Kebutuhan Aktualisasi Diri Analisis Psikologi dalam Novel Lintang
Tapi aku resah. Ada juga Mas Aji yang beberapa hari ini kulupakan. Dia masih menunggu jawabanku. Mas Aji sangat baik. Dia yang sangat
mengharapkanku. hlm. 35
147 Anggit hanya diam membisu. Mas Anggit -ku ternyata masih berpikiran kolot, sama seperti bap aknya. Dalam kondisi seperti itu, hati kecilku
memberontak. Ini tidak adil. kenapa aku mesti mengalah? Cita -citaku sejak dulu menjadi insinyur, menjadi sarjana ilmu eksak, dan nilai
eksakku di sekolah juga bagus. Kenapa Bapaknya Anggit mengatakan perempuan tidak pantas mengambil jurusan ilmu eksak? Apa aku harus
membuang jauh cita-citaku demi tidak menyaingi Anggit? hlm. 39 -40
Tokoh utama merasa bingung dengan dua lelaki yang menyukainya, sedangkan ia tidak menyukai keduanya. Ia tidak ingin menyinggung pe rasaan
keduanya. Berikut kutipan yang membuktikan hal tersebut. 148 Aku benar-benar bingung dan tak enak hati. Dua lelaki sama -sama
menaruh hati padaku, namun tak satu pun dari keduanya yang bisa menggetarkan hatiku. Aku juga tak ingin mereka tersinggung dengan
sikapku.
Kekalutan menyerang diri tokoh utama ketika mengetahui suaminya tidak setia. Konflik batin tersebut direaks ikan oleh tokoh utama dengan menangis dan bibir
yang terus bergetar tidak mampu berkata -kata menampakkan bahwa dia sedang bergumul dalam permasalahan yang serius. Setelah melihat wanita yang
menghancurkan perasaannya, tokoh utama merasa hidupnya suram teta pi ia teringat akan anaknya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
149 Aku berjalan gontai keluar kamar. Tenagaku habis untuk meredam gejolak dalam jiwaku. Yang tersisa hanya muka pucat, air mata, dan bibir
yang terus bergetar tapi tak mampu berkata -kata. hlm. 73 150 Hidupku mendadak menjadi gelap. Bayangan masa depan terlihat begitu
suram. Wanita mana yang hatinya bisa menerima kalau suaminya juga pernah berhubungan dengan wanita lain?
Inilah luka yang sesungguhnya. Aku siap kalau Tuhan mengambil nyawaku saat ini. Hidup sudah tidak berarti. Namun pikiranku tiba -tiba
teringat pada Anti, buah cintaku dengan Mas Aji. Anak itu tidak boleh
menjadi korban. Aku masih harus hidup untuk Anti, agar kelak ia menjadi wanita yang mampu menjaga kehormatannya… hlm. 78
Tokoh utama tidak mendapatkan kasih sayang dari suaminya sehingga ia terpaksa merokok untuk mendapatkan perhatian suaminya, namun hal tersebut sia -sia.
Saat bertemu dengan orang yang memperhatikannya, perasaan cinta mulai tumbuh pada keduanya. Bersamaan dengan hal tersebut, rasa bahagia dan bersalah
menghinggapinya. Hal ini tampak pada kutipan berikut. 151 Kututup rapat dan kukunci pintu kamar, karena khawatir kalau tiba -tiba
Anti membuka pintu. Cepat kuraih bungkus rokok di atas meja. Masih ada empat batang. Kusust batang pertama. Kuhisap, lalu kukepulkan
asapnya. Persis seperti yang dilakukan suamiku. Ini pertama kali seumur hidupku merokok. Beberapa kali aku batuk -batuk, karena asap memenuhi
tenggorokkan dan menyesakkan dada, tapi aku tak mau menyerah. Ini pemberontakan, aku ingin suamiku juga tahu. Aku bisa melakukan seperti
yang ia lakukan. hlm. 146
152 Salahkah aku? Pertanyaan yang sesungguhnya sudah terjawab. Aku jatuh hati kepadanya. Ku tahu ini tak semestinya. Tapi aku tak bisa menepis
perasaan indah ini. Rasa yang tiba -tiba memunculkan semangat baru dalam hidupku. Rasa yang mampu menghimpun keping -keping hatiku
yang telah hancur. hlm. 154
153 Ku sadari ini hanya b ayang semu. Yang takkan tersentuh, apalagi termiliki. Dirinya ibarat fatamorgana. Ada, tapi tiada. Semakin aku
terlarut dalam perasaan indah ini, semakin rasa bersalah bergelayut. Kepada Mas Aji, kepada anak -anakku.
Tapi sungguh, aku tak bisa menepisnya. hlm. 155
Beban hidupnya akhirnya diceritakan pula kepada Anggoro, laki -laki yang baru dikenalnya. Hal ini membuat tokoh utama merasa menelanjangi dirinya sendiri
dihadapan orang asing. Walaupun demikian, berdekatan dengan Anggoro membuat hatinya bahagia meski cemas jika hubungannya diketahui oleh teman sekantornya.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
154 Mendengar kata-katanya, aku seperti tersadar, betapa aku telah ‘menelanjanangi’ diri sendiri di hadapan lelaki asing. Membagi kisah
pribadiku pada orang lain? Kenapa bisa seperti ini? Kenapa begitu mudahnya cerita itu mengalir dari mulutku? Selama ini aku selalu rapat
menyembunyikan perasaanku. Terlebih pada orang yang baru aku kenal. Satu-satunya tempat cu
rhatku hanyalah ibu….hlm. 163 155 Sejak itu perasaanku berkecamuk antara bahagia bisa selalu berdekatan
dengan Mas Anggoro, dengan khawatir dengan ketajaman lidah
Katriningsih. Pertempuran dua rasa dalam satu tubuh, pada akhirnya akan berdampak secara fisik. Dan itu yang terjadi padaku. Beberapa hari
setelah bicara dengan Katriningsih di kamar itu badanku lemas dan kepalaku pening. hlm. 166
Rasa penasaran menghinggapi diri tokoh utama saat surat yang ditujukan kepada Anggoro jatuh ke tangan Katriningsih. Ia ingin sekali menanyakan masalah
itu pada Anggoro, namun saat bertemu ia tidak mampu untuk menanyakannya. Hatinya bimbang penuh keragu -raguan. Hal ini tampak pada kutipan berik ut.
156 Apakah rasioku telah diperbudak perasaan? Mungkin. Kenapa aku tak berani menanyakan, kenapa suratku bisa ada di tangan Bu Katriningsih?
Apakah dia sengaja memberikannya? Tapi mulut ini tak mampu terbuka untuk bertanya. Walau hatiku begitu ingin tahu. Aku menjadi tak berdaya
saat berada di dekatnya. Apakah aku telah gila? Padahal, aku seorang insinyur, istri seorang dokter dengan tiga orang putra. Bekerja di instansi
pemerintah sebagai PNS. M asih pantaskah kupertahankan pera saan ini? hlm. 177
Dalam hati, tokoh utama tidak ingin mengkhianati cinta suaminya. Ia hanya ingin diperhatikan, namun hal itu hanya didapat dari sosok Anggoro bukan dari
suaminya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. 157 Maafkan aku Mas Aji.
Apakah kau benar-benar tak tahu? Atau kau pura -pura tak tahu. Maafkan aku yang telah merusak kesucian cinta kita. Separuh hatiku telah
kuberikan kepada orang lain, Mas. Maafkan aku Mas, yang merasa tak cukup atas kasih sayang yang kau berikan. Aku butuh le bih banyak dari
itu, Mas. Andai kau mengerti perasaanku…