32
2.4 Harta Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba
Masyarakat Batak menganut sistim kekeluargaan yang patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak
yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih
tinggi dari kaum wanita sulistyowati,2003. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan
kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan. Dalam masyarakat Batak non-parmalim yang sudah bercampur dengan
budaya dari luar, hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah,
pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam
hal pembagian warisannya. Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak
kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat
menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka
turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam ruhut-ruhut adat Batak Peraturan adat batak jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa
anak perempuan hanya memperoleh: Tanah Hauma pauseang, Nasi Siang Indahan
Universitas Sumatera Utara
33
Arian, warisan dari Kakek Dondon Tua, tanah sekadar Hauma Punsu Tali. Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih
terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah
anak Bungsu atau disebut Siapudan yaitu berupa Tanah Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak
laki–laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampung
halamannya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun
kepada Anak Bungsunya Siapudan. Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak
perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus
menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga.
2.5Makna Tanah Keluarga Turun-Menurun Bagi Masyarakat Batak Toba
Tanah keluarga turun-menurun merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai peninggalan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan
pengelolaannya. Tanah keluarga juga dapat di artikan sebagai warisan dari leluhur yang harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya dan di jaga dengan baik. Di dalam
adat terdapat unsur hukum, aturan dan tata cara yang mengatur tentang hubungan manusia dan manusia. Menurut masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian
Mulajadi Na Bolon yang harus dituruti oleh makhluk penciptanya. Adat inilah yang
Universitas Sumatera Utara
34
menjadi hukum bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara
kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
Pembagian warisan orang tua yang mendapatkan warisan adalah anak laki– laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau
dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki–laki juga tidak sembarangan, karena
pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan.Dalam perubahan zaman, peraturan
adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang
dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam
masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung
atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu
laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang
menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimanapun orang batak berada adat istiadat partuturan tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak
sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal pendidikan. Karena ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan.
Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik di kehidupan nanti. Secara
Universitas Sumatera Utara
35
hakiki, makna dan posisistrategis tanah dalam kehidupan masyarakat indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik,
pertanahan keamanan dan aspek hukum
Makna tanah pada masyarakat Batak Toba dapat dikatakan sebagai kekayaan Hamoraon. Dimana seseorang individu memiliki tanah yang cukup luas dan
memiliki wewenang besar atas menaikkan status ataupun komunitas yang ada di masyarakat. Pada sistem nilai Batak Toba tradisional tanah merupakan lambang
kekayaan dan kerajaan Purba:1997. Selain itu, tanah juga dianggap sebagai menunjukkan kekuasaan dan kehormatan Hasangapon. kepemilikan atas tanah
sesuai dengan adat istiadat yang di sesuaikan dengan konsep dan aturan.
Berdasarkan Pasal 852a KUHPerdata, Ahli waris berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu:
1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan hidup paling
lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami isteri tidak saling mewarisi;
Skema 1 Pembagian waris terhadap golongan pertama
A B
C
Universitas Sumatera Utara
36
Keterangan skema 1: A Pria semasa hidup menikah dengan B Wanita dan memiliki anak C Pria
2. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak
akan kurang dari ¼ seperempat bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris.
Skema 2
Pembagian waris golongan pertama terhadap ahli waris dari perkawinan lebih dari satu
Keterangan skema 2: E Pria semasa hidup menikah dengan D wanita dan memiliki anak G, namun E dan D bercerai, kemudian E menikah untuk kedua
kali dengan F wanita dan memiliki H.
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris;
Skema 3 D
E
G F
H
Universitas Sumatera Utara
37
Pembagian waris terhadap golongan ketiga
Keterangan skema 3: C meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris A dan B
4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan
sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Skema 4 Pembagian waris terhadap golongan kedua yang mana turut saudara kandung
Keterangan skema 4: D meninggal dengan meninggalkan dua saudara C dan E serta kedua orang tua A ayah dan B Ibu.
Hubungan darah juga dapat diartikan sebagai pertalian antara orang yang satu dan orang lain karena berasal dari leluhur yang sama. Hubungan darah tersebut
terdapat dua garis yaitu : 1. Hubungan darah menurut garis lurus keatas leluhur dan kebawah keturunan .
2. Hubungan menurut garis kesamping pertalian darah antara orang bersaudara dan keturunannya.
A B
C
A B
C E
D
Universitas Sumatera Utara
38
Istilah keluarga disebutkan sebagai tingkatan atau derajat hubungan darah yang mempunyai arti penting seperti: Perkawinan, Pewarisan dan perwalian dalam
keluarga. Harta perkawinan dijadikan sebagai barang bergerak dan barang tidakbergerak dari harta kekayaan suami istri, baik yang telah ada maupun yang akan
diperoleh, baik pada saat perkawinan dilangsungkan maupun selama perkawinan. Maka, segala utang suami-istri masing-masing terjadi, baik sebelum maupun
sepanjang perkawinan yang mampu menghasilkan pendapatan yang harus dipikul oleh ahli waris dari yang meninggalpewaris.
Skema 5 Pembagian warisan terhadap golongan kedua mengenai pasal 855
KUHPerdata
Keterangan skema 5: F meninggal dengan meninggalkan tiga saudara kandung dan ayah A serta ibu B, yang mana ketentuan orang tua tidak
boleh kurang dari ¼ seperempat bagian.
Dalam pembagian harta warisan dalam satu keluarga yang masih memiliki hubungan darah harus dapat dibagi melalui anggota keluarga yang memiliki hak atas
harta peninggalan seorang yang meninggal dunia yaitu:
~ Laki-laki: 1. Anak laki-laki
C A
B
D E
F
Universitas Sumatera Utara
39
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 3. Ayah
4. Kakekayahnya ayah 5. Saudara kandung
6. Saudara kandung 7. Suami
8. Paman 9. Anak dari paman
10. Laki-laki yang memerdekakan budak i.
~Perempuan: 1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari laki-laki 3. Ibu
4. Nenek 5. Saudara kandung
6. Istri 7. Wanita yang memerdekakan budak
Pembagiannya: ~Setengah
Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah ibu,
saudari seayah dan suami jika tanpa anak. ~Seperempat
Suami bersama anak atau cucu, istri tanpa anak atau cucu dari anak laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
40
~Seperdelapan Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.
~Seperdelapan Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.
~Sepertiga Ibu tanpa ada anak, saudari seibu 2 orang atau lebih.
~Duapertiga Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah
ibu, saudari seayah. ~Seperenam
Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, nenek, saudari seayah bersama saudari seayah ibu, ayah bersama anak atau cucu dari anak
laki-laki, kakek.
Sumber: Hukum waris pembagian harta warisan,wikepedia: diakses16 Juni 2016
2.6 Hukum Adat Masyarakat Batak Toba Terhadap Tanah Warisan