118
para katekis menganggap doa adalah penting bagi peningkatan penghayatan pelayanan.
Katekis adalah sosok yang diakui memiliki relasi intim yang mendalam dengan Allah. Dalam hal ini katekis menjadi inspirasi bagi umat untuk
membangun dan memelihara hidup doa mereka. Maka katekis perlulah memiliki kebiasaan untuk berdoa, namun doa yang sungguh dihayati baik secara internal
maupun eksternal. Dihayati secara internal artinya membangun kerinduan untuk selalu bertemu dan berbicara dengan Allah dan terbuka pada bimbingan Roh
Kudus. Namun harus disadari bahwa kunci untuk berdoa adalah kerendahan hati. Rendah hati menurut St. Yohanes Paulus II adalah menyadari bahwa dalam doa
Allah adalah subjek yang memanggil untuk berdoa dan Dia sendirilah yang berdoa untuk kita Paus Yohanes Paulus II, 1995:32. Dalam hal ini, katekis tidak
menuntut Allah agar mengabulkan doanya tetapi sikap pasrah yang penuh pengharapan harus dibangun.
Persoalan yang sering dihadapi oleh katekis adalah tidak ada perubahan meskipun berdoa terus-menerus, terkadang juga malah tantangan pelayanan yang
dihadapi semakin sulit. Katekis juga sering mengalami perasaan tidak dihargai oleh umat, merasa pelayanan tidak memberi manfaat kepada umat yang
dipengaruhi arus besar zaman bab III, B:2, bahkan terkadang dimusuhi atau dibenci oleh umat. Dalam situasi tersebut muncul pertanyaan bagaimana doa
menjadi relevan dan bermanfaat?. Katekis pertama-tama harus menyadari situasi dirinya, memohon bantuan Roh Kudus. Satu kesalahan yang sering dilakukan
ketika berdoa adalah berdoa dengan prakarsa diri sendiri tanpa melibatkan peran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Roh Kudus. Dalam berdoa, katekis harus terbuka untuk dibimbing oleh Roh Kudus karena, Roh Kuduslah yang memampukan kita untuk berdoa dan Roh
Kudus sendiri yang berdoa untuk kita. Berdoa harus dengan penuh iman dan harapan. Meskipun dalam situasi
tanpa harapan, justru saat inilah belaskasih Allah terbuka luas. Karena itu dalam doa perlu ada kepercayaan penuh akan kebaikan Allah. Berdasarkan kebaikan-
Nya, semua doa ada jawabannya. Inilah keyakinan St. Yohanes Paulus II. Beliau tidak mengharapkan doanya dikabulkan tetapi beliau percaya kepada kebaikan-
Nya. Dalam bimbingan Roh Kudus dan dengan kerendahan hati membiarkan Allah hadir sepenuhnya, beliau berdoa terus-menerus. Tantangan yang
dihadapinya tidak kunjung selesai serta penderitaan yang dialaminya juga tidak berakhir, namun beliau begitu berani dan tangguh menghadapi semuanya.
Sisi eksternal dari doa adalah hidup seorang katekis. Hidup yang selalu terarah kepada Yesus Kristus karena pada dasarnya katekis melayani Yesus
Kristus. Yesus Kristus yang hadir dalam diri orang lain dan dalam segala pengalaman hidup. Hidup yang selalu terarah kepada Yesus Kristus adalah hidup
yang penuh dengan syukur, menjadikan hidup doa sebagai prioritas, memanfaatkan waktu luang untuk berdoa, rajin berdoa serta mengikuti kegiatan
atau pertemuan ibadat, dan senantiasa jatuh cinta kepada Allah di manapun dan kapan pun.
Doa sangat penting demi peningkatan penghayatan pelayanan seorang katekis. Karena doa adalah pengalihan pikiran dan hati kepada Tuhan. Ketika
katekis menghadapi banyak tantangan seperti yang sudah disebut di atas, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
berdoalah karena melalui doa suatu dimensi baru yakni perintah baru atau panggilan dan kekuatan serta kebijaksanaan akan disalurkan dalam diri dan
kekuatan untuk menghadapi tantangan serta kebijaksanaan untuk melayani. Doa umpama vitamin yang dapat menjaga, memelihara dan menguatkan serta
menyuburkan iman, harapan, dan kasih. Maka, dengan dan melalui doa, seorang katekis dapat semakin lebih baik melaksanakan pelayanan.
3. Kesetiaan pada Tugas Pengutusan
Selama masa pelayanan baik sebelum terpilih menjadi paus dan selama menjabat kursi takhta suci, begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh St.
Yohanes Paulus II. Meskipun menghadapi banyak tantangan bahkan ancaman pembunuhan, beliau tetap setia pada tugas perutusannya sebagai pelayan sampai
wafat. Meskipun dalam situasi tanpa harapan beliau tetap berkomitmen menuntaskan pelayanannya. Walaupun beliau sendiri mengalami penderitaan
akibat sakit kronis namun St. Yohanes Paulus II tidak pernah putus asa sebaliknya selalu bersemangat untuk melayani.
St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang tenang dan reflektif. Dunia yang dihadapinya ada dalam situasi tidak memungkinkan untuk keberhasilan pelayanan
dan perjuangannya. Tidak jarang juga pertentangan dan kritikan yang diterimanya. Semua itu dihadapinya dengan tenang dan bijaksana, supaya
semakin meneguhkan hatinya untuk melakukan lebih banyak hal dalam pelayanan.
121
Pelayanan katekis zaman sekarang juga menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah untuk disikapi. Satu hal yang harus disadari dan diakui adalah,
katekis tidak pernah lepas dari pelbagai macam tantangan pelayanan, terutama tantangan arus besar zaman. Betapa sulit dan beratnya tantangan pelayanan harus
disikapi secara kritis dan bijaksana oleh katekis. Putus asa dan berhenti menjadi katekis adalah pilihan yang tidak bijak.
Belajar dari St. Yohanes Paulus II, katekis perlu tenang dan terbuka. Kembali kepada keyakinan bahwa Allah sendiri yang memilih dan memanggil
para katekis agar menjadi pelayan-Nya. Goyahnya katekis ketika menghadapi tantangan pelayanan merupakan tanda bahwa fondasi imannya kurang kokoh.
Oleh karena itu, katekis membutuhkan waktu hening bersama Tuhan dan hidup doa agar imannya disirami dan diteguhkan kembali. Dari itu, katekis perlu
memiliki kebiasaan untuk berefleksi dan berdoa. Dengan refleksi, tantangan dapat ditanggapi dan dimaknai dalam terang ilham Roh Kudus. Dengan demikian
katekis akan semakin diteguhkan dalam pelayanan. Dengan berdoa, iman dirawat, dipelihara dan dikembangkan sehingga tetap bersemangat melayani meskipun
menghadapi banyak hambatan dan kesulitan. Karena melalui doa rahmat kekuatan akan disalurkan. Namun doa yang penuh iman, harapan dan kasih.
Perlu disadari bahwa menjadi katekis adalah panggilan dari Allah, yakni panggilan untuk mewartakan kasih-Nya di tengah situasi dunia yang dipengaruhi
oleh arus perubahan zaman. Dipanggil untuk menjadi pelayan berarti menjadi patner-Nya dalam menciptakan dan membangun dunia dalam tatanan Kerajaan
Allah. Panggilan ini dihayati bersama Yesus Kristus yang telah taat dan setia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
melaksanakan perutusan sampai wafat di salib. Supaya semakin dapat menghayati panggilan tersebut, katekis perlu hidup bersatu dengan Allah yang dibangun
melalui hidup doa dan relasi dengan sesama serta akrab dengan Kitab Suci. Dengan demikian, katekis dapat semakin teguh dan tangguh dalam menghadapi
tantangan pelayanan.
4. Hati Penuh Pengharapan
St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang senantiasa bersemangat dalam melaksanakan pelayanannya. Beliau tidak takut berhadapan dengan realitas dunia
yang tanpa harapan, tidak takut menghadapi penderitaan dan kematian. Meskipun situasi dunia pada saat itu tidak mungkin bagi tumbuhnya kasih di tengah
kehidupan manusia dan meskipun beliau sendiri menghadapi kesulitan dan hambatan namun beliau tetap melaksanakan tugas perutusannya dengan penuh
pengharapan. Beliau sangat teguh dalam iman karena beliau yakin “tanpa iman kepada Allah tidak ada pengharapan” Chiffolo. 2001:19.
Beliau percaya karya penebusan umpama “Terang yang bersinar di tengah kegelapan dan kegelapan tidak menguasai
nya” Yoh 1:5. Inilah keyakinan dan pengharapan St, Yohanes Paulus II bahwa Putra selalu hadir dalam sejarah
kehidupan manusia, melaksanakan penyelamatan sekarang dan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Karena itu apapun bentuk tantangan pelayanan yang
dialami diterimanya dan dihadapinya dengan penuh pengharapan. St. Yohanes Paulus II sangat percaya “Putra selalu hadir dalam sejarah umat manusia sebagai
123
penebus, penebusan meresap dalam seluruh sejarah manusia…,dan menyiapkan masa depannya yang eskatolog
is” Yohanes Paulus II, 1995:275. St. Yohanes Paulus II berharap agar peradaban kasih tumbuh dalam
kehidupan manusia, agar semua orang melaksanakan tindakan solidaritas terhadap orang lain, agar tumbuh budaya dialog antar agama, dan agar kelompok orang
kecil diberi perhatian khusus. Harapan beliau tidak hanya dalam kata-kata atau gagasan namun beliau sendiri berjuang untuk mencapai harapan tersebut. Maka
beliau tidak takut berhadapan dengan situasi dunia demi keadilan dan perdamaian dunia. Sementara itu beliau sangat kuat dalam pengharapan akan belas kasih
Allah. Allah sendirilah yang berkarya dalam kehidupan manusia karena belas kasih Allah tidak pernah surut. Dari keyakinan inilah beliau berani, setia, dan
sangat berkomitmen pada pelayanannya. Hati yang penuh pengharapan menumbuhkan semangat untuk melayani,
maka katekis sebagai pelayan perlu memiliki pengharapan yang kuat akan belas kasih Allah. Tanpa pengharapan pelayanan seumpama menuju kekosongan. Tanpa
pengharapan katekis mudah terpengaruh oleh budaya instan dan karena itu akan mengalami pendangkalan hidup. Pengharapan yang tumbuh dari iman merupakan
fondasi hidup sebagai orang beriman. Jika fondasi tersebut runtuh makan katekis akan cenderung pada ateisme dan relativisme dan karena itu akan mengalami
krisis moral dan krisis iman dalam diri. Pengharapan menjadi titik tolak arah dan fokus pelayanan. Berhadapan dengan tantangan-tantangan pelayanan, katekis
perlu memiliki hati yang penuh pengharapan akan belas kasih Allah, karena tanpa pengharapan katekis mudah goyah dan terpengaruh olah arus perubahan zaman.
124
Dalam situasi apapun tetaplah berpegang teguh pada kebaikan Allah. Seperti St. Yohanes Paulus II, dalam situasi apapun tetap berharap kepada
kebaikan Allah. Berharap kepada kebaikan Allah berarti mengandalkan dan berserah kepada Allah. Hal ini bukan berarti katekis tidak melakukan apa-apa
tetapi melaksanakan apapun bentuk pelayanan, di manapun dan kapan pun dengan harapan Allah sendiri yang menyempurnakannya dan Allah sendiri yang berkarya
lewat katekis. Dengan demikian katekis semakin dapat menghayati panggilannya sebagai pelayan.
5. Pemberani di waktu Penuh Ketakutan dan Penderitaan
Situasi dunia pada waktu St. Yohanes Paulus menjadi Paus adalah sangat menakutkan karena manusia masih dihantui oleh keadaan akibat perang dunia
kedua. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, manusia seakan-akan hidup dalam ketegangan yang sangat tinggi. Ketegangan inilah yang justru membuat
hidup manusia tidak nyaman dan sangat sensitif dengan namanya perang. Semua orang sangat berhati-hati dan saling mempersiapkan diri seolah-olah perang akan
terjadi lagi. Di seluruh dunia muncul perlombaan membuat senjata nuklir yang justru menimbulkan keresahan dan kecemasan. Sementara itu kemiskinan
semakin merebak dan memprihatinkan. Seiring dengan itu nilai kemanusiaan pun menurun drastis akibat munculnya ideologi-ideologi yang berhaluan keras dan
intoleran terhadap hak asasi manusia. St. Yohanes Paulus II sendiri mengalami penderitaan akibat kerasnya
campur tangan tentara Nazi Jerman di Polandia, menghadapi krisis kemanusiaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
selama kepausannya, dan mengalami derita sakit kronis. Satu kunci keberhasilan pelayanan beliau adalah keberanian yang sangat tinggi, bahkan beliau tidak takut
mati demi melayani umat manusia. Dengan keberanian yang didorong oleh cinta kasih, beliau telah berkeliling ke seluruh dunia dan dengan suara lantang
menyerukan kepada dunia agar menghentikan perang dan beralih kepada solidaritas. Untuk zaman sekarang, mampukah para pelayan terutama katekis
bertindak seperti demikian? Berhadapan dengan kompleksnya tantangan apakah katekis masih mau berkorban demi pelayanan?
Dewasa ini, di tengah maraknya arus perkembangan zaman, keberanian adalah modal penting untuk melayani. Betapapun seorang memiliki keterampilan
berkomunikasi, berwawasan luas, dan berpendidikan tinggi, namun tanpa keberanian untuk menegakkan kebenaran, akan sulit menghayati pelayanan.
Katekis adalah sosok yang senantiasa ditantang untuk bertindak demi kebenaran, maka dalam situasi Kerajaan Allah tidak mungkin diperjuangkan, katekis harus
berani bertindak melawan situasi demi kebenaran. Hal ini memang tidak mudah jika tidak memiliki fondasi yang benar dan kokoh.
Berhadapan dengan tantangan arus perubahan zaman, katekis harus berani memiliki dan melaksanakan budaya kontras yakni budaya kasih. Budaya kasih
yang diterapkan dalam sengal segi kehidupan. Menjadikan kasih sebagai dasar, ukuran dan hukum nilai atas sengal tindakan. Dengan budaya kasih, orientasi
pelayanan tidak hanya apa yang diperoleh dan siapa yang dilayani tetapi terbuka serta merangkul semua tanpa ada yang terkecuali dan tersingkirkan.
126
Seperti St. Yohanes Paulus II, katekis perlu memegang dengan penuh keyakinan kata “jangan takut”, karena betapapun besar tantangan yang dihadapi,
kasih Allah selalu jauh lebih besar. Hal yang perlu diusahakan oleh katekis adalah berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Kejahatan yang dimaksudkan
adalah situasi tidak ada kasih. Dalam situasi apapun katekis adalah pelayan yang melayani Kerajaan Allah. Terwujudnya Kerajaan Allah-lah menjadi tujuan
pelayanan katekis. Akhirnya, katekis perlu memiliki sikap berani untuk bersyukur dan memohon kepada Allah. Dalam situasi apapun, baik suka maupun duka,
katekis perlu memiliki sikap berani untuk berserah total, mengembalikan dan menyerahkan semuanya kepada Allah.
6. Sang Kelana dan Misionaris Agung
Belajar dari St. Yohanes Paulus II, katekis sebaiknya memiliki inisiatif untuk melayani umat. Bukan hanya mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan atau
pada hari-hari tertentu saja, tetapi perlu disadari bahwa perutusan sebagai pelayan bukan perutusan part time tetapi full time di manapun dan kapanpun melayani
semasa dengan pelbagai cara. Sang kelana bermaksud aktif melayani, keluar dari zona nyaman, dalam bimbingan Roh Kudus pergi melaksanakan tugas perutusan
di tengah kehidupan konkrit umat. Situasi kehidupan umat sangat dipengaruhi oleh budaya instan,
materialisme, hedonisme, dan konsumerisme. Dapat dikatakan bahwa semua segi kehidupan dipengaruhi oleh paradigma budaya materialisme dan instan.
Termasuk juga segala sesuatu yang dilakukan membutuhkan modal, demikian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
juga dengan pelayanan membutuhkan modal. Bahayanya adalah katekis juga sering cenderung jatuh pada pengaruh budaya tersebut sehingga pelayanan
dilaksanakan hanya ingin mendapatkan popularitas, imbalan, dan kesenangan diri. Dua hal di atas menjadi hambatan bagi para katekis dalam menghayati
panggilannya sebagai pelayan. Katekis bukan melayani diri sendiri dan bukan untuk dilayani melainkan melayani Tuhan Yesus Kristus. Seperti St. Yohanes
Paulus II, katekis perlu memiliki jiwa sang pemeluk dan pencari kebenaran sejati yang kian tenggelam dalam arus perkembangan zaman. Memiliki kepribadian
yang teguh, tangguh, dan tanggap terhadap tanda-tanda zaman, dan dari sini Kerajaan Allah diwartakan sesuai situasi dan kebutuhan umat. St. Yohanes Paulus
II berkelana menemui banyak orang, dan melalui perjumpaan dengan banyak orang beliau menjadi tahu situasi dan keadaan mereka. Demikian juga dengan
para katekis, harus menemui umat yang akan dilayani agar pelayanan menjadi kontekstual.
Dewasa ini, karakter umat sangat bervariasi. Akibat pengaruh arus perkembangan zaman, umat memiliki kecenderungan untuk tidak peduli pada
kehidupan rohaninya. Jika hal ini terus dibiarkan umat akan jatuh dalam krisis moral dan iman yang fatal. Maka katekis sebagai pelayan yang membawa
kebenaran Injil harus berani berkorban mengosongkan diri untuk melayani umat. St. Yohanes Paulus II sudah memberi teladan. Beliau adalah sosok yang sangat
mengetahui keadaan umat maka beliau sendiri mendatangi mereka untuk memberi penghiburan, peneguhan dan motivasi serta menyentuh mereka dengan kasih.
128
Katekis dalam melayani sebaiknya tidak berpikir atau berharap akan mendapatkan sesuatu dari umat. Seperti St. Yohanes Paulus II, katekis haruslah
menanamkan dalam diri suatu konsep pelayanan yakni melayani untuk kasih, oleh kasih dan demi kasih. Dengan semangat Injil “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya maka segala sesuatu yang lain akan ditambahkan bagimu” Mat 6:33. Katekis melayani umat dengan berusaha memenuhi kebutuhan mereka
tanpa pamrih, karena segala sesuatu yang dilakukan terhadap orang lain berarti itulah yang dilakukan terhadap Tuhan. Apa yang diberikan kepada orang lain akan
diberikan kembali dengan lipat ganda oleh Allah.
7. Pribadi yang Rendah Hati
Jabatan sebagi Paus adalah jabatan tertinggi dalam hirarki Gereja. Sebagai jabatan yang berstatus takhta suci maka layak diberi dan menerima penghormatan
dari bawahannya. St. Yohanes Paulus II selama masa jabatannya senantiasa sadar kalau dia seorang pelayan. Maka dari itu beliau tidak pernah memperlakukan
orang lain sebagai bawahannya. Ia bahkan menganggap orang miskin, orang sakit, orang berdosa maupun orang biasa, sebagai saudaranya. St. Yohanes Paulus II
tidak pernah bermegah atas pencapaian atau keberhasilannya. Semua perjuangan dan keberhasilan ia kembalikan kepada Allah karena beliau sadar bahwa Allah
sendirilah yang bekerja dan berkarya untuknya. Melalui kerendahan hati St. Yohanes Paulus II pun sangat dihormati juga
dikasihi oleh banyak orang bdk. Ams 18:12. St. Yohanes Paulus II adalah orang yang sangat sederhana tetapi, karena kerendahan hati beliau telah memperoleh
129
ganjaran dari Tuhan yaitu kekayaan, kehormatan dan kehidupan Ams 22:4. St. Yohanes Paulus II memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, oleh karenanya, ia
selalu dapat mengambil putusan kebijakan yang tepat. Belajar dari St. Yohanes Paulus II katekis sebagai pelayan perlulah
memiliki kerendahan hati dan kesadaran diri karena dua hal tersebut merupakan kunci keberhasilan pelayanan di tengah maraknya tantangan arus besar zaman.
Tanpa kerendahan hati, hati nurani buta dan menjadi tumpul dan oleh karena itu akan mengalami kekeliruan dalam pengambilan kebijakan dan putusan. Hal ini
sangat berbahaya jika jatuh pada pengaruh arus perubahan zaman karena dapat menjadi sesat, ateis, dan fanatik. Tanpa kesadaran diri seorang katekis bisa
cenderung pada egosentris yang hedonitif. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan hanya sebatas formalisme dan hanya memenuhi kebutuhan diri sendiri seperti
popularitas dan upah. Kerendahan hati adalah sikap yang terbuka pada bimbingan Roh Kudus
dan karya Allah dalam segala segi kehidupan. Kesadaran diri bahwa menjadi katekis adalah panggilan untuk melayani Yesus Kristus Sang Katekis utama.
Bukan untuk dilayani dan bukan melayani diri sendiri melainkan melayani umat. Kerendahan hati dan kesadaran diri akan mendorong katekis menyerahkan diri
serta membiarkan Allah berkarya dalam dan lewat mereka. Menjadi katekis berarti menjadi pewarta seperti Yesus Kristus. Dengan kalimat lain, menjadi
katekis berarti menjadi seperti Yesus Kristus. Yesus yang dalam kerendahan hati, taat dan setia pada perutusan sampai wafat. St. Yohanes Paulus II sudah memberi
130
teladan dalam hal menjadi seperti Yesus Kristus. Beliau telah taat dan setia pada tugas perutusannya sampai wafat.
8. Pribadi yang Utuh
Menjadi pelayan bukan berarti ada tuntutan untuk mengubah diri atau menjadi seperti orang lain. Pelayan yang sejati adalah menjadi diri sendiri sebagai
pribadi yang utuh. Menjadi pribadi yang utuh mengandaikan adanya kesadaran diri yang otentik. Kesadaran siapakah diri saya di hadapan Allah. Inilah inti dari
menjadi pribadi yang utuh dalam pelayanan. Katekis menyadari dirinya sebagai pribadi yang dipanggil oleh Allah untuk mewartakan belaskasih-Nya. Inilah
kebenaran yang harusnya dihayati oleh katekis yaitu, bahwa Allah mau berkarya dalam dan melalui dirinya.
Belajar dari St. Yohanes Paulus II, beliau sungguh menyelami kedalaman jiwanya. Beliau menyatu dengan hati nuraninya. St. Yohanes Paulus II memiliki
prinsip dan pegangan hidup yang sangat kuat. Beliau hidup semata-mata untuk melayani Allah melalui pelayanan kasih, dan beliau mengasihi sampai tuntas.
Beliau memiliki sikap kepasrahan total kepada Allah. St. Yohanes Paulus II menggunakan seluruh kemanusiawiannya serta seluruh kelebihan dan
kelemahannya untuk memuji dan memuliakan Allah melalui doa dan tindakan pelayanannya. Beliau pun memperjuangkan dengan sepenuh hati apa yang
diyakininya benar. Katekis sebagai pelayan dituntut untuk menjadi pribadi yang utuh. Utuh
pertama-tama bermaksud adanya integrasi atau perpaduan antara tubuh dan roh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Roh yang bersatu dengan Roh Allah sendiri dalam hati nurani, tubuh hidup dalam Roh berarti hidup dalam bimbingan Roh Kudus untuk melaksanakan kehendak
Allah. Yang kedua adalah berkaitan dengan orientasi hidup yakni bagaimana Allah membimbing dan mencintai dalam segala apa adanya seorang katekis.
Artinya, katekis yang utuh adalah dia tubuh dan jiwanya hidup bersatu dengan Roh Kudus serta menyelami diri tubuh dan kedalaman jiwanya roh. Ini berarti
katekis yang utuh dalam pelayanan adalah katekis yang dalam terang dan bimbingan Roh Kudus melaksanakan kehendak Allah, melayani pribadi-pribadi
lain yang sesungguhnya sama dengan dirinya. Dalam pengertian lain, utuh atau holistik berarti keseluruhan dalam
keutuhan diri yakni perpaduan antara aspek kognitif, afeksi, dan psikis. Apa yang dipercayai kognitif, diyakini dengan sungguh afeksi, dan diperjuangkan dalam
hidup psikis. St. Yohanes Paulus II melakukan hal ini, beliau memperjuangkan apa yang diyakininya. Katekis sejati adalah katekis yang melaksanakan dalam diri
sendiri apa yang diyakini dan apa yang diwartakannya. Berhadapan dengan tentangan arus besar perkembangan zaman, terutama
sekularisasi dan sekularisme serta pluralitas dan globalisasi, katekis dituntut agar dapat menjadi pribadi yang utuh. Katekis harus sadar bahwa otonomi dirinya tidak
mampu melaksanakan pelayanan tanpa campur tangan dari Allah. Dalam hal ini katekis perlu memiliki semangat pengabdian yang berserah diri kepada prakarsa
Allah karena Dia yang telah memanggil Dia jugalah yang berkarya dalam diri katekis. Sementara itu keotentikan diri katekis sangat perlu ketik berhadapan
dengan pluralitas dan globalisasi. Menjadi katekis tidak perlu menjadi seperti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
orang lain namun sebaliknya harus menjadi diri sendiri yang sejati. Katekis yang otentik adalah katekis yang terbuka kepada keragaman namun tidak mudah
terpengaruh oleh budaya luar. Dari penjelasan tersebut, pribadi katekis yang utuh adalah, seluruh aspek
dirinya diarahkan untuk dan demi pelayanan atau melayan dengan sepenuh hati, dan keterarahan hidup secara keseluruhan kepada Yesus Kristus. Ini berarti
katekis menyerahkan dan mempercayakan seluruh diri dan hidupnya kepada Allah. Dia yang memanggilnya, Dia sendiri yang membimbing, menyertai dan
menyempurnakan pelayanan katekis. Keyakinan ini membawa kepada sikap kepasrahan total kepada Allah. Katekis dalam segala kemanusiawianya, segala
kelebihan dan kekurangan serta segala miliknya digunakan untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Kesaksian katekis bukan hanya lewat kata-kata tetapi wujud
nyata dalam tindakan kasih kepada siapa pun tanpa ada yang terkecuali.
9. Pribadi Penuh Kasih
St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang penuh kasih. Beliau adalah pembela nilai luhur martabat pribadi manusia. Pokok perjuangan dan dialog
beliau adalah keadilan dan kebenaran atas keluhuran martabat pribadi manusia. Dalam berhubungan dengan orang lain, beliau menekankan relasi unitaris yaitu
relasi yang saling meneguhkan dan melengkapi. St. Yohanes Paulus II menganggap orang lain sebagai saudara yang patut dicintai dan dikasihi. Karena
itu St. Yohanes Paulus II selama pelayanannya berusaha membangun relasi yang aktif dengan siapa pun, terutama beliau membangun relasi intim dengan Allah. St.
133
Yohanes Paulus II sangat meyakini bahwa tindakan kasih adalah partisipasi pada hidup dan karya Allah dan merupakan kebenaran dan kebijakan Kristiani yang
bersumber pada tindakan kasih Allah sendiri. Inilah tanda nyata sebagai anak- anak Alllah yakni melakukan tindakan kasih yang dapat membangun dan
memulihkan kehidupan. Hidup oleh kasih berarti hidup untuk Allah, karena Allah adalah kasih.
Itulah yang dilakukan oleh St. Yohanes Paulus II selama hidupnya yakni hidup oleh, demi dan untuk kasih. Beliau menghayati pelayanannya sebagai panggilan
untuk melayani umat manusia, untuk membangkitkan pengharapan dan menyalurkan kasih di tengah maraknya ketakutan dan kejahatan dunia. Katekis di
zaman sekarang juga sesungguhnya dipanggil untuk mewartakan serta menghadirkan kasih Allah di tengah maraknya dampak negatif arus
perkembangan zaman. Katekis sebagai anak-anak Allah merupakan garam dan terang dunia. Jika
katekis tenggelam dalam pengaruh tantangan arus besar zaman, kasih Allah tidak pernah akan tersampaikan kepada umat. Katekis harus berani menantang arus
perkembangan zaman dengan mengenakan dan melaksanakan tanda sebagai anak- anak Allah yakni tindakan kasih. Pelayanan yang tanpa kasih umpama makan
tanpa garam. Terasa berat dan sulit, mudah terpengaruh, mudah marah, dengan pamrih dan pilih kasih.
Pelayanan di tengah maraknya tantangan arus perkembangan zaman memang tidak mudah. Karena itu katekis haruslah mengenakan kasih yang total
dan otentik. Alasannya ada pada keyakinan akan kasih Allah itu sendiri. Jika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
pelayanan dilaksanakan dengan kasih, maka kasih Allah akan menyempurnakan pelayanan katekis. Bagaimana semua hal ini terjadi adalah cara kerja Allah yang
misteri, yang perlu diyakini oleh katekis. Mengapa? karena, Allah yang memanggil dan Dia sendirilah yang bekerja dan berkarya dalam diri katekis. Perlu
disadari oleh katekis bahwa Allah yang bekerja dalam dan melaluinya adalah kasih, maka dalam pelayanan katekis harus memiliki kasih. Kasih kepada Allah
dan kasih kepada yang dilayani. Seperti St. Yohanes Paulus II, katekis bukan makhluk yang sempurna,
tetapi sebagai pelayan, harus menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih, sehingga dalam segala hal makin lama makin menjadi sempurna seperti
Kristus bdk. Ef 4:15. Sebagai garam dan terang dunia, tugas katekis sebagai pelayan adalah melakukan hal-hal benar dengan penuh kasih pada Allah dan
sesama. Seluruh pelayanan St. Yohanes Paulus diwarnai oleh sapaan kasih. Bagi
St. Yohanes Paulus II orang kecil adalah kawanan domba yang perlu dituntun, dibimbing, dan diberdayakan agar dapat memperoleh kehidupan yang layak serta
agar mereka mendapatkan hak asasinya. Dengan penuh cinta St. Yohanes Paulus II mendatangi kelompok masyarakat tersebut, menghibur mereka, membangkitkan
harapan dan memberi inspirasi serta dorongan agar mereka dengan hati yang tabah berusaha memperbaiki hidup.
Apakah mungkin hal yang sama dapat dilaksanakan oleh katekis di zaman sekarang?. Sangat mungkin karena sesungguhnya itulah bentuk pelayanan yang
sejati yakni memberi semangat hidup kepada orang lain terutama orang-orang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
kecil. Hal ini tidak dapat dilaksanakan dan diwujudkan tanpa kelemah-lembutan. Katekis sebagai pelayan adalah pelayan keluhuran martabat manusia. Di dalam
diri manusia terselubung sosok pribadi citranya yakni Allah. Maka melayani manusia berarti juga melayani Allah. Lebih eksplisit lagi, seperti yang dikatakan
Yesus sendiri, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan terhadap salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku” Mat 25:40. Oleh karena itu, sebagai pelayan katekis perlu memiliki hati yang
senantiasa terbuka untuk menyambut dan merangkul, mendengarkan serta menghargai orang lain, lemah lembut, suka memaafkan dan senang meminta
maaf, bersikap murah senyum dan murah hati. Di tengah kehidupan umat, katekis harus menjadi promotor kasih, selalu berpihak kepada keadilan dan perdamaian,
mencurahkan kasih sayang kepada umat layaknya seorang ibu yang mencurahkan kasih sayang kepada anaknya. Katekis adalah panutan dan teladan umat maka
sebaiknya hadir sebagai pribadi yang inspiratif, yang membagikan hidupnya supaya orang lain terutama orang kecil memperoleh hidup yang layak, memberi
penghiburan serta membangkitkan semangat dan juga pengharapan umat yang dilayani. Meskipun menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, jika
dilaksanakan dalam kasih, Kasih itu sendirilah yang menyempurnakannya.
10. Pribadi Multi-Talenta
St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang multitalenta. Beliau seorang olahragawan, sastrawan, menguasai banyak bahasa, memiliki rasa ingin tahu yang
136
tinggi atau semangat untuk terus belajar. Beliau sangat pintar dalam menjalin komunikasi dengan orang lain. Beliau pribadi yang berkarisma tinggi terutama
dalam pelayanan. Beliau juga seorang yang penuh kasih, mampu menghibur dan menumbuhkan pengharapan kepada orang lain. Selain itu, beliau juga adalah
rohaniwan, pemberani, promotor dan komunikator kasih Allah. St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang senantiasa memiliki semangat untuk melayani,
beliau sangat mampu merefleksikan dan memaknai pengalaman hidupnya dan mengubah penderitaan menjadi stigma penderitaan yang semakin meneguhkan
pelayanannya. Beliau juga seorang penyabar, tegas, tenang, sederhana dan rendah hati, serta sangat kuat dalam iman harapan dan kasih. Begitu cepat proses
kanonisasi terhadap beliau menandakan pengakuan bahwa St. Yohanes Paulus II adalah pribadi yang luar biasa dan pantas menjadi teladan.
Semua talenta yang dimiliki oleh St. Yohanes Paulus II menjadi pendukung bagi kelancaran dan keberhasilan pelayanannya. Singkatnya St.
Yohanes Paulus II adalah pribadi yang sangat dewasa baik secara manusiawi maupun secara rohani. Memiliki pengetahuan yang sangat memadai untuk
mendukung dan
memperteguh pelayanannya.
Memiliki keterampilan-
keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan seperti kemampuan berefleksi dan berkomunikasi. Beliau juga mampu menjalin relasi yang aktif
kepada Allah, dirinya, sesama, lingkungan hidup dan terhadap tugasnya. Semua ini mendukung dan melancarkan serta meneguhkan pelayanan St. Yohanes Paulus
II. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki St. Yohanes Paulus II pun terus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
dikembangkannya, sebab melalui inilah beliau dapat semakin lebih baik dalam melaksanakan pelayanan.
Dewasa ini, seiring dengan maraknya dampak positif maupun negatif arus perkembangan zaman, katekis perlu memperhatikan aspek-aspek yang dibutuhkan
sebagai seorang pelayan. Belajar dari St. Yohanes Paulus II, katekis perlu memiliki kedewasaan manusia maupun kedewasaan rohani, perlu memiliki
wawasan luas atau pengetahuan tentang banyak hal, perlu memiliki keterampilan paling tidak kemampuan untuk berefleksi dan berkomunikasi, dan perlu menjalin
relasi yang sportif terhadap Allah, sesama, diri sendiri, dengan lingkungan hidup dan dengan tugasnya.
Kedewasaan manusiawi adalah kematangan sebagai manusia sesuai perannya yang penuh tanggung jawab dalam komunitas gerejawi. Katekis adalah
seorang pribadi manusia maka perlu memiliki keseimbangan psikologis, kesehatan yang baik, rasa tanggung jawab, jujur, dinamis, memiliki semangat
bekerja, semangat untuk berkorban, tekun, dan berkomitmen. Katekis perlu memiliki relasi yang baik dengan orang lain yang sesama agama maupun beda
agama serta mampu berdialog dengan kelompok masyarakat yang lain. Katekis juga perlu mengerti dan memahami budaya sendiri, menghargai budaya orang
lain, dan memiliki semangat berkerjasama dengan orang lain. Selain itu katekis juga perlu memiliki wibawa kepemimpinan, bersikap terbuka, realistis, dan ikut
serta dalam usaha pembangunan, penciptaan keadilan, perdamaian dan kesejahteraan hidup bersama maupun secara universal.
138
Katekis adalah pewarta yang memberikan kesaksian tentang iman yang sejati dan dewasa. Maka penting bagi katekis memiliki kedewasaan rohani seperti
hidup rohani yang mendalam, kehidupan rohani yang didasarkan pada persatuan iman, harapan, dan kasih. Selain itu katekis juga perlu memiliki habitus kehidupan
sakramen dan hidup doa yang tekun. Sangat disarankan agar katekis memiliki pembimbing rohani.
Agar dapat menjalankan pelayanan dengan baik katekis perlu memiliki pengetahuan-pengetahuan terutama ilmu-ilmu gerejawi seperti ilmu kateketik,
teologi Kitab Suci, Moral, sakramen, eklesiologi, dan lain-lain. Katekis juga perlu memiliki pengetahuan tentang ilmu manusia seperti psikologi, sosiologi,
ilmu budaya, antropologi dan lain-lain. Tidak hanya dalam dua bidang ilmu tersebut tetapi katekis juga perlu memiliki pengetahuan yang memadai dalam
pelbagai bidang ilmu yang lain. Oleh karena itu, katekis harus memiliki inisiatif untuk belajar sendiri.
Keterampilan berkomunikasi adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh katekis karena dalam melayani katekis selalu dan senantiasa melaksanakan
komunikasi. Antara lain kemampuan berkomunikasi yang harus dimiliki oleh katekis adalah mampu menyatukan dan menggerakkan umat untuk sampai pada
visi dan misi Gereja, terampil mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan. Katekis juga perlu memiliki keterampilan menciptakan suasana yang kondusif
untuk perkembangan iman umat, menyampaikan suatu pendapat dengan menyenangkan, menyemangati dan memotivasikan umat agar tetap bersemangat
serta berpengharapan. Selain itu katekis juga perlu memiliki keterampilan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
menjalin relasi yang nyaman, penuh cintakasih, saling menghargai dan menghormati. Keterampilan berkomunikasi mencakup juga keterampilan katekis
dalam menanggapi tantangan-tantangan arus zaman secara kritis dan bijaksana. Kebiasaan melaksanakan refleksi juga merupakan keterampilan dasar yang
harus dimiliki oleh seorang katekis di zaman sekarang. Kebiasaan berfleksi akan mengantar katekis untuk merasakan dan mengalami kehadiran Allah dalam
pengalaman hidupnya. Kegiatan refleksi adalah sarana terbaik untuk mengantar katekis memaknai suatu pengalaman sulit maupun duka dalam terang Kitab Suci.
Tanpa refleksi iman akan menjadi tumpul tetapi dengan refleksi iman dikritisi maka iman semakin teguh dan dewasa. Melalui refleksi apa yang dipercayai
mendapat konfirmasi sehingga katekis benar-benar bisa yakin dengan apa yang akan dibagikan kepada umat. Keterampilan berefleksi mencakup kemampuan
untuk menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari, menemukan nilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran dan Tradisi Gereja,
menggumuli atau melaksanakan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan konkrit. Seorang pelayan yakni katekis dituntut untuk memiliki relasi yang dewasa,
aktif dan membangun dengan semua hal yang bersangkutan dengan dirinya. Dalam berelasi dengan diri sendiri, seorang katekis sebaiknya bersikap jujur,
menerima diri seadanya, tidak angkuh namun juga tidak rendah diri, tahu menahan diri, dan yang penting adalah berusaha memperbaiki diri menjadi
seorang yang kreatif, inovatif, inspiratif dan mandiri. Dalam berelasi dengan Tuhan, katekis harus memiliki iman, harapan dan
kasih yang sejati. Artinya percaya dan berharap kepada Tuhan secara total. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Percaya dan berharap total kepada Allah adalah sikap iman yang menyerahkan semuanya kepada Tuhan namun berusaha dengan sungguh untuk mencapainya
dengan diiringi hidup doa. Percaya dan berharap total juga mengandaikan adanya keterbukaan hati untuk senantiasa bersyukur pada Tuhan dalam untung dan
malang, serta senantiasa berharap pada Tuhan dengan semangat optimisme. Dalam berelasi terhadap sesama dan masyarakat katekis harus terbuka,
jujur dan rendah hati. Memiliki kepekaan dan komitmen dalam tugas yang dipercayakan serta suka membantu, suka mendengarkan, lemah lembut dan murah
senyum, penuh pengertian serta ramah terhadap siapa saja. Katekis harus bisa memasyarakat, tahu membawa diri dan komunikatif. Ikut serta dalam pergulatan
umat dan berusaha bersama mencari solusi. Terhadap situasi, konteks dan lingkungan hidup katekis perlu kritis, tidak
terbawa arus, namun terbuka dan bisa menyesuaikan diri. Katekis harus teguh, tangguh, dan tanggap dalam menghadapi dan menanggapi tanda-tanda zaman..
Katekis juga harus menjadi pelopor dalam melestarikan lingkungan hidup dengan mencintai dan menganggap lingkungan sebagai saudara sekehidupan.
Terhadap tugas katekis hendaknya mencintai kerja dan tugasnya. Yang paling penting dalam menghayati pelayanan adalah meyakininya sebagai
panggilan dari Tuhan. Katekis perlu mandiri, kreatif, inovatif, dan penuh prakarsa dalam melayani. Dalam diri katekis harus ada rasa loyalitas yang tinggi terhadap
tugas serta melibatkan seluruh dirinya dalam pelayanan. Hal yang dituntut agar senantiasa dilakukan oleh katekis adalah berusaha terus-menerus untuk menjadi
lebih profesional dalam pelayanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
B. Usulan Program Retret untuk Meningkatkan Semangat Pelayanan Para Katekis di Paroki St. Francis Xaverius Keuskupan Keningau.
1. Latar Belakang Program
Dewasa ini, jika melihat pada pelayanan katekis kepada umat tampaknya masih banyak kekurangan dan kelemahan terutama pada penghayatan pelayanan.
Di samping itu terdapat banyak tantangan akibat arus besar zaman yang menghambat dan mempersulit pelayanan katekis. Kekurangan dan kelemahan
yang ada harus diperbaiki dan ditingkatkan, sementara tantangan pelayanan harus disikapi secara kritis dan bijaksana. Malangnya tantangan pelayanan belum
menjadi bagian dari pelayanan. Tantangan tersebut memperjelas kekurangan dan kelemahan pelayanan para katekis. Maka menjadi jelaslah bahwa para katekis
perlu mendapatkan pembinaan khusus agar semakin lebih baik melaksanakan pelayanan atau supaya para katekis semakin dapat menghayati panggilan mereka
sebagai pelayan. Dalam hal ini, fokus pembinaan adalah mengembangkan dan
meningkatkan semangat pelayanan katekis. Di pelbagai bidang kerja, niat dan semangat adalah modal utama dalam kelancaran suatu kerja. Demikian juga
dengan pelayanan membutuhkan kerelaan dari dalam hati agar dapat menghayati dan melaksanakannya dengan baik pula. Keterbukaan hati para katekis harus
dibangun terlebih dahulu karena itu merupakan pintu masuk pada bimbingan Roh Kudus. Persoalannya, di tengah maraknya arus perkembangan zaman, katekis
mengalami tantangan untuk menghayati panggilan sebagai pelayan. Kehidupan dunia profan dirasakan lebih menguntungkan dibandingkan dengan kehidupan
142
rohani, maka semangat pelayanan katekis pun ditantang, bahkan tidak jarang yang melaksanakan pelayanan hanya sebatas memenuhi tuntutan tugas sebagai katekis
tanpa penghayatan. Gereja sangat mengharapkan kehadiran para katekis yang unggul dalam
melayani. Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-bangsa CEP, 1997:43 dengan tegas mengatakan bahwa para katekis perlu mendapatkan pembinaan dan
pendidikan yang tepat. Memandangkan katekis memiliki peran yang sangat vital dalam perkembangan Gereja, maka katekis perlu dibina terutama diberi
penekanan pada kualitas pelayanan. Secara umum seluruh kepribadian seorang katekis perlu dikembangkan, namun mengingat tugas khusus mereka yakni
sebagai pelayan Sabda, maka para katekis juga perlu dibina secara khusus pula. Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-bangsa CEP, 1997:43 dengan mengutip
kata-kata St. Yohanes Paulus II menegaskan bahwa pembinaan katekis harus sesuai dengan kebutuhan zaman, dan sudah menjadi keharusan untuk memberi
didikan dan pembinaan kepada para katekis agar mereka dapat menjadi tenaga pelayan yang berkualitas dan visioner.
Pada bagian ini penulis memberi perhatian khusus di Paroki St. Francis Xavirius Keuskupan Keningau karena, merupakan paroki asal penulis dan sebagai
upaya mendampingi dan membina para katekis yang mengalami hambatan menghayati panggilan mereka disebabkan adanya banyak tantangan pelayanan
terutama arus perubahan zaman. Pentingnya pembinaan dan pendidikan bagi katekis merupakan
keprihatinan Paroki St. Francis Xaverius Keuskupan Keningau. Jumlah umat yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
semakin bertambah tidak diiringi dengan pertambahan tenaga pelayan tertahbis sehingga tenaga katekis sangat dibutuhkan. Situasi paroki yang memiliki banyak
stasi dan jarak yang jauh menjadi kendala bagi pelayanan para Romo. Pastor yang ada tidak mencukupi kebutuhan pelayanan. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan, Paroki St. Francis Xaverius telah berkomitmen dalam mendidik dan membina para katekis dengan ditubuhkannya Pusat Pelatihan
Katekis PPK. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, banyak hal berkaitan dengan
katekis di zaman sekarang perlu diperhatikan oleh Paroki St. Francis Xaverius. Pertama, semakin hari semakin banyak yang tertarik untuk menjadi katekis. Hal
ini merupakan peluang terbaik bagi paroki untuk menyiapkan para pelayan umat yang berkompeten dalam melayani serta menanggapi persoalan hidup umat.
Kedua, jumlah umat yang semakin banyak diiringi semakin banyak pula kebutuhan terutama kebutuhan pelayanan rohani sedangkan jumlah pelayan tidak
mencukupi. Ketiga, pengetahuan iman umat secara umum masih minim. Kurangnya pengetahuan iman umat menyebabkan mereka mudah terpengaruh
oleh dalil-dalil yang menentang iman Kristiani. Keempat, adanya tantangan arus besar perkembangan zaman. Tantangan ini jelas dapat mempengaruhi
perkembangan iman umat. Karena itu, paroki tidak bisa mengabaikan atau melihat sebelah mata terhadap tanda-tanda zaman. Seiring dengan banyaknya tantangan
pelayanan yang dihadapi, semangat pelayanan para katekis pun mengalami kemunduran, kualitas pelayanan turut berkurang sehingga pelayanan cenderung
hanya sebatas pelaksanaan tugas tanpa ada penghayatan. Hal ini sangat perlu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
ditanggapi secara serius dan bijaksana oleh paroki dalam mendampingi dan membina katekis.
Persoalan lain yang harus diperhatikan adalah, pergulatan katekis tentang identitas, sosok, tugas dan peran mereka. Maka menjadi sangat penting dan
mendesak diadakan usaha-usaha pembinaan dan pendampingan para katekis agar tetap bersemangat dalam melaksanakan pelayanan di tengah sulit dan rumitnya
tantangan yang dihadapi. Pusat Pelatihan Katekis PPK Paroki St. Francis Xaverius Keuskupan Keningau dalam usaha membekali dan membina para
katekis melaksanakan tiga tahap pembinaan para katekis. Tahap pertama lebih kepada pengenalan dan penggalian spiritualitas katekis, tahap kedua lebih kepada
pendalaman teori atau materi serta praksisnya, dan tahap ketiga lebih kepada memotivasi dan menyemangati serta menyegarkan dan meningkatkan semangat
pelayanan para katekis. Pembinaan tahap ketiga tersebut sebaiknya mendapat perhatian yang
khusus demi perkembangan pelayanan katekis. Setelah mendapat pendidikan dan pembinaan dalam hal teori dan praksisnya di tahap sebelumnya, tahap ketiga ini
dinilai penting bagi peningkatan dan pengembangan penghayatan pelayanan. Salah satu kepentingannya adalah untuk mengkontekstualisasikan semangat
pelayanan katekis dalam situasi dan keadaan umat dari masa ke masa, terutama dalam kancah menghadapi dan menanggapi dampak arus perkembangan zaman.
Tahap ketiga ini juga mencakup semacam evaluasi bagi pelayanan katekis. Segala kelemahan dan kekurangan diharapkan dapat diatasi. Ini berarti dibutuhkan suatu
program yang dapat membantu katekis dalam melihat secara keseluruhan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
mendalam ke dalam diri dan pelayanannya. Maka dari itu, penulis mengupayakan program retret bagi pengembangan dan peningkatan semangat pelayanan katekis.
2. Pengertian Retret
Retret dalam praktek mendapat interpretasi banyak makna. Dari katanya sendiri berarti mengundurkan diri untuk meninjau hidup rohaninya, menata
manakah yang perlu ditata, menemukan diri sendiri dalam hubungan dengan Allah, Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Retret juga disebut kesempatan untuk
“mesra” dengan sumber kehidupan, dengan lingkungan hidup iman dan dengan sesama. Tujuannya adalah, agar peserta berani berhadapan dengan diri dengan
Allah, Yesus Kristus dan gereja-Nya yang konkrit; itu berarti bahwa peserta retret diajak mengenangkan kembali masa lampaunya dalam iman, tetapi sekaligus juga
masa depannya sebagai orang beriman Darminta, 1982: 175. Berdasarkan pengertian tersebut, retret juga dipahami sebagai kesempatan
penyegaran rohani untuk hidup lebih dekat dengan Kristus. Sebagai kesempatan penyegaran rohani katekis dilatih agar lebih mawas diri serta meneliti dan
memperbaiki hubungan dengan Kristus. Dalam pengertian khusus retret adalah kesempatan untuk merenungkan dan membahas kembali panggilan hidup dengan
tujuan mengarahkan dan mengatur kembali agar semakin mampu menghayatinya. Karena itu retret juga dapat disebut sebagai kesempatan memperdalam dan
mempererat persahabatan dengan Kristus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
3. Alasan Diadakan Program Retret
Katekis adalah seorang pelayan yang selalu berkomunikasi dengan Yesus Kristus, dengan Gereja, dengan alam ciptaan, dengan sesama dan dengan diri
sendiri. Dalam usaha melayani umat, katekis mengalami banyak pengalaman suka dan duka, mengalami banyak tantangan yang menghambat dan mempersulit
pelayanan. Tidak jarang pula katekis mengalami keputusasaan akibat dari sulit dan beratnya konsekuensi menjadi pelayan. Selain itu katekis juga melayani umat
yang hidup dengan pelbagai macam budaya, kebiasaan, pekerjaan, masalah sosial dan ekonomi, serta melayani umat yang hidup dalam pengaruh arus
perkembangan zaman. Di tengah banyaknya persoalan tersebut, menjadi pertanyaan apakah
katekis masih bersemangat untuk menjadi seorang pelayan? Sementara Gereja mengharapkan adanya para katekis yang unggul dan profesional dalam melayani
umat. Sebagai seorang pelayan, katekis bukanlah pribadi biasa tetapi ada tuntutan- tuntutan yang harus dipenuhi atau dimiliki. Katekis sejati adalah katekis yang
melayani dengan sepenuh hati dalam kedewasaan manusia dan rohani. Paroki dalam usaha mengembangkan dan meningkatkan semangat
pelayanan para katekis harus sadar bahwa dinamika pengembangan diri sebagai katekis itu terjadi dari dalam diri para katekis sendiri. Maka paroki tidak lebih dari
sebagai fasilitator yang mengarahkan dan mendampingi katekis agar semakin lebih baik dalam melayani. Maka waktu retret adalah kesempatan terbaik bagi
para katekis untuk melihat dan menata kembali perjalanan hidupnya sebagai pelayan.
147
Melalui kegiatan retret, katekis dapat mendalami dan menyelami dirinya sehingga segala kelemahan dan kekurangan diketahui. Kesadaran akan
kekurangan dan kelemahan diri akan mengarahkan katekis kepada usaha memperbaiki diri agar dapat melayani lebih baik lagi. Retret juga membuka
peluang terbaik bagi katekis untuk memperdalam penghayatan panggilan hidupnya sebagai katekis. Selain itu retret juga menjadi kesempatan bagi katekis
untuk menata kepribadiannya dalam berelasi dengan Allah Sang Pencipta, dengan Putera-Nya Yesus Kristus, dengan sesama dan masyarakat, dengan alam
ciptaan, dan dengan dirinya serta tugasnya sebagai pelayan. Melalui retret katekis akan mengalami penyegaran rohani sehingga semakin bersemangat untuk
melayani. Selain itu, melalui retret katekis juga akan mendapat kekuatan dan inspirasi baru untuk menghadapi dan menanggapi tantangan pelayanan dengan
harapan para katekis semakin dapat menghayat panggilannya sebagai pelayan.
4. Tujuan diadakan Retret
Berdasarkan latar belakang situasi dan alasan pemilihan program, tujuan diadakannya program retret ini adalah seperti berikut:
a. Memberi ruang khusus secara terbimbing kepada para katekis untuk
merenungkan dan membahas panggilan hidupnya sebagai katekis, dengan harapan agar peserta semakin bersemangat untuk melayani umat.
b. Memberi kesempatan kepada para katekis untuk memperdalam dan
mempererat relasinya dengan Kristus Sang Katekis Utama dan relasi dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
dirinya sendiri sebagai katekis agar semakin diteguhkan dalam iman, harapan dan kasih.
c. Memberi kesempatan kepada para katekis untuk memahami dan mendalami
arti dan makna pelayanan agar semakin dapat menghayati panggilan sebagai pelayan.
d. Memberi ruang kepada katekis untuk melihat dan menelusuri kelebihan diri
yang belum dikembangkan dan mencari jalan penyelesaian dengan menimba inspirasi dari tokoh St. Yohanes Paulus II agar semakin dapat menghayati
panggilannya. e.
Memberi ruang kepada katekis untuk menata masa depan pelayanannya agar semakin teguh, tangguh, dan tanggap terhadap tantangan-tantangan pelayanan,
dengan harapan katekis semakin berani berhadapan dengan kenyataan dunia serta semakin bersemangat dalam melayani umat.
