Sumber makna kerja dari kehidupan spiritual

Kemudian aspek koherensi dan aspek hak dan kewajiban muncul di informan 2. Koherensi berbicara tentang efek dari hubungan antara informan dan pekerjaan yang dilakukannya, antara harapan, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan di tempat kerja sehari-hari, sehingga tingkat keseimbangan dapat dicapai dalam relasinya dengan pekerjaan. Sedangkan aspek hak dan kewajiban berbicara mengenai norma hak adalah Individu memiliki hak dasar dan tanggung jawab pribadi dan sosial terhadap komitmen kerja. Sebaliknya, norma kewajiban merupakan tugas individu untuk ikut ambil bagaian dalam memberikan kontribusi pada organisasi dan masyarakat. “ Nah kalau itu biasanya masalah kebersihan, karena bisa diterapkan dimana saja, dan tanggungjawab itu tadi, dirumah sebagai ibu kalau dikantor sebagai karyawan.” Informan 2, line 147-149 “ Ya yang sudah dilakukan adalah hak untuk menerima upa h sebagai kewajiban kita sebagai PNS. Dan kalau hak cuti saya pernah mengambil cuti. Opo yo? Kalau kewajiban ya saya menyelesaikan pekerjaan saya sesuai dengan porsinya saja. Kemudian kalau bekerja jangan terlambat dan sebagainya.” Informan 2, line 163-167

g. Makna Kerja Pegawai yang Menjelang Pensiun dan Tidak

Mengambil Program Masa Persiapan Pensiun. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa pengalaman kerja sebagai pegawai negeri sipil yang menjelang pensiun dan tidak mengambil program masa persiapan pensiun oleh kedua informan bersifat pribadi dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Banyak sekali pengalaman berharga yang mereka dapat, baik yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan yang mereka alami selama ini terkait dengan esensi dari kerja dan kehidupan itu sendiri. Hal-hal yang sudah sempat dijabarkan diatas mencerminkan bahwa banyaknya pengalaman pribadi yang bisa membentuk makna kerja pada kedua informan.

1. Kerja Sebagai Orientasi InstrumentalEkonomi.

Para informan dalam penelitian ini memiliki latar belakang kehidupan, ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda. Dengan adanya latar belakang yang berbeda itu pula para informan memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi untuk diri sendiri dan keluarga. Seperti informan 1, dirinya memilih untuk bekerja karena adalah tulang punggung keluarga dan harus bertanggungjawab atas kelangsungan hidup keluarga. Selain itu, informan 1 memiliki cita-cita untuk membawa anaknya sampai pada level pendidikan yang paling tinggi, agar anaknya menjadi orang yang berguna. Sedangkan informan 2 memilih untuk bekerja karena dirinya tidak ingin menggantungkan diri pada orang lain dan harus menjadi manusia yang mandiri. Berdasarkan uraian di atas, mereka mendasarkan tujuan kerjanya untuk mendapatkan hasil secara ekstrinsik atau dengan kata lain seseorang bekerja karena termotivasi untuk mendapatkan upah atau gaji. Dengan demikian kerja dimaknai oleh pegawai yang menjelang pensiun dan tidak mengambil program masa persiapan pensiun sebagai upaya untuk mengumpulkan materi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan untuk pendidikan anak. “Ini gini mas ceritanya, kalau diceritakan lucu mas. Saya lulusan SLTA, terus ada pendaftaran, saya coba ikut lalu tes, ya mencoba, dari pada kita mau kuliah itu orang tua tidak mampu dan penghasilan tidak tetap. Saya menyadari orang tua hanya berjualan makanan dirumah, ya tidak menghilangkan lah, orang tua sudah bisa mendidik sampai saya seperti ini. Ada pendaftaran pegawai sejumlah 100 orang untuk ikut tes, setelah ikut tes tertulis dan wawancara lulus, terus dikarantina selam 6 bulan digojlok untuk menjadi pegawai pengukuran.” Informan 1, line 139-146 “Yaa karena sekarang yang perlu kita cemaskan untuk kehidupan ya, yang satu pendidikan. Kita juga perlu pendidikan, mencemaskan pendidikan mas, karena apa? Sekarang saat ini pendidikan sangat penting,” Informan 1, line 46-48. “Gini mas ceritanya eee… dari kecil saya sudah didik sama orang tua saya, sama ibu saya suruh menjadi wanita yang mandiri mas dari kecil, jadi apa-apa harus bisa sendiri mas, tidak boleh bergantung dengan orang lain. Dulu waktu saya masih kecil pasti digitukan sama ibu saya. Jadi sekarang yaa saya bekerja dan suami bekerja juga mas. Tidak saling bergantung mas.” Informan 2, line 217-222

2. Kerja Sebagai Aspek Membangun Relasi.

Tujuan untma individu bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan yang berupa gaji. Namun dalam perkembangannya dan setelah beberapa lama seseorang bekerja, gaji tidak lagi menjadi hal yang utama. Adanya rekan kerja dilingkungan kantor, menuntut para informan untuk terlibat dalam pembentukan interaksi sosial agar tidak hanya bekerja tetapi bisa menambah relasi. Dengan adanya rekan-rekan kerja tersebut maka mampu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menghilangkan rasa penat, stres, dan permasalaha lainnya. Berbagi, bercanda, dan saling memberikan dukungan adalah suatu bentuk interaksi sosial yang fleksibel. Mereka juga menuturkan bahwa sudah memiliki kelekatan dengan rekan kerja dan memiliki rekan kerja yang dekat. Dengan adanya hal tersebut mereka memaknai kerja mereka sebagai kehidupan sosial. Dimana manusia adalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. “Iya mungkin, apresiasinya bentuke beda, dengan mengutus saya untuk menangani permasalahan dengan baik, dalam berbicara di forum ya baik untuk menghadiri rapat untuk mengatasi permasalahan krusial, sejauh itu ada datanya. Data itu untuk bukti dan menjawab pertanyaan yang saya bawa mas. Yang penting ada bukti otentik dan yuridisnya.” Informan 1, line 329-333 “Saya jar ang mengambil cuti, setiap tahun kita punya hak untuk ambil cuti. Saya tidak perlu, rugi kalau ambil cuti, ya itu tadi kehilangan teman bermain. Karena kita cuti nggak ada fungsinya kita kehilangan teman bermain, karena sudah dekat ya sok nggarapi sok bercanda- bercandaan, kan jadi hiburan mas.” Informan 1, line 348-352 “Kalau tetangga biasa aja, kalau teman kantor dekat karena tiap hari keluar, kalau lingkungan rumah sih nggak ada. Saya nggak punya teman yang dekata atau spesial banget, semua temen spesial. Kemudian bisa diceritakan bu, hubungan ibu U dengan keluarga? Hubungannya oooo… baik -baik saja, karena cuman belum punya cucu aja, jadi tambah seneng kan. Sebenernya saya pengen momong anak yatim, tapi sulit. Untuk momongan dirumah. Hubungan ibu dengan teman-teman kantor bagaimana? Baik- baik saja, komunikasi lancar.” Informan 2, line 115-123

3. Kerja sebagai Panggilan

Pekerjaan bukan hanya semata dilihat dari segi materi saja. Hal yang paling mendalam dari sebuah pekerjaan adalah tindakan- tindakan atau sikap-sikap yang terbentuk dari saat bekerja yang mencerminkan kepribadian diri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dalam bekerja juag bisa di aplikasikan dalam kehidupan sehair-hari. Kerja sebagai panggilan adalah sumber kebermaknaan diri. Individu yang memandang pekerjaan sebagai sebuah panggilan akan mengenali dan percaya bahwa pekerjaan yang mereka lakukan mampu memberikan kontribusi kepada lingkungan sosial atau pekerjaan sebagai sarana untuk melayani diri sendiri dan orang lain. Dengan adanya hal tersebut kedua informan memaknai kerja sebagai sebuah panggilan. “Yang ketiga saya ditugaskan sebagai penguji tim eks ternal di SMK membantu kasupsi menguji di SMK dari tahun 1999, di bidang survei dan pemetaan di SMK Negri 2. Sampai tahun 2010 saya masih menguji. Itulah riwayat pekerjaan saya sampai sekarang, saya banyak di mejanya sebagai koordinator dan korektor.” Informan 1, line 170-175 “Yaa sepanjang rekan sekerja bertanya, katakanlah data di kota jogja itu krusial sekali, seseorang itu kadang-kadang tidak memahami, ada yang ingin bertanya ya saya beritahu, karena ada peta yang peninggalan belanda jadi agak susah. ” Informan 1, line 262-265 “Kalau ada masalah sengketa -sengketa itu kalau saya bisa mengatasi saya ya mengatasi, kalau tidak ya ada ranahnya yang lain. Yang penting saya sudah memberikan bantuan.” Informan 1, line 340-343 “Yaa mendukung mas, soale ka dang-kadang ada masyarakat bertanya pada saya, dia mendukung saya karena ilmu saya masih dibutuhkan dan masyarakta juga membutuhkan saya.” Informan 1, line 389-391 “Ya penting, karena kalau kita punya ilmu dan tidak disampaikan kepada orang lain, padahal ilmu itu penting, itu malah bagi kita terbebani, harus disampaikan.” Informan 2, line 77-79 “Ada mas satu dua, bertanya mengenahi pewarisan tanah dan pensertifikatan tanah ya saya jelas kan mas cara- caranya.” Informan 2, line 159-160.

4. Kerja Dimaknai Sebagai Spiritualitas

Kehidupan spiritual juga mencerminkan apa yang seseorang kerjakan lewak kepercayaan atau iman yang diyakini. Sebagian besar orang menjadikan iman sebagai landasan untuk bertindak dan bersikap. Sumber makna kerja yang berasal dari kehidupan spiritualitas ini ditunjukkan oleh informan 1 saja. Dirinya selalu mengucap rasa syukur ketika mendapatkan sesuatu tugas dari kantor yang menjadikan dirinya berperan aktif didalam tugas tersebut. “Yaa saya hanya merasa senang mas dikasih tugas oleh pimpinan diutus untuk mewakili kantor, ya itu saja. Berati saya dipercaya saya lebih mampu dari pada yang lainnya, ya saya percaya saja mas. Yaa saya sukuri saja mas, sesuai kemampuan saya.” Informan 1, line 185-188 “Jadi ungkapan syukur seseorang i tu berbeda-beda mas, tidak bisa diungkapkan, paling untuk pribadi sendiri, kadang-kadang bersyukur sesuai keyakinan iman masing- masing mas.” Informan 1, line 396-398

5. Kerja Dimaknai Sebagai Sebuah Perintah dan Tanggung Jawab.

Kerja dimaknai sebagai sebuah perintah dan bentuk dari tanggung jawab ini muncul dari opini kedua informan yang