56
4.2 Deskripsi Subjek Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan april 2016. Sebelumnya peneliti telah mengadakan pra penelitian pada bulan Desember 2015 dan sudah menemukan
beberapa Informan. Pada saat pra penelitian, peneliti berusaha melakukan interaksi sehingga terjalin hubungan baik terhadap Informan agar memberikan ketersediaan
waktu untuk informasi yang akan di teliti. Dalam teknik pencarian informan memperoleh beberapa individu yang potensial dan bersedia diwawancarai dengan
cara menemukan seseorang atau lebih terbuka memberikan informasi melalui wawancara guna memenuhi kebutuhan yang menjadi fokus penelitian.
Adapun kriteria yang menjadi tolak ukur untuk menjadi seorang informan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a.Laki-laki atau perempuan yang sesuai dengan kriteria usia atau late adolecence remaja akhir yaitu berada pada usia 35 sampai 65 tahun.
b.Orang yang bersangkutan ikut serta dalam menangani konflik tanah warisan. c.Orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
d. Orang yang bersangkutan bersifat netral dalam memberikan pernyataannya mengenai topik penelitian.
e. Mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi. f. Memiliki pandangan yang harus dijelaskan sesuai rangka kesepakatan yang
dilangsungkan pada peraturan yang sesuai dengan kejadian sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
57
Tabel 9: Daftar Nama-Nama Informan No Nama Informan
Jenis Kelamin Usia
Pekerjaan 1
Lonim Perempuan
65 th Petani
2 Refli
Perempuan 47 th
Petani 3
Butong Laki – laki
65 th Wiraswata
4 Sudirman
Laki – laki 57 th
Petani 5
Candra Laki –laki
58 th Wiraswasta
6 Jayas
Laki –laki 64 th
Wiraswata 7
Nurdin Laki – laki
63 th Wiraswasta
8 Simson
Laki –laki 60 th
Wiraswasta 9
Ruminda Perempuan
62 th Petani
10 Keken
Laki- laki 37 th
Wiraswasta
Peneliti mulai melakukan wawancara dari lingkungan keluarga peneliti sendiri, karena riset ini berawal dari konflik keluarga yang masih memiliki hubungan
darah. Peneliti memilih informan pertama atas nama Lonim berusia 65 tahun dengan pekerjaan sebagai petani, karena informan tersebut pemegang lahan keluarga yang di
duga sebagai memiliki wewenang besar sehingga mendirikan tugu di tanah warisan tempat lahan pangan padi milik keluarga sedarah sehingga hal ini menimbulkan
pertikaian antar keluarga yang masih memiliki hubungan darah dilakukan dengan cara penuntutan hak kembali tanah warisan.
Universitas Sumatera Utara
58
“Saya sebagai pemilik lahan sangat heran untuk penuntut tanah ini, karena kenapa dari awal tidak ada gugatan seperti ini. Tiba suami saya meninggal terjadi hal yang
tidak mengenakkan terhadap tanah agar untuk di bagi. Ini merupakan hal yang sangat kecewakan kepada keluarga saya sendiri dan ketika saya memberikan solusi
untuk berbagi kembali pihak lain tidak mau lagi. Maka dari peristiwa ini terjadi renggangnya persaudaraan antara saya dengan keluarga pengguat sehingga dapat
dikatakan diam-diam saja dengan melakukan aktivitasnya sendiri.” Informan kedua adalah Refli ia berusia 47 tahun dari pasangan bapak Robert
mempunyai 4 orang anak. Kesibukannya selain ibu rumah tangga juga bekerja sebagai petani dilahannya sendiri dengan menanami seperti padi, bawang. kopi, dan
lain sebagainya. Ia merupakan anak dari pemegang lahan sehingga dia setuju akan kehendak dari ibunya sendiri.
“Saya tidak mengira akan terjadi seperti ini, tapi saya sebagai seorang anak dari pemegang lahan harus berjiwa besar menanggapi masalah ini karena kebetulan ini
masih masalah hubungan darah yang tidak jauh,apapun ceritanya kami tetap sekeluarga yang masih memiliki kepentingan yang sama dalam kehidupan ini”.
