Konflik Batin Tokoh Utama

154 Mendengar kata-katanya, aku seperti tersadar, betapa aku telah ‘menelanjanangi’ diri sendiri di hadapan lelaki asing. Membagi kisah pribadiku pada orang lain? Kenapa bisa seperti ini? Kenapa begitu mudahnya cerita itu mengalir dari mulutku? Selama ini aku selalu rapat menyembunyikan perasaanku. Terlebih pada orang yang baru aku kenal. Satu-satunya tempat cu rhatku hanyalah ibu….hlm. 163 155 Sejak itu perasaanku berkecamuk antara bahagia bisa selalu berdekatan dengan Mas Anggoro, dengan khawatir dengan ketajaman lidah Katriningsih. Pertempuran dua rasa dalam satu tubuh, pada akhirnya akan berdampak secara fisik. Dan itu yang terjadi padaku. Beberapa hari setelah bicara dengan Katriningsih di kamar itu badanku lemas dan kepalaku pening. hlm. 166 Rasa penasaran menghinggapi diri tokoh utama saat surat yang ditujukan kepada Anggoro jatuh ke tangan Katriningsih. Ia ingin sekali menanyakan masalah itu pada Anggoro, namun saat bertemu ia tidak mampu untuk menanyakannya. Hatinya bimbang penuh keragu -raguan. Hal ini tampak pada kutipan berik ut. 156 Apakah rasioku telah diperbudak perasaan? Mungkin. Kenapa aku tak berani menanyakan, kenapa suratku bisa ada di tangan Bu Katriningsih? Apakah dia sengaja memberikannya? Tapi mulut ini tak mampu terbuka untuk bertanya. Walau hatiku begitu ingin tahu. Aku menjadi tak berdaya saat berada di dekatnya. Apakah aku telah gila? Padahal, aku seorang insinyur, istri seorang dokter dengan tiga orang putra. Bekerja di instansi pemerintah sebagai PNS. M asih pantaskah kupertahankan pera saan ini? hlm. 177 Dalam hati, tokoh utama tidak ingin mengkhianati cinta suaminya. Ia hanya ingin diperhatikan, namun hal itu hanya didapat dari sosok Anggoro bukan dari suaminya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. 157 Maafkan aku Mas Aji. Apakah kau benar-benar tak tahu? Atau kau pura -pura tak tahu. Maafkan aku yang telah merusak kesucian cinta kita. Separuh hatiku telah kuberikan kepada orang lain, Mas. Maafkan aku Mas, yang merasa tak cukup atas kasih sayang yang kau berikan. Aku butuh le bih banyak dari itu, Mas. Andai kau mengerti perasaanku… Aku memang tak pantas menyalahkanmu atas semua ini. Aku yang salah. Aku bukanlah batu karang yang begitu kokohnya menahan gelombang. Aku rapuh Mas. Aku butuh tenaga penguat dalam hidupku. Dan dari dialah kekuatan itu aku dapatkan. Sungguh, selama ini aku mengharapkan hanya kaulah yang memberi kekuatan itu. Tapi kau tak cukup memberikannya untukku. Mas, aku tahu, aku salah. Tapi aku tak punya kekuatan untuk menghindar hlm. 179 Tokoh utama ingin sek ali membalas cinta Anggoro dengan sepenuh hati, namun ia masih berstatus sebagai seorang istri. Perasaan dan pikiran yang berkecamuk dalam diri tokoh utama saat diajak oleh Anggoro untuk beristirahat di vila daerah Kali Urang. Rasa takut akan terulangnya k embali peristiwa sembilan tahun lalu dan takut membayangkan kekecewaan orang -orang yang dikasihinya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. 158 Apalagi bila Mas Anggoro menampakkan perhatiannya padaku, aku ingin membalasnya dengan memberikan apa yang ia mau. Tapi aku masih menjadi istri dari suamiku. Meskipun Mas Aji pernah mengijinkanku untuk berselingkuh, sebagai bentuk pembalasan atas perselingkuhannya pada masa lalu, tetap saja aku tak berani melangkah. hlm. 182 159 Mendadak dadaku bergemuruh hebat. Jantungku terasa berdetak lebih kencang, badanku mulai gemetar. Tiba -tiba ingatanku melayang pada kejadian sembilan tahun yang lalu. Tak jauh dari tempatku sekarang. Di tempat itu aku telah melakukan dosa yang sangat terku tuk. Lantas, apakah aku akan menambah daftar panjang deretan dosa besar itu: Dalam samar-samar bayangan, mendadak wajah -wajah yang kukasihi muncul dipikiran. Ibu, bapak, Mas Aji, Anti, Gilang, dan Wening. Wajah mereka muram, tampak kecewa menyaksikan perbu atanku. Hatiku tersentak, membuat tubuhku lemas seketika. hlm. 185 Rasa bahagia tidak sepenuhnya dirasakan tokoh utama, selalu ada rasa bersalah yang membayangi karena perselingkuhannya dengan Anggoro. Konflik batin tokoh utama memuncak ketika ia tersiksa dengan rahasia perselingkuhannya. Keinginannya untuk mengungkapkan kebenaran terhalang rasa takut ditinggalkan suaminya. Menangis adalah reaksi tokoh utama karena ketidakmampuannya dalam menghadapi konflik batin yang dialaminya, berikut kutipannya. 160 Duhai bahagianya hatiku hari ini. Meski gelisah ini belum juga musnah. Meski rasa bersalah itu masih menjadi bayang -bayang kelam. Meski dosa itu masih menjadi sandungan langkah. Meski harapan ketenangan akan datang masih jauh di awan. hlm. 196 161 Pertanyaan itu benar-benar membuatku semakin tak bisa menahan gejolak hati. Ingin rasanya kuungkapkan semua, agar hilang ganjalan yang selama ini menyiksa batin. Namun, aku takut. Takut kalau suamiku tak bis a menerima, marah, lantas meninggalkanku. Aku hanya bisa mengis. hlm. 204 Konflik batin juga dialami oleh tokoh utama ketika anaknya yang bernama Gilang dihina oleh tetangganya. Ingin sekali ia memaki -maki tetangganya itu, namun ia menyadari keterbelaka ngan mental anaknya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. 162 Tercabik-cabik hatiku. Batinku tak terima anakku diperl akukan seperti itu. Ingin sekali aku datangi rumah Darmawan dan memaki -makinya, karena tega melukai hati putraku. Namun aku sadar, kalau aku menjadi Darmawan, mungkin akan melakukan hal yang sama. Orang tua mana yang rela anak perempuannya disukai anak yan g punya keterbelakangan mental? Padahal anak perempuannya cantik dan pintar. hlm. 227 Tokoh utama mengalami konflik batin ketika akan menaruh anaknya untuk di rawat di rumah sakit ataukah membawanya pulang kembali ke rumah, berikut kutipannya. 163 Sebenarnya aku agak ragu, setelah mendengar penjelasan dokter itu. Dirawat di rumah sakit itu berarti Gilang disamakan dengan pasien -pasien sakit jiwa. Padahal Gilang hanya tuna grahita. Kalaupun dia mengalami gejala psikiatrik, bisa jadi hanya karena tekanan perasaan. Akan tetapi, membawa Gilang ke rumah tidak menyelesaikan masalah. hlm. 258 Kekalutan menyelimuti pikiran tokoh utama ketika pern ikahan anak pertama bersamaan pula dengan sakitnya anak keduanya yang bernama Gilang. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. 164 Pikiranku benar-benar kalut. Pernikahan Anti harus berjalan sesuai rencana, tapi kondisi Gilang menyita banyak perhatianku. S etiap tiga puluh menit sekali kutelepon suamiku atau Anti yang berjaga di rumah sakit, menanyakan kondisi Gilang. hlm. 260 Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menjalani hidupnya, tokoh utama mengalami berbagai konflik batin. Pada kutipan no. 142, tampak tokoh utama semasa kecil menjadi pelampiasan perasaan orang tuanya, hingga ia merasa sebagai boneka. Kurangnya kemampuan membaca Al -Quran dan sholat yang membawanya pada pilihan meminta diajari Sri meskipun malu atau lebih malu lagi ketika teman sekelasnya mengetahui bahwa ia tidak dapat mengaji. Ucapan Gunawan temannya, membuat tokoh utama semasa kecil dijejali berbagai pertanyaan mengenai sholat dan neraka. Hal ini di perlihatkan pada kutipan no. 143 —145. Kutipan no. 146 —148, memperlihatkan kebimbangan tokoh utama saat remaja ketika dihadapkan pada dua cinta dan juga cita-cita. Tokoh utama memutuskan untuk menikah dengan Aji, yang membawanya pada perasaan kalut ketika mengetahui bahwa suaminya tidak setia. Konflik batin tersebut dire aksikan oleh tokoh utama dengan menangis dan bibir yang terus bergetar tidak mampu berkata-kata menampakkan bahwa dia sedang bergumul dalam permasalahan yang serius, dipelihatkan pada kutipan no. 149 dan 151. Berbagai masalah dalam kehidupan keluarganya menimbulkan konflik batin yang berkepanjangan pada diri tokoh utama. Rasa hampa tanpa kasih sayang suami dirasakan oleh tokoh utama sebagai suatu hal yang menyiksa batinnya. Bercerita masalah pribadi kepada ora ng asing bukanlah sifatnya, tetapi dengan tak terduga tokoh utama menceritakan masalahnya kepada orang asing hingga membuat dirinya bingung. Merokok merupakan reaksi pembe rontakan tokoh utama dalam meng hadapi konflik batinnya. Hal ini juga membawanya pada sebuah perselingkuhan dan konflik batin pada dirinya. Perselingkuhan ini menimbulkan adanya perasaan bersalah pada suami tetapi juga perasaan bahagia dapat berdekatan dengan Anggoro, meskipun di sisi lain ia merasa takut pula jika kedekatannya dengan Anggo ro diketahui teman sekantornya. Pada kutipan no. 152 —155 mempelihatkan kejadian tersebut. Kutipan no. 156, memperlihatkan konflik batin yang dialami tokoh utama ketika ingin menanyakan perihal suratnya yang jatuh ke tangan Katriningsih, namun ia tidak dapat berkata apa -apa setelah bertemu dengan Anggoro. Pada kutipan no. 157 menunjukkan perasaan bersalah tetapi juga tidak dapat menghindari rasa cintanya pada Anggoro, mengakibatkan tokoh utama terbelenggu konflik batin. Sebenarnya tokoh utama hanya ingin perhatian yang diberikan oleh suaminya saja, akan tetapi karena perhatian itu tak juga ia dapatkan akhi rnya ia dapatkan dari sosok Anggoro dan memaksanya untuk berselingkuh. Tokoh utama ingin sekali membalas perhatian Anggoro dengan melakukan apa saja, namun ia teringat statusnya masih sebagai istri Aji. Perasaan yang berkecamuk dalam diri tokoh utama dan bayangan akan wajah-wajah keluarganya ketika diajak Anggoro berist irahat di vila daerah Kaliu rang merupakan reaksi konflik batin yang dirasakannya. Rasa takut akan terulangnya kembali peristiwa sembilan tahun lalu dan takut membayangkan kekecewaan orang -orang yang dikasihinya. Peristiwa ini dapat dilihat pada kutipan no. 158 dan 159. Kutipan no. 160 dan 161 memperlihatkan perasaan takut dan tidak nyaman pada diri tokoh utama karena masalah perselingkuhan yang membelenggu hingga menimbulkan konflik batin pada dirinya. Kebahagiaan dalam keluarga tidak sepenuhnya ia rasakan karena masih tersisa kenangan akan perselingkuhannya. Rasa takut diceraikan membuat ia ragu untuk berterus terang kepada suaminya. Keterbelakangan mental anaknya yang bernama Gilang me mbuat tokoh utama mengalami konflik batin. Tokoh utama ingin sekali membalas perlakuan tetangganya yang menghina anaknya, namun di pihak lain ia menyadari kekurangan anaknya tersebut. Karagu-raguannya muncul ketika tokoh utama akan meninggalkan anaknya untuk menerima perawatan di rumah sakit . Hal ini berlanjut, hingga pada akhirnya perasaannya kalut ketika ia harus mengutamakan persiapan pernikahan putrinya atau memperhatikan Gilang yang dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat di lihat pada kutipan no. 162 —164. Demikian beberapa konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina. Konflik batin yang dialami oleh tokoh utama menimbulkan berbagai reaksi, baik gerakan tubuh atau ucapan yang merupakan reaksi atas ketidakmampuan tokoh utama dalam mengatasi konflik batinnya. Kenyataan hidup tokoh utama yang seringkali mengalami konflik batin selama menjalani kehidupan rumah tangga menyebabkan ia mengalami setres atau depresi. Keadaan tokoh utama yang demikian jika tidak segera diselesaikan permasalahannya dikhawatirkan akan berkembang menjadi penyakit jiwa, yaitu shizoprenia. Penyakit mental tersebut berawal dari ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri pada lingkungan baru sehingga mengalami kegagalan un tuk menyelesaikan permasalahan hidup. Pada awalnya shizoprenia hanya menunjukkan gejala-gejala ringan tetapi setelah berjalan beberapa tahun dan terbentur pada masalah tertentu akan terlihat gejala yang hebat sekaligus, yaitu gangguan kejiwaan. 93

BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS PADA NOVEL LINTANG KARYA

NANA RINA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SM A Novel Lintang karya Nana Rina dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA dengan pertimbangan bahwa dalam novel ini memiliki tiga aspek penting dalam memilih bahan pembelajaran sastra. Tiga aspek dalam memilih bahan pembelajaran sastra tersebut, yaitu da ri sudut bahasa, segi kematan gan jiwa psikologi, dan sudut latar belakang kebudayaan para siswa Moody via Rahmanto, 1988: 27. Bahasa yang digunakan dalam novel harus ada pada taraf kemampuan bahasa siswa, bahasa yang sulit dimengerti maupun penggunaan bahasa yang terlalu mudah dimengerti tidak akan menarik bagi siswa. Nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam sebuah novel yang dijadikan sebagai bahan ajar harus dapat menjadi contoh bagi siswa dalam kehidupannya. Tahap perkembangan psikologi siswa perlu diperhatikan karena berkaitan dengan minat dan keengganan siswa. Berkaitan dengan latar belakang budaya, siswa akan lebih mudah tertarik dengan latar belakang budayanya. Dalam bab lima ini akan diuraikan implementasi novel Lintang sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA ditinjau dari segi bahasa, segi psikologi siswa, dan segi latar belakang budaya. Di dalam pembelajaran sastra, hal yang akan dibahas mengacu pada pengembangan silabus dan rencana pembelajaran RPP dengan memperhatikan tahap-tahap pengembangan pembelajara n. Kreativitas seorang guru sangat diperlukan dalam menyusun langkah -langkah pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih tertarik secara aktif mempelajari m ateri dalam pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai implementasi novel Lintang dalam pembelajaran di SMA.

A. Novel Lintang Ditinjau dari Aspek Bahasa

Novel Lintang ditulis oleh Nana Rina dengan latar belakang kehidupan masyarakat Jawa. Bahasa yang digunakan dalam novel ini tidak jauh dari penguasaan bahasa siswa karena menggunakan kosakata yang pada umumnya sudah diketahui, meskipun banyak disisipi pula kata -kata istilah dalam bahasa Ja wa. Meskipun demikian novel ini tidak akan menyulitkan siswa yang berlatar budaya bukan Jawa karena kata-kata Jawa yang digunakan hanya banyak terdapat dalam kata -kata sapaan dan juga terdapat catatan kaki untuk mempermudah siswa memahami kata -kata Jawa yang belum diketahui. Contoh kutipan yang mengandung bahasa Jawa dalam novel tersebut adalah sebagai berikut. Kamu benar-benar mengecewakan orang tua Lin. Anak ontang-anting, digadang bakal njunjung kehormatane wong tuwo, malah sebalike gawe wirange wong tuwo, kata Bapak. hlm. 57 Pada halam 57, arti kosakata bahasa Jawa dalam kutipan tersebut terdapat pada catatan kaki pada halaman yang sama. Arti kosakata bahasa Jawa tersebut, yaitu anak tunggal yang diaharapkan akan menjunjung tinggi kehormatan orang tu a, justru mencoreng muka orang tuanya.

B. Novel Lintang Ditinjau dari Aspek Perkembangan Psikologi Siswa

Novel ini memuat nilai-nilai kehidupan remaja dan keluarga yang dapat diajarkan untuk siswa SMA. Pada umumnya siswa SMA berada pada masa peralihan antara tahap realistik ke tahap generalisasi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta -fakta untuk memahami masalah -masalah dalam kehidupan yang nyata. Dengan demikian diharapkan siswa memiliki minat untuk menganalisis masalah, penyebab dari masalah , dan juga menemukan nilai -nilai kehidupan yang terdapat dalam novel Lintang. Berikut ini adalah contoh kutipannya. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM Yogyakarta . Untuk mendapatkannya, aku harus mengorbankan cintaku. Meski harus menahan perih, tekadku sudah bulat. hlm. 45 Jantungku seakan hampir berhenti berdetak. Kena pa hanya itu? Kenapa sebatas itu Mas Aji menanggapi pemberontakan yang sudah kulakukan dengan susah payah? Seharusnya dia kaget alang kepalang. Tidakkah dia khawatir? Mengapa dia tidak memarahiku? Perasaanku hancur, dongkol, marah, malu. Malu pada diri sen diri. Amarah dan emosi telah membuatku nekat melakukan hal sia -sia. Aku sadar, seharusnya aku tidak melakukan perbuatan konyol itu. Bersusah payah, berkorban, menahan sesak di dada demi menghabiskan empat batang rokok. Tetap saja hasilnya nihil. Perhatian suamiku tak juga aku dapatkan. Yang ada hanya penyesalan. Entah terbuat dari apa hati suamiku. Kenapa begitu bebal? hlm. 147 Dari kutipan di atas ditemukan adanya semangat untuk meneruskkan cita -cita meski harus kehilangan cinta dan penyesalan karena m elakukan hal yang sia-sia. Dengan ditemukannya hal -hal tersebut diharapkan siswa dapat menemukan permasalahan kehidupan dari novel Lintang, sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan suatu nilai yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan.

C. Novel Lintang Ditinjau dari Latar Belakang Budaya

Siswa akan lebih mudah tertarik terhadap karya sastra yang mempunyai hubungan erat dengan latar belakang hidupnya, terutama bila menghadirkan tokoh - tokoh yang berasal dari lingkungannya dan mempunyai kesamaan dengan merek a atau orang-orang di sekitar mereka. Men urut Moody via Rahmanto, 1988: 31 —33 bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang berhubungan erat dengan kehidupan siswa dan siswa hendaknya terlebih dahulu memahami budayanya selama mencoba untuk mengetahui budaya lain. Namun, sastra juga merupakan salah satu bidang yang menawarkan kemungkinan -kemungkinan cara terbaik bagi orang yang ada di satu bagian dunia untuk mengenal bagian duania lain. Perbedaan latar belakang budaya hanyalah merupakan unsur -un sur “kulit luar.” Anggit hanya diam membisu. Mas Anggit -ku ternyata masih berpikiran kolot, sama seperti bapaknya. Dalam kondisi seperti itu, hati kecilku memberontak. Ini tidak adil.kenapa aku mesti mengalah? Cita -citaku sejak dulu menjadi insinyur, menj adi sarjana ilmu eksak, dan nilai eksakku di sekolah juga bagus. Kenapa Bapaknya Anggit mengatakan perempuan tidak pantas mengambil jurusan ilmu eksak? Apa aku harus membuang jauh cita-citaku demi tidak menyaingi Anggit? hlm. 39 -40 Novel Lintang berlatar belakang budaya Jawa dengan tradisi-tradisinya, bahwa seorang wanita harus patuh dan berpendidikan lebih rendah daripada kaum laki-laki, tetapi tradisi seperti itu sudah tidak sesuai lagi jika diterapkan dalam kehidupan sekarang. Pada novel ini latar belakang budaya Jawa juga terlihat dari latar tempat yang digunakan, yaitu kota Yogyakarta.

D. Pengembangan Silabus

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pembelajaranbahan kajian, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk proses penilaian Depdiknas, 2006:7. Komponen yang terdapat dalam silabus adal ah standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber bahan alat belajar. Penelitian ini menghasilkan satu silabus dengan langkah -langkah pengembangan sebagai berikut.

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pada standar isi BNSP, 2006: 262 —271 terdapat tiga standar kompetensi yang berkaitan dengan pembelajaran sastra, khususnya novel, yaitu: a. Kelas XI semester 1 Standar Kompetensi : Membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesianovel terjemahan Kompetensi Dasar : 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesiaterjemahan b. Kelas XII semester 1 Standar Kompetensi : Mendengarkan 5. Memahami pembacaan novel Kompetensi Dasar : 5.1 Menanggapi pembacaan penggalan novel dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan. 5.1 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel Penelitian ini memilih kurikulum kelas XI semester 1, yaitu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia no vel terjemahan. Pada standar kompetensi tersebut, pembelajaran novel dapat diimplementasikan dan siswa dapat mempelajari serta memahami unsur intrinsik novel sehingga siswa dapat menganalisis unsur intrinsik dan dapat mengaitkan dengan kehidupan sehari -hari.

2. Mengidentifikasi Materi Pokok Pembelajaran

Materi pokok dalam pembelajaran menunjang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum. Novel Lintang dipilih sebagai materi pokok karena dianggap sesuai dengan SK dan KD dalam penelitia n ini.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Kegiatan ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajaryang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi siswa dan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam

Dokumen yang terkait

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PULANG KARYA TERE LIYEDAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Pulang Karya Tere Liye dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 7 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL AIR MATA SURGA KARYA E. ROKAJAT ASURA: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Air Mata Surga Karya E. Rokajat Asura: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sast

1 9 16

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 13 19

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 9 13

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di S

0 1 13

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 5 26

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Novel Sang Maharani KArya Agnes Jessica : Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

0 0 138