25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Konflik
Di dalam masyarakat sering terjadi konflik yang tidak bisa di hindarkan karena banyak sekali individu-individu atau lembaga-lembaga masyarakat antara
yang satu dengan lainnya memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga perbedaan kepentingan ini akan menyebabkan benturan politik yang mengarah kepada
persaingan. Hal ini senada dengan Simmel dalam Soekanto 2002:69, bahwa konflik tidak terhindarkan dalam masyarakat. Masyarakat dipandangnya sebagai struktur
sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analitis.” Pada awal mula munculnya teori konflik dialektis,
pandangan-pandangan teori struktural fungsional mendapat keraguan dari para sosiolog hingga pada akhirnya menciptakan alternatif lain dari teori fungsional atas
dasar asumsi-asumsi Soekanto, 2002: 68. Dalam asumsi tersebut mengatakan bahwa, walaupun hubungan-hubungan
sosial memperlihatkan adanya ciri-ciri suatu sistem, akan tetapi dalam hubungan- hubungan itu terdapat benih-benih konflik kepentingan. Fakta itu menunjukkan
bahwa suatu sistem memungkinkan menimbulkan konflik. Dengan demikian, maka konflik merupakan suatu gejala yang ada dalam setiap sistem sosial. Konflik
demikian cenderung terwujud dari kepentingan-kepentingan. Konflik sangat mungkin terjadi terhadap distribusi sumber-sumber daya yang terbatas dan
kekuasaan. Konflik merupakan suatu sumber terjadinya perubahan pada sistem- sistem sosial.
Universitas Sumatera Utara
26
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat pasti terdapat konflik-konflik kepentingan. Orang-orang atau kelompok yang berada di dalam
posisi yang dominan dan menguntungkan superordinat akan selalu mempertahankan status selama mungkin, sedangkan bagi individu-individu atau
kelompok yang berada di dalam posisi subordinat kurang beruntung akan mengusahakan perubahan yang positif bagi posisinya. Dalam usaha keduanya untuk
mempertahankan status dan untuk mengusahakan perubahan bagi subordinat sering kali terbentur oleh kepentingan yang berlawanan, sehingga tak jarang jika keduanya
akan terlibat konflik. Konflik tanah terkait dengan status tanah, tanah menjadi kendali dalam
kekuasaan ketika di pegang oleh kalangan adat tuan adat yang kemudian dikenal sebagai feodalisme. Feodalisme dalam perangkat yang sama diteruskan dalam
kendali kolonialisme yang kadang kala keduanya bekerja sama dan juga berkonflik. Dalam persoalan konsep tentang tanah kepemilikan atau penguasaan tanah dengan
prosedural yang penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis atas otoritas negara yang berhadapan dengan subordinat masyarakat. Dalam hal ini konflik tidak dapat
dihindarkan oleh masyarakatsimmel dan soekanto 2002:69.
2.2 Sejarah Singkat Masyarakat Batak Toba Di Ajibata