Informan ketiga adalah Butong berusia 65 tahun bekerja sebagai wiraswasta yang tinggal dirumah anaknya karena sudah semakin tua. Dalam hal ini, ia
merupakan salah satu penuntut hak tanah warisan yang dibangun sebuah tugu, maka karena hal ini ia sangat menuntut untuk mengambil kepentingan atas hak yang
menurut nya itu dari keluarga bersama. “Saya kecewa atas kebijakan yang dilakukan pemegang lahan, karena tidak ada
pembicaraan atau diskusi untuk para keluarga kakak beradik yang membuat agar
Universitas Sumatera Utara
59
tidak terjadi pertikaian atas pembangunan tugu dari tanah warisan. Mengapa membangun tugu suami atau keluarganya dengan cara tiba-tiba tanpa
sepengetahuan keluarga lain. Tanah yang dibangun itu merupakan tanah milik bersama secara generasi bukan hanya miliknya”
Informan keempat adalah Sudirman berusia 57 tahun bekerja sebagai petani. Ia merupakan salah satu keluarga yang menuntut hak milik, akan tetapi walaupun
demikian ia tidak terlalu keras untuk mengambil hak tanah karena ia termasuk netral atas permasalahan yang terjadi. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ia termasuk
dekat kepada pemegang tanah warisan. “Saya sebagai keluarga dan termasuk tetangga dari pemegang lahan, saya harus
bersifat netral karena saya lebih baik menjaga hubungan keluarga dengan semua konflik yang terjadi. Sehingga, tidak ada rasa sakit hati antar keluarga jadi apapun
keputusan yang membuat perdamaian saya setuju saja sehingga tidak muncul rasa sakit hati antar keluarga dan saya tidak mau seperti itu. Intinya saya netral atas
segala keputusan yang ada dan tidak memihak dengan siapapun” Informan kelima adalah Candra berusia 58 tahun bekerja sebagai wiraswasta.
Ia merupakan keluarga yang menuntut lahan atas hak milik yang dibangun sebuah tugu. Ia tidak sangat setuju akan pembangunan tersebut karena mmenurutnya tanah
itu merupakan tanah milik bersama yang harus dijaga dan bukan mendirikan sesuatu tanpa memikirkan kepunyaan keluarga lainnya.
“Saya tidak mengetahui atas kebijakan pembangunan ini tapi saya harap pemegang lahan harus seimbang dengan memikirkan hak kami juga karena kami masih
memiliki hak atas pembagian atau pemakai hak tanah warisan. Tanah itu merupakan
Universitas Sumatera Utara
60
tanah dari generasi yang harus dibagi bersama maka harus ada konsultasi maupun diskusi yang baik untuk menggunakan tanah yang ada, maka itulah yang dikatakan
keluarga” Informan keenam adalah Jayas berusia 64 tahun bekerja sebagai wiraswasta.
Ia merupakan seoarang keluarga yang menuntut hak milik agar dapat dibagi kepemilikan sesuai dengan ukuran yang sah sehingga tidak ada pertikaian didalam
keluarga itu. Ia termasuk seorang yang tegas dalam permasalahan ini karena ia sampai melaporkan kepada pihak yang berwewenang atas konflik yang terjadi di
daerah Ajibata. Menurutnya hal ini tidak pantas terjadi karena pemegang lahan bukan sebagai pemilik lahan tetapi hanya sebagai pemakai dalam penggunaan tanah
warisan. “Sejujurnya, saya tidak terima untuk apa yang dilakukan pemegang lahan untuk
pembangunan tugu itu, kenapa dengan tiba-tiba tak ada kabar untuk diskusi pembangunan lahan terhadap pihak seperti kami yang masih memiliki hubungan
darah dengannya. Ini merupakan permasalahan yang sulit diselesaikan jika tidak ada diskusi yang baik”
Informan ketujuh adalah Nurdin berusi 63 tahun sebagai seorang wiraswaasta. Ia merupakan salah satu keluarga penuntut tanah warisan, tetapi
bedanya dia bersifat tidak terlalu keras akan segala sesuatu yang dimiliki oleh para pihak – pihak lain. Dapat dikatakan bahwa ia bersifat netral untuk menjaga nama
baik keluarga agar tidak terjadi keributan yang semakin meluas. “ Apalah yang harus saya katakan karena semua sudah terjadi dan tidak bisa
dihalangi lagi, memang semua butuh tanah. Namun saya juga lebih menjaga
Universitas Sumatera Utara
61
hubungan keluarga agar lebih bertahan seperti dulu lagi. Biarlah mereka yang berselisih kalau saya hanya bisa mengikuti bagaimana jalan keluar agar
penyelesaian kasus ini cepat selesai” Informan kedelapan bernama Simson berusia 60 tahun sebagai wiraswasta.
