Kerja Dimaknai Sebagai Spiritualitas Kerja Dimaknai Sebagai Sebuah Perintah dan Tanggung Jawab.

bekerja dan memilih untuk tetap bekerja ketika sebentar lagi akan pensiun karena informan 1 berpikir bahwa kondisi ekonomi belum begitu mapan dan masih membutuhkan biaya untuk mensekolahkan anak tunggalnya sampai kejenjang yang lebih tinggi. Tidak berbeda dengan informan 2 yang menyatakan bahwa memilih bekerja karena ingin mendapatkan penghasilan sendiri secara mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Pernyataan tersebut didukung oleh Frankl dalam Herudiati, 2013 bahwa individu tidak hanya melihat pekerjaan sebagai sebuah sarana untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Selanjutnya dipertegas oleh MOW- International Research Team pada tahun 1987 dalam Harpaz, 2002 mengatakan bahwa pentingnya orientasi instrumental yang berfungsi untuk memperoleh aspek instrumental atau aspek ekonomi dari konteks pekerjaan mereka. Dengan demikian, tampaknya bahwa orang-orang dengan kecenderungan tinggi terhadap nilai-nilai ekonomi yang menganggap pekerjaan sebagai alat utama untuk memberikan pendapatan. Dengan adanya penghargaan, ini bisa menjadi sebuah alat untuk meningkatkan semangat kerja dan motivasi kerja individu. Kebanyakan orang beranggapan bahwa kerja dan hasilnya dianggap sebagai suatu hak yang mendasar karena berperan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Selain kebutuhan ekonomi, para informan juga memaknai pekerjaan mereka sebagi ajang membangun relasi sosial didalam lingkup lingungkan kerja ataupun lingkungan masyarakat sekitar. Menurut MOW- International Research Team pada tahun 1987 dalam Harpaz, 2002 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengatakan bahwa pentingnya hubungan relasi sosial atau hubungan interpersonal diantara manusia. Hal ini dikarenakan manusia adalah mahkluk sosial dan adanya interaksi antar manusia bisa menjadi penting untuk peningkatan kesehatan mental mereka dan meningkatkan makna hidup dalam diri mereka. Partini 2011 menjelaskan bahwa masalah psikologis yang dihadapi para pegawai yang akan menghadapi pensiun pada umumnya mengalami kesepian, kurang percaya diri, ketergantungan, dan kurangnya melakukan kontak sosial dengan lingkungannya. Teori tersebut tidak terbukti pada kedua informan penelitian ini, bahwa para informan memaknai kerja sebagai bentuk wujud membangun relasi sosial. Diungkapkan oleh informan 1 bahwa dirinya memiliki kelekatan relasi dengan rekan kerja satu kantor. Informan 1 pernah menyebutkan bahwa dirinya jarang sekali memanfaatkan hak cuti dikarenakan informan 1 memilih untuk bekerja dan berinteraksi dengan rekan kerjanya. Pernyataan tersebut didukung oleh Wrzesniewski dkk 2003 tentang makna kerja bisa diungkapkan sebagai penghayatan seseorang dalam melakukan tugas dan berinteraksi dengan rekan kerja mereka yang penuh semangat dalam mengerjakan tugas. Bukan hanya itu, informan 1 juga aktif dalam bidang sosial kemasyarakatan menjabat sebagai Ketua RT. Hal serupa juga ditunjukkan oleh informan 2 bahwa kerja itu adalah hal yang mengasyikan karena bisa bekerja dan bisa bergaul dan berinteraksi dengan rekan kerja. Kedua informan melakukan hal tersebut selama bekerja dan selama menjelang pensiun agar tidak merasa rendah diri dan kesepian. Lingkungan sosial dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI