Teori Keagenan Teori Signal Signalling theory Rasio CAMEL

6. Pengawas syariah. Adalah orang yang ditugaskan oleh dewan syariah nasional untuk mengawasi kepatuhan suatu entitas syaraih terhadap prinsi syariah. 7. Karyawan. Adalah individu yang bekerja pada entitas syariah atau kelompok-kelompok yang mewakili kepentingan mereka dalam hubungannya dengan entitas syariah. 8. Pemasok dan mitra usaha lainnya. Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka menilai apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. 9. Pelanggan. Memerlukan informasi untuk menilai kelangsungan hidup entitas syariah, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang. 10. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan aktivitas entitas syariah. 11. Masyarakat. Informasi keuangan yang disediakan entitas syariah akan memungkinkan masyarakat menilai kontribusi entitas syariah pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan.

2.2.3 Teori Keagenan

Teori keagenan agency theory merupakan konflik kepentingan antara manajemen agent dan pemilik principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Dalam hubungan keagenan, manajer Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditur dan investor Asmara, 2008: 20.

2.2.4 Teori Signal Signalling theory

Teori signal menunjukkan adanya asimetri informasi antara pihak manajemen perusahaan dan berbagai pihak yang berkepentingan, berkaitan dengan informasi yang dikeluarkan tersebut. Asimetri informasi dapat terjadi di antara dua kondisi ekstrem yaitu perbedaan informasi yang kecil sehingga tidak mempengaruhi manajemen, atau perbedaan yang sangat signifikan sehingga dapat berpengaruh terhadap manajemen dan harga saham. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan disclosure informasi akuntansi Rahmawati, dkk., 2007: 69.

2.2.5 Manajemen Laba

2.2.5.1 Pengertian Manajemen Laba

Terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah manajemen laba merupakan aktivitas yang legal atau tidak. Sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan perbuatan yang melanggar prinsip akuntansi. Sementara sebagian lainnya menilai manajemen laba sebagai praktik yang Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. wajar dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika manajemen laba dilakukan dalam batasan ruang lingkup prinsip akuntansi. Perbedaan pandangan mengenai manajemen laba mengakibatkan munculnya beberapa definisi yang berbeda mengenai manajemen laba Setiawati, 2010: 16. Davidson, Stickney, dan weil 1987 mendefiniskan manajemen laba sebagai proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan. Schipper 1989 mendefinisikan manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Fisher dan Rosenzweig 1995 mendefinisakan manajemen laba adalah tindakan – tindakan manajer untuk menaikkan menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikkan penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. Sementara menurut Healy dan Wahlen 1999 manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu Sulistyanto, 2008: 48. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Melihat definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada kesamaan pendapat dalam setiap definisi itu, yaitu langkah tertentu untuk mengatur laba, campur tangan dalam penyusunan laporan keuangan, tindakan untuk mengatur laba, serta menggunakan keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan. Perbedaan pemahaman terhadap manajemen laba juga mendorong semakin berkembangnya model empiris yang digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas rekayasa manajerial. Secara umum ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan, yaitu model yang berbasis akrual agregat aggregate accruals, akrual khusus specific accruals, dan distribusi laba distribution of earnings Sulistyanto, 2008:9. a. Model berbasis akrual merupakan model yang menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. b. Model yang berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari industry tertentu pula. c. Model distribution of earnings dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel, dan Zeckhauser, serta Myers dan Skinner.

2.2.5.2 Bagaimana dilakukan manajemen laba

Menurut Scott 2009: 405 manajemen laba umumnya dilakukan dengan 4 empat pola, yaitu : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1. Taking a Bath Pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah bahkan rugi atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya. 2. Minimisasi Laba income minimization Pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan perode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. 3. Maksimisasi Laba income maximization Pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada sesungguhnya. 4. Perataan Laba income smoothing Pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode-periode tertentu menunjukkan fluktuasi yang normal dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat laba yang diinginkan.

2.2.5.3 Alasan dilakukan manajemen laba

Menurut Muhammad 2006: 18, alasan dilakukan manajemen laba karena: 1. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer. 2. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan. 3. Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada perusahaan go public pada saat IPO initial public offering.

2.2.5.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen Laba

Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba yaitu Watt dan Zimmerman, 1986: 1. Bonus plan hypothesis Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa bahwa manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini Widyaningdyah, 2001: 90. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Debt equity hypothesis Debt equity hypothesis menyatakan bahwa “the large the firms debt to equity ratio, the more likely managers use use accounting methods that increase income”. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan upaya manajer untuk mengelola dan mengatur jumlah laba yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya. Manajer akan melakukan pengelolaan dan pengaturan jumlah laba untuk menunda bebannya pada periode bersangkutan dan akan diselesaikannya pada periode-periode mendatang Sulistyanto, 2008: 45. Dalam debt equity hyphotesis dijelaskan bahwa perusahaan menunda kewajiban hutangnya untuk mengatur jumlah laba yang diinginkan dan kewajibannya itu akan diselesaikan pada periode yang akan datang. 3. Political cost hypothesis Political cost hypothesis menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan Widyaningdyah, 2001: 91. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.5.5 Pengukuran Manajemen Laba

Manajemen laba yang diproksi dengan menggunakan discretionary accrual diukur dengan menggunakan rumus Sulistyanto, 2008: 165: TAC t = DA t + NDA t Keterangan: DA t = Discretionary accruals pada periode-t. TAC t = Ttal Accruals pada periode-t. NDA t = Nondiscretionary accruals pada periode-t. Untuk perhitungan total akrual adalah sebagai berikut Belkaoui, 2007: 202: TA t = ΔCA t – ΔCash t – ΔCL t + ΔDCL t - DEP t Dimana: ΔCA t = Perubahan dalam aktiva tahun berjalan di tahun t. ΔCash t = Perubahan dalam kas dan setara kas di tahun t. ΔCL t = Perubahan dalam utang tahun berjalan di tahun t. ΔDCL t = Perubahan dalam utang termasuk utang tahun berjalan di tahun t. DEP t = Beban penyusutan dan amortisasi dalam tahun t Untuk perhitungan akrual nondiskresioner menggunakan model Jones yang dimodifikasi, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut Belkaoui, 2007: 204: NDA t = α 1 1 A t-1 + α 2 [ ∆REV t - ∆REC t A t-1 ] + α 3 PPE t A t-1 Keterangan : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. NDA t = akrual bukan pilihan di tahun t. α 1 , α 2, α 3 = Parameter spesifik perusahaan. ∆REV t = Pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1. ΔREC t = Piutang bersih di tahun t dikurangi piutang bersih di tahun t-1. PPE t = Aktiva tetap kotor di tahun t. A t-1 = Aktiva total di akhir tahun t-1 .

2.2.6 Rasio CAMEL

Rasio CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank yang berpengaruh juga terhadap tingkat kesehatan bank Almilia dan Herdinigtyas, 2005: 133. Dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Dalam mengukur tingkat kesehatan bank, bank Indonesia menggunakan rasio keuangan model CAMEL Peraturan Bank Indonesia No. 131PBI2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum Dan Peraturan Bank Indoesia No. 91PBI2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan peraturan bank indonesia No. 91PBI2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah, rasio model CAMELS ini terdiri dari komponen Capital, Asset quality, Management, Earning, Liquidity, dan Sensitivity to market risk. Akan tetapi, rasio CAMEL yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Setiawati 2010. Komponen capital diukur rasio CAR Capital Adequacy Ratio, komponen Asset quality diukur dengan rasio Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. RORA, komponen management diukur dengan rasio ROA, komponen earning diukur dengan rasio NPM, komponen liquidity diukur dengan rasio LDR. a. Capital Permodalan Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan, proyeksi trend ke depan permodalan dan kemampuan permodalan dalam mengcover risiko b. Kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham. Rasio ini dihitung dengan rumus Jumingan, 2006: 243: b. Asset quality Kualitas aset Penilaian terhadap faktor kualitas asset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas aktiva produktif, perkembangan kualitas aktiva produktif bermasalah, konsentrasi eksposur risiko, dan eksposur risiko nasabah inti. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang review internal, sistem dokumentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. Jadi rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa baik kualitas asset bank syariah. Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus Andayani, 2009: 6: c. Management Kualitas manajemen Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum, penerapan manajemen risiko terutama pemahaman manajemen atas risiko Bank atau UUS. b. Kepatuhan Bank atau UUS terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia maupun pihak lain, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah termasuk edukasi pada masyarakat, pelaksanaan fungsi sosial. Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus Muhammad, 2004: 146: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. d. Earning Rentabilitas Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung ekspansi dan menutup risiko, serta tingkat efisiensi; b. Diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan fee based income, dan diversifikasi penanaman dana, serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya. Rasio ini dihitung dengan rumus Jumingan, 2006: 245: e. Liquidity likuiditas Penilaian terhadap faktor likuiditas sebagaimana meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi maturity mismatch, dan konsentrasi sumber pendanaan. b. Kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan. Rasio ini dihitung dengan rumus Muhammad, 2004: 146: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.7 Hubungan Rasio CAMEL terhadap praktik manajemen laba.