Ia merupakan salah satu penentu tanah warisan yang termasuk keras akan kepemilikan yang dilakukan sewnang – wenang oleh pemegang lahan. Dalam hal ini
ia sangat tidak setuju akan kebijakan yang dilakukan para pemegang lahan yang dianggap sebagai kontribusi atas pembangunannya yang dilakukan. Maka dalam hal
ini ia berharap agar ada pembagian yang sah terhadap hubungan sedarah yang lainnya.
“Sebenarnya, saya agak tidak percaya akan pertikaian ini karena masih hubungan keluarga tapi bagaimanapun harus ada keseimbangan atas kepemilikan, dan jangan
memikirkan kebijakan sendiri karena tanah itu tanah keluargayang harus dimanfaatkan bersama sesuai pengelolaannya”
Informan kesembilan bernama Ruminda berusia 62 tahun bekerja sebagai petani. Ia merupakan salah satu tetangga dari pemegang lahan yang termasuk
bertempat tinggal lama didaerah tersebut. Dalam kasus ini ia juga bersifat netral terhadap pertikaian yang ada sehingga ia tidak terlalu ikut mencampuri apa yang
terjadi didaerahnya tersebut. “Kalau ditanya pendapat saya sebagai tetangga pemegang lahan yang sudah lama
tinggal disini saya harus bersifat netral akan hal ini. Jadi yang saya harapkan harus ada diskusi yang baik untuk mengenai pertikaian yang terjadi di keluarga ini”
Universitas Sumatera Utara
62
Informan kesepuluh bernama Keken berusia 37 tahun bekerja sabai seorang wiraswasta. Ia merupakan salah satu tetangga dari pemilik lahan tersebut yang
termasul lama tinggal didaerah yang sama, dalam konflik ini dia juga tidak terlalu mencampuri segala pertikaian yang ada, tetapi ia memberikan solusi agar tidak
terciptanya keributan dan renggangnya persaudaraan antar keluarga, sehingga dapat berhubungan baik seperti yang dulu lagi.
“Ketika pembangunan ini dilakukan, saya sebenarnya sudah mengetahui bahwa itu tanah keluarga tapi saya selaku tetangga tidak dapat berkata-kata untuk segala
kebijakan yang ada tapi saya rasa harus ada rasa mengalah antar keluarga atau terjadi pembagian hak milik secara merata”
Dalam hal ini juga pemerintah Kelurahan Ajibata memberikan keterangan atas konflik tanah warisan ini bahwa, ini merupakan konflik yang rumit terselesaikan
karena ini hubungan keluarga yang harus dipertahankan. Tapi karena tidak ada pihak yang mengalah maka proses penyelesaiannya sulit terlesaikan dan lebih baik
fakum begitu saja.
Silsilah keluarga yang berkonflik di Ajibata
Opung Timbul
Op.Saiden Boru
Op.Timo Boru
Op.Johan Anak
Op.Tuppak Anak
Op.Mika Boru
Pihak yang menuntut anak
yang bekerja sama
Pemegang lahan
Universitas Sumatera Utara
63
Permasalahan : Op. Johan dan Op.Mika mengatakan hak milik masing-masing tanpa ada kerja sama
anak Op.Saiden, Op.Timo, Op.Tuppak dalam hal ini masalah semakin meluas dan belum bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Pembangunan tombak kuburan
suami atau keluarganya terjadi karena tanpa permisi kepada anak laki-laki Op.Timbul dan akibat ini ada penuntutan dari anak siampudan atau anak terakhir
yaitu Op.Johan keberatan terhadap hak milik tanah warisan.
Matriks Konflik Tanah Warisan di Ajibata
Penindasan keadilan konflik laten kekuasaan tidak
seimbang antara pemegang lahan dengan pihak
penuntut Op. Johan dan Op.Mika
Op.Saiden, Op.Timo, Kesadaran
Mobilitas pemberdayaan
Konflik
Perubahan sikap antar keluarga yang semakin
renggang Hubungan yang
disetujui kekuasaan yang seimbang
Isu dominan:
Tidak ada diskusi yang baik antar pihak pemegang lahan
dengan pihak penuntut dalam pembangunan tugu keluarga
pemegang lahan Lonim.
Pemangku kepentingan:
Tanah warisan dianggap sebagai milik bersama yang harus dibagi
secara merata, sehingga tidak ada kecemburuan atas hak tanah yang
digunakan.
Presepsi :
Tanah warisan yang dipakai harus dapat digunakan sesuai
hak milik setelah dibagi antar pihak yang menuntut kepada
pemegang lahan
.
Cara berkonflik:
Demonstrasi kecil seperti penuntutan kembali atas hak tanah yang digunakan
secara lebih privat
.
Universitas Sumatera Utara
64
4.3 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Perebutan Tanah Warisan