Sejarah Singkat Masyarakat Batak Toba Di Ajibata Sistem Sosial Pada Masyarakat Batak Toba

26 Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat pasti terdapat konflik-konflik kepentingan. Orang-orang atau kelompok yang berada di dalam posisi yang dominan dan menguntungkan superordinat akan selalu mempertahankan status selama mungkin, sedangkan bagi individu-individu atau kelompok yang berada di dalam posisi subordinat kurang beruntung akan mengusahakan perubahan yang positif bagi posisinya. Dalam usaha keduanya untuk mempertahankan status dan untuk mengusahakan perubahan bagi subordinat sering kali terbentur oleh kepentingan yang berlawanan, sehingga tak jarang jika keduanya akan terlibat konflik. Konflik tanah terkait dengan status tanah, tanah menjadi kendali dalam kekuasaan ketika di pegang oleh kalangan adat tuan adat yang kemudian dikenal sebagai feodalisme. Feodalisme dalam perangkat yang sama diteruskan dalam kendali kolonialisme yang kadang kala keduanya bekerja sama dan juga berkonflik. Dalam persoalan konsep tentang tanah kepemilikan atau penguasaan tanah dengan prosedural yang penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis atas otoritas negara yang berhadapan dengan subordinat masyarakat. Dalam hal ini konflik tidak dapat dihindarkan oleh masyarakatsimmel dan soekanto 2002:69.

2.2 Sejarah Singkat Masyarakat Batak Toba Di Ajibata

Batak Toba di Ajibatadiketahui sebagai suatu perkembangan desa dari masa ke masa yang dilihat dari hubungan erat dalam penduduk desa tersebut.Hal itu sangat terlihat dari penggunaan bahasa yang dipakai setiap harinya, adat istiadat yang berlaku dan silsilah dari keturunan antar generasi.Dalam uraian ini didesa ajibata sebelumnya memiliki prinsip adat istiadat yang asal mulanyadikenal sebagai asal yang tidak lepas dari Dalihan Na Tolu. Universitas Sumatera Utara 27 Berdasarkan hal ini, Dalihan Na Tolu dapat diartikan sebagai suatu aturan yang mengatur sistem kekerabatan marga-marga yang ada pada suku batak dan merupakan acuan hidup masyarakat batak yang merupakan sebagai berikut: Hula-Hula Tulang, Dongan Sahutuha Semarga, Boru Anak Perempuan. Dapat disimpulkan sebagai asal mula masyarakat Batak Toba yang ada di kawasan Ajibata berdasarkan bagan susunan dari leluhur masyarakat Batak dibawah ini: Berdasarkan bagan diatas dapat dikatakan asal mula masyarakat Ajibata berasal dari keturunan Raja Batak yang bernama Narasaon.Raja Narasaon adalah seorang raja yang terkenal sakti dan bijaksana yang mampu mensejahterakan masyarakat setempat. Dalam hal ini kerajaan batak yang brasal dari Raja Narasaon dapat dijelaskan dari bagan dibawah ini: Si Raja Batak Raja Isumbaon SAGALA MALAU Sorimangaraja NAJAMBATON NARASAON NAISUANON TUAN SORBADIBANUA Guru Tateabulan LIMBONG LONTUNG Universitas Sumatera Utara 28 Raja Sumber: Jurnal USU Institusional Repository, diakses pada tanggal 20 april 2016.

2.3 Sistem Sosial Pada Masyarakat Batak Toba

Di luar konteks keseluruhan, fokusnya adalah pada hubungan dari proses- proses pada teori sistem oleh buckley adalah hubungan dari bagian-bagian tidak dapat diperlakukan tingkat yang bervariasi dari sistem sosial. Jadi variasi dari proses internal juga mempengaruhi sistem sosial sistem sosial yang semakin kompleks yang mengintervasi di antara kekuatan eksternal dan tindakan sistem tersebut George Ritzer,2010. Sistem sosial yaitu peran-peran sosial itu saling berhubungan secara timbal balik dan saling tergangtung membentuk suatu kesatuan kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini talcott parsons membedakan 3 tiga unsur pokok dari tindakan warga masyarakat, yakni sistem kepribadian, sistem sosial dan sistem budaya. Sistem tersebut dianggap sebagai dasar dari struktur normatif sistem sosial dan bentuk- bentuk kebutuhan serta proses pengambilan keputusan dalam sistem kepribadian. Menurut talcott Parson, ada 2 dua hal terpenting bagi integrasi sistem sosial, yaitu: Datu Pejel Narason Raja Mangatur Raja Mangarerak Sitorus Sirait Butar-butar Raja Toga Manurung Huta Gurgur Sibitonga Simanoroni Universitas Sumatera Utara 29 a. Sistem sosial mampu mendorong warga masyarakat agar berprilaku atau bertindak sesuai dengan harapan dan perannya. b. Sistem sosial harus menjahui tuntutan yang “aneh-aneh” dari para anggotanya, agar tidak menimbulkan penyimpangan atau konflik. Kekerabatan menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian padan antar marga tertentu maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Adat BatakTradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat. Apabila dilihat dari orang yang menerima warisannya, ada tiga macam sistemkewarisan di Indonesia yaitu sistem kolektif, kewarisan mayorat, kewarisan Universitas Sumatera Utara 30 individual. Diantara ketiga sistem kewarisan tersebut pada kenyataannya adayang bersifat campuran. 1. Sistem Kolektif Apabila para waris mendapatkan harta peningalan yang diterima merekasecara kolektif bersama dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secaraperseorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif. 2. Sistem Mayorat Apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi danhanya dikuasai anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut hasilnya dikuasaisepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus danmemlihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat berdiri sendiri, maka sistem ini disebut dengan sistem mayorat. Dalam hal sistemmayorat ini, dibagi menjadi mayorat laki-laki dan mayorat perempuan sertamayorat wanita bungsu. 3. Sistem Individual Apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara perorangan dengan hak milik, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah danmenikmati hasilnya atau juga mentransaksikannya, terutama setelah pewariswafat, maka kewarisan demikian disebut “kewarisan individual”. Sistemkewarisan individual memiliki ciri-ciri yaitu harta peninggalan atau harta warisan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris seperti yang terjadi dalam masyarakat bilateral. Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita boru dengan marga penerima Universitas Sumatera Utara 31 pengantin wanita hula-hula. Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu hubungan perkawinan satu jurusan mamaksa setiap marga menjalin hubungan perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan marga penerima mempelai wanita. Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan subsuku masing-masing. Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi. Universitas Sumatera Utara 32

2.4 Harta Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba