Definisi Corporate Social Responsibility CSR

dan desakan berbagai organisasi semacam LSM karena terjadinya malpraktik di dunia bisnis. Gagasan CSR menekankan bahwa tanggungjawab perusahaan bukan lagi sekadar kegiatan ekonomi menciptakan profit demi kelangsungan usaha, melainkan juga tanggungjawab sosial dan lingkungan. Pada dasarnya PT.PLN Persero sudah menerapkan CSR, namun dalam perkembangannya masih juga terdapat konflik seperti yang telah dipaparkan di atas.

1. Definisi Corporate Social Responsibility CSR

Sebagai sebuah konsep, Corporate Social Responsibility CSR mempunyai definisi dalam beberapa versi karena implementasi yang dilakukan oleh perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya berbeda-beda. Menurut versi Bank Dunia dalam SWA edisi 26XX19 Desember- 11 Januari 2006 definisi Corporate Social Responsibility CSR adalah: ―CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development‖. CSR adalah komitmen bisnis sebagai kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis maupun pengembangan. Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standart usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan. Menurut World Council for Sustainable Development definisi Corporate Social Responsibility CSR adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat lokal ataupun masyarakat luas. Pemikiran ini didasarkan bahwa perusahaan tidak hanya berkewajiban ekonomis dan legal shareholders , tapi juga pada pihak lain yang berkepentingan stakeholders , yang jangkauannya melebihi kewajiban di atas. Sedangkan menurut versi Uni Eropa Corporate Social Responsibility CSR adalah: ―CSR is concept whereby companies intregate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis‖ CSR merupakann konsep di mana perusahaan mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela. Dan menurut Tony Djogo 2005, CSR adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menghargai manusia, masyarakat danlingkungan. www.fajaronline. co.id. Diakses pada 29 Januari 2006. Trinidad and Tobacco Bureau of Standard TTBS menyimpulkan bahwa CSR terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah korporat, maka CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas www.fajaronline.co.id Diakses pada 29 Januari 2006. Dari berbagai definisi di atas, sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran Elkington tentang triple bottom line. Menurut Elkington 1997 dalam SWA edisi 26XX19 Desember – 11 Januari 2006, CSR adalah adanya segitiga dalam kehidupan stakeholders yang mesti diperhatikan korporasi di tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga. Gambar 1 Segitiga Dalam Kehidupan Stakeholders Social Lingkungan Ekonomi Sumber: Majalah SWA Edisi 29XXI19 Desember 2005 – 11 Januari 2006 2. Corporate Social Responsibility CSR sebagai Kebijakan Perusahaan Keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri di sebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholders yang difasilitasi perusahaan tersebut dan menyusun program-program pengembangan masyarakat yang ada di sekitarnya, atas kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholders yang terkait, baik lokal, nasional, maupun global. Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi Earth Summit di Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyetujui adanya perubahan pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi economic growth menjadi pembangunan yang berkelanjutan sustainable development . Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah; 1 ketersediaan dana, 2 misi lingkungan, 3 tanggung jawab sosial, 4 terimplementasi dalam kebijakan masyarakat, korporat, dan pemerintah, dan 5 mempunyai nilai keuntungan www.fajaronline. com. Diakses pada 25 Januari 2006. Menurut Chrysanti Hasibuan Sedyono 2004, model CSR membagi kewajiban perusahaan menjadi empat jenis tanggungjawab atau yang dikenal dengan model empat sisi, yaitu adanya empat tanggungjawab perusahaan yang bersifat ekonomis, artinya memperoleh laba bagi pemegang sahamnya; legal, mematuhi peraturan dan hukum berhubungan dengan lingkungan, dan sebagainya. Selain kewajiban ekonomis dan legal, ada kewajiban-kewajiban lain terhadap stakeholders di luar pemegang saham, yaitu ethical dimana perusahaan harus memnuhi kaidah-kaidah normatif. Seperti berlaku fair , transparan, tidak membeda-bedakan ras dan gender, dan tidak korupsi. Model tanggung jawab selanjutnya bersifat discretionary , yaitu tanggung jawab yang sebenarnya tidak harus dilakukan, tetapi atas kemauan sendiri misalnya pemberian beasiswaa. Sehubungan dengan praktik CSR, menurut Rudi Fajar 2005 pengusaha dapat dikelompokkan menjadi empat, diantaranya: kelompok hitam, merah, biru dan hijau. Kelompok hitam adalah pengusaha yang tidak melakukan praktik CSR sama sekali, yaitu pengusaha yang menjalankan bisnis hanya untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial di sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Kelompok merah adalah pengusaha yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungan. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan terpaksa, dan biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Kelompok ini umumnya berasal dari kelompok satu kelompok hitam yang mendapat tekanan dari stakeholders -nya, kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial, termasuk kesejahteraan karyawan. CSR jenis ini kurang berdampak pada pembentukan image positif perusahaan karena masyarakat melihat kelompok ini memerlukan tekanan sebelum melakukan praktik CSR. Kelompok ketiga adalah pengusaha yang menganggap praktik CSR akan memberi dampak positif return terhadap usahanya, dan menilai CSR sebagai investasi, bukan biaya. Oleh karena itu, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh melaksanakan praktik CSR dan yakin investasi sosial ini akan memperlancar operasional usaha. Perusahaan akan mendapatkan image positif karena masyarakat menilai pengusaha tersebut membantu dengan sungguh-sungguh. Seperti halnya investasi, kelompok ini menganggap praktik CSR sebagai investasi sosial jangka panjang. Kelompok keempat, kelompok hijau, merupakan kelompok yang sungguh-sungguh dan sukarela melaksanakan praktik CSR. Pengusaha ini menempatkan CSR sebagai nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan, bahkan kebutuhan, dan menjadikannya sebagai modal sosial ekuitas . Oleh karena itu, pengusaha ini yakin bahwa tanpa melaksanakan CSR, tidak memiliki modal yang harus dimiliki dalam menjalankan usahanya. Pengusaha tersebut sangat memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan kesejahteraan karyawannya serta melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kelompok ini juga memasukan CSR sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam bisnis atas dasar kepercayaan bahwa suatu usaha harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, yaitu kepercayaan bahwa ada nilai tukar trade- off atas triple bottom line aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Sebagai hasilnya, kelompok ini tidak saja mendapatkan image positif, tetapi juga kepercayaan dari masyarakat yang selalu siap mendukung keberlanjutan usaha kelompok ini. Hamann dan Acutt 2003, menelaah ada dua motivasi utama yang mendasari kalangan bisnis menerima konsep CSR. Pertama, akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial , dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi kesan korporasi yang peduli terhadap kepentingan sosial. Realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya. Kedua, legitimasi, yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. www.tempo.com Diakses pada 29 januari 2006. Menurut Teguh S. Pambudi 2005 dalam SWA edisi 26XXI19 Desember – 11 Januari 2006, dari hasil survey yang dilakukan oleh majalah SWA dalam CSR Award 2005, perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang sudah menerapkan Corporate Social Responsibility CSR, karena 80 perusahaan menganggap CSR penting bagi perusahaan. Selainitu, 48,89 responden memasukkan unsur-unsur CSR kemudian menjadikan CSR sebagai bagian dari visi dan misi perusahaan. Selain menjadikan CSR sebagai visi dan misi, perusahaan juga menjadikannya sebagai strategi bisnis. Ada beberapa alasan perusahaan menjalankan CSR, yaitu sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan, agar perusahaan dapat terus beroperasi, nilai tambah bagi stakeholders, strategi perusahaan, tumbuh dan berkembang bersam masyarakat, implementasi nilai-nilai perusahaan serta karena alasan kewajiban. Menurut Darwina 2005, dalam SWA edisi 26XXI19 Desember – 11 Januari 2006, ada beberapa cara perusahaan dalam memandang aktivitas CSR antara lain: pertama, sebagai strategi perusahaan yang pada akhirnya dapat mendatangkan keuntungan. Kedua, sebagai compliance atau kewajiban karena akan ada hukum yang memaksa untuk menerapkan konsep CSR tersebut. Ketiga, sebagai beyond compliance yaitu perusahaan merasa sebagai sebagian dari komunitas yang secara sadar dianggap sebagai sesuatu yang penting. Sedangkan menurut Teguh S. Pambudi 2005, cara perusahaan memandang CSR ada tujuh yaitu: pertama, sebagai kewajiban dan tanggung jawab perusahaan; kedua, agar perusahaan dapat terus beroperasi; ketiga, implementasi nilai-nilai perusahaan; keempat, meningkatkan citra perusahaan; kelima, kegiatan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat; keenam, program untuk menjadikan masyarakat lebih mandiri; dan terakhir, hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan lingkungan. Pandangan lain tentang CSR oleh Prince of Wales International Business Forum yang dipromosikan oleh IBL Indonesia Business Links dalam SWA edisi26XXI19 Desember – 11 Januari 2006 lewat pilar antara lain: a. Building Human Capital , yaitu menyangkut kemampuan perusahaan untuk memiliki dukungann sumber daya manusia yang handal interna l dab eksternal masyarakat sekitar. b. Strengthening economies, yaitu memberdayakan ekonomi komunitas. c. Assessing social cohession , yaitu perusahaan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan konflik. d. Encouraging good governance , artinya perusahaann dijalankann dalam tata pamong yang baik. e. Protecting the environment , artinya perusahaan harus menjaga kelestarian lingkungan.

3. Program yang Dijalankan Perusahaan dalam Corporate Social Responsibility