Kecuali tujuan tersebut, pengadaan program ini juga bertujuan untuk memenuhi dan menindaklanjuti program yang sudah direncanakan oleh Pusat
Pelatihan Katekis PPK dalam usaha meningkatkan pelayanan para katekis. Program ini menjadi usulan yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan dalam
usaha membina dan mendidik para katekis di tahap ketiga. Tujuan yang terakhir adalah untuk menambah variasi metode pembinaan dan pendampingan para
katekis di Paroki St. Francis Xaverius Keuskupan Keningau. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
5. Gambaran Pelaksanaan Program Retret
Program retret ini akan dilaksanakan di Rumah Retret Keuskupan Keningau Tuarid Tatal RRKKT, yang beralamat P.O. Box 256, 89008
Keningau, Sabah. Program retret direncanakan akan dilaksanakan pada 25 – 27
November 2016 dengan jumlah peserta 40 orang yakni para katekis Paroki St. Francis Xaverius. Kontribusi mengikuti retret ditetapkan Rp100,000.00 setiap
peserta. Peserta akan dibagi menjadi delapan kelompok yaitu masing-masing kelompok terdiri dari lima orang. Selama retret para peserta akan didampingi
oleh ketua Pusat Pelatihan Katekis PPK Paroki St. Francis Xaverius Keuskupan
Keningau. Program retret ini akan diorganisasikan oleh staf Pusat Pelatihan
Katekis PPK dan persatuan katekis Paroki St. Francis Xaverius dengan kerjasama staf Rumah Retret Keuskupan Keningau Tuarid Tatal.
6. Pemilihan Materi
Dalam mempersiapkan suatu kegiatan retret, perlu diketahui siapa pesertanya, latar belakang peserta, kebutuhan serta permasalahan peserta. Dalam
program retret yang diusulkan oleh penulis, pesertanya adalah katekis yang sudah berkecimpung dalam dunia pelayanan sebagai katekis. Namun menghadapi
kesulitan dalam menghayati panggilannya sebagai katekis karena berhadapan dengan pelbagai tantangan pelayanan baik itu dari dirinya sendiri, dari umat,
maupun dari situasi zaman. Maka berikut adalah materi sebagai usulan program retret:
Tema : St. Yohanes Paulus II sumber inspirasi dan teladan para
150
katekis dalam melayani. Tujuan umum : Membantu dan memfasilitasi para katekis agar dapat menghayati
panggilannya sebagai pelayan dengan menimba inspirasi dari St. Yohanes Paulus II sehingga semakin bersemangat untuk melayani
umat. Untuk mencapai tujuan program di atas, berikut adalah usulan materi
selama pelaksanaan program retret. Materi 1
: Sosok St. Yohanes Paulus II Tujuan khusus 1
: Mengenal sosok St. Yohanes Paulus II sebagai sumber inspirasi dan teladan dalam melayani agar katekis semakin
menyadari identitas dan tugasnya sebagai pelayan. Materi 2
: Kisah panggilan St. Yohanes Paulus II menjadi pelayan Tujuan Khusus 2
: Membantu peserta melihat kembali sejauh mana sudah menghayati panggilannya sebagai seorang pelayan supaya
semakin terinspirasi untuk lebih menghayati lagi panggilannya.
Materi 3 : Arti dan makna pelayanan bagi St. Yohanes Paulus II
Tujuan khusus 3 : Membantu peserta memahami serta mendalami arti dan
makna pelayanan agar semakin dapat menghayati panggilan sebagai pelayan.
Materi 4 : Keunggulan St. Yohanes Paulus II
Tujuan khusus 4 : Membantu peserta menemukan kelebihan diri yang belum
dikembangkan dan menimba inspirasi dari keunggulan St. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Yohanes Paulus II untuk mengembangkannya agar semakin unggul dan bersemangat dalam melayani.
Materi 5 : Tantangan pelayanan zaman sekarang
Tujuan khusus 5 : Membantu katekis menyadari dan memahami tantangan
pelayanan dewasa ini serta menyemangati katekis agar semakin teguh, tangguh dan tanggap terhadap arus
perubahan zaman sehingga semakin mampu menghayati panggilannya sebagai pelayan.
Materi 6 : Spiritualitas pelayanan St. Yohanes Paulus II
Tujuan khusus 6 : Menyemangati dan meningkatkan optimisme katekis
dalam pelayanan dengan menimba inspirasi dari St. Yohanes Paulus II
7. Matriks Usulan Materi Program Retret
USULAN PROGRAM RETRET
Tema : St. Yohanes Paulus II sumber inspirasi dan teladan para katekis dalam melayani.
Tujuan : Membantu dan memfasilitasi para katekis agar dapat menghayati panggilannya sebagai pelayan dengan menimba
inspirasi dari St. Yohanes Paulus II sehingga semakin bersemangat untuk melayani umat.
No. Waktu
Menit
Judul Pertemuan
Tujuan Pertemuan Uraian Materi
Metode Sarana
Sumber Bahan
HARI PERTAMA 1 60
SESI I Pengantar
dan perkenalan
Agar peserta mengenal pendamping retret dan
sesama peserta. Membantu peserta
memahami tujuan retret dan aturan selama retret.
Mengatur pembagian Perkenalan antar
peserta dan pendamping.
Tujuan retret. Aturan selama
retret. Tugas ibadat kelompok
Dialog interaktif,
Ceramah, Tanya
Jawab lcd, laptop,
viewer, meja, sound
system, kamera
Naskah persiapan retret PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tugas ibadat 2 90
SESI II Sosok St.
Yohanes Paulus II
Mengenal sosok St. Yohanes Paulus II
sebagai sumber inspirasi dan teladan dalam
melayani agar katekis semakin menyadari
identitas dan tugasnya sebagai katekis.
1. Sosok St.
Yohanes Paulus II
2. Identitas dan
sosok katekis. 3.
Tugas dan peran katekis.
Nonton, membaca
, refleksi, tanya
jawab, sharing
laptop, lcd, meja,
lembaran materi,
sound system,
kamera 1.
https:www.Youtube.comwatch?v= ktBODoG-Hsg.
2. CEP.1997. PUK Yogyakarta:
Kanisius 3.
Anthony Christie. 2014. 9 Paus Tersohor
Sepanjang Masa.
Yogyakarta: Charissa Publisher. 4.
Dziwisz Stanislaw. 2010. Lebih Jauh Bersama Karol
Wojtyla. Malang: Dioma
HARI KEDUA 3 90
SESI III Kisah
panggilan St.
Yohanes Paulus II
Membantu peserta melihat kembali sejauh
mana sudah menghayati panggilannya sebagai
seorang pelayan supaya semakin terinspirasi
1. Kisah panggilan
St. Yohanes Paulus II
2. Kisah Pelayanan
St. Yohanes Paulus II
Membaca ,Refleksi,
sharing, dialog,
meditasi Alat tulis,
kertas hvs, lcd, laptop,
viewer, meja, sound
system, 1.
Anthony Christie. 2014. 9 Paus Tersohor
Sepanjang Masa.
Yogyakarta: Charissa Publisher. 2.
Dziwisz Stanislaw. 2010. Lebih Jauh Bersama Karol
Wojtyla. Malang: Dioma PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi pelayan
untuk lebih menghayati lagi panggilannya.
kamera
4 120 SESI IV
Arti dan makna
pelayanan bagi St.
Yohanes Paulus II
Membantu peserta memahami serta
mendalami arti dan makna pelayanan agar
semakin dapat menghayati panggilan
sebagai pelayan. 1.
Arti dan makna pelayanan
menurut St. Yohanes Paulus
II 2.
Pengalaman peserta dalam
melayani. Membaca
,refleksi, sharing,
Kontempl asi
Laptop, meja, kursi,
sound system,
kamera, naskah
lembar materi.
1. Pengalaman peserta
2. Dziwisz Stanislaw, Drazek Czeslaw,
Buzzonetti Renato,
Comastri Angelo. 2010. Izinkan Aku Pulang
Ke Rumah Bapa. Malang : Dioma. 3.
Dziwisz Stanislaw. 2010. Lebih Jauh Bersama Karol
Wojtyla. Malang: Dioma 5 120
SESI V Keunggulan
St. Yohanes Paulus II
Membantu peserta menemukan kelebihan
diri yang belum dikembangkan dan
menimba inspirasi dari keunggulan St. Yohanes
Paulus II untuk mengembangkannya
1. Keunggulan St.
Yohanes Paulus II
2. Keunggulan
peserta yang belum
dikembangkan Refleksi,
sharing, presentasi
, diskusi, refleksi
bersama Alat dan
buku tulis, kursi, meja,
kamera 1.
Anthony Christie. 2014. 9 Paus Tersohor
Sepanjang Masa.
Yogyakarta: Charissa Publisher. 2.
Dziwisz Stanislaw, Drazek Czeslaw, Buzzonetti
Renato, Comastri
Angelo. 2010. Izinkan Aku Pulang Ke Rumah Bapa. Malang : Dioma.
3. Dziwisz Stanislaw. 2010. Lebih
agar semakin unggul dan bersemangat dalam
melayani. Jauh
Bersama Karol
Wojtyla. Malang: Dioma
4. Tono Suratman. 2014. Santo
Yohanes Paulus II Mencium Bumi Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
6 90 SESI VII
Tantangan pelayanan
zaman sekarang
Membantu katekis menyadari dan
memahami tantangan pelayanan dewasa ini
serta menyemangati mereka agar semakin
teguh, tangguh dan tanggap terhadap arus
perubahan zaman sehingga semakin mampu
menghayati panggilannya sebagai pelayan.
Tantangan- tantangan
pelayanan dewasa ini yakni arus
perubahan zaman. Inkuiri,
dialog, refleksi,
haring Laptop, lcd,
viewer, alat dan buku
tulis Dewan Karya Pastoral KAS. 2014.
Direktorium Formatio
Iman, Menjadi Katolik Cerdas-Tangguh
dan Misioner Sejak Dini Sampai Mati. Semarang: Keuskupan Agung
Semarang.
7 90 SESI VII
Menyemangati dan Spiritualitas
Nonton, Laptop,
1. Dziwisz Stanislaw. 2010. Lebih
Spiritualitas pelayanan
St. Yohanes Paulus II
meningkatkan optimisme katekis dalam pelayanan
dengan menimba inspirasi dari sang
misionaris agung pelayanan St.
Yohanes Paulus II Film Bapa Suci
Yohanes Paulus II membaca
, refleksi, sharing
film, lcd, viewer, alat
dan buku tulis,
Jauh Bersama
Karol Wojtyla.
Malang: Dioma 2.
Dziwisz Stanislaw, Drazek Czeslaw, Buzzonetti Renato, Comastri Angelo.
2010. Izinkan Aku Pulang Ke Rumah Bapa. Malang : Dioma.
3. Komisi Komkas KAJ. Film Bapa
Suci Yohanes Paulus II
HARI KETIGA 8 90
SESI VIII Aku diutus
untuk melayani
dengan sepenuh
hati Membantu katekis
merancang dan menata peningkatan penghayatan
pelayanan ke depannya Aksi dan tindak lanjut
1. Harapan Gereja
dari Katekis. 2.
Impian katekis sebagai pelayan.
Refleksi, sharing,
mengisi lembaran
evaluasi Alat dan
buku tulis, lembar
evaluasi 1.
Dewan Karya Pastoral KAS. 2014. FI.
2. CEP.1997. PUK. Yogyakarta:
Kanisius PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
8. Contoh Persiapan Program Retret untuk Meningkatan Semangat
Pelayanan Para Katekis di Paroki Santo Francis Xaverius Keuskupan Keningau
RETRET KATEKIS
Rumah Retret : Rumah Retret Keuskupan Keningau Tuarid Tatal TanggalBulanTahun : 25
– 27 11 2016 A.
Konsep Dasar
Tema : St. Yohanes Paulus II sumber inspirasi dan
teladan para katekis dalam melayani. Tujuan : Membantu dan memfasilitasi para katekis agar dapat
menghayati panggilannya sebagai pelayan dengan menimba inspirasi dari St. Yohanes Paulus II sehingga
semakin bersemangat untuk melayani umat.
B. Dinamika Jadwal kegiatan
Hari Pertama 25 November 2016
14.00 – 14.15
: Peserta tiba di rumah retret 14.15
– 15.00 : Pembagian kamar oleh petugas rumah retret
15.00 – 16.00
: Persiapan pribadi 16.00
– 16.30 : Minum dan snack
16.30 – 17.30
: Sesi I : Pengantar dan perkenalan 17.30
– 18.30 : Ibadat pembukaan retret
18.30 – 19.30
: Makan Malam 19.30
– 21.00 : Sesi II : Sosok St. Yohanes Paulus II
158
21.00 – 21.30
: Refleksi pribadi 21.30
– 22.00 : Ibadat malam
22.00 : Istirahat Silentium Magnum
Hari Kedua 26 November 2016
06.00 – 06.30
: Ibadat Pagi 06.30
– 07.30 : Persiapan pribadi
07.30 – 08.00
: Sarapan 08.00
– 09.00 : Sesi III : Kisah panggilan St. Yohanes Paulus II menjadi pelayan
09.00 – 10.00 : Waktu pribadi meditasi memperdalam makna
panggilan menjadi katekis 10.00
– 10.30 : Minum dan snack
10.30 – 12.00
: Sesi IV: Arti dan makna pelayanan bagi St. Yohanes Paulus II
12.00 – 13.00
: Makan Siang 13.00
– 14.00 : Kontemplasi Silentium Magnum
14.00 – 15.30
: Sesi V: Keunggulan St. Yohanes Paulus II 15.30
– 16.00 : Refleksi bersama
16.00 – 16.30
: Minum dan snack 16.30
– 18.00 : Sesi VI : Tantangan pelayanan zaman sekarang
18.00 – 19.00
: Waktu pribadi Silentium Magnum 19.00
– 19.30 : Makan malam
19.30 – 21.00
: Sesi VII : Spiritualitas pelayanan St. Yohanes PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Paulus II 21.00
– 22.00 : Sharing
22.00 – 22.30
: Ibadat malam 22.30
: Istirahat malam
Hari Ketiga 27 November 2016
06.00 – 06.30
: Doa pagi menikmati alam 06.30
– 07.30 : Persiapan pribadi
07.30 – 08.00
: Sarapan 08.00
– 09.30 : Sesi VIII : Aku diutus untuk melayani dengan
sepenuh hati 09.30
– 10.00 : Minum dan snack
10.00 – 11.00
: Evaluasi dan refleksi bersama 11.00
– 11.15 : Persiapan Misa penutup retret
11.15 – 13.00
: Misa penutup 13.00
– 13.30 : Makan siang
13.30 – 14.00
: Persiapan dan pulang
C. LANGKAH-LANGKAH DINAMIKA RETRET
I. Hari Pertama 25.11.2016 14.00
– 14.15 : Peserta tiba di rumah retret
Peserta retret tiba di rumah retret dan disambut oleh pendamping retret.
14.15 – 15.00 : Pembagian kamar oleh petugas rumah retret
160
Petugas rumah retret mengarahkan peserta untuk mengambil kunci kamar sesuai pembagian kamar.
15.00 – 16.00 : Persiapan pribadi
Peserta menyiapkan diri.
16.00 – 16.30 : Minum dan snack
Peserta dan pendamping bersama-sama menuju ruang makan untuk. menikmati snack dan minum yang telah disediakan.
16.30 – 17.30 : Sesi I : Pengantar dan Perkenalan
a. Tujuan :
Peserta mengerti maksud, tema, tujuan, kegiatan dan tata tertib retret. Peserta menjadi akrab satu sama lain.
Peserta dapat membentuk kelompok untuk sharing. Peserta siap untuk menghadap Tuhan, dan mampu membuka diri
mengalami kehadiran Allah selama retret.
b. Langkah I :
- Pendamping menyapa peserta dan memperkenalkan diri kemudian
pendamping mengajak peserta untuk memperkenalkan diri secara bebas.
- Pendamping dan peserta saling memberi salam hangat dan
persaudaraan antara satu sama lain. -
Pendamping mengajak peserta untuk menentukan koordinator umum peserta retret.
161
c. Langkah II :
- Pendamping mengajak peserta untuk memahami maksud, tema, tujuan,
kegiatan dan tata tertib retret.
- Pendamping mempersilakan peserta yang ingin bertanya, dan bersama
peserta membuat kesepakatan untuk beberapa hal praksis sesuai situasi
dan kebutuhan peserta. d. Langkah III
: -
Pendamping mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok diskusi, refleksi dan sharing yang permanen selama retret, masing-
masing kelompok ditentukan ketuanya. -
Pendamping mengajak peserta untuk membagikan tugas ibadat dan tugas-tugas lainnya selama retret.
- pendamping bersama kelompok yang bertugas ibadat pembukaan retret
menyiapkan tempat dan acara ibadat sesuai tema dan tujuan retret.
17.30 – 18.30 : Ibadat Pembukaan Retret
Semua peserta dan pendamping bersama-sama mengikuti ibadat pembukaan retret sesuai persiapan kelompok yang bertugas.
18.30 – 19.30 : Makan Malam
Peserta diarahkan untuk menuju ke ruang makan sesuai aturan dan kesepakatan.
Kelompok yang sudah ditunjuk memimpin doa makan.
19.30 – 21.00 : Sesi II : Sosok St. Yohanes Paulus II
a. Tujuan :
162
Mengenal sosok St. Yohanes Paulus II sebagai sumber inspirasi dan teladan dalam melayani agar katekis semakin menyadari identitas dan
tugasnya sebagai katekis.
b. Langkah I :
- Pendamping memberikan pengantar rangkaian sesi II sambil menyiapkan
video singkat tenteng St. Yohanes Paulus II.
- Peserta diajak untuk mencermati video singkat tentang St. Yohanes Paulus
II. c. Langkah II
: -
Peserta melaksanakan permenungan mengenai sosok St. Yohanes Paulus II berdasarkan video yang sudah ditonton.
- Pendamping mempersilakan peserta yang ingin bertanya.
d. Langkah III :
- Pendamping mengajak dan mengarahkan peserta untuk merefleksikan
tentang identitas, sosok, tugas dan peran yang selama ini dihayatinya sebagai katekis.
- Sharing hasil refleksi antar peserta.
21.00 – 21.30 : Refleksi pribadi
Peserta dalam suasana hening melakukan refleksi pribadi dengan bebas memilih tempat.
21.30 – 22.00 : Ibadat malam
Semua peserta bersama pendamping mengikuti ibadat malam sesuai persiapan kelompok yang bertugas.