummul Quro Al-Islami) Bogor Jawa Barat

3 27 134

Persepsi Petani Terhadap Siaran Pertanian DiRadio Fiska Fm Bogor : (Kasus Petani di Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

0 3 73

Evaluasi Keberhasilan Kelompok Belajar Paket A (Studi Kasus di Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Jawa Barat)

0 21 129

Analisis Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Dalam Membeli Susu Formula (Studi Kasus di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor)

0 9 5

Sikap, Preferensi, dan Loyalitas Konsumen Terhadap Susu Formula (Studi Kasus di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 7 4

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (Kasus masyarakat Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan bogor Barat, Kota Bogor dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 12 117

Motivasi dan Perilaku Menonton serta Penilaian Khalayak Terhadap Program Acara Televisi Lokal (Kasus Pemirsa Megaswara TV di RW 01 Kelurahan Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan RW 17 Kelurahan Tegal Gundil Kecamatan Bogor Utara, Kota Bo

0 3 204

Motivasi dan Kepuasan Remaja Terhadap Televisi Lokal (Kasus Pemirsa Megaswara TV di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 149

Partisipasi, Keterdedahan, dan Kepuasan Pendengar Radio Komunitas R-One Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor

0 16 80

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu-Ibu Terhadap Pencegahan Kanker Serviks Di Kelurahan Tegal Gundil Kota Bogor.

0 0 27