bekerja sama. Aku menyaksikannya sendiri saat penyusunan laporan kkelompok. Dia juga tipe pekerja keras, begitu fokus saat bekerja. Tidak
seperti… Ah, aku tak pantas membandingkan mereka. hlm. 177
Emosi yang memuncak membuat Lintang mengucapkan kata perceraian kepada Aji, suaminya. Reaksi Lintang ini terjadi karena kurangnya kasih sayang Aji,
tetapi hal tersebut membuat ia menyesal karena ucapannya diketahui oleh anaknya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
124 “Aku sudah tak tahan jadi istrimu, Mas. Aku minta cerai saja”
Sungguh aku mengucapkan kalimat itu tanpa sadar, hanya karena emosi yang mencapai puncak. Suamiku yang biasanya santai, mendengar kata -
kataku juga kaget bukan kepalang. Dan terlebih yang memb uatku menyesal, saat itu ternyata Anti mendengar. hlm. 238
Setelah menikah dengan Aji, perhatian dan rasa kasih sayang tidak didapat oleh tokoh utama. Tokoh utama sering meneteskan air mata. Hal ini merupakan
reaksi tidak terpenuhinya rasa cinta dan ras a memiliki dari Aji, suaminya. Hal ini tampak pada kutipan no. 109
—114. Pada kutipan no. 115 dan 116, tokoh utama ingin memberontak dengan cara ia merokok. Hal ini dilakukan semata -mata untuk
mendapatkan perhatian dari suaminya, meski pun hal tersebut hanya sia -sia dan kecewa yang di dapat. Kutipan no. 117 dan 118 memperlihatkan bahwa suami tokoh
utama sangat cuek dan tidak memiliki waktu untuk istrinya. Saat dihadapkan dengan Anggoro yang penuh perhatian, Lintang mulai
membandingkan dengan sikap Katriningsih teman sekantornya dan juga sikap suaminya sendiri. Sikap Lintang ini merupakan reaksi yang muncul karena perhatian
teman dan suaminya tidak ia dapatk an. Hal ini tampak pada kutipan no. 119 —123.
Permintaan cerai diucapkan oleh tokoh utama y ang terlihat pada kutipan no. 124 yang merupakan puncak reaksi ketidak terpenuhinya rasa kasih sayang dan perhatian sang
suami.
4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan dalam diri setiap manusia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rasa percaya diri dan penghargaan dari orang lain. Rasa percaya
diri meliputi kompetensi, ketergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, penerim aan, perhatian, dan nama baik.
Dalam novel Lintang, kebutuhan akan penghargaan tidak didapatkan oleh tokoh utama. Sebagai anak, tokoh utama kurang mendapatkan kebebasan saat di
rumah. Sering mendapat perlakuan keras dari ayahnya membuat tokoh utama merasa tidak dihargai sebagai anak dan harga dirinya tercabik -tercabik sebagai seorang anak .
Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. 125
“Masuk Bocah wedok malam-malam masih di luar Bapak kan sudah bilang, jam setengah
sembilan kamu sudah harus masuk rumah” hlm. 13
126 “Diam” kata bapak sambil mengacungkan pisau itu tepat di depan
mukaku. Seketika tubuhku gemetar, tangisku tertahan. hlm. 18 127 Begitu sempurna kehancuran hatiku saat itu. Aku hanya pasrah, tak bisa
berbuat apa-apa. Aku hanyalah korban dari permasalahan yang dibuat orang tua. Ada kalanta aku merasa sebagai anak yang sangat disayang,
tapi ada kalanya aku merasa diperlakukan di luar batas kewajaran. Aku menjadin satu-satunya pelampiasaan perasaan orang tuaku, perasaan
senang, juga saat emosi tak lagi tertahan. Aku benar -benar merasa sebagai boneka yang diperlakukan semaunya. hlm. 18
—19
Ucapan temen-temannya semasa kecil yang melec ehkan karena ia kurang dapat membaca Al-quran dan tidak pernah sholat telah membuat tokoh utama merasa
tidak dihargai dan terhina. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. 128
… Begitu saja tidak hapal Lin?” Sisri menghujani panah di hatiku dengan pertanyaan-pertanyaannya. hlm. 8
129 Lintang mana bisa Sri. Dia kan ndak pernah sholat,” kata Gunawa n.
“Bapaknya Lintang kan orang Islam abangan. Kata bapakku, Islamnya cuma di KTP. Apalagi ibunya, dulu kan bukan orang Islam. Jadi mana
mungkin Lintang bis a sholat,” tambah Gunawan. hlm. 9
Keinginan Lintang menjad i seorang insinyur ditentang oleh orang tua kekasihnya yang masih berpikiran kolot. Pilihannya tidak dihargai karena ia seorang
wanita dan pilihannya dianggap akan mengungkuli laki -laki. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
130 “Bocah wedok kurang pas Nduk, kalau mengambil jurusan eksak seperti
keinginanmu. Itu cocoknya untuk laki -laki. Gelar sarjana Teknik, Insinyur, itu cocoknya buat laki -
laki.” hlm. 39 Tokoh utama kurang mendapat perhatian dari teman sekantornya. Anaknya
yang sakit dan mengharuskannya sering meninggalkan kantor membuat ia diremehkan. Perihal suratnya kepada Anggoro juga membuat ia mendapat cibiran dari
teman-teman di kantornya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. 131
“Pamit lagi, Bu?” tanya Katriningsih yang duduk di sebelahku, dengan tatapan sinis. Apalagi pertanyaan itu diucapkan dengan gaya menurunkan
kacamata beberapa centi. Menampakkan mata lebarnya yang menakutkan. hlm. 105
132 “Bu, saya sudah tahu lho,” ucap Yusri begitu aku keluar dari ruang kerja
Pak Yanuar. “Maksudnya, tahu apa Bu Yusri?”
“Ah, masa sih Bu Lintang ndak merasa. Teman-teman kantor udah pada tahu
kok Bu.” hlm. 175
Ucapan tokoh utama kepada suaminya sering kali tidak didengarkan dan kurang mendapatkan perhatian dan hanya disepelekan. Hal ini dapat dilihat pada
kutipan berikut. 133 Kalau sudah begitu, tak ada yang bisa kulakukan kecuali menutup mulut
rapat-rapat. Batinku mangkel, apapun yang kukatakan tak pernah direspon sungguh-sungguh oleh suamiku. Bahkan untuk hal penting
seperti ini. hlm. 110
134 Tak tertakar berapa air mata yang kucurahkan, merasakan tabiat suamiku semakin menghujamkan sembilu ke ulu hati, p erih. Harus dengan cara
apa lagi aku berontak? Kalimat halus hanya disepelekan. Kemarahan hanya akan menyiksa diriku. Semakin diam, aku semakin terisisih.hlm.
144
Semasa kecil tokoh utama kurang dihargai sebagai anak dan tidak mendapatkan kebebasannya, hal ini dapat dilihat pada kutipan no. 125
—127. Harga diri dan nama baik keluarganya sering kali dilecehkan dan diremehkan karena ia dan
keluarganya tidak pernag menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, yaitu Islam. Keluarganya sering dikatakan sebagai Islam abangan, hal ini dapat dilihat pada
kutipan no. 128 —129. Keinginannya menjadi insinyur tidak dihargai bahkan
ditentang oleh keluarga kekasihnya, hal ini terlihat pada kutipan no. 130. Tidak adanya simpati dan juga merasa dipojokkan oleh teman -tema sekantornya terlihat
pada kutipan no. 131-132. Perhatian suami tidak pernah ia dapatkan. Ucapan tokoh utama sering kali
tidak mendapatkan respon dari suaminya dan tidak diindahkan. Kutipan no. 133 dan 134 memperlihatkan keadaan tersebut.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang muncul setelah semua kebutuhan di atas terpenuhi. Ini adalah puncak dari kebutuhan manusia yang
dikemukakan oleh Maslow, yaitu sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas individu.
Maslow berpendapat via Goble, 1987: 77 bahwa manusia perlu mengembangkan potensi
dalam dirinya.
Pemaparan tentang
kebutuhan psikologis
u ntuk menumbuhkan, mengembangkan , dan menggunakan kemampuannya disebut
aktualisasi diri. Aktualisasi diri sangat penting bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai media
untuk mengeksplorasikan segala kemampuan yang dimilikinya. Jika seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik, orang ters ebut akan merasa terasing
dari lingkungannya dan mengalami konflik yang dapat berupa kecemasan, kebimbangan, ketakutan, dan lain sebagainya.
Lintang tak dapat berkonsentrasi penuh dengan kuliahnya, karena ia sudah menjadi istri dan seorang ibu. Ia harus membagi waktu antara kuliah dan urusan
rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. 135 Aku harus benar-benar bisa membagi waktu antara mengurus Anti dan
kuliah. Kehidupan seperti itu terus aku jalani selama dua tahun. hlm. 81 Tokoh Lintang dalam novel Lintang ini tidak dapat mengaktualisasikan
dirinya dalam pekerjaan secara penuh, sehingga menyebabkan banyak rekan sekerjanya yang tidak suka. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
136 “Iya Bu Katrin, saya sudah janjian sama dokternya Gilang jam sebelas,
jadi saya mesti pulang, menjemput Gilang, terus ke rumah sakit,” jawabku. hlm. 105
137 Sejak melahirkan Gilang, dan aku sering ijin pulang lebih awal, banyak rekan-rekanku di kantor yang tidak suka. Terutama Katrining sih.
Perempuan itu pula yang suka menyebarkan kabar buruk, dan memengaruhi orang kantor untuk tidak suka padaku. Yayuk dan Santi,
yang juga satu divisi denganku, jelas sudah terpengaruh oleh Katriningsih, keduanya selalu menyuguhkan muka masam. hlm. 106
Semenjak Gilang,
anaknya sakit -sakitan,
Lintang tidak
dapat mengktualisasikan dirinya dalam hal pekerjaan secara penuh, sering ia meninggal kan
pekerjaannya. Kegiatan -kegiatan yang biasanya ia lakukan sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
138 Gilang masih dalam terapi. Bahkan sekarang sering sakit -sakitan. Banyak pekerjaan kantor kutinggalkan demi Gilang. Dan itu menjadi penyebab
suasana kerja di kantor semakin tak nyaman. Setelah kelahiran Gilang, aku tak pernah lagi senam bersama, belanja di awal bulan, atau sekedar
latihan menyanyi untuk hibu ran saat kantor mengadakan acara. Padahal sebelum kelahiran Gilang, aku terkenal sebagai artis kantor Dinas
Pertanian DIY. Bakat menariku sering kutunjukkan saat acara -acara kantor. Bahkan saat hamil muda, aku sempat mengikuti lomba tarik suara
di Kodya Yogyakarta dan mendapat juara II. Kini semua itu kutinggalkan . hlm. 111
139 Aku harus kembali meninggalkan pekerjaan kantor yang belum tuntas. Hampir selalu begitu, setiap kali harus mengantar Gilang terapi di rumah
sakit. Dan selalu saja, aku harus menguatkan diri menghadapi muka - muka kecut rekan-rekan kantor. Aku bisa memahami kalau banyak teman
kantor iri padaku. hlm. 119
Rasa keterpaksaan dialami oleh Lintang dalam menjalani bisnis MLM karena telah didaftarkan oleh suaminya , bisnis itu dijalaninya bukan karena keinginannya
sendiri. Hal ini terdapat pada ku tipan berikut. 140 Mas Aji tak menggubris nasihatku. Penyakit lamanya benar -benar
kambuh lagi, bertindak semaunya sendiri. Tak segera mengurusi bisnisnya di Bantul, suamiku malah mengikuti bisnis baru,
menggabungkan diri dalam bisnis Multy Level Marketing MLM yang bergerak dalam bidang penjualan obat -obatan herbal. Tak mau tanggung -
tanggung, Mas Aji juga mendaftarkan namak u. Mau tak mau karena namaku telah terdaftar, aku harus berkecimpung dalam bisnis itu. hlm.
237
141 Baru berjalan enam bulan dengan bisnis MLM, ia mulai bosan. Dia menyerahkan semua urusan MLM padaku. Aji tak mau bisnis itu
berhenti, karena dia sudah investasi dana cukup besar. Tiada yang dapat aku lakukan kecuali tetap bertahan, kerena aku tak mau uang yang sud ah
diinvestasikan akan terbuang sia -sia. hlm. 238
Pada kutipan no. 135
—139, tampak
tokoh utama tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara penuh untuk urusan kuliah dan pekerjaan karena ia
harus membagi waktu dengan urusan rumah tangga. Setelah melahirkan Gilang anaknya, ia tidak dapat melaksanakan rutinitas dan pekerjaannya dengan baik. Dalam
berbisnis, tokoh utama tidak dapat me ngaktualisasikan dirinya karena bisnis yang dijalankannya atas paksaan suami bukan keinginannya sendiri. Hal ini tamp ak pada
kutipan no. 140 dan 141 .
C. Konflik Batin Tokoh Utama
Kehidupan manusia seringkali diwarnai dengan berbagai permasalahan, baik yang timbul dari luar atau dalam manusia itu sendiri. Realitas-realitas kehidupan
manusia dan permasalahannya banyak tergambar dalam sebuah karya sastra, baik bersifat fiksi maupun nonfiksi. Pada bagian ini penulis hanya menganalisis konflik
batin yang terjadi pada diri tokoh utama, karena dari sekian banyak tokoh yang ada dalam novel Lintang tokoh utamalah yang paling banyak mengalami konflik batin.
Menurut Nurgiyantoro 1995: 124, konflik batin pada diri manusia dapat terjadi