Konflik Batin Tokoh Utama
154 Mendengar kata-katanya, aku seperti tersadar, betapa aku telah ‘menelanjanangi’ diri sendiri di hadapan lelaki asing. Membagi kisah
pribadiku pada orang lain? Kenapa bisa seperti ini? Kenapa begitu mudahnya cerita itu mengalir dari mulutku? Selama ini aku selalu rapat
menyembunyikan perasaanku. Terlebih pada orang yang baru aku kenal. Satu-satunya tempat cu
rhatku hanyalah ibu….hlm. 163 155 Sejak itu perasaanku berkecamuk antara bahagia bisa selalu berdekatan
dengan Mas Anggoro, dengan khawatir dengan ketajaman lidah
Katriningsih. Pertempuran dua rasa dalam satu tubuh, pada akhirnya akan berdampak secara fisik. Dan itu yang terjadi padaku. Beberapa hari
setelah bicara dengan Katriningsih di kamar itu badanku lemas dan kepalaku pening. hlm. 166
Rasa penasaran menghinggapi diri tokoh utama saat surat yang ditujukan kepada Anggoro jatuh ke tangan Katriningsih. Ia ingin sekali menanyakan masalah
itu pada Anggoro, namun saat bertemu ia tidak mampu untuk menanyakannya. Hatinya bimbang penuh keragu -raguan. Hal ini tampak pada kutipan berik ut.
156 Apakah rasioku telah diperbudak perasaan? Mungkin. Kenapa aku tak berani menanyakan, kenapa suratku bisa ada di tangan Bu Katriningsih?
Apakah dia sengaja memberikannya? Tapi mulut ini tak mampu terbuka untuk bertanya. Walau hatiku begitu ingin tahu. Aku menjadi tak berdaya
saat berada di dekatnya. Apakah aku telah gila? Padahal, aku seorang insinyur, istri seorang dokter dengan tiga orang putra. Bekerja di instansi
pemerintah sebagai PNS. M asih pantaskah kupertahankan pera saan ini? hlm. 177
Dalam hati, tokoh utama tidak ingin mengkhianati cinta suaminya. Ia hanya ingin diperhatikan, namun hal itu hanya didapat dari sosok Anggoro bukan dari
suaminya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. 157 Maafkan aku Mas Aji.
Apakah kau benar-benar tak tahu? Atau kau pura -pura tak tahu. Maafkan aku yang telah merusak kesucian cinta kita. Separuh hatiku telah
kuberikan kepada orang lain, Mas. Maafkan aku Mas, yang merasa tak cukup atas kasih sayang yang kau berikan. Aku butuh le bih banyak dari
itu, Mas. Andai kau mengerti perasaanku…
Aku memang tak pantas menyalahkanmu atas semua ini. Aku yang salah. Aku bukanlah batu karang yang begitu kokohnya menahan gelombang.
Aku rapuh Mas. Aku butuh tenaga penguat dalam hidupku. Dan dari dialah kekuatan itu aku dapatkan. Sungguh, selama ini aku mengharapkan
hanya kaulah yang memberi kekuatan itu. Tapi kau tak cukup memberikannya untukku.
Mas, aku tahu, aku salah. Tapi aku tak punya kekuatan untuk menghindar hlm. 179
Tokoh utama ingin sek ali membalas cinta Anggoro dengan sepenuh hati, namun ia masih berstatus sebagai seorang istri. Perasaan dan pikiran yang
berkecamuk dalam diri tokoh utama saat diajak oleh Anggoro untuk beristirahat di vila daerah Kali Urang. Rasa takut akan terulangnya k embali peristiwa sembilan
tahun lalu dan takut membayangkan kekecewaan orang -orang yang dikasihinya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
158 Apalagi bila Mas Anggoro menampakkan perhatiannya padaku, aku ingin membalasnya dengan memberikan apa yang ia mau. Tapi aku masih
menjadi istri dari suamiku. Meskipun Mas Aji pernah mengijinkanku untuk berselingkuh, sebagai bentuk pembalasan atas perselingkuhannya
pada masa lalu, tetap saja aku tak berani melangkah. hlm. 182
159 Mendadak dadaku bergemuruh hebat. Jantungku terasa berdetak lebih kencang, badanku mulai gemetar. Tiba -tiba ingatanku melayang pada
kejadian sembilan tahun yang lalu. Tak jauh dari tempatku sekarang. Di tempat itu aku telah melakukan dosa yang sangat terku tuk. Lantas, apakah
aku akan menambah daftar panjang deretan dosa besar itu: Dalam samar-samar bayangan, mendadak wajah -wajah yang kukasihi
muncul dipikiran. Ibu, bapak, Mas Aji, Anti, Gilang, dan Wening. Wajah mereka muram, tampak kecewa menyaksikan perbu atanku. Hatiku
tersentak, membuat tubuhku lemas seketika. hlm. 185
Rasa bahagia tidak sepenuhnya dirasakan tokoh utama, selalu ada rasa bersalah yang membayangi karena perselingkuhannya dengan Anggoro. Konflik batin
tokoh utama memuncak ketika ia tersiksa dengan rahasia perselingkuhannya. Keinginannya untuk mengungkapkan kebenaran terhalang rasa takut ditinggalkan
suaminya. Menangis adalah reaksi tokoh utama karena ketidakmampuannya dalam menghadapi konflik batin yang dialaminya, berikut kutipannya.
160 Duhai bahagianya hatiku hari ini. Meski gelisah ini belum juga musnah. Meski rasa bersalah itu masih menjadi bayang -bayang kelam. Meski dosa
itu masih menjadi sandungan langkah. Meski harapan ketenangan akan datang masih jauh di awan. hlm. 196
161 Pertanyaan itu benar-benar membuatku semakin tak bisa menahan gejolak hati. Ingin rasanya kuungkapkan semua, agar hilang ganjalan yang selama
ini menyiksa batin. Namun, aku takut. Takut kalau suamiku tak bis a menerima, marah, lantas meninggalkanku. Aku hanya bisa mengis. hlm.
204
Konflik batin juga dialami oleh tokoh utama ketika anaknya yang bernama Gilang dihina oleh tetangganya. Ingin sekali ia memaki -maki tetangganya itu, namun
ia menyadari keterbelaka ngan mental anaknya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. 162 Tercabik-cabik hatiku. Batinku tak terima anakku diperl akukan seperti
itu. Ingin sekali aku datangi rumah Darmawan dan memaki -makinya, karena tega melukai hati putraku. Namun aku sadar, kalau aku menjadi
Darmawan, mungkin akan melakukan hal yang sama. Orang tua mana yang rela anak perempuannya disukai anak yan g punya keterbelakangan
mental? Padahal anak perempuannya cantik dan pintar. hlm. 227
Tokoh utama mengalami konflik batin ketika akan menaruh anaknya untuk di rawat di rumah sakit ataukah membawanya pulang kembali ke rumah, berikut
kutipannya. 163 Sebenarnya aku agak ragu, setelah mendengar penjelasan dokter itu.
Dirawat di rumah sakit itu berarti Gilang disamakan dengan pasien -pasien sakit jiwa. Padahal Gilang hanya tuna grahita. Kalaupun dia mengalami
gejala psikiatrik, bisa jadi hanya karena tekanan perasaan. Akan tetapi, membawa Gilang ke rumah tidak menyelesaikan masalah.
hlm. 258
Kekalutan menyelimuti pikiran tokoh utama ketika pern ikahan anak pertama bersamaan pula dengan sakitnya anak keduanya yang bernama Gilang. Hal ini terlihat
pada kutipan berikut. 164 Pikiranku benar-benar kalut. Pernikahan Anti harus berjalan sesuai
rencana, tapi kondisi Gilang menyita banyak perhatianku. S etiap tiga puluh menit sekali kutelepon suamiku atau Anti yang berjaga di rumah
sakit, menanyakan kondisi Gilang. hlm. 260
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menjalani hidupnya, tokoh utama mengalami berbagai konflik batin. Pada kutipan no. 142,
tampak tokoh utama semasa kecil menjadi pelampiasan perasaan orang tuanya, hingga ia merasa sebagai boneka. Kurangnya kemampuan membaca Al -Quran dan
sholat yang membawanya pada pilihan meminta diajari Sri meskipun malu atau lebih malu lagi ketika teman sekelasnya mengetahui bahwa ia tidak dapat mengaji. Ucapan
Gunawan temannya, membuat tokoh utama semasa kecil dijejali berbagai pertanyaan mengenai sholat dan neraka. Hal ini di perlihatkan pada kutipan no. 143
—145. Kutipan no. 146
—148, memperlihatkan kebimbangan tokoh utama saat remaja ketika dihadapkan pada
dua cinta dan juga cita-cita. Tokoh utama memutuskan untuk menikah dengan Aji, yang membawanya pada perasaan kalut
ketika mengetahui bahwa suaminya tidak setia. Konflik batin tersebut dire aksikan oleh tokoh utama dengan menangis dan bibir yang terus bergetar tidak mampu
berkata-kata menampakkan bahwa dia sedang bergumul dalam permasalahan yang serius, dipelihatkan pada kutipan no. 149 dan 151.
Berbagai masalah dalam kehidupan keluarganya menimbulkan konflik batin yang berkepanjangan pada diri tokoh utama. Rasa hampa tanpa kasih sayang suami
dirasakan oleh tokoh utama sebagai suatu hal yang menyiksa batinnya. Bercerita masalah pribadi kepada ora ng asing bukanlah sifatnya, tetapi dengan tak terduga
tokoh utama menceritakan masalahnya kepada orang asing hingga membuat dirinya bingung. Merokok merupakan reaksi pembe rontakan tokoh utama dalam meng hadapi
konflik batinnya. Hal ini juga membawanya pada sebuah perselingkuhan dan konflik batin pada dirinya. Perselingkuhan ini menimbulkan adanya perasaan bersalah pada
suami tetapi juga perasaan bahagia dapat berdekatan dengan Anggoro, meskipun di sisi lain ia merasa takut pula jika kedekatannya dengan Anggo ro diketahui teman
sekantornya. Pada kutipan no. 152 —155 mempelihatkan kejadian tersebut.
Kutipan no. 156, memperlihatkan konflik batin yang dialami tokoh utama ketika ingin menanyakan perihal suratnya yang jatuh ke tangan Katriningsih, namun
ia tidak dapat berkata apa -apa setelah bertemu dengan Anggoro. Pada kutipan no. 157 menunjukkan perasaan bersalah tetapi juga tidak dapat menghindari rasa cintanya
pada Anggoro, mengakibatkan tokoh utama terbelenggu konflik batin. Sebenarnya tokoh utama hanya ingin perhatian yang diberikan oleh suaminya saja, akan tetapi
karena perhatian itu tak juga ia dapatkan akhi rnya ia dapatkan dari sosok Anggoro dan memaksanya untuk berselingkuh.
Tokoh utama ingin sekali membalas perhatian Anggoro dengan melakukan apa saja, namun ia teringat statusnya masih sebagai istri Aji. Perasaan yang
berkecamuk dalam diri tokoh utama dan bayangan akan wajah-wajah keluarganya
ketika diajak Anggoro berist irahat di vila daerah Kaliu rang merupakan reaksi konflik batin yang dirasakannya. Rasa takut akan terulangnya kembali peristiwa sembilan
tahun lalu dan takut membayangkan kekecewaan orang -orang yang dikasihinya. Peristiwa ini dapat dilihat pada kutipan no. 158 dan 159.
Kutipan no. 160 dan 161 memperlihatkan perasaan takut dan tidak nyaman pada diri tokoh utama karena masalah perselingkuhan yang membelenggu hingga
menimbulkan konflik batin pada dirinya. Kebahagiaan dalam keluarga tidak sepenuhnya ia rasakan karena masih tersisa kenangan akan perselingkuhannya. Rasa
takut diceraikan membuat ia ragu untuk berterus terang kepada suaminya. Keterbelakangan mental anaknya yang bernama Gilang me mbuat tokoh utama
mengalami konflik batin. Tokoh utama ingin sekali membalas perlakuan tetangganya yang menghina anaknya, namun di pihak lain ia menyadari kekurangan anaknya
tersebut. Karagu-raguannya muncul ketika tokoh utama akan meninggalkan anaknya untuk menerima perawatan di rumah sakit . Hal ini berlanjut, hingga pada akhirnya
perasaannya kalut ketika ia harus mengutamakan persiapan pernikahan putrinya atau memperhatikan Gilang yang dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat di lihat pada kutipan
no. 162 —164.
Demikian beberapa konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina. Konflik batin yang dialami oleh tokoh utama menimbulkan
berbagai reaksi, baik gerakan tubuh atau ucapan yang merupakan reaksi atas ketidakmampuan tokoh utama dalam mengatasi konflik batinnya. Kenyataan hidup
tokoh utama yang seringkali mengalami konflik batin selama menjalani kehidupan rumah tangga menyebabkan ia mengalami setres atau depresi.
Keadaan tokoh utama yang demikian jika tidak segera diselesaikan
permasalahannya dikhawatirkan akan berkembang menjadi penyakit jiwa, yaitu shizoprenia. Penyakit mental tersebut berawal dari ketidakmampuan manusia dalam
menyesuaikan diri pada lingkungan baru sehingga mengalami kegagalan un tuk menyelesaikan permasalahan hidup. Pada awalnya shizoprenia hanya menunjukkan
gejala-gejala ringan tetapi setelah berjalan beberapa tahun dan terbentur pada masalah tertentu akan terlihat gejala yang hebat sekaligus, yaitu gangguan kejiwaan